Yayasan HAK
Jl. Gov. Serpa Rosa T-091, Farol Dili - Timor Lorosae Tel.: + 670 390 313323 Fax.: + 670 390 313324
Direito
e-mail:
[email protected]
Dwi
E d i s i
Mingguan
12
Hak
A za s i
Ma n u s i a
26 Februari 2001
Seriuskah Mengadili Kasus Serious Crime? Rakyat Timor Lorosae berharap keadilan masih ada. Harapan itu mungkin kembali muncul ketika persidangan bagi pelaku tindak kejahatan berat mulai digelar sejak Januari lalu. Tetapi, apakah pengadilan di bawah sistem baru itu bisa memenuhi rasa keadilan para korban?
R
uang sidang utama di Pengadilan Distrik Dili tampak angker. Pada 25 Januari lalu, majelis hakim khusus, Maria Natercia Gusmao Pereira, Sylver Ntukamazina, dan Luca L. Ferrero
menjatuhkan hukuman 12 tahun bagi Joao Fernandes (23 tahun), anggota Milisi Dadurus Merah Putih. Ia terbukti membunuh Domingos Goncalves Pereira, pada 8 September dua tahun lalu.
F.. Atoy
Demi keadilan, yang bersalah harus dihukum
Daftar Isi Direito Utama..............................Seriuskah Mengadili Kasus Serious Crime?
(1) ........................................Kriminalisasi Kejahatan Terhadap kemanusiaan (2) .......................................Pelanggaran HAM Berat Tak Dapat Dimaafkan (3) Info Hukum.........................................................................Legitimasi Peradilan Adat (4) .........................................Memperbaiki Nasib Buruh di Timor Lorosae (5) Wawancara..................................................Cirilio Jose Cristovo: .....................................................................UNTAET Hanya Membisu ... (6) Opini....Hak Rakyat Atas Keadilan Catatan tentang Pengadilan Serious Crime (8) Serba Serbi..............................................Kegiatan Rumah Rakyat Baucau (10) ..................Pertemuan Dengan Kelompok Tani di Maubara
Ami Lian.......................................................................Penjahat Perang Harus Diadilli (11)
....................................................Hukum Di Timor Lorosae Tidak Dihargai ..................................................Pelaku Harus Dihukum Seberat-beratnya .................................................................................Keadilan Harus Ditegakan (12) ........................................................................Bantuan Legal Harus Seimbang ......................................................Mereka Boleh Datang, Pengadilan Terus
Fernandes adalah orang pertama yang diadili dan dijatuhi hukuman di bawah sistem baru. Dari fakta-fakta kasus, Fernandes mengakui sebagai anggota Milisi Dadurus Merah Putih ia diperintah untuk datang ke rumah Natalino Monteiro di Desa Ritabou. Bersama anggota milisi yang lain diberi pedang dan diperintahkan untuk membunuh semua laki-laki pendukung kemerdekaan yang berlindung di Kantor Polres, Maliana. Bersama Joao Gomblo, anggota milisi yang lain, ia mendatangi Goncalves kemudian menusuk dengan pedang di punggung dan di beberapa bagian tubuh lainnya sampai tewas. Fernandes juga mengakui membunuh Goncalves, kepala desa itu atas perintah dari TNI dan Natalino, komandannya. Jaksa penuntut umum, Brenda Hollis dan Antonino, mendakwa Fernandes telah melanggar pasal 340 KUHP. Pada 18 Januari, hakim menanyakan, kenapa Goncalves hanya dituduh melakukan satu pembunuhan saja padahal bukti dalam berkas menunjukkan ada lebih banyak korban sebagai akibat terjadinya serangan terhadap penduduk sipil yang meluas dan sistematis pada 1999? Karena tidak ada bukti telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan, jawab jaksa. Namun, jaksa berjanji akan mencari keadilan secepatnya mengingat Fernandes masih berada di tahanan. Lalu? Berdasarkan Bagian 8 Regulasi UNTAET No.15/2000 dan pasal 340 KUHP, mengingat surat dakwaan yang diserahkan jaksa penuntut umum pada 15 November 2000, dan pengakuan bersalah dari Joao Fernandes yang disampaikan pada 10 Januari 2001, majelis hakim kemudian memutuskan, Joao Fernandes bersalah dengan tuduhan pembunuhan. ***
Editorial
R
akyat Timor Lorosae telah lama percaya bahwa keadilan akan datang, karena pelaku kejahatan, dari yang paling bawah sampai penanggung jawab utama akan diadili. PBB menamakan kejahatan itu sebagai crime against humanity. Artinya, kejahatan itu dilakukan secara sistematis, terencana, dan terorganisir dan terjadi secara meluas. Untuk menemukan bukti-bukti harus ditangani dengan prosedur yang khusus dan benar. Langkah itu benar karena UNTAET membentuk special panel for serious crime di Pengadilan Distrik Dili, tetapi kita tahu bahwa itu tidak akan membawa keadilan. Ada persoalan yang harus dicakup, baik prosedur maupun pengadilan kasus serious crime. Kecocokan prosedur itu harus bisa merangkum kejahatan itu jauh melebihi keterlibatan individual. Meskipun dinamakan crime against humanity, tetapi proses peradilan itu tidak diarahkan untuk membongkar hakekat dari kejahatan yang dilakukan secara sistematis itu. Tampaknya, proses pengadilan kasus serious crime hanya mengandalkan pengakuan, sementara jaksa tidak mengklarifikasikan lebih jauh atas pengakuan terdakwa, apalagi para saksi. Dengan begitu, UNTAET gagal untuk memberikan rasa keadilan bagi rakyat Timor Lorosae. Apalagi ketika kita berbicara bahwa untuk sebagian pelaku kejahatan yang masih berada di Indonesia akan diserahkan kepada proses di Indonesia. Padahal proses di Indonesia tidak jalan dan informasi yang seharusnya digunakan untuk penyelidikan lebih lanjut tidak tersedia, karena jaksa tidak mau menggali informasi. Lalu, apa artinya jaksa investigasi dan hakim investigasi? Investigasi itu tidak mendengarkan pengakuan. Investigasi itu mengajukan pertanyaan yang mengarah pada terungkapnya sebuah kejahatan. UNTAET harus meninjau kembali kesepakatan dengan Indonesia. Karena salah satu pihak, yang terlibat di dalamnya tidak berada dalam posisi untuk menerapkannya. Keadaan ini seharusnya disadari sejak awal.** Direito 12
Tawar Menawar di Pengadilan Perdebatan yang terjadi di luar pengadilan adalah kenapa jaksa mendakwa dengan pasal 340 KUHP sementara UNTAET telah mengeluarkan regulasi yang mengatur tentang kejahatan serius.
A
pa sesungguhnya yang disebut kejahatan serius itu? Sebagaimana disebutkan dalam Regulasi UNTAET No. 15/2000 Bagian 4-9, kejahatan serius itu mencakup konsep kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity), pembasmian berdasarkan keturunan (genocide), pembunuhan, pelanggaran seksual dan penyiksaan. Bagaimana penjelasannya? Dengan diterbitkannya Regulasi UNTAET No. 15/2000 sesungguhnya tidak ada dualisme karena regulasi tersebut hanya mengatur tentang kejahatan-kejahatan serius yang bersifat universal yang belum diatur di dalam KUHP. Apabila melihat fakta-fakta yang muncul dalam persidangan Joao Fernandes, sesungguhnya kasus tersebut termasuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan, entah itu besar atau kecil. Secara hukum dia bersalah dan melanggar Bagian 5 Regulasi No. 15/ 2000, karena dia melakukan pembunuhan terhadap seseorang di hadapan banyak orang, yang ketika itu tengah mencari perlindungan di Polres Maliana. Namun, jaksa menuntut dengan pasal 340 KUHP. Ini merupakan kriminalisasi dari sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan, kata Aniceto, dalam acara talkshow yang diselenggarakan Yayasan HAK di Radio Timor Kmanek, 10 Februari lalu. Menurut Aniceto, itu menyentuh perasaan keadilan masyarakat karena sesungguhnya mereka tahu hasil penyelidikan dari KPP HAM dan hasil penyelidikan dari Komisi Penyidik Internasional untuk Timor Lorosae. Kedua lembaga itu menemukan bukti, bahwa sepanjang referendum telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan. Tetapi kenapa dianggap sebagai kejahatan biasa? Di situlah letak ketidakadilannya, kata Aniceto. 26 Februari 2001
Dari 15 kasus yang sedang diproses di Pengadilan Distrik Dili hanya satu kasus yang didakwa jaksa dengan pasal kejahatan terhadap kemanusiaan. Selebihnya meskipun terdakwa telah mengakui perbuatannya para jaksa tetap mendakwa dengan pasal 340 KUHP. Mudah-mudahan ini hanya sekadar kriminalisasi, bukan ada maksud untuk melindungi orang-orang tertentu. Sesungguhnya, aturan hukum yang akan diterapkan cukup jelas, meskipun masih terdapat banyak kelemahan yang akan mempengaruhi usaha untuk menyeret para pelaku kejahatan. Proses yang harus diperhatikan adalah apakah fair atau tidak dan sesuaikah dengan standar orang Timor Lorosae. Orang Timor Lorosae merupakan pihak yang merasakan langsung dari setiap kejadian yang terjadi. Aspek keadilan itu yang harus diutamakan. Soal peraturan hukum? Kejahatan biasa maupun serius dijalankan berdasarkan Peraturan UNTAET No 30/ 2000. Di dalam peraturan tentang hukum acara itu, kata Aniceto, ada satu proses yang kadang-kadang membuat kita tidak dapat menyeret semua pelaku. Contohnya, salah satu pasal yang menyangkut prosedur pengakuan. Apabila terdakwa mengakui perbuatannya maka terjadi tawar-menawar hukuman yang akan diberikan. Di pengadilan karena prosedurnya dipercepat oleh jaksa, maka terdakwa tidak akan diberikan pertanyaan yang mempersulit. Kadang-kadang hal itu terjadi di luar proses pengadilan, sehingga memungkinkan terjadinya konspirasi di antara jaksa, terdakwa, dan pengacara. Akibatnya, hakim seringkali tidak melakukan investigasi untuk mencari tahu siapa sesungguhnya yang berada di balik peristiwa itu, kata Aniceto. *** 2
Pelanggaran HAM Berat Tak Dapat Dimaafkan
M
enghebohkan! Ketika 27 Januari 1999 pemerintah Indonesia lewat Habibie, mengeluarkan dua opsi bagi masa depan Timor Lorosae. Akhirnya, pada 5 Mei di New York ditandatangani perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Portugal untuk menyelenggaraan referendum, termasuk perdamain dan keamanan. Rakyat Timor Lorosae yang hanya ingin merdeka menyambutnya dengan suka-cita. Demo pun digelar di mana-mana. Di Indonesia, mahasiswa Timor Lorosae dan pro-demokrasi Indonesia menggelar mimbar bebas di Penjara Cipinang tempat Xanana Gusmao ditahan. Pro-kontra pun bermunculan. Sebagian F. AP pejabat Indonesia tidak menerima opsi itu. Menurut mereka masih terlalu dini untuk mengeluarkan sebuah opsi. Xanana yang saat itu masih revolusioner menanggapi pertanyaan para jurnalis, Rakyat Timor Lorosae telah membayar tanah airnya dengan darah dan air mata. Hanya satu kata bagi rakyat Timor Lorosae: Tanah air atau mati. Namun, akibat opsi yang dikeluarkan, Kopassus segera menyusun strategi: memecah belah. Dengan taktik yang dipelajari dari Amerika dan Australia mereka membentuk milisi, agar menyusupi line demi line di Timor Lorosae. Kekerasan demi kekerasan meningkat drastis. Pembunuhan, penculikan, perkosaan, intimidasi, dan teror terjadi di mana-mana. Milisi kemudian mengembangkan satuan-satuan yang digalang dari kalangan muda. Mereka kemudian bergabung ke dalam Pasukan Pejuang Integrasi yang dipimpin oleh Joao Tavares dan Eurico Guterres. Gubernur dan 3
Akibat opsi, Tentara Indonesia menerapkan taktik yang dipelajarinya dari Amerika dan Australia. Milisi dibentuk untuk menyusupi setiap line demi line di Timor Lorosae.
bupati tak tinggal diam. Laporan Pangdam Udayana, Mayjen Adam R.Damiri kepada Menko Polkam, bahwa kelompok pro-integrasi dimotori oleh para pemuda dengan mendirikan organisasi cinta merah putih. Insiden pertama yang menjadi perhatian dunia internasional adalah penyerangan Milisi Besi Merah Putih terhadap para pengungsi di Gereja Liquica, 5-6 April. Dilanjutkan dengan penyerangan rumah Manuel Carrascalao pada 17 April. Pembunuhan, penculian, intimidasi tak pernah berhenti. Puncak dari semua kekerasan itu adalah pembumihangusan di seluruh wilayah Timor Lorosae pasca referendum. Takut akan ancaman embargo dari sejumlah negara, pemerintah Indonesia segera menurunkan tim pencari fakta. Salah seorang anggota KPP-HAM mengatakan, keseluruhan kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Lorosae, langsung atau tidak langsung terjadi akiDireito 12
Direito Utama bat kegagalan panglima TNI dalam menjamin keamanan. Jenderal Wiranto selaku panglima TNI harus diminta pertanggungjawabannya, kata Munir, Ketua KONTRAS saat diskusi dengan Yayasan HAK, tahun lalu. Dalam pernyataannya, KPP-HAM mengatakan, seluruh rangkaian kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan tanggung-jawab dari dua kelompok. Pertama, para pelaku yang berada di lapangan, yakni para milisi, aparat militer dan kepolisiaan. Kedua, mereka yang melaksanakan pengendalian operasi, termasuk aparat sipil . Munir juga mengatakan, tindakan kekerasan yang terjadi di Timor Lorosae tergolong dalam pelanggaran hak asasi manusia berat. Pelanggaran itu mencakup pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, dan pemindahan paksa. Hanya demi sebuah kepentingan politik yang tak jelas targetnya, segala upaya dilakukan untuk menghabisi lawan politiknya, tanpa mengenal tempat. Eksekusi terhadap rakyat terus dilakukan sepanjang Agustus dan September. TNI dan milisi membantai pengungsi yang dijumpai di jalan sebagai lawan politiknya. Sejumlah barang bukti dan saksi mata telah ditemukan, tetapi hingga kini tak satu pun otak dari semua kejahatan itu diajukan ke pengadilan. Justru milisi dan kelompok sipil yang tergabung dalam UNTAS mencari justifikasi melalui rekonsiliasi dengan melupakan tindak kekerasan yang telah terjadi. Kejahatan terhadap penduduk sipil tak dapat dimaafkan, karena melanggar hak hidup, hak atas integritas jasmani, hak akan kebebasan, hak akan kebebasan bergerak dan bermukim, serta hak milik. Dan semua itu telah dilaporkan oleh KPP-HAM. dan Komisi Penyidik Internasional untuk Timor Lorosae.** 26 Februari 2001
Info Hukum Legitimasi Peradilan Adat oleh Lito Exposto
J
anuari 2001 lalu, di Tapotas, Distrik Maliana berlangsung sebuah peristiwa menarik. Sejak pagi, warga masyarakat berbondong-bondong untuk menghadiri acara penyelesaian kasus, meminjam istilah hukum pidana, penggelapan dana Community Empowerment Project (CEP), sebuah proyek pemberdayaan masyarakat. Warga masyarakat mencurigai terjadinya korupsi dalam penggunaan dana CEP oleh sejumlah petugas lokal. Serangkaian penyelidikan pun dilakukan. Kecurigaan masyarakat semakin kuat. Ada pihak yang mengusulkan, agar kasus tersebut segera diajukan ke pengadilan, tetapi kemudian disepakati untuk diselesaikan secara adat. Model penyelesaian secara adat itu dikenal sebagai penyelesaian sengketa informal, pengadilan tradisional atau peradilan lokal. Dalam tulisan ini, penulis akan mengunakan istilah pengadilan adat untuk menggambarkan model penyelesaian masalah dengan pertimbangan adanya lembaga dalam struktur hukum adat yang tunduk pada hukum lokal. Petugasnya terdiri dari sejumlah tokoh adat (semacam Katuas Lia Nain) yang berperan sebagai pengambil keputusan, sanksi adat, seperangkat aturan dan nilai-nilai yang menjadi dasar dari pelaksanaan peradilan. Keberadaannya meskipun tidak memperoleh legitimasi secara formal, tetapi paling tidak dapat menjawab tuntutan masyarakat akan rasa keadilan. Legitimasi peradilan adat justru bersumber pada hukum adat itu sendiri, karena ia diakui, ditaati, dan mengikat masyarakat. Yang manarik adalah peradilan adat merupakan kultur dari masyarakat yang telah dipraktekkan secara turuntemurun. Tradisi penyelesaian sengketa melalui hukum adat diperkirakan telah berlangsung jauh sebelum masuknya sistem hukum formal. Itu dapat ditelusuri dari struktur adat pada kelompok masyaDireito 12
rakat yang memiliki institusi, mekanisme, dan nilai-nilai yang mendasari penyelesaian kasus dalam masyarakat. Tetapi, dalam perkembangannya penggunaan hukum lokal efektif digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di pedesaan. Penyelesaian sengketa yang digelar di Tapotas itu merupakan bukti masih adanya hukum lokal. Sosok peradilan adat berbeda dengan institusi hukum formal jika dilihat dari sisi birokrasi, aparat, mekanisme penyelesaian dan perangkat hukum. Tetapi peradilan lokal dapat mengisi kekosongan atau keterbatan jangkauan peradilan negara dalam merespons persoalan hukum masyarakat. Upaya ini juga merupakan terobosan ke arah revitalisasi institusi (hukum) lokal yang hampir hilang. Sisi positif lain, secara teknis masyarakat dengan mudah dapat memahami jalannya proses penyelesaian, karena institusi hukum menjadi bagian dari kultur yang hidup dalam masyarakat. Saat ini regulasi pemerintah tidak secara jelas mengatur peran hukum adat, tetapi untuk merespons tuntutan masyarakat akan kepastian hukum dan rasa keadilan, maka lembaga peradilan adat menjadi penting untuk diperhitungkan. Sistem peradilan yang dijalankan saat ini dalam banyak hal masih terbentur pada kurangnya aparat dan fasilitas yang minim, sehingga belum menjangkau seluruh wilayah Timor Lorosae. Persoalan perangkat hukum yang terbatas merupakan akumulasi persoalan dalam sistem hukum saat ini, sehingga banyak persoalan belum dapat direspon oleh hukum formal. Karena itu cita-cita untuk membentuk sebuah sistem hukum yang berbasis pada hukum adat menjadi semakin penting. Pada tingkat praktis, persoalan dapat diselesaikan oleh lembaga tersebut, paling tidak untuk menangani kasus perdata dan kriminal ringan. Penerapan lembaga alternatif bukan sebagai upaya untuk 26 Februari 2001
menciptakan lembaga tandingan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah langkah ini dapat diakui secara sah sebagai hukum formal? Jika berpikir secara yuridis normatif pemberlakuan sistem alternatif (hukum adat) diperlukan pengakuan tertulis dalam ketentuan hukum negara/pemerintah. Persoalan ini sepenuhnya belum jelas. Namun, dalam perspektif sosio-antropologis hukum, lembaga penyelesaian alternatif merupakan sebuah lembaga yang sah. Gelar peradilan adat di Tapotas merupakan bukti tentang masih diakuinya lembaga adat meskipun masih terdapat kelemahan yang perlu dibenahi dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.Tetapi hukum yang hidup dalam masyarakat seharusnya menjadi sumber bagi pembentukan dan penyusunan sistem hukum Timor Lorosae ke depan. Persoalan adalah lembaga peradilan adat telah mengalami distorsi secara sistematis akibat ketergantungan masyarakat terhadap sistem hukum formal, sehingga menjadi persoalan untuk mengangkat peradilan adat ke pentas sistem hukum nasional pada masa depan. Jalan terbaik adalah tetap memberi tempat pada peradilan adat dengan segala perangkat lembaga pendukung untuk menjawab persoalan hukum rakyat dengan pertimbangan sepanjang itu diperlukan. Ke depan hukum adat harus diakomodasikan ke dalam perangkat hukum formal, agar tidak muncul interpretasi ke arah dualisme hukum dan memiliki legitimasi legal. Selain itu, perlu dilakukan penyesuaian dengan perkembangan zaman dan pembagian kewenangan penanganan atas kasus-kasus di luar kapasitas sistem hukum formal. Penyelesaian tuduhan penyelewengan dana CEP di Tapotas ternyata bisa diselesaikan melalui peradilan adat. *** Penulis adalah Staf Yayasan Hak dan anggota Asosiasi Juris Timor Lorosae
4
Info HAM Memperbaiki Nasib Buruh di Timor Lorosae Buruh adalah seseorang atau sekelompok orang yang bekerja pada pihak lain dan mendapatkan upah. Pihak yang mempekerjakan buruh disebut majikan. Majikan bisa pemerintah, NGO, perusahaan swasta atau negara, bisa pula perorangan. Kaum buruh sering mengalami tindakan sewenang-wenang dari majikan akibat posisinya yang lemah dalam hubungan kerja. Pelanggaran hak buruh terjadi antara lain karena: Sistem dan peraturan sosial-politik dan sosial-ekonomi berlaku tidak adil dan memberi peluang dieksploitasinya tenaga buruh oleh majikan; Buruh belum memahami realitas pelanggaran atas hak-haknya; Buruh belum memiliki organisasi yang kuat. Realitas yang Dihadapi Buruh Dari pengalaman menangani problematika perburuhan di Timor Lorosae, persoalan-persoalan dasar yang dihadapi buruh, antara lain: Buruh tidak diberi penjelasan tentang jenis pekerjaan dan akibat dari pekerjaan itu; Pihak majikan tidak menyediakan kontrak kerja; Sebagian besar status kerjanya adalah buruh kasar yang dipekerjakan secara harian; Buruh diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh yang mempekerjakan mereka; Saat ini upah yang dibayarkan tak bisa mencukupi kebutuhan pokok; Jam kerja sering melewati waktu 8 jam per hari, ini melanggar standar jam kerja internasional; Kerja lembur atau kelebihan jam kerja (over time) tidak dibayar. Beban kerja menumpuk sesuai keinginan majikan; Diskriminasi terhadap buruh lokal; Buruh belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hak buruh yang telah ditetapkan oleh standar internasional; 5
Banyak buruh yang belum berorganisasi; Persatuan dan solidaritas antar buruh relatif kurang. Sekilas Tentang Hak-hak Buruh Hak atas informasi yang jelas tentang jenis pekerjaan yang akan dan sedang dilakukannya, serta risiko dan konsekuensinya; Hak atas jaminan kesehatan dan keselamatan kerja; Hak atas tunjangan kesehatan, kecelakaan kerja, hari libur nasional, dan hari besar agama; Cuti haid, hamil dan tunjangan melahirkan bagi buruh perempuan; Hak untuk memperoleh upah yang memadai sesuai dengan tuntutan hidup dan situasi riil untuk buruh dan keluarganya, bagi buruh yang sudah berkeluarga; Hak atas kontrak kerja dan peraturan kerja yang jelas dan adil; Hak atas 8 jam kerja per hari sesuai dengan standar internasional. Jika melebihi waktu itu, maka ia berhak mendapatkan upah lembur; Hak untuk bebas dari tindakan sewenang-wenang dari majikan; Hak untuk memperoleh tindakan peringatan maksimal tiga kali sebelum diPHK, jika memang terbukti menyalahi aturan kontrak atau kewajibannya; Hak untuk memperoleh tunjangan PHK sesuai kesepakatan antara buruh dan majikan; Hak berorganisasi dan berserikat; Hak untuk memperoleh akses bagi pengembangan diri lewat peningkatan pengetahuan dan keterampilan, termasuk yang difasilitasi pihak yang mempekerjakan buruh; Hak mogok dan melakukan protes atas tindakan sewenang-wenang dari yang mempekerjakan buruh atau pemerintah tanpa khawatir akan adanya pemecatan terhadap buruh; Hak untuk menolak tindakan PHK jika tak didasarkan atas alasan yang benar dan nyata; Hak berpolitik, beribadat, dan hak cuti. Direito 12
Penyelesaian Kasus Buruh Bentuk penyelesaian kasus buruh adalah sebagai berikut: 1.Penyelesaian bipartit (majikanburuh), yaitu melalui perundingan antara buruh dan majikan; 2.Penyelesaian tripartit (buruh, majikan, dan pihak ketiga yang berperan sebagai mediator). Dengan cara ini diharapkan hak-hak buruh yang diingkari bisa dipulihkan dan penyelesaiannya memuaskan semua pihak; 3.Penyelesaian melalui jalur hukum. Yaitu menggunakan mekanisme dan prosedur hukum resmi yang berlaku untuk memulihkan kembali hak-hak buruh yang diingkari. Misalnya, dengan menuntut pihak pelanggar ke pengadilan. Taktik lain adalah melalui pendekatan politis, antara lain menekan pihak pelanggar lewat aksi mogok, demonstrasi, dan aksi protes; 4. Penyelesaian lewat upaya legislasi, yaitu mendorong terbentuknya dan dijalankannya perundang-undangan perburuhan nasional yang adil dan menjamin serta melindungi hak kaum buruh di Timor Lorosae. Pengorganisasian Buruh Perjuangan perbaikan kondisi buruh adalah sangat tergantung kepada buruh sendiri, bukan atas kebaikan dari kelompok lain seperti penguasaha, pemerintah atau NGO. Maka, adalah penting bagi pihak buruh untuk mengorganisir diri dalam serikat buruh di tingkat perusahaan atau lebih luas lagi dengan serikat buruh lainnya dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Terorganisirnya buruh dalam sebuah serikat akan semakin menggalang solidaritas sesama buruh dan akan memperkuat posisi tawar menawar buruh dengan majikan. Bahkan buruh bisa menjadi pihak yang mengendalikan kebijakan tentang dunia perburuhan di Timor Lorosae. Karena itu: BERORGANISASILAH!
***
26 Februari 2001
Wa w a n c a r a Cirilio Jose Cristovo: UNTAET
Hanya Membisu ...
Tamat dari Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali pada 1992. Ia pernah menjadi pegawai negeri sipil pada zaman pendudukan Indonesia. Ayah dua anak itu menjadi hakim sejak Januari 2000. Berikut petikan wawancara Direito dengan lelaki asal Lospalos itu.
Pengadilan Distrik Dili telah menyidangkan kasus serious crime ... Ya, sejak Januari lalu. Dasar hukum yang digunakan untuk memproses mereka adalah Regulasi UNTAET No. 15/2000. Tetapi, kita belum bisa menilai apakah proses itu akan menghasilkan keadilan, terutama bagi keluarga korban. Proses itu baru dimulai dan baru tahap awal. Menurut saya, yang penting bagi kita, terutama bagi korban dan keluarganya, tidak boleh patah semangat untuk memperjuangkan keadilan. Apa substansi dari Regulasi No. 15/ 2000? Dikeluarkannya Regulasi No 15/2000 oleh UNTAET merupakan satu langkah maju. Karena regulasi itu antara lain memberikan otoritas bagi pengadilan di Timor Lorosae untuk membentuk panel special yang bertanggungjawab untuk menangani proses hukum terhadap orang-orang yang terlibat dalam kasuskasus serious crime, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan, genocide, perkosaan sistematis, pengungsian paksa ke Timor Barat yang terjadi sejak Januari sampai 25 Oktober 1999. Disebutkan dalam Regulasi No. 1/ 1999, bahwa di Timor Lorosae masih akan menggunakan hukum Indonesia. Tetapi kenapa dikeluarkan Regulasi No. 15/2000? KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tidak memuat aturan hukum tentang kejahatan terhadap kemanusiaan atau kasus serious crime. KUHP adalah perangkat hukum yang hanya bisa dipakai untuk memproses kasus kriminal biasa. Sementara Regulasi No 15 / 2000 sengaja dibuat khusus untuk mengatur dan menangani kasus-kasus kategori serious crime. Jadi, motifnya karena KUHP tidak Direito 12
memuat aturan-aturan hukum untuk punya kekuatan besar untuk melakukan kasus serious crime. tekanan itu. Saya khawatir, jika keadaan ini tidak Dari aspek rasa kadilan masya- berubah, maka yang terjerat hanyalah rakat, terutama bagi korban dan pelaku-pelaku di tingkat pelaksana, sekeluarganya, menurut Anda apa- mentara aktor-aktor intelektual yang kah Regulasi No. 15/2000 itu dapat merencanakan kejahatan itu tetap bemenjamin keadilan? bas berkeliaran di Indonesia. Menangani Untuk menjerat para pelaku serious kasus serious crime harus juga bisa mecrime, kita harus memiliki perangkat nyeret para perencananya. Hanya dehukum. Regulasi No. 15/2000 adalah ngan cara itu lah keadilan bisa diperoleh. perangkat hukumnya. Agar keadilan Karena itu tekanan kepada pemerintah bisa dicapai, maka proses peradilan itu Indonesia untuk mematuhi MoU harus harus berjalan dengan adil. Untuk itu se- dilakukan. mua komponen yang terkait dengan kasus tersebut, terutama pelaku dan para Bagaimana konsekuensinya ke saksi harus dihadirkan. depan? Satu persoalan besar bagi pengadilan Saya mau mengatakan, pertama, di Timor Lorosae adalah dihadapkan UNTAET selama ini tidak konsisten. pada kenyataan, bahwa pengadilan ti- UNTAET telah mengeluarkan Regulasi dak bisa menghadirkan semua pelaku No. 15/2000 untuk memastikan keadan para saksi tersebut. Karena 95% dilan bagi rakyat Timor Lorosae, tetapi dari mereka berada di Indonesia. ketika melihat pada penerapannya terUNTAET dan pemerintah Indonesia nyata tidak ada keseriusan dari yang diwakili Marzuki Darusman telah UNTAET. Setelah membuat MoU demenyepakati sebuah Memorandum of ngan pemerintah Indonesia, UNTAET Understanding (MoU). Di dalam MoU membisu ketika pemerintah Indonesia disebutkan, bahwa UNTAET dan pe- tidak mematuhinya. merintah Indonesia akan saling melakuKedua, sejak awal, kami sudah sekan tukar menukar saksi atau pelaku pakat bahwa jika para saksi dan pelaku untuk memperlancar proses hukumnya. yang berkeliaran di Indonesia tidak diTetapi, sampai sekarang MoU itu tidak ikutkan dalam proses yang sedang berjalan. Hal ini tentu berpengaruh ter- langsung, maka kami akan menuntut unhadap sulitnya mejamin keadilan. tuk digelarnya tribunal internasional. Hanya melalui tribunal internasional yang Apa penyebabnya? bisa menjamin berjalannya proses itu MoU adalah kesepakan atau bisa dika- dengan fair. Konsekuensi lain, jika protakan perjanjian bilateral antara ses itu mandeg karena UNTAET tidak UNTAET dengan pemerintah Indone- berhasil mendatangkan saksi dan pelaku sia. MoU sebenarnya memiliki kekuatan dari Indonesia ketika masa transisi berhukum yang mengikat. Tetapi yang ter- akhir dan berakhir pula panel special, jadi, ternyata pihak Indonesia tidak per- maka akan menjadi persoalan besar banah mematuhinya. Sedangkan PBB sen- gi para hakim di Timor Lorosae. diri, dalam hal ini UNTAET, tidak pernah menggunakan posisinya untuk me- Dalam menangani kasus serious maksa Indonesia mematuhi kesepakan crime ada yang namanya panel speitu. Padahal, UNTAET secara politik 26 Februari 2001
6
Wa w a n c a r a cial. Apa sebenarnya panel special itu? Panel khusus itu diatur dalam Regulasi Nomor 11. Tujuannya untuk menangani kasus-kasus serious crime. Panel khusus itu merupakan gabungan dari hakim internasional dan hakim nasional. Masing-masing dua hakim internasional dan satu hakim lokal. Dengan mendatangkan hakim internasional bisa diartikan, karena kapasitas hakim Timor Lorosae tidak siap atau karena pertimbangan jurisdiksi internasional? Pertanyaan yang bagus. Kita tidak dapat mengatakan, bahwa para hakim Timor Lorosae tidak mampu menangani kasus serious crime. Pertama, kesempatan bagi kita untuk mencobanya belum ada. Realitas pengalaman dalam menangani kasus-kasus serious crime dari hakim-hakim kita memang belum ada. Fakta yang mengatakan, bahwa hakim Timor Lorosae tidak mampu menangani kasus-kasus tersebut tidak ada. Kedua, secara prinsip kami menerima hakim-hakim internasional agar kita bisa mengadopsi pengalaman mereka. Tetapi komposisi panel itu harus terdiri dari dua hakim Timor Lorosae dan satu hakim internasional. Karena prinsipnya, mereka didatangkan untuk mendampingi dan mentransfer pengalaman mereka kepada kami. Ini terkait juga dengan Timorisasi di lingkungan pengadilan, agar ketika transisi berakhir kita telah siap. Dengan komposisi dua hakim internasional dan hanya satu hakim lokal maka transfer pengalaman itu tidak maksimal. Persoalan utamanya, kasus serious crime tidak akan tuntas dalam jangka waktu transisi atau dalam tahun ini. Saya khawatir, jika bertahan seperti sekarang ini, ketika otoritas UNTAET berakhir akan menjadi persoalan besar bagi para hakim Timor, karena itu posisi panel special harus diubah.
Proses itu sudah jalan, tetapi karena kasus serious crime itu tidak bisa diselesaikan hanya dalam waktu satu tahun, maka proses itu harus segera di perluas. Para hakim sudah saatnya lebih banyak lagi dilibatkan dalam proses Timorisasi itu.
Apakah program pengiriman hakim, jaksa, atau public defender untuk mengikuti pelatihan di luar negeri juga menjadi bagian dalam proses persiapan itu? Kita menyambut baik berbagai program pelatihan itu, karena akan menambah pengalaman dan pengetahuan aparat hukum kita di bidang hukum, terutama dalam hal penerapan hukum. Tetapi program-program pelatihan itu harus diatur secara baik dan konsisten, termasuk kehadiran para mentor. Me- Joni Marques tersangka pembunuhan Biarawati dan reka datang hanya tiga bulan jurnalis di Losapalos. Pengadilan hanya menjangkau dan tidak konsisten dalam pelaku di lapangan. memberikan materi. Hal yang sama juga terjadi dalam lebih banyak dilakukan di Indoneisa. proses penanganan kasus serious cri- Karena semua aparat hukum di sini berme. Jaksa internasional yang bertugas latar belakang pendidikan di Indonesia. tiba-tiba diganti oleh jaksa yang lain. Jika pelatihan dilakukan di Portugal miAkibatnya, kasus yang mereka tangani salnya, pihak UNTAET harus menyetidak tuntas dan yang baru akan memu- diakan interpreter handal yang bisa lainya lagi dari awal. menterjemahkan dan menafsirkan maPelatihan-pelatihan itu memang perlu, teri-materi pelatihan kepada para petetapi UNTAET harus menanyakan ke- serta pelatihan. Bahasa hukum tidak sepada para hakim apakah pelatihan-pe- derhana. Persoalan interpreter ini juga latihan yang mereka ikuti itu bermanfaat menjadi satu kendala dalam proses peratau tidak. Apakah program itu meng- sidangan kasus serious crime. Korban ganggu pekerjaan rutin kita atau tidak. tidak bisa mengikuti proses persidangan Itu harus dilakukan lewat sebuah meka- dengan baik, karena mereka tidak nisme evaluasi. mendapatkan informasi yang jelas.
Berdasarkan pengalaman Anda apakah program pelatihan itu ada manfaatnya? Saya yakin bahwa program pelatihan untuk satu dua bulan tidak akan bisa menghasilkan banyak hal. Waktu satu atau dua bulan itu lebih cocok untuk Apakah Timorisasi di lingkungan program studi banding. Jadi, kita ke pengadilan telah dilakukan sana hanya akan mengamati keadaan UNTAET? hukum di negara tertentu kemudian hasil 7
pengamatan itu menjadi referensi bagi kita. Kami pernah menganjurkan agar program pelatihan untuk para hakim, jaksa dan public defender sebaiknya
Direito 12
Dengan banyaknya kendala seperti itu, tampaknya hukum di Timor Lorosae belum bisa menjamin rasa keadilan bagi korban ... Pertama, rasa keadilan itu bukan berarti si pelaku dihukum dan di penjara. Peranan keadilan menurut korban atau keluarganya juga harus menjadi rujukan. Jadi, keadilan akan ada jika itu dirasakan adil menurut para korban. ** 26 Februari 2001
O p i n i Hak Rakyat Atas Keadilan Catatan tentang Pengadilan Serious Crime Oleh
Hilmar Farid
J
oao Fernandes akhirnya dijatuhi hu- 2000 disebutkan, bahwa kejahatan seperti yang terkandung dalam konsep kuman 12 tahun, karena terbukti serius itu mencakup konsep kejahatan kejahatan serius, sehingga tentu timbul membunuh rakyat pendukung kemer- terhadap kemanusiaan (crime against pertanyaan: Bagaimana mungkin kita dekaan di Maliana, September dua ta- humanity), pembasmian berdasarkan mengadili kasus-kasus seperti itu denhun lalu. Fernandes adalah orang per- keturunan (genocide), dan semua gan perangkat tidak memadai? tama yang diadili dan dijatuhi hukuman tindakan anti-kemanusiaan lainnya. Pasal 340 KUHP yang dipakai dadi bawah sistem baru. Sebelumnya peAda beberapa masalah di sini. Per- lam kasus Joao Fernandes, biasanya hamerintah Indonesia selalu meloloskan tama, istilah kejahatan serius itu sendiri, nya dipakai untuk kejahatan biasa, separa pembunuh, dan paling-paling ha- yang seolah-olah mengatakan bahwa mentara kita tahu kasus pembunuhan itu nya menjatuhkan hukuman beberapa semua tindak kekerasan di luar apa ya- bukanlah semata-mata karena dendam, bulan saja karena melanggar prosedur, ng ditangani oleh UNTAET sekarang, perampokan, atau motivasi individual seperti dalam kasus pembunuhan di dianggap kurang atau tidak serius. Kita seperti yang tersirat dalam KUHP. Santa Cruz, 12 November 1991. Di tahu bahwa para pejabat yang menan- Pembunuhan itu dilakukan sebagai bamasa itu kita tahu bahwa pengadilan dan gani persoalan itu tidak bermaksud, se- gian dari upaya sistematis menghankeadilan tidak mungkin ditegakkan. tidaknya dalam pidato-pidato resmi me- curkan Timor Lorosae pasca-referenTetapi timbul pula pertanyaan, apa- reka mengatakan, bahwa kejatahan di dum. Penggunaan pasal 340 KUHP kah pengadilan di bawah sistem baru luar 15 kasus yang sekarang sedang di- dengan begitu secara tersirat mengayang bisa mengirim orang ke penjara proses itu kurang serius. Tetapi pen- takan, bahwa apa yang dilakukan oleh untuk belasan tahun memang sudah me- dapat yang berkembang di masyarakat, Joao Fernandes adalah tindak pidana menuhi rasa keadilan? Seperti biasa, tidak ada kaitannya denkita tahu selama tahun 1999 gan gelombang kekerasan taada ratusan kasus pembuhun 1999. nuhan dan tindak kekerasan Jika melihat apa yang terjadi selama tahun Ketiga, 15 kasus yang se1999 dan sebelumnya, maka kasus pembunudi seluruh Timor Lorosae. dang diproses ini adalah hasil han dan tindak kekerasan lainnya tidak mungMenurut para pengamat investigasi UNTAET bekerkin dilihat secara terpisah. Kita tahu bahwa dan aktivis yang menyaksikan pembunuhan itu sering diikuti dengan tindak jasama dengan sejumlah lemlangsung dan terlibat dalam kekerasan dan intimidasi terhadap keluarga baga dan individu. Tetapi keinvestigasi pelanggaran se- korban, dan juga penghancuran kehidupan putusan akhir nampaknya tetap panjang proses referendum ekonomi mereka. Setiap anak terlantar yang berada di tangan UNTAET itu, korban diperkirakan se- sekarang berkeliaran di jalan-jalan kota Dili yang kemudian menyerahkitar 1.000 sampai 2.000 or- adalah korban dari tindak kekerasan yang kannya kepada tim jaksa dan ang, walaupun ada laporan melanda seluruh Timor Lorosae. hakim untuk diadili. Hampir yang mengatakan jumlahnya tidak ada pembicaraan kecuali bisa mencapai 10.000 orang. dalam konteks meminta inforSayangnya, PBB tidak pernah men- tanpa penjelasan memadai seperti masi dengan para korban pelanggaran. dorong investigasi yang menyeluruh biasanya, bisa juga menimbulkan per- Artinya, seluruh pengertian serius atau sehingga jumlah korban sesungguhnya soalan baru. kurang dan tidak serius itu dilakukan sampai hari ini tidak terungkap. Kedua, digunakannya KUHP (Kitab berdasarkan keputusan penguasa adNamun, terlepas dari ketepatannya, Undang-undang Hukum Pidana) dalam ministratif. kita tahu persis jumlah korban dan kasus seluruh proses pengadilan terhadap keitu jauh lebih banyak dari kasus yang jahatan serius tersebut. Perlu diingat Keadilan Bagi Korban sekarang ini ditangani oleh UNTAET, bahwa undang-undang yang dipakai itu Jika melihat apa yang terjadi selama tayang dikenal sebagai kasus kejahatan adalah warisan Indonesia, dan Indone- hun 1999 dan sebelumnya, maka kasus serius (serious crime). Apa sesungguh- sia mewarisinya dari hukum kolonial. Ti- pembunuhan dan tindak kekerasan lainnya yang disebut kejahatan serius itu? dak ada pengertian kejahatan terhadap nya tidak mungkin dilihat secara terpiDalam Regulasi UNTAET No. 15/ kemanusiaan, pembasmian manusia sah. Kita tahu bahwa pembunuhan itu
Direito 12
26 Februari 2001
8
O p i n i
Foto: atoy
sering diikuti dengan tindak kekerasan dan intimidasi terhadap keluarga korban, dan juga penghancuran kehidupan ekonomi mereka. Setiap anak terlantar yang sekarang berkeliaran di jalan-jalan kota Dili adalah korban dari tindak kekerasan yang melanda seluruh Timor Lorosae. Memang tidak selalu orang tua mereka meninggal dunia atau hilang, tetapi kita tahu pasti bahwa kehadiran mereka di jalan-jalan pada malam hari bukanlah atas keinginan sendiri. Begitu pula dengan para janda yang sekarang harus merawat anak-anak yang masih tersisa dan menyambung hidupnya sendiri dalam kondisi luar biasa sulit. Mereka juga merupakan korban dari gelombang kekerasan. Dapat dipastikan bahwa keadilan menurut para korban ini bukan hanya berarti hukuman berat bagi para pelaku kejahatan. Apalagi kalau hanya satu-dua orang yang dijatuhi hukuman, sementara para pejabat dan komandan yang memberikan instruksi dan mengendalikan operasi kekerasan itu masih hidup senang dan tenteram setelah seluruh kejadian itu berlalu. Hukuman hanya menyelesaikan satu aspek dari ketidakadilan, yakni bahwa pelaku diberi ganjaran setimpal. Tetapi perlu diingat betapa pun hebatnya hukuman yang dijatuhkan, kehancuran sosial-ekonomi yang sekarang mereka derita belum terjawab. Tidak ada misalnya keputusan mengenai rehabilitasi dan kompensasi bagi 9
Tidak ada jawaban pasti yang dihadapi setiap masyarakat korban atas peristiwa kekerasan di Timor Lorosae
para korban yang diputuskan oleh pengadilan. Jika melihat bahwa kasus-kasus kekerasan itu tidak berdiri sendiri, maka sudah barang tentu keputusan mengenai nasib para korban juga tidak mungkin dilakukan secara individual. Tidak mungkin misalnya proses rehabilitasi dan kompensasi hanya diberlakukan untuk korban dan keluarga korban dari 15 kasus yang sekarang diproses. Kita tahu, dan selama ini selalu bicara, bahwa semua rakyat Timor Lorosae menjadi korban. Bagaimanapun kita tahu bahwa pengadilan dan sistem keadilan yang hendak dibangun sekarang masih memiliki banyak kelemahan. Jaksa dan hakim dibayar rendah, fasilitas pengadilan untuk melakukan pemeriksaan, investigasi dan memproses kasus-kasus yang sangat terbatas, kerjasama antara penguasa administratif dengan petugas pengadilan yang pasang-surut, dan segudang masalah lain. Karena itu, mungkin, masalah penegakan keadilan tidak mungkin sepenuhnya diserahkan kepada proses pengadilan. Bukan hanya karena alasan-alasan teknis, tetapi juga karena alasan yang sangat mendasar yang disebutkan di atas.
di Timor Lorosae, ada jutaan orang yang menjadi korban keganasan rezim Orde Baru, dan belum ada kasus yang sampai sekarang diusut tuntas dan diadili dengan standar internasional. Hampir semua pelaku dibiarkan lolos atau mendapat hukuman ringan, karena didakwa melanggar prosedur. Dalam banyak hal, proses penegakan keadilan di Timor Lorosae masih lebih baik. Namun, sudah jelas bahwa pengadilan yang paling jujur, adil dan hebat sekali pun belum bisa menjawab masalah-masalah sosial-ekonomi yang timbul akibat pelanggaran di masa lalu. Bisa dibayangkan berapa juta hektar tanah yang dirampas dengan kekerasan dan memakan korban? Berapa juta orang yang menjadi miskin dan terpaksa hidup dengan menjual tenaganya karena peristiwa kekerasan di masa lalu? Semua itu adalah tumpukan masalah yang dihadapi setiap masyarakat, yang melalui peristiwa kekerasan. Tidak ada jawaban pasti bagi mereka, kecuali tumbuh gerakan rakyat sejati memperjuangkan kesejahteraan, demokrasi dan kedamaian. Kita hanya berharap bahwa kasus-kasus yang sekarang sedang diproses di pengadilan akan membuka jalan bagi kita semua memperjuangkan Kesejahteraan, Demokrasi dan Ke- keadilan sesungguhnya bagi para kordamaian ban. *** Di Indonesia sendiri ada perdebatan ya Hilmar Farid adalah anggota FORTILOS ng hebat tentang cara menyelesaikan (Forum Solidaritas untuk Rakyat Timor Lorosae), Jakarta masalah kekerasan di masa lalu. Seperti Direito 12
26 Februari 2001
Serba Serbi Kegiatan Rumah Rakyat Baucau
P
ada awal bulan lalu, Rosito Belo, staf Rumah Rakyat Baucau melakukan negosiasi dengan warga Desa Uagui, Kecamatan Ossu, Viqueque. Di sana terjadi penandatanganan kesepakatan untuk menyelesaikan masalah kasus air bersih di Aslaitula yang terjadi pada awal Desember tahun lalu. Berdasarkan hasil negosiasi, masyarakat setempat meminta agar tim mediasi yang terdiri dari CNRT, UNTAET, FALINTIL Distrik Baucau dan Viqueque memberikan penjelasan kepada warga masyarakat tentang untung ruginya mengelola air bersih di Bukit Larigutu itu. Masalah lain yang ditangani adalah melakukan investigasi atas masalah penganiayaan yang dilakukan oleh Nahakbai dari Desa Bahalara-Uain terhadap salah seorang pengungsi yang baru kembali, bernama Napoleao Pinto. Nahakbai menurut penuturan warga setempat, juga diduga sebagai orang yang telah melakukan pembakaran rumah
penduduk pada 26 September dua tahun lalu. Pada 25 Januari lalu, Lino dan Tito de Aquino melakukan ke beberapa penjara, yakni Penjara Caisahe, Buruma dan Baucau. Berdasarkan hasil monitoring yang mereka lakukan, para tahanan mengaku mendapat perlakuan yang baik oleh petugas penjara. Para tahanan mendapat jatah makan tiga kali sehari dan diberi kesempatan untuk berolahraga. Salah seorang tahanan, bernama Maurizio Prudencia, terdakwa dalam kasus penyerangan di Desa Gariwai, Baucau mengeluhkan tentang tidak pernah mendapat kunjungan dari pastor maupun suster. Pelayanan kesehatan yang kami terima dari pihak MSF kurang efektif terhadap penyakit kami derita. Penyakit yang saya tidak sembuh-sembuh karena hanya diberi obat penurun panas, sementara penyakit saya diakibatkan karena saya pernah disiksa oleh TNI, kata Maurizio.**
Pertemuan Dengan Kelompok Tani di Maubara
P
ada 17 Januari lalu, Pastor Jhon Baptist Hayasih, SJ bersama Yuji dan Shege berdialog dengan anggota kelompok kerja di Maubara, yakni kelompok nelayan dan kelompok tani di Suco Fatubou dan Suco Vaviguinia. Berkat dukungan dan bantuan dari keuskupan Jepang itu, dua kelompok tani di dua wilayah itu kini mampu mengembangkan berbagai hasil pertanian. Lahan seluas 1.500 meter persegi di Suco Fatubou itu ditanami kacang panjang, sedangkan kelompok tani di Suco Vaviguinia yang berjumlah 15 orang menanami lahan mereka seluas 2 hektar dengan jagung. Sementara kelompok nelayan di Kampung Dadair, Batuboro dan Vaviguinia telah berhasil membuat 12 buah perahu yang dilengkapi dengan lima buah jala. Kepada para tamu dari Keuskupan Jepang mereka menjelaskan, Pengoperasian perahu menunggu acara peresmian secara adat, kata ketua kelompok. Pada akhir kunjungan rombongan melakukan pertemuan dengan koordinator Yayasan Haburas Rai, Saudara Vasco de Jesus. ***
n a k .. r a ti. g n iku e D n da Talkshow yang diselenggrakan oleh Yayasan HAK. Debat yang disiarkan di Radio Timor Kmanek, setiap Sabtu, pukul 16.00-17.00 itu membahas persoalan-persoalan aktual tentang hukum, keadilan, dan hak asasi.
Direito 12
26 Februari 2001
10
Ami Lian Penjahat Perang Harus Diadilli
J
ika keadilan akan ditegakkan maka proses pengadilan tidak hanya dilakukan atas kejahatan yang terjadi pada tahun 1999, di mana tindakan kejahatan itu dilakukan oleh milisi bersama TNI. Tetapi pengadilan harus memproses kasus-kasus yang terjadi sejak tahun 1975. Dengan begitu hukuman bagi para penjahat perang yang dilakukan sejak tahun 1975 itu lebih berat dibandingkan dengan milisi yang telah melakukan tindak kejahatan sepanjang proses referendum lalu. Pertama, tindakan kriminal yang dilakukan oleh milisi pro-Indonesia sepanjang proses referendum itu saya ibaratkan seperti pencuri telor. Sedangkan kejahatan yang dilakukan oleh para penjahat perang pada tahun 1975 itu saya ibaratkan sebagai pencuri kerbau. Karena itu proses pengadilan yang dimulai sejak tahun 1975 itu merupakan proses peradilan yang transparan. Kedua, kita ingin menegakkan keadilan di
Timor Lorosae tetapi para leader politik sekarang ini malah berbicara masalah rekonsiliasi. Jadi, menurut saya yang menjadi hambatan bagi penegakan keadilan di Timor Lorosae adalah persoalan rekonsiliasi. Menurut saya, boleh saja para pimpinan mengadakan rekonsiliasi tetapi harus melalui beberapa tahapan. Rekonsiliasi harus melalui proses pengadilan setelah seseorang yang bersalah itu diadili dan dijatuhi hukuman yang diputuskan oleh pengadilan, atas nama rakyat Timor Lorosae. Setelah para pelaku tersebut menjalankan hukumannya baru kemudian mereka diterima kembali oleh masyarakat. Setelah si pelaku mendapat pengampunan baru diadakan rekonsiliasi. Itu namanya keadilan. Tetapi kalau hanya rekonsiliasi maka rekonsiliasi itu menjadi hambatan terbesar bagi penegakan s keadilan di Timor Lorosae.** Januario Soares, guru, tinggal di Dili
Pelaku Harus Dihukum Seberat-beratnya
S
aya merasa proses peradilan telah berjalan, tetapi keadilan tidak didapatkan oleh keluarga korban. Saya menyaksikan sendiri bagaimana suami saya diseret dari dalam mobil dan kemudian saya tahu ia dibunuh setelah pengumuman hasil referendum. Sebagai istri tentu saja saya tidak akan merasa puas apabila semua pelaku tidak dihukum. Maksud saya, bukan saja pelaku pembunuhan suami dan ayah dari anakanak kami, tetapi juga pelaku-pelaku yang telah membakar rumah-rumah penduduk dan memaksa hampir seluruh masyarakat mengungsi ke Timor Barat. Di mana, dalam pengungsian itu banyak yang kelaparan, menderita sakit, dan tidak sedikit pula yang meninggal dunia. Apakah itu bukan sebuah pelanggaran hak asasi manusia? Mengapa mereka 11
tidak bisa dihukum? Apakah karena demi rekonsiliasi? Terus terang, tuntutan keluarga korban adalah menginginkan para pelaku kejahatan itu dihukum seberat-beratnya. Bukan hanya dengan putusan hukuman selama 12 tahun, seperti yang dijatuhkan kepada Joao Fernandes. Menurut saya, itu bukan untuk mendapatkan keadilan, tetapi tidak dihargainya keadilan yang diinginkan oleh keluarga korban. Memang proses peradilan telah berjalan, tetapi keadilan tidak didapat oleh korban maupun keluarganya. Keadilan tidak akan ditegakkan apabila semua pelaku, termasuk aktor yang merancang, termasuk para leader pro-Indonesia tidak dihukum. Mereka harus dihukum seberat-beratnya untuk memuaskan keluarga korban.** Fransisca Ribeiro, ibu rumahtangga, Metinaro
Direito 12
Hukum Di Timor Lorosae Tidak Dihargai
S
eseorang yang melakukan tindak kejahatan, apalagi tindak kejahatan berat mau tidak mau memang harus dibawa ke pengadilan. Tindakan menghilangkan nyawa seseorang merupakan suatu pelanggaran. Agama pun melarang seseorang melakukan tindakan seperti itu. Karena itu, para pelaku tersebut harus dibawa ke pengadilan dan diproses sesuai hukum yang berlaku dan harus dihukum apabila ia terbukti bersalah. Sebagai contoh, apabila ayah saya dibunuh maka sebagai keluarga korban saya akan berbahagia dan hati saya akan tenteram, apabila pembunuh ayah itu diadili dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Timor Lorosae. Dengan demikian luka hati saya bisa sedikit terobati. Sekarang ini banyak pelanggaran yang terjadi di Timor Lorosae, tetapi hukum yang digunakan di sini belum efektif. Dan itu sangat tergantung pada pemerintah yang berkuasa untuk menentukan suatu hukum yang betul-betul efektif. Saat ini hukum yang diberlakukan di Timor Lorosae bermacam-macam. Kenapa? Karena ada banyak negara yang berada di sini dan hukum yang diterapkan pun bermacam-macam pula. Bahkan ada di antara mereka yang tidak menghargai hukum yang diberlakukan di Timor Lorosae. Contohnya, apabila staf internasional yang melakukan pelanggaran di sini maka yang bersangkutan akan disidangkan di negara asalnya, bukan di Timor Lorosae. Soal perjuangan untuk mendapatkan keadilan bagi korban dan keluarga korban? Sejauh ini masalah itu memang belum pernah dibahas di dalam sidang di National Council. Tetapi, bukan tak mungkin kami akan memperjuangkannya demi menegakan keadilan di Timor Lorosae.** Ana Paula Sequira, anggota Nacional Council mewakili masyarakat OeCusse, Distrik Ambeno
26 Februari 2001
Ami Lian Keadilan Harus Ditegakkan
Bantuan Legal Harus Seimbang
enurut saya, pengadilan atas kasus kejahatan berat bisa dilihat dari dua aspek. Pertama, apa yang harus dilakukan agar pihak korban mendapatkan kompensasi atas kerugian yang telah dialami. Kedua, pihak yang melakukan kejahatan harus dihukum. Contohnya, Joao Fernandes yang telah divonis 12 tahun berdasarkan apa yang telah ia perbuat. Tetapi, menurut saya itu belum cukup karena apa yang bisa ia perbuat dan juga apa yang bisa pemerintah lakukan untuk memuaskan pihak korban dengan memberikan suatu hukuman yang adil? Untuk keluarga korban jika dilihat dari aspek moral, maka pelaku harus meminta maaf kepada keluarga korban dan bagaimana ia memberikan semacam kompensasi kepada keluarga ataupun pihak yang telah dirugikan. Joao Fernandes mungkin hanya sekadar diperalat. Dan kita harus mencari tahu siapa sebenarnya yang menjadi otak dari semua kejadian ini, tetapi yang ditangkap justru hanya orang-orang kecil saja. Di Timor Lorosae saat ini ada banyak pelaku yang masih berkeliaran karena ketika mereka kembali ke sini, mereka diterima kemudian dibiarkan bebas. Banyak orang mengatakan, mereka yang pernah terlibat dalam tindak kejahatan sepanjang proses referendum, mengapa tidak ada proses yang serius? Untuk itu, saya meminta agar hukum di Timor Lorosae dapat berlaku secara adil untuk semua orang, terutama para aktor-aktor tindak kejahatan. Dari aspek politik kita setuju dengan proses rekonsiliasi yang sedang berjalan. Kita harus saling menerima agar dapat membangun Timor Lorosae, tetapi jika dilihat dari aspek hukum maka keadilan harus ditegakkan.**Gregorio Saldanha da Cunha,
aya pernah mengeluarkan siaran pers, tentang proses persidangan kasus tindak kejahatan berat itu pada awalnya mengandung ketidak-adilan. Kenapa? Di sana ada satu keputusan dari hakim panel yang kemudian ditinjau ulang. Mereka meninjau ulang terhadap keputusan pengadilan pada tanggal 10 Januari lalu. Padahal tidak ada satu pun regulasi UNTAET yang mengatakan demikian, dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan peninjauan ulang. Sebagai public defender, kami melihat apa yang diungkapkan oleh jaksa penuntut umum itu telah melanggar hakhak klien kami. Tetapi kami akan tetap berdiri di depan klien dengan melakukan pembelaan dan bantahan-bantahan yang bersifat legal. Keadilan bagi para terdakwa kasus serious crime? Menurut saya, keadilan itu tidak absolut. Keadilan itu sifatnya relatif. Sangat relatif. Memang ketika mendampingi mereka, kadang-kadang kami berada dalam situasi yang sulit. Kami harus berhadapan dengan hakim dan jaksa internasional, tetapi untuk sementara waktu kami didampingi oleh pengacara internasional. Mereka memberikan bantuan-bantuan yang bersifat legal. Kami harus mampu melihat, meskipun keadilan itu bersifat relatif, tetapi kami bisa memberikan perlindungan dan memberi bantuan legal secara balance atau seimbang terhadap apa yang dituduhkan oleh jaksa penuntut umum kepada klien kami. Seperti persidangan atas terdakwa Carlos Soares, yang juga anggota Milisi Darah Merah pada 16 Februari lalu, kami memperdebatkan masalah perpanjangan masa penahanan bagi terdakwa.** Cansio Xavier, Public Defender
ami mengalami kesulitan dalam menyikapi perkembangan politik dan hukum di Timor Lorosae.Sekarang, Cancio Lopes de Carvalho, Komandan Milisi MAHIDI (Mati Hidup Demi Integrasi) bersama dengan anggotanya akan kembali ke Distrik Ainaro. Mereka meminta pula jaminan dari kami. Ini masalah. Sepanjang proses referendum mereka telah menteror dan mengintimidasi rakyat. Mereka telah membunuh keluarga kami, mengusir dan mengevakuasi rakyat secara paksa ke Timor Barat. Mereka pula yang telah menghancurkan seluruh bangunan di seluruh wilayah ini. Sebagai penanggungjawab CNRT Sub-distrik Hato-Udo, kami harus meyakinkan warga di sini. Terus-terang, mereka paling dibenci oleh masyarakat di sini akibat tindak kejahatan yang telah mereka lakukan. Demi tegaknya hukum dan keadilan di Timor Lorosae, kami meminta kepada para pembesar politik agar tetap memproses mereka secara hukum. Cansio kan terkenal karena kejahatan yang telah dilakukannya. Bagaimana mungkin dia akan kembali begitu saja. Masyarakat di sini tidak akan menerima begitu saja. Di wilayah Sub-distrik Hato-Udo saja ada delapan orang yang telah dibunuh oleh anggota TNI bersama milisi anak buah Cancio Lopes. Yang jelas, kami tetap akan menuntut pertanggungjawaban secara hukum atas perbuatan mereka--UNTAET juga harus bertanggungjawab. Karena sekarang kita berada di bawah pemerintahan UNTAET, maka PBB juga memiliki tanggungjawab untuk menuntut pertanggungjawaban hukum kepada anggota TNI yang diketahui terlibat dalam kejahatan sepanjang proses referendum lalu.**Henrique Luz Laranjeira, Kordinator
Pengadilan Distrik Dili
CNRT Sub-distrik Hato-Udo, Ainaro.
M
Presiden Organisacao Juventude de Timor Leste
S
Redaksi Direito
Neves, Julio, Nk, Lito, Ti, Oscar, Julito, Avan, Viana, Edio
Mereka Boleh Datang, Pengadilan Terus Jalan!
K
Diterbitkan atas dukungan: