BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran dalam Studi ini dibuat guna menggambarkan alur pemikiran baik dengan menggunakan teori-teori dan pemikiran secara operasional. 3. 1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Nilai Ekonomi Total untuk Nilai Keanekaragaman Hayati Konsep dalam pengukuran nilai dari keanekaragaman hayati dapat menggunakan konsep pengukuran dari nilai ekonomi sumberdaya, dimana secara tradisional nilai ini didasarkan pada interaksi antara manusia sebagai subjek dan objek (Pearce dan Moran, 1994; Turner, Pearce dan Bateman,1994). Setiap individu memiliki sejumlah nilai yang dikatakan sebagai nilai penguasaan yang merupakan basis preferensi individu. Pada akhirnya nilai objek ditentukan oleh bermacammacam nilai yang dinyatakan (assigned value) oleh individu. TEV
= UV + NUV
UV
= DUV + IUV + OV
NUV = EV + BV Sehingga :
Nilai Ekonomi Total TEV = (DUV + IUV + BV) + (EV + BV)
Keterangan : TEV
= Total Economic Value (total nilai ekonomi)
UV
= Use Value (nilai penggunaan)
NUV = Non Use Value (nilai instrinsik) DUV = Direct Use Value (nilai penggunaan langsung) IUV
= Indirect Use Value (nilai penggunaan tak langsung)
OV
= Option Value (nilai pilihan)
EV
= Existence Value (nilai keberadaan)
BV
= Bequest Value (nilai warisan/kebanggaan)
27
Total nilai ekonomi suatu sumberdaya secara garis besar dapat dikelompokan menjadi 2 (dua), yaitu: nilai penggunaan (use value) dan nilai intrinsik (non use value) (Pearce dan Turner, 1990; Pearce dan Moran, 1994; Turner, Pearce dan Bateman, 1994). Nilai penggunaan (use value) dibagi menjadi nilai penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value) dan nilai pilihan (option value). Nilai penggunaan diperoleh dari pemanfaatan aktual lingkungan (Turner, Pearce dan Bateman, 1994). Nilai penggunaan dari keanekaragaman hayati berhubungan dengan nilai non penggunaan karena masyarakat menggunakan atau masyarakat berharap akan memanfaatkan dimasa mendatang (Pearce dan Moran, 1994). Nilai Ekonomi Total Nilai Manfaat
Nilai guna langsung
Nilai guna tidak langsung
Nilai Bukan Manfaat
Nilai Pilihan
Nilai Keberadaan
Nilai Warisan
Gambar 4. Nilai Ekonomi Total terhadap Nilai Keanekargaman Hayati (Pearce dan Moran, 1994). Nilai penggunaan langsung adalah nilai yang ditentukan oleh kontribusi lingkungan pada aliran produksi dan konsumsi (Munasinghe,1993). Nilai penggunaan langsung berkaitan dengan output yang langsung dapat dikonsumsi misalnya makanan, biomassa, rekreasi, dan kesehatan. Nilai penggunaan tidak langsung ditentukan oleh manfaat yang berasal dari jasa-jasa lingkungan dalam mendukung aliran produksi dan konsumsi. Nilai pilihan (option value) berkaitan dengan pilihan pemanfaatan lingkungan pada masa datang. Pernyataan preferensi (kesediaan membayar) untuk konservasi sistem lingkungan atau komponen sistem berhadapan dengan beberapa kemungkinan pemanfaatan oleh individu dikemudian hari. Ketidakpastian penggunaan dimasa datang berhubungan dengan ketidakpastian
28
penawaran lingkungan, teori ekonomi mengindikasikan bahwa nilai pilihan adalah kemungkinan positif (Turner et. Al, 1994). Nilai intrinsik dikelompokan menjadi dua bagian yaitu: nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence value). Nilai intrinsik berhubungan dengan kesediaan membayar positif, jika responden tidak bermaksud memanfaatkannya dan tidak ada keinginan untuk memanfaatkannya (Pearce dan Moran, 1994). Nilai warisan berhubungan dengan kesediaan membayar untuk melindungi manfaat lingkungan bagi generasi mendatang. Nilai warisan bukan nilai penggunaan untuk individu penilai, tetapi merupakan potensi penggunaan atau bukan penggunaan di masa datang (Turner et. Al, 1994). Nilai keberadaan muncul, karena adanya kepuasan atas keberadaan sumberdaya meskipun penilai tidak ada keinginan untuk memanfaatkannya. Dalam menentukan nilai manfaat langsung maupun nilai bukan manfaat langsung dari penilaian nilai total ekonomi sumberdaya alam yang tidak memiliki nilai pasar secara nyata, diperlukan teknik penilaian yang dapat memberikan nilai secara ekonomi. Penelitian ini menggunakan teknik Contingent Valuation. Pendekatan teknik Contingent Valuation pertama kali dikenalkan oleh Davis (1963) dalam penelitian mengenai perilaku perburuan (hunter) di Miami. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui: pertama, keinginan membayar (willingness to pay atau WTP) dari masyarakat, misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dsb) dan kedua, keinginan menerima (willingness to accept atau WTA) suatu lingkungan. Contingent Valuation Method merupakan salah satu teknik perhitungan yang didasarkan pada asumsi mengenai hak kepemilikan (Garrod dan Willis dalam Fauzi, 2010), jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam, pengukuran yang relevan adalah keinginan membayar yang maksimum untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumberdaya, pengukuran yang relevan
29
adalah keinginan untuk menerima kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya sumberdaya alam yang dimiliki (Fauzi, 2010). Namun, pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan WTP. Penelitian dengan menggunakan teknik ini membutuhkan pertanyaanpertanyaan survei, implementasi dan seleksi sampel secara hati-hati untuk mendapatkan nilai yang akurat. Pada prinsipnya pelaksanaan metode Contingent Valuation (CV) terdiri dari tiga komponen utama yaitu: (1) Mendesain dan membangun instrumen survei (kuesioner). (2) Administrasi survei, dan (3) Interpretasi hasil survei. 1. Mendisain dan membangun instrumen survei Instrumen survei yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel penelitian berupa daftar pertanyaan (kuesioner) yang pada dasarnya terdiri dari tiga elemen, yaitu: Pertama, bagian yang berisi penjelasan mengenai barang yang akan dinilai: Penjelasan tersebut berupa keterangan mengenai barang secara detail, nyata dan informatif. Yang terpenting dalam bagian ini adalah pemahaman responden terhadap barang yang akan dinilai secara mendetail, termasuk perbedaan kualitas atau jenis barang yang dinilai. Untuk itu cara menjelaskan barang dalam kuesioner contingent valuation dapat pula menggunakan alat bantu, seperti skema/diagram, foto, dan peta yang ditunjang penjelasan berupa uraian dengan bahasa yang sederhana. Kedua, bagian yang berisi pertanyaan mengenai WTP (kemauan untuk membayar) responden. Setelah responden memahami barang yang akan dinilai, selanjutnya adalah pertanyaan mengenai kemauan untuk membayar untuk setiap kenaikan atau perbaikan kualitas barang yang akan diterima. Selanjutnya pertanyaan yang diajukan harus memperhatikan bias yang mungkin timbul, antara lain: i) non commitment bias yaitu kecenderungan responden melebihlebihkan nilai WTP; ii) order effect yaitu kecenderungan menentukan nilai WTP produk tertentu dengan membandingkannya dengan produk yang lain; iii) embedding effect yaitu penilaian yang tidak jauh berbeda jika barang yang dinilai sedikit diubah; dan iv) starting point bias yaitu kesalahan menentukan nilai awal yang ditawarkan kepada responden. (Mitchell dan Carson, 1998). Ketiga, bagian terakhir dari kuesioner berisi pertanyaan mengenai karakteristik atau informasi demografi responden. Pertanyaan ini diperlukan untuk mengetahui latar belakang dan hal-hal yang mempengaruhi responden
30
dalam menentukan nilai WTP. Pertanyaan mengenai karakteristik responden, contohnya: penghasilan keluarga, jenis kelamin, usia, pendidikan, dan lain-lain. Kuesioner yang telah tersusun selanjutnya perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat dapat mengukur apa yang diinginkan. Reliabilitas menunjukkan sejauh mana kualitas/ketepatan dari suatu hasil pengukuran. Suatu instrumen dikatakan reliabilitasnya baik (reliable) jika hasil pengukurannya relatif konsisten meskipun pengukuran diulangi dua kali atau lebih. 2. Administrasi Survei Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengadministrasikan survei Contingent Valuation: (a) metode pengambilan sampel, dan (b) Tingkat efektifitas teknik penyebaran kuesioner (response rate). Metode pengambilan sampel. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam survei CV dibagi dalam dua tahap yaitu: i. Menentukan populasi penelitian, dan ii. Mengambil sampel dari populasi yang telah ditentukan dengan metode sampling yang memadai. Tingkat efektivitas penyebaran kuesioner (response rate). Response rate adalah indeks yang merupakan rasio antara jumlah kuesioner yang disebarkan dengan kuesioner yang kembali. Response rate ini tergantung pada metode pengajuan pertanyaan. Beberapa metode menyampaikan pertanyaan yaitu: wawancara langsung (face-to-face interview), melalui telepon, dan melalui surat. Untuk mendapatkan response rate yang tinggi karakteristik calon responden perlu dipahami terlebih dahulu. 3. Interpretasi Hasil Survei Interpretasi hasil survei contingent valuation bukan sekedar deskripsi sederhana mengenai rata-rata WTP dan ukuran populasi, tetapi harus dapat menjelaskan secara informatif berbagai dimensi yang lebih luas dari survei CV. Misalnya, (1) pemilihan metodologi estimasi CV, (2) ekstrapolasi nilai WTP yang hilang, (3) membangun skema pembobotan, (4) penentuan kriteria untuk menghilangkan data outlier, (5) analisis sensivitas (sensitivity analysis), dan (6) penjelasan hubungan antara variabel independen dengan WTP (Amack, 1994).
31
Metode Bertanya (Elicitation Methods) Untuk mendapatkan hasil survei yang akurat diperlukan teknik bertanya yang baik. Beberapa alternatif dalam mengajukan pertanyaan kepada responden adalah sebagai berikut:
Open ended (pertanyaan terbuka).
Closed ended bidding game (tawar menawar).
Payment card (metode kartu pembayaran).
Take-It-or-Leave-It
atau
dichotomous
choice
(pilihan
dikotomi)
dikembangkan juga Take-It-or-Leave-It with follow-up (pilihan dikotomi yang dilanjutkan).
Contingent Ranking.
Masing-masing metode tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan seperti yang akan dijelaskan berikut ini. Open Ended Metode open ended atau pertanyaan terbuka yaitu metode yang dilakukan dengan bertanya langsung kepada responden berapa jumlah maksimum yang ingin dibayar terhadap perubahan lingkungan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai yang akan diberikan. Selain itu pertanyaan ini tidak menggunakan nilai awal yang akan ditawarkan, sehingga tidak akan timbul starting point bias. Kekurangan metode ini adalah kurang akurasinya nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya. Kadang terlalu rendah dan juga kadang terlalu tinggi. Para peneliti meragukan metode ini karena tidak memberikan stimulan dari informasi yang cukup terhadap responden untuk mempertimbangkan pembayaran maksimum yang akan diberikan jika pasarnya betul-betul tersedia. Penelitian dengan metode CV menunjukkan bahwa metode open ended menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan metode tawar-menawar. Closed ended iterated bidding game Metode dengan menggunakan pertanyaan tertutup, dimana responden ditanya apakah dia mau membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik
32
awal (starting point). Jika ya, maka besarnya nilai tawaran dinaikkan sampai tingkat yang disepakati. Sebaliknya jika tidak, nilai tawaran diturunkan sampai jumlah uang yang disepakati. Metode ini memberikan waktu berfikir lebih lama bagi responden untuk menentukan WTP. Namun demikian, dalam penentuan nilai yang dipilih ada kemungkinan mengandung bias karena penetapan titik awal (starting point bias). Contingent Ranking. Metode ini dianggap sebagai teknik baru. Responden tidak ditanya secara langsung berapa besar nilai yang ingin dibayarkan, tetapi responden diajukan ranking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya. Kemudian responden diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai. Dengan metode ini kemungkinan terjadinya bias yang relatif kecil. Namun demikian, karena skalanya ordinal, dalam menerapkan metode ini dibutuhkan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar. Take-it-or-leave-it approach. Dengan metode ini responden diminta memilih untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap suatu tawaran yang disodorkan ke responden. Metode ini dapat menghindari terjadinya starting point bias. Namun demikian, metode ini membutuhkan jumlah sampel yang besar dan kemampuan statistik yang relatif baik. Sebagai pengembangan dari metode ini terdapat metode Take-it-or-leave-it dengan follow up. Metode ini menawarkan nilai tertentu dan responden menjawab berupa "ya" atau "tidak". Bila responden menjawab ya selanjutnya nilai tawaran dinaikkan dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan tawaran pertama. Sedangkan bila responden menjawab tidak, maka nilai tawaran diturunkan lebih rendah dari tawaran pertama. Dan untuk melengkapi hasil survei agar dapat menghasilkan nilai riil (dalam bentuk rupiah) maka setelah tawaran kedua, kepada responden ditanya "Berapa maksimum uang yang bersedia Anda bayarkan untuk peningkatan kualitas lingkungan ?". Payment Card Pada metode ini responden diminta memilih WTP yang realistik menurut preferensinya untuk beberapa hal yang ditawarkan dalam bentuk kartu. Mulanya metode ini diperkenalkan untuk mengatasi bias titik awal dari metode bidding game.
33
Untuk mengembangkan kualitas metode ini kadang-kadang diberikan semacam nilai patokan (benchmark) yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh orang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Kekurangannya adalah responden masih bisa terpengaruh oleh besaran nilai yang tertera pada kartu yang disodorkan. Untuk menerapkan metode ini dibutuhkan pengetahuan statistik yang relatif baik. Secara teori, kelima metode bertanya bisa diberikan perbandingan seperti terlihat pada tabel 1. Penilaian tersebut didasarkan pada lima kriteria yaitu:
Kemampuan pencapaian
Kesesuaian dengan keputusan penilaian yang ditekankan
Potensi terjadinya bias
Kesulitan estimasi
Bersifat insentif dan kompatibel
Tabel 1. Kelebihan dan Kelemahan Kelima Metode Penentuan Nilai WTP Kriteria Open ended Bidding Payment Dichotomous Contingent game card choice Ranking Penerapan W/T/P W/T W/P W/T/P W/T/P Kcsesuaian Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi Kemungkian bias Tidak Ya Ya Ya Ya Kesulitan estimasi Tidak Tidak Tidak Ya Ya Kompatibel Tidak Tidak Tidak Ya Ya Keterangan : W = Wawancara langsung; T = melalui telepon; P = melalui pos Sumber: Hoevenagel (1994) dalam Yakin (1997)
Kemungkinan Bias pada Metode Contingent Valuation Dalam pelaksanaan survei Contingent Valuation, peneliti akan selalu berupaya untuk menarik kesimpulan umum dari temuannya. Namun perlu disadari bahwa metode CV mengandung beberapa kesulitan yang dapat menimbulkan bias dalam penerapannya. Pada bagian ini akan diuraikan permasalahan dalam penerapan metode CV dan cara mengatasinya agar tidak menimbulkan bias. 34
Permasalahan yang khusus dalam metode Contingent Valuation antara lain (Pearce and Moran, 1994): 1. CV menimbulkan pertanyaan yang baru dan kompleks 2. CV menimbulkan problem netralitas dari pertanyaan. 3. Dalam beberapa metoda, judgment biases akan timbul pada beberapa jenis pertanyaan 4. Untuk pertanyaan tentang WTP mempunyai
potensi bias akibat
strategic behavior &. payment vehicles Secara terperinci kesulitan-kesulitan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: understanding & meaning Dalam hal ini timbul pertanyaan "Apakah responden benar-benar mengerti pertanyaan yang ditanyakan sehingga dapat menilai secara akurat ?"
context Setiap individu dapat berbeda dalam menilai sifat dari market goods. Sebagai contoh : Ada individu yang menilai 'Mall' sebagai tempat belanja dan ada individu yang menilai 'Mall' sebagai tempat rekreasi.
Familiarity Setiap individu umumnya akan mengalami kesulitan untuk menilai barang baru yang tidak dikenalnya.
Persepsi responden terhadap barang sangat dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diperoleh. Mengurangi atau mengatasi permasalahan ini dapat dilakukan dengan menjelaskan barang tersebut secara terperinci, nyata dan informatif. Beberapa cara alternatif adalah sebagai berikut: a. Dengan menggunakan alat-alat bantu, seperti foto, peta, diagram, dan lainlain. Contoh: foto citra landsat, membantu responden untuk mengerti perbedaan perubahan penutupan lahan/hutan. b. Memberikan spesifikasi atau penjelasan cara pembayaran yang harus dilakukan oleh responden. c. Melakukan pretest materi kuesioner terhadap tipe responden yang serupa.
35
Pertimbangan yang bias ditemukan berhubungan dengan beberapa bias yang lain, sebagai berikut (Pearce and Moran, 1994) : Non-Commitment Bias Yaitu Responden cenderung melebih-lebihkan keinginan mereka untuk membeli suatu barang yang digambarkan kepada mereka. Hal ini bukan strategic response tetapi sebagai bentuk 'optimism bias' atau ‘anchoring bias’, misalnya: 'Produk ini akan sangat bernilai karena mereka menanyakan dan menggambarkannya kepada saya secara detail'. Metode untuk menguji adanya non-commitment bias ini adalah dengan menaikkan kesadaran tentang budget penawaran, yang disebut dengan metoda top-down disaggregations. Pada metode ini sesudah responden diminta untuk menetapkan nilai WTP dari suatu barang, maka selanjutnya mereka diingatkan tentang nilai perbandingannya dan diminta menetapkan WTP-nya kembali. Proses ini diulangi hingga tiga kali menetapkan nilai WTP, maka dapat terlihat konsistensi dari nilai WTP ini. Contoh: Setelah responden diminta untuk menetapkan nilai WTP untuk kasus tumpahan minyak, responden ditanyakan tentang nilai-nilai WTP dari proyek perlindungan lingkungan lainnya (misalnya nilai WTP perlindungan hutan). Selanjutnya ditanyakan kembali nilai WTP untuk tumpahan minyak kembali, biasanya WTP ini akan lebih kecil dari WTP ketika pertama kali ditetapkan. Pada kasus air bersih, responden diminta menetapkan WTP air bersih terlebih dahulu. Misalnya WTP-nya Rp. 5.000. Selanjutnya responden ditanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan nilai air bersih (seperti: berapa harga pembelian air bersih?) maka ketika ditanyakan kembali nilai WTP air bersih akan terlihat adanya atau tidaknya bias dari konsistensi jawaban responden. Order Effect Jika responden diminta untuk menentukan nilai WTP suatu barang, setelah ia menentukan WTP dari barang yang lain, maka WTP dari barang yang kedua cenderung lebih kecil dari barang yang pertama. Hal ini dapat dijelaskan karena adanya efek pendapatan, efek substitusi, atau kombinasi dari keduanya. Efek
36
pendapatan berarti apabila individu telah menetapkan WTP dari barang pertama,
maka
berarti
pendapatannya
telah
berkurang,
sehingga
kemampuannya untuk WTP kedua lebih kecil. Embedding Effect Penilaian individu hanya akan sedikit meningkat (tidak jauh berbeda) jika barang yang dinilai sedikit berubah. Contohnya: WTP dari kasus migrasi 2.000 burung hanya akan sedikit lebih rendah dari WTP migrasi 200.000 burung. Starting Point Bias Suatu bias yang muncul saat nilai awal ditawarkan kepada responden, seperti dalam metoda iterative bidding dan metode dichotomous choice. 3.1.2. Nilai Faktor Diskonto untuk Tumbuhan Sowang Hampir semua proyek mempunyai umur yang lebih dari satu tahun dan manfaat proyek tersebut tidak diterima seluruhnya pada suatu saat. Biaya proyek juga dikeluarkan dalam waktu yang berbeda-beda selama umur proyek yang bersangkutan. Karena itu timbul masalah dalam hal menilai manfaat dan biaya yang akan diterima pada suatu waktu yang akan datang. Perbedaan ini karena ada faktor ketidakpastian dan faktor diskonto, yang biasanya disamakan dengan tingkat bunga. Faktor ketidakpastian disebabkan karena setiap manusia tidak tahu secara pasti apa yang akan terjadi pada mendatang sedangkan manusia hanya tahu dengan pasti saat sekarang. Faktor diskonto dapat dijelaskan dengan konsep nilai uang yang akan datang (future value) dan nilai uang sekarang (present value) (Khan A. 2006). a. Konsep nilai uang yang akan datang Apabila mempunyai uang sebesar P0 rupiah yang dibungakan terus menerus dengan tingkat diskonto i persen per tahun, maka hasil setelah t tahun (Pt) dapat dirumuskan sebagai berikut : Pt = P0 (1 + i)t dengan : Pt P0
: nilai uang di masa datang : nilai uang sekarang
37
i t
: tingkat diskonto : waktu (tahun)
b. Konsep nilai uang sekarang Nilai uang yang akan diterima beberapa tahun yang akan datang nilainya tidak sama dengan apabila uang tersebut diterima saat ini. Nilai uang sekarang dapat dihitung dengan menggunakan konsep nilai uang sekarang (merupakan kebalikan dari Persamaan 1) seperti di bawah ini. P0 = Pt / (1 + i)t
3. 2. Kerangka Operasional Beberapa institusi atau organisasi membuat aturan atau mengelola masalahmasalah yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati dan memiliki paling tidak beberapa mandat. Di masa depan tata kelola lingkungan global akan tetap melibatkan organisasi multilateral, nasional dan pemerintah bersama-sama dengan kelompok masyarakat. Hal tersebut merupakan keharusan, mengingat konsep pembangunan berkelanjutan mencakup demikian banyak disiplin dan isu. Hutan Indonesia memberikan sejumlah manfaat lingkungan global maupun lokal berupa nilai keanekaragaman hayati, atmosfer dan pengelolaan air; Keanekaragaman hayati dari Tumbuhan Sowang adalah spesies endemik di pulau Papua. Tumbuhan Sowang adalah tumbuhan yang tahan terhadap kebakaran, mampu bertunas dari batang setelah dibakar atau ditebang, tahan dari serangan hama perusak kayu termasuk penggerak kayu di air tawar maupun air laut. Di kawasan Jayapura, habitat Tumbuhan Sowang berada di sekitar kaki Pegunungan Cycloops. Bagi masyarakat di sekitar Pegunungan Cycloops, tumbuhan Sowang mempunyai nilai ekonomi untuk masyarakat yang secara langsung. Pola Pemanfaatan Tumbuhan Sowang masih dinilai dengan harga pasar yang relatif kecil, jika dilihat dari manfaat dan nilai keberadaannya yang sesungguhnya. Nilai sosial penggunaan Tumbuhan Sowang bagi masyarakat belum berarti dan juga masyarakat belum sadar akan pentingnya nilai dari Tumbuhan Sowang. Sampai saat ini masih terjadi penebangan
38
liar dan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan perkebunan di kawasan Pegunungan Cycloops. Bagi masyarakat asli yang berada di kawasan Pegunungan Cycloops dalam menilai keberadaan Tumbuhan Sowang, sudah terdapat beberapa peraturan dan hukum adat yang melarang masyarakat asli untuk pengambilan Tumbuhan Sowang, yakni berupa ijin yang diberikan oleh Ondoafi dan Ketua adat. Masyarakat pendatang yang juga memanfaatkan secara langsung belum menghargai dan mentaati hukum negara serta larangan-larangan adat yang berlaku. Selain itu, karena tempat hidup dari Tumbuhan Sowang yang berada di kaki Pegunungan Cycloop, merupakan areal perluasan pembangunan Kabupaten dan Kotamadya Jayapura, maka habitat populasi Sowang selalu terganggu bahkan terjadi konversi lahan. Pada kondisi demikian terjadi penurunan jumlah populasi Sowang di Pegunungan Cycloops. Sebelum penelitian ini, belum pernah dilakukan studi tentang suatu penilaian dari segi ekonomi terhadap nilai keanekaragaman hayati Tumbuhan Sowang. Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi awal mengenai suatu nilai ekonomi terhadap nilai keanekaragaman hayati Tumbuhan Sowang sehingga menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya atau arah kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya hayati terutama nilai keanekaragaman hayati yang ada di kawasan Pegunungan Cycloop. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat digambarkan kerangka pikir dari nilai keanekaragaman hayati dan arah kebijakan pengelolaan Tumbuhan Sowang di Pegunungan Cycloops pada gambar 5.
39
Masalah Penurunan jumlah Tumbuhan Sowang di Pegunungan Cycloop Identifikasi kondisi Tumbuhan sowang yang belum lengkap. Belum adanya nilai ekonomi untuk nilai keanekaragaman hayati Tumbuhan Sowang Peran masyarakat adat yang belum dilibatkan
Pengelolaan keanekargaman hayati yang belum tepat
Perlu Pengelolaan Berkelanjutan
Ekonomi
Sosial
Budaya
Pengambil Kebijakan ( Stakeholders)
Metode CVM (WTP)
Analisis Nilai Ekonomi Tumbuhan Sowang
Total Ekonomi Value (TEV)
Peran Masyarakat Adat dalam pelestarian Tumbuhan Sowang
Faktor diskonto nilai ekonomi Tumbuhan Sowang
Nilai ekonomi keanekaragaman hayati Tumbuhan Sowang
Metode CVM (WTP)
Pengelolaan berkelanjutan yang dikembangkan sesuai dengan nilai ekonomi potensi keanekaragaman hayati Pegunungan Cycloops
Gambar 5. Kerangka Pemikiran
40