BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif
atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini berdasarkan pada teori-teori mengenai berbagai konsep tataniaga, lembaga tataniaga, saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, stuktur pasar, perilaku pasar, keragaan pasar dan efisiensi tataniaga. 3.1.1
Konsep Tataniaga Kata tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena
pada dasarnya memiliki makna yang sama. Dalam bahasa Inggris kedua kata tersebut berasal dari kata yang sama yaitu marketing (Asmarantaka, 2009). Sehingga tataniaga maupun pemasaran sama-sama memiliki tujuan dalam menyalurkan (aliran) barang maupun jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen akhir yang terdiri dari beberapa serangkaian kegiatan bisnis. Tataniaga dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wahana dimana ada kekuatan supply dan demand yang bekerja, ada proses pembentukan harga dan terjadinya proses pengalihan kepemilikan barang maupun jasa (Dahl dan Hammond, 1987). Menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga, tataniaga merupakan serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen. Dalam hal ini, konsep yang paling mendasar yang melandasi tataniaga yaitu kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia merupakan pernyataan kehilangan, berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan produk dan nilai dari produsen. Oleh sebab itu, segala produk adalah sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen. Berdasarkan dari berbagai telaah konsep tataniaga, maka dapat diintisarikan bahwa tataniaga merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan
22
perpindahan hak milik dan fisik barang-barang
hasil
pertanian
dari
tangan
produsen ke tangan konsumen termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan para pelaku-pelaku tataniaga. Sebagian besar hasil produksi pertanian dijual oleh petani untuk memperoleh pendapatan. Dalam praktik tataniaga terdapat banyak pihak yang terlibat karena pada umumnya petani tidak menjual langsung produk yang dihasilkannnya kepada konsumen akhir. Pihak yang terlibat disini yaitu perantara yang berperan dalam menyalurkan produk maupun memberikan perlakuan khusus terhadap produk pertanian dan mengalirkannya hingga konsumen akhir. Pihakpihak yang terlibat dalam tataniaga (agribisnis) disebut dengan lembaga tataniaga. 3.1.2
Konsep Lembaga Tataniaga Dalam kegiatan tataniaga petani tidak menjual hasil panennya secara
langsung kepada konsumen akhir karena keterbatasan sumber daya, keuntungan marjinal yang lebih kecil. Dalam proses tataniaga terlibat berbagai pelaku ekonomi untuk melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif (meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan), sedangkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh skala perusahaan atau individu yang disebut sebagai lembaga pemasaran (Dahl dan Hamond, 1987) Dalam tataniaga suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen, hal ini dikarenakan jarak antara produsen yang menghasilkan barang dan jasa seringkali berjauhan dengan konsumen, sehingga fungsi lembaga perantara sangat diharapkan untuk menggerakkan barang dan jasa tersebut dari produsen ke konsumen serta penghubung informasi mengenai suatu barang dan jasa (Limbong dan Sitorus, 1987). Limbong dan Sitorus (1987) menggolongkan lembaga-lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukannya; penguasaan terhadap barang; kedudukan dalam struktur pasar; dan bentuk usaha. 1.
Berdasarkan fungsi yang dilakukan, lembaga tataniaga dapat dibedakan atas :
23
a) Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik pemasaran, meliputi: lembaga pengolahan, lembaga pengangkutan, pergudangan; b) Lembaga perantara tataniaga yaitu suatu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran, seperti: pedagang pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya; c) Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti: Bank, Badan Perkreditan, dan KUD. 2.
Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga tataniaga terdiri dari: a) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, meliputi: agen, perantara dan broker; b) Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti: pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan importir; c) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti: badan transportasi, pergudangan dan asuransi.
3.
Penggolongan lembaga tataniaga menurut kedudukannya dalam struktur pasar dapat digolongkan atas: a) Lembaga tataniaga yang bersaing sempurna, seperti: pedagang pengecer rokok, pengecer beras, dan lain-lain; b) Lembaga tataniaga bersaing monopolistik, seperti: pedagang asinan, pedagang benih, pedagang bibit, dan lain-lain; c) Lembaga tataniaga oligopolis; d) Lembaga tataniaga monopolis. Limbong dan Sitorus (1987) juga mengungkapkan bahwa peranan lembaga
tataniaga sangat penting terutama untuk komoditas pertanian yang bersifat mudah rusak atau tidak tahan disimpan lama, volume produk besar dengan nilai yang kecil, dan harga pasar ditentukan oleh mutunya, serta pada umumnya sentra produksi relatif jauh dari tempat konsumen yang tersebar dari pedesaan sampai perkotaan. Oleh karena pentingnya peranan lembaga tataniaga tersebut, maka
24
perlu ada koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi untuk mencapai efisiensi tataniaga yang tinggi serta efektif, dengan cara : 1.
Integrasi vertikal, yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi yang berbeda dihubungkan satu dengan yang lainnya menurut saluran barang tersebut. Integrasi vertikal akan menurunkan pengeluaran tataniaga sehingga barang dapat dijual dengan harga lebih murah, hal ini dikarenakan perbedaan harga antara tingkat produsen dengan tingkat konsumen tidak terlalu besar sehingga dapat menguntungkan konsumen.
2.
Integrasi
horizontal,
dimana
lembaga-lembaga
tataniaga
yang
menyelenggarakan fungsi yang sama disatukan di dalam suatu tindakan pemasaran suatu barang. Integrasi horisontal dapat merugikan konsumen, karena integrasi macam ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi dan menghindari adanya persaingan dari perusahaan atau lembaga tataniaga yang sejenis sehingga lembaga tersebut dapat mengontrol harga barang. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukan oleh para ahli maka dapat disintesakan bahwa lembaga tataniaga adalah lembaga yang akan menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen akhir disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian akan ada apabila lembaga pemasaran ini menjalankan fungsi-fungsi pemasarannya. Umumnya lembaga pemasaran komoditi pertanian terdiri dari
petani,
pedagang pengumpul ditingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer, dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan, biro-biro periklanan, lembaga keuangan, dan lain sebagainya. Lembaga ini dapat berbentuk perorangan, perserikatan atau perseroan. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam proses penyampaian komoditi pertanian. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu. Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula saluran tataniaganya.
25
3.1.3
Saluran Tataniaga Saluran tataniaga adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menyampaikan
barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen yang di dalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menajalankan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) Beberapa faktor yang harus pertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu : 1. Pertimbangan pasar : siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli. 2. Pertimbangan barang : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan. 3. Pertimbangan dari segi perusahaan : sumber modal, kemampuan dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya.
Secara umum saluran tataniaga dapat dipandang sebagai serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur dapat ditempuh. Tugas-tugas atau segala aktifitas yang dilakukan dalam proses tersebut dikenal sebagai fungsi-fungsi tataniaga.
26
3.1.4
Fungsi-fungsi Tataniaga Dalam proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen akhir
diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa bersangkutan, dan kegiatan tersebut dinamakan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1997). Fungsi-fungsi tataniaga tersebut dikelompokan menjadi tiga fungsi : yaitu: (1) fungsi pertukaran; (2) fungsi fisik; dan (3) fungsi fasilitas. 1. Fungsi pertukaran Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Sedangkan kegiatan penjualan diikuti dengan mencari pasar, menetapkan jumlah kualitas serta menentukan saluran tataniaga yang paling sesuai. 2. Fungsi fisik Fungsi fisik adalah suatu tindakan langsung yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi fisik terdiri dari tiga fungsi: a) Fungsi penyimpanan yaitu membuat komoditi selalu tersedia saat konsumen menginginkannnya. b) Fungsi pengangkutan yaitu proses pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan. c) Fungsi pengolahan yaitu untuk komoditi pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal. 3. Fungsi fasilitas Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi :
27
a) Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar. b) Fungsi penanggungan risiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan risiko fisik dan risiko pasar. c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses tataniaga d) Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna.
Asmarantaka (2009) mengemukakan bahwa fungsi-fungsi tataniaga merupakan aktivitas-aktivitas bisnis atau perlakuan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam proses tataniaga. Sedangkan Dahl and Hammond (1987), mendefinisikan fungsi-fungsi tataniaga sebagai serangkaian fungsi yang dipergunakan dalam menggerakkan input dari titik produsen sampai konsumen akhir terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif (meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan). Dari ketiga definisi para ahli maka dapat diintisarikan bahwa fungsi-fungsi tataniaga sebagai aktivitas dalam proses tataniaga yang melibatkan lembagalembaga tataniaga untuk menyampaikan komoditi dari produsen hingga ke konsumen akhir. Fungsi tataniaga juga membentuk suatu pasar yang di dalamnya terdiri dari beberapa penjual dan pembeli. Hubungan antara pelaku-pelaku tataniaga tersebut dapat dilihat pada bentuk struktur pasarnya. Tataniaga yang baik harus dilihat pula struktur pasarnya. 3.1.5
Struktur Pasar Struktur pasar merupakan dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi komoditi dan diferensiasi komoditi, syarat pasar dan lainnya (Limbong dan Sitorus, 1987).
28
Struktur pasar didefinisikan sebagai saling hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka, 1999) Menurut Dahl dan Hammond (1997), struktur pasar adalah sifat-sifat atau karakteristik pasar, dimana ada empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar (1) jumlah atau ukuran pasaran, (2) kondisi atau keadaaan produk, (3) kondisi keluar atau masuk pasar dan (4) tingkat pengetahuan informasi pasar yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga dan kondisi pasar antara partisipan. Berdasarkan karakteristik struktur pasar tersebut Dahl and Hammond (1987) dan Limbong dan Sitorus (1987) mengelompokkan pasar ke dalam empat struktur pasar yang berbeda, yaitu: (1) Pasar Persaingan Sempurna (Perfect Competition); (2) Pasar Monopoli atau Monopsoni (Monopoly/Monopsony); (3) Pasar Oligopoli atau Oligopsoni (Oligopoly/Oligopsony); dan (4) Pasar Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competition). Struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana banyak pembeli dan penjual memperdagangkan komoditi yang bersifat homogen atau seragam dengan jumlah yang banyak, sehingga setiap pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar, atau dengan kata lain bahwa pembeli dan penjual merupakan pihak yang mengikuti harga (price taker) bukan sebagai pihak yang menetapkan harga (price maker). Disamping itu, pasar persaingan sempurna tidak terdapat hambatan untuk keluar atau masuk pasar, sehingga pembeli dan penjual dapat dengan mudah untuk keluar dan masuk pasar. Pengetahuan atau informasi yang dimiliki oleh pembeli dan penjual mengenai kondisi pasar relatif sempurna, dan mobilitas sumber-sumber ekonomi juga relatif sempurna. Struktur pasar monopoli dicirikan dengan penjual tunggal dari sebuah komoditas yang bersifat unik dan sangat dideferensiasi dan penjual tersebut memiliki pengaruh atas penawaran produk tertentu sehingga pada struktur pasar monopoli penjual merupakan pihak yang menetapkan harga. Hambatan untuk masuk dan keluar yang besar seringkali merintangi pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi. Dari segi pembeli disebut pasar monopsoni, yang terdiri hanya dari seorang pembeli suatu komoditi.
29
Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga penjual lain dan menjual produk yang bersifat homogen serta standar. Sedikit jumlah penjual ini disebabkan tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan, hal ini dapat disebabkan beberapa hal, seperti: paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan dan lokasi yang langka dan sebagainya. Sedangkan pasar yang terdiri dari beberapa pembeli disebut pasar oligopsoni. Pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang menjual produk yang bersifat terdeferensiasi atau heterogen disebut pasar oligopoli terdeferensiasi. Sedangkan pasar oligopsoni terdeferensiasi merupakan pasar yang dicirikan dengan beberapa pembeli yang membeli produk yang terdeferensiasi. Pasar persaingan monopolistik merupakan karakteristik struktur pasar antara pasar persaingan sempurna dan pasar oligopoli. Pasar persaingan monopolistik dicirikan dengan terdapat banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam harga dan bukan atas satu harga pasar, dimana munculnya beberapa macam harga ini disebabkan penjual dapat melakukan penawaran yang berbeda kepada pembeli. Produk fisik dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gayanya, service dapat berbeda, sebagai akibat penglihatan pembeli yang berbeda atas barang yang ditawarkan dan kesediaan membayar harga yang berbeda. Pada pasar persaingan monopolistik, penjual mengajukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling, disamping harga untuk menonjolkan penawaran. Dari segi pembeli pasar ini disebut pasar persaingan monopsoni. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), analisis struktur pasar merupakan salah satu elemen penting yang harus diamati dalam menganalisis tataniaga. Agar produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang efisien, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu : (a) Konsentrasi pasar dan jumlah produsen, (b) Sistem keluar masuk barang yang terjadi di pasar, dan (c) diferensiasi produk. Berikut adalah Tabel mengenai karakteristik masing-masing struktur pasar yang dilihat dari dua sisi yaitu sisi produsen dan sisi konsumen.
30
Tabel 7. Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli Karakteristik Jumlah Sifat Produk Pembeli
No
Jumlah Penjual
1
Banyak
Banyak
Homogen
2
Banyak
Sedikit
Diferensiasi
3
Sedikit
Banyak
Homogen
4
Sedikit
Sedikit
Diferensiasi
5
Satu
Satu
Unik
Struktur Pasar Sudut Penjual Sudut Pembeli Persaingan sempurna Persaingan Monopolistik Oligopoli Oligopoli Diferensiasi Monopoli
Persaingan sempurna Oligopsoni Persaingan Monopolistik Oligopsoni Diferensiasi Monopsoni
Sumber: Dahl and Hammond (1997) Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan diatas, maka dapat dikatakan bahwa struktur pasar adalah karakteristik organisasional yang berdasarkan hubungan antara penjual dengan penjual lainnya, antara pembeli dengan pembeli lainnya, antara penjual dengan pembeli, dan antara pedagang dengan suplier yang potensial bisa masuk pasar. Dalam beberapa karakteristik struktur pasar tersebut di dalamnya terdapat perilaku pasar yang berbeda-beda. 3.1.6
Perilaku Pasar Asmarantaka (1999), mendefinisikan perilaku pasar adalah seperangkat
strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya. Terdapat tiga cara mengenal perikau pasar, yakni : 1. Penentuan harga dan setting level of output ; penentuan harga : menetapkan dimana harga tersebut tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga (price leadership). 2. Product promotion policy ; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan. 3. Predatory and exlusivenary tactics ; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong persahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini antara lain menetapkan harga di bawah biaya marginal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Cara lain adalah berusaha menguasai bahan baku (intergrasi vertikal ke belakang), sehingga
31
perusahaan pesaing tidak dapat berproduksi dengan menggunakan bahan baku yang sama secara persaingan yang sehat. Perilaku pasar menurut Dahl dan Hammond (1987) merupakan pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran. Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktik penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar dan pembayaran serta kerjasama di antara berbagai lembaga pemasaran. Dalam menganalisis tingkah laku pasar terdapat tiga pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Produsen menghendaki harga yang tinggi pasar output secara lokal menghendaki pilihan beberapa pembeli, tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup dan adanya kekuatan tawar menawar yang lebih kuat. Lembaga tataniaga menghendaki keuntungan yang maksimal, yaitu selisih marjin tataniaga dengan biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga relatif besar. Sedangkan konsumen menghendai tersedianya produk pertanian sesuai kebutuhan konsumen dengan harga yang wajar. Kriteria yang digunakan dalam menilai tingkah laku pasar meliputi : (1) Apakah tingkah laku pasar tidak wajar, eksklusif, saling mematikan ataukah peserta pasar menetapkan taktik paksaan, (2) Apakah tidak terjadi promosi penjualan yang menyesatkan. (3) Persengkongkolan penetapan harga apakah dapat dinyatakan secara terang-terangan atau sembunyi, (4) Apakah ada perlindungan terhadap praktek tataniaga yang tidak efisien, (5) Apakah praktek penetapan harga yang sama untuk kualitas produk yang lebih merugikan konsumen. Dari
beberapa
pemaparan
mengenai
perilaku
pasar
diatas
dapat
didefinisikan bahwa perilaku pasar merupakan pola tingkah laku peserta pasar, yaitu produsen, konsumen, dan lembaga tataniaga dalam memberikan respon terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi.
32
Perilaku suatu pemasar akan sangat jelas pada saat beroperasi, misalkan dalam penentuan harga, promosi, usaha dan pangsa pasar, penjualan, pembelian, siasat pemasaran dan lain sebagainya. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya dan marjin pemasaran serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl & Hammond, 1987). 3.1.7
Keragaan Pasar Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku
pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga. Keragaan pasar juga dapat diidentifikasi melalui penggunaan teknologi dalam pemasaran, pertumbuhan pasar, efisiensi penggunaan sumberdaya, penghematan pembiayaan dan peningkatan jumlah barang yang dipasarkan sehingga mencapai keuntungan maksimum (Dahl dan Hammond, 1977). Asmarantaka (1999) menambahkan keragaan pasar dapat diukur dengan beberapa ukuran. Secara khusus ukuran tersebut diklasifikasikan sebagai berikut : a. Pricing efficiency, ukurannya adalah seberapa jauh harga mendekati biaya total (ATC). Dapat dilakukan melalui beroprasi pada produksi yang efisien atau efisiensi output. b. Cost efficiency or productive efficiency ; ukuran yang digunakan dapat dalam jangka pendek, yaitu efisiensi pada fungsi produksi dan efisiensi alokasi sumberdaya ; sedangkan ukuran dalam jangka panjang adalah excess capacity and optimal size. c. Sale promotion cost, ukuran dapat dilihat dari volume penjualan. d. Technical progressive (dinamic product efficiency); pengukuran ini dapat dilihat dari seberapa jauh menurunnya Long-run Average Total Cost (LRATC). e. Rate of product development atau inovasi; pengukuran bagaimana dapat memproduksi (how to produce) dengan kualitas, efisiensi dan higinitas sehingga dihasilkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif, f. Exchange efficiency; meliputi efisiensi biaya dalam penentuan harga dan transportasi.
33
g. Market externality; bagaimana dapat meminimalkan market externalities yang negatif dan meningkatkan yang positif. h. Conversation; berkaitan dengan isue-isue antara lain ecolabeling, greenpeace. i. Price flexibility; dalam kegiatan bagaiman penyesuaian atau perubahan harga dengan adanya perubahan biaya. Keragaan pasar merupakan hasil akhir yang dicapai akibat dari penyesuaian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu, didefinisikan sebagai seberapa bagus sistem pemasaran bisa memenuhi harapan masyarakat dan pelaku pasar. Secara teoritis keragaan suatu industri ditentukan oleh 2 faktor yaitu: struktur industri (jumlah dan ukuran perusahaan, derajat diferensiasi produk, dan kemudahan keluar masuk pasar); dan market conduct (harga di tingkat produsen, produk, dan strategi promosi) (Kohl dan Uhl, 1990). Dari penjelasan diatas maka dapat disebut bahwa keragaan pasar merupakan hasil keputusan akhir yang diambil yang berhubungan dengan proses tawarmenawar dan persaingan pasar. Keragaan pasar ini dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh pengaruh struktur dan perilaku pasar dalam proses tataniaga suatu komoditi pertanian. Dengan mengetahui pengaruh struktur dan perilaku pasar maka dapat dilihat apakah tataniaga dari suatu komoditas sudah efisien atau belum. 3.1.8 Efisiensi Tataniaga Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tataniaga adalah tingkat efisiensi dari tataniaga, karena tataniaga yang efisien dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga. Tataniaga disebut efisiensi, apabila tercipta keadaan dimana pihak produsen, lembaga tataniaga dan konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut. Untuk meningkatkan efisiensi sistem tataniaga, unsur-unsur produsen, lembaga tataniaga, konsumen serta pemerintah dapat memberikan sumbangan (Limbong dan Sitorus, 1985). Mubyarto (1994) menambahkan efisiensi tataniaga dapat terjadi jika :
34
1.
Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya.
2.
Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat diintisarikan bahwa efisiensi
tataniaga
merupakan
suatu
kondisi
dimana
terciptanya
kepuasan
dan
kesejahteraan pada setiap lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga. Pendekatan efisiensi tataniaga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional (Hammond dan Dahl, 1977). Efisiensi harga menekankan keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen sebagai akibat perubahan tempat, bentuk, dan waktu termasuk pengolahan,
penyimpanan,
pengangkutan.
Efisiensi
operasional/teknis
menunjukkan hubungan antara input-output, di mana biaya input pemasaran dapat diturunkan tanpa mempengaruhi jumlah output barang dan jasa. Efisiensi operasional dalam rantai tataniaga pertanian menekankan pada kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan menyelenggarakan fungsifungsi tataniaga, maupun untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke konsumen. Efisiensi operasional diukur dari margin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. 3.1.8.1 Margin Tataniaga Asmarantaka (1999), mendefinisikan margin tataniaga adalah perbedaan antara harga diberbagai tingkat lembaga tataniaga di dalam sistem tataniaga; pengertian margin pemasaran ini sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani gap (bridging the gap) antara pasar ditingkat petani (farmer) dengan pasar ditingkat eceran (retailer). Margin tataniaga merupakan perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari sistem pemasaran atau tataniaga. Margin tataniaga berbeda antara-beda antara satu komoditi hasil pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena
35
perbedaan jasa yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani ketingkat pengecer untuk konsumen akhir (Limbong dan Sitorus, 1985) Marjin tataniaga sebagai perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Marjin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai marjin tataniaga (value of marketing marjin) merupakan perkalian antara marjin tataniaga dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge (Dahl dan Hammond, 1977).
Gambar 1. Hubungan antara fungsi – fungsi pertama dan turunan terhadap margin tataniaga dan nilai margin tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) Keterangan : Pr Pf Sr Sf Dr Df Qr, f
= Harga di tingkat pedagang pengecer = Harga di tingkat petani = Supply di tingkat pengecer (derived supply) = Supply di tingkat petani = Demand di tingkat pengecer (derived demand) = Demand di tingkat petani ( primary demand) = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer
Berdasarkan Gambar 1 diatas dapat dilihat besarnya nilai Margin Tataniaga yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan
36
jumlah produk yang dipasarkan. Semakin besar perbedaan harga antara lembagalembaga tataniaga yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi di tingkat eceran dengan harga yang diterima petani, maka semakin besar pula margin tataniaga dari komoditi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan banyak lembaga tataniaga yang terlibat mengakibatkan biaya tataniaga meningkat akan diikuti peningkatan pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Pada dasarnya besar kecilnya marjin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum. Namun tinggi-rendahnya margin pemasaran tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan pemasaran. Secara umum suatu sistem pemasaran dapat dikatakan efisiensi, apabila dalam memasarkan suatu komoditi yang sama terdapat penyebaran margin yang merata dan masing-masing memiliki keuntungan (kesejahteraan) di semua pelaku pemasaran. Dari penjelasan mengenai margin tataniaga yang telah disebutkan diatas dapat dikatakan bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Tingginya margin tataniaga belum mencerminkan efisiennya jasa yang diberikan oleh sistem tataniaga tersebut. Salah satu indikator yang cukup berguna adalah memperbandingkan bagian yang diterima (farmer’s share) oleh petani (Limbong dan Sitorus, 1985). 3.1.8.2 Farmer’s Share Salah satu indikator yang menentukan efisiensi pemasaran ialah farmer’s share (selama komoditas tidak berubah bentuk hinga sampai di tangan konsumen akhir). Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s Share mempunyai hubungan yang negatif dengan margin tataniaga, karena apabila margin tataniaganya semakin tinggi umumnya akan
37
mengakibatkan farmer’s share akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Sehingga, farmer’s share mempunyai nilai yang relatif lebih rendah jika harga di tingkat konsumen akhir relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani. Sebailknya juga jika farmer’s share mempunyai nilai yang relatif lebih tinggi jika harga di tingkat konsumen akhir tidak terpaut jauh jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani. 3.1.8.3 Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C) Kriteria lain yang biasanya digunakan dalam menetukan efisiensi tataniaga dari suatu komoditas ialah rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Hal ini dikarenakan pembanding opportunity cost dari biaya adalah keuntungan. Sistem tataniaga secara teknis dikatakan efisien apabila rasio terhadap biaya semakin besar dan nialinya berniali positif atau lebih besar dari nol (> 0). Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya dengan demikian, meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya dan marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. 3.2
Kerangka Berfikir Berdasarkan uraian dimuka terdapat hubungan antara efisiensi tataniaga
dengan beberapa faktor seperti lembaga tataniaga yang terlibat, saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, margin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya (R/C). Berikut penjelasan pengaruh beberapa faktor terhadapa efisiensi tataniaga : 3.2.1
Kontribusi lembaga tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Lembaga tataniaga merupakan individu atau kelompok atau badan yang
terlibat dalam kegiatan atau proses penyampaian komoditi mulai dari produsen (petani) hingga ke konsumen akhir. Lembaga tataniaga dapat berkontribusi terhadap efisiensi tataniaga. Hal ini ditunjukkan dengan semakin sedikit (semakin pendek) jumlah lembaga tataniaga yang terlibat dalam rantai tataniaga maka proses penyaluran komoditi semakin efisien. Dikatakan semakin efisien karena dengan sedikitnya lembaga yang terlibat maka biaya tataniaga yang dikeluarkan 38
tidak banyak. Dengan sedikitnya biaya tataniaga maka dapat berdampak juga pada gap harga antar tiap lembaga. 3.2.2
Kontribusi saluran tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi yang saling
tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan oleh konsumen. Saluran tataniaga yang relatif sederhana akan mendistribusikan atau menyampaikan produk lebih cepat ke tangan konsumen. Banyaknya tingkatan dalam saluran tataniaga dipengaruhi oleh jarak antara produsen dan konsumen, skala produksi, sifat produk dan kondisi keuangan pengusaha. Saluran tataniaga berguna untuk mengetahui tingkat harga jual dan harga beli pada setiap lembaga, sehingga mempermudah mencari besarnya margin. Dengan mengetahui saluran tataniaga suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien. Dengan kata lain, semakin pendek dan sederhana saluran tataniaganya maka akan semakin efisien. 3.2.3
Kontribusi fungsi-fungsi tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Fungsi tataniaga merupakan aktivitas yang dilakukan oleh lembaga-
lembaga tataniaga. Kegiatan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Dalam prosesnya, penyampaian produk tersebut diperlukan berbagai kegiatan yang dapat memperlancar penyampaian barang dan jasa. Tiap-tiap lembaga dalam rangkaian proses tataniaga melakukan fungsifungsi yang berbeda. Dengan kondisi seperti ini, maka efisiensi tataniaga akan tercapai dengan pembagian margin total tataniaga sesuai dengan besar kecilnya dan atau banyak tidaknya fungsi yang dilakukan. Jika hal demikian sudah terjadi maka pihka-pihak yang terlibat dapat dikatakan sejahtera (sesuai dengan bagiannya masing-masing). 3.2.4
Kontribusi margin tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Margin tataniaga merupakan gambaran dari kegiatan pelaksanaan fungsi-
fungsi tataniaga. Tingginya margin tataniaga suatu komoditi belum tentu mencerminkan ketidakefisienan suatu proses tataniaga. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda yang menyebabkan berbeda pula
39
harga jual tiap-tiap lembaga sampai ke konsumen akhir. Besar kecilnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi tataniaga. Dapat dikatakan efisiensi, apabila dalam memasarkan suatu komoditi yang sama terdapat penyebaran margin yang merata dan masing-masing memiliki keuntungan (kesejahteraan) di semua lembaga yang terlibat. Keefisienan tataniaga yang berhubungan dengan margin tataniaga terjadi jika margin tataniaga yang diterima oleh setiap lembaga sesuai dengan sedikit banyaknya fungsi tataniaga yang dilakukan terhadap suatu komoditi (pertanian) dari produsen (petani) hingga ke konsumen akhir. 3.2.5 Kontribusi farmer’s share terhadap efisiensi tataniaga Sama halnya dengan margin tataniaga, besar kecilnya farmer’s share belum tentu menjadi tolak ukur pada tataniaga yang efisien. Namun secara umum farmer’s share menjadi sebuah indikator untuk melihat perbandingan bagian yang diterima petani terhadap harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Tetapi apabila mengacu pada pernyataan awal maka hubungan efisiensi tataniaga terhadap farmer’s share adalah efisiensi akan tercapai jika farmer’s share besarnya sesuai dengan fungsi-fungsi yang dilakukan petani (berpengaruh terhadap harga jual ditingkat petani) serta peran jumlah lembaga tataniaga dan saluran tataniaga. 3.2.6
Kontribusi rasio keuntungan dan biaya terhadap efisiensi tataniaga Rasio keuntungan dan biaya mengacu pada efisiensi operasional, yaitu
membandingkan antara keuntungan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan. Jika penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya merata pada setiap lembaga tataniaga maka secara teknis saluran tataniaga tersebut semakin efisien. 3.3
Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah
pengahasil wortel yang potensial. Walaupun tidak semua petani di desa tersebut menguasahakan wortel, namun pada saat ini berdasarkan pengamatan di lapangan wortel merupakan salah satu komodti sayuran yang paling mendominasi. Dalam menjalankan usahanya para petani di Kecamatan Pacet mempergunakan beberapa
40
lembaga-lembaga pemasaran maupun tataniaga seperti pedagang pengumpul maupun pedagang pengecer untuk membantu para petani guna memasarkan hasil wortel yang diproduksinya. Selain itu pemasaran wortel semakin dibantu dengan keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA). STA yang merupakan tempat transaksi petani dan pedagang komoditi sayuran ini tidak hanya berperan sebagai tempat atau pasar penampungan, melainkan juga sebagai pusat informasi harga baik dari tingkat petani, pengumpul, grosir dan eceran melalui papan pengumuman harga yang ada di STA. Walaupun
demikian dengan adanya
fasilitas STA yang pada dasarnya dapat membantu para petani dalam menyalurkan hasil produksinya, tidak semua petani memanfaatkan keberadaan STA tersebut. Tidak sedikit petani yang memilih menggunakan saluran tataniaga lainnya, seperti menjual ke pedagang pengumpul kebun (tengkulak) dan lain sebagainya. Realita di lapangan menujukkan bahwa petani wortel dalam menjalankan kegiatan usahataninya terutama pada saat memasarkan hasil produksinya, terdapat beberapa kendala seperti adanya perbedaan harga yang relatif cukup besar di tingkat petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Kecamatan Pacet sebagai salah satu penghasil sayuran yang salah satunya wortel menarik untuk ditelusuri bagaimana sistem tataniaga yang terjadi pada lokasi atau sentra produksi wortel tersebut, mengingat variatifnya saluran distibusi wortel.
Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar mulai dari petani sampai dengan pedagang pengecer. Sedangkan analisis kuantitatif meliputi analisis margin tataniaga yang digunakan untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Farmer’s share diguanakan untuk mengetahui perolehan petani yaitu dengan membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir yang dinyatakan dalam persentase. Analisis rasio keuntungan dan biaya untuk mengetahui merata tidaknya penyebaran rasio keuntungan dan biaya di setiap lembaga pemasaran. Untuk mengetahui efisiensi tataniaga dapat diukur melalui efisiensi operasional dengan memperhatikan nilai margin tataniaga, farmer’s share, rasio
41
keuntungan dan biaya. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Dengan mengkaji serta menganalisis lembaga- lembaga tataniaga yang terlibat pada setiap saluran pemasaran yang terjadi di Kecamatan Pacet diharapkan tercapai satu hasil atau rekomendasi pola saluran yang paling efisien masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga wortel di Kecamatan Pacet. Agar lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 mengenai kerangka pemikiran operasional tataniaga wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Terdapat perbedaan harga wortel yang cukup besar antara harga di tingkat petani dan di tingkat konsumen akhir
Bagaimana tataniaga wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur
Analisis Kualitatif : 1. Saluran tataniaga dan lembaga tataniaga 2. Fungsi-fungsi tataniaga 3. Struktur Pasar 4. Perilaku Pasar
Analisis Kuantitatif : 1. Margin tataniaga 2. Farmer‘s share 3. Rasio keuntungan dan biaya
Analisis Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur
Rekomendasi Alternatif Saluran Tataniaga yang Efisien Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet
42