17
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit. Rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek adalah siklus proyek yang terdiri dari tahap-tahap identifikasi, persiapan, analisis penilaian, pelaksanaan, dan evaluasi (Gittinger, 1986). Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Pengertian keberhasilan ini bisa ditafsirkan sebagai
manfaat
ekonomis suatu investasi. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) analisis kelayakan proyek memberikan manfaat kepada poyek itu sendiri/manfaat finansial, yang artinya ialah apakah proyek tersebut cukup menguntungkan apabila dibandingkan dengan resiko proyek. Manfaat ekonomi proyk tersebut bagi negara adalah sebagai tempat proyek tersebut dilaksanakan, yang menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro suatu negara. Serta manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek.
18
3.1.2. Aspek-aspek Analisis Kelayakan Dalam melakukan studi kelayakan, perlu memperhatikan aspek-aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Menurut Gittinger (1986) aspek tersebut terdiri dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Menurut Husnan dan Suwarno (2000) aspek-aspek studi kelayakan terdiri dari aspek pasar, teknis, keuangan, hukum, dan ekonomi negara. Investasi tersebut tergantung pada besar kecilnya dana yang ditanamkan, maka terkadang juga ditambah studi tentang dampak sosial. 3.1.2.1. Aspek Pasar Sebelum melakukan proyek, analisis terhadap aspek pasar merupakan prioritas pertama dalam studi kelayakan proyek. Dengan demikian akan diketahui pasar potensial yang tersedia dan karakteristik pasar yang akan dituju. Menurut Kamaluddin (2004), terdapat tiga faktor yang menunjang terjadinya pasar yaitu orang dengan segala keinginannya, daya belinya, dan tingkah laku dalam pembelian. Dari sisi output, analisa pasar untuk hasil proyek adalah sangat penting untuk meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan yang efektif pada harga yang menguntungkan. Dari sudut pandang input, rencana-rencana harus dibuat untuk meyakinkan adanya input, saluran distribusi, kapasitas, kontinuitas, dan tingkat harga.
19
Menurut Kotler (2004), pemasaran mencoba mempelajari tentang : 1. Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai. Disini juga perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut. 2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari impor. Bagaimana perkembangannya di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ini, seperti jenis barang yang bisa menyaingi, perlindungan dari pemerintah, dan sebagainya perlu diperhatikan. 3. Harga, dilakukan dengan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya. 4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan. 3.1.2.2. Aspek Teknis Aspek teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Analisa secara teknis akan dapat mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam informasi yang harus dipenuhi baik sebelum perencanaan proyek atau pada tahap awal pelaksanaan (Gittinger, 1986). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan operasi setelah proyek selesai dibangun. Aspek teknis dilakukan untuk mendapatkan gambaran
20
mengenai lokasi proyek, besar skala operasi/luas produksi, dan proses produksi yang dilakukan. 3.1.2.3. Aspek Manajemen Umar (2005) menyatakan bahwa aspek manajerial dan administratif menyangkut kemampuan karyawan proyek untuk menjalankan aktivitas. Sedangkan menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan proyek dan manajemen dalam operasi seperti bentuk badan usaha yang dipilih, deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan, dan jumlah tenaga kerja yang akan digunakan. 3.1.2.4. Aspek Lingkungan Analisis aspek lingkungan berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek tanggap (responsive) terhadap keadaan (Gittinger, 1986). Contohnya adanya kesempatan kerja bagi lingkungan sekitar dan dampak usaha tersebut terhadap lingkungan. 3.1.2.5. Aspek Finansial Dalam
Gittinger
(1986)
dinyatakan
bahwa
analisa
proyek
adalah
membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek yang mempunyai keuntungan yang layak. Suatu proyek dapat dilaksanakan atau tidak, bila hasil yang diperoleh dari proyek dapat dibandingkan dengan sumber-sumber yang diperlukan (biaya). Dalam analisis ini, diperlukan kriteria investasi yang merupakan
21
metode yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Beberapa kriteria sebagai tolak ukur penilaian kelayakan investasi diantaranya adalah : A. Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi. Menurut Halim dan Supomo (1990), Net Present Value merupakan penerimaan kas (cash inflow) pada masa yang akan datang selama investasi berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang. Metode ini dihitung dengan cara mengurangi nilai sekarang atau nilai tunai dari penerimaan kas (cash inflow) dengan nilai sekarang dari pengeluaran kas (cash outflow) selama investasi modal berlangsung. Menurut Kamaluddin (2004), NPV ialah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan. Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria penilaian yaitu bila nilai NPV>0; proyek dinyatakan layak atau bermanfaat karena dapat menghasilkan penerimaan lebih besar dari modal opportunity cost faktor produksi modal. Nilai NPV=0; proyek tersebut menghasilkan sebesar opportunity cost faktor produksi modal. Pada kondisi ini, proyek dinyatakan tidak untung dan tidak rugi. Apabila nilai NPV<0, berarti proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang menunjukkan bahwa proyek tidak layak untuk dilakukan.
22
B. Internal Rate Return (IRR) Internal Rate Return (IRR) adalah kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan pengembalian atau dianggap sebagai keuntungan atas investasi bersih yang dapat dicapainya. Salah satu kriteria investasi ini sering disebut pula dengan time-adjusted rate of return, dengan definisi yaitu menghitung tingkat bunga yang sesungguhnya dari suatu rencana investasi agar nilai sekarang dari aliran kas bersih dapat menutup jumlah modal yang diinvestasikan (Halim dan Supomo, 1990). Dengan kata lain, tingkat pengembalian internal atau internal rate return (IRR) menghitung tingkat bunga yang dapat menyamakan nilai sekarang dari investasi (cash outflow) dengan nilai sekarang dari hasil investasi tersebut. Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek dalam mengembalikan pinjaman. Suatu investasi dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, apabila nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan karena tidak menguntungkan.
C. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah tingkat besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan berupa perbandingan antara jumlah NPV positif (sebagai pembilang) dengan NPV yang negatif (sebagai penyebut). Menurut Halim dan Supomo (1990), rasio manfaat dan biaya atau net benefit cost adalah nilai perbandingan antara jumlah present value yang bernilai
23
positif (pembilang) dengan present value yang bernilai negatif (penyebut). Suatu proyek layak untuk dilaksanakan apabila nilai B/C ratio lebih dari satu. D. Payback Period (PP) Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas melalui keuntungan yang diperoleh suatu proyek. Menurut Halim dan Supomo (1990), pay back period merupakan salah satu kriteria investasi yang pada umumnya digunakan untuk menentukan perlu tidaknya penambahanan atau penggantian aktiva tetap perusahaan. Pay back period bukan merupakan pngukur kemampuan menghasilkan laba (profitability) suatu investasi, tetapi mengukur jangka waktu pengembalian suatu investasi. Selama proyek dapat mengembalikan modal/investasi sebelum berakhirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan. Apabila sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tidak dilanjutkan. 3.1.3. Analisis Sensitivitas (Switching Value) Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan usaha agar dapat terlihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah atau adanya kesalahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat. Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan harus dicoba yang berarti bahwa setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini diperlukan karena analisis usaha didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang.
24
Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan cara pendekatan switching value (nilai pengganti), dimana analisis ini mencari beberapa perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih bisa dilaksanakan dan masih memberikan keuntungan normal. Perubahan-perubahan yang dapat terjadi seperti tingkat produksi, harga jual output maupun harga input. Teknik analisis ini dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar usaha masih dapat masih dapat memperoleh keuntungan normal. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian tentang analisis kelayakan usaha franchise KTBR di cabang outlet 253 diawali dengan lokasi usaha yang berada di Kota Bogor. Outlet 253 memulai usahanya lima bulan yang lalu terhitung mulai bulan Januari, lokasi yang saat ini digunakan sebagai tempat usaha merupakan salah satu lokasi strategis. Produk KTBR merupakan makanan yang unik dan tidak dijumpai di beberapa tempat jualan di sekitar Univesitas Pakuan, sehingga sebagian besar konsumen ketagihan akan rasanya yang lezat. Hal ini menjadi peluang bagi franchisee untuk mulai mendapatkan pelanggan tetap di lokasi tersebut. Hanya saja usaha tersebut harus memulai dari awal, sebab lokasi tersebut akan dilakukan renovasi. Dalam kegiatan usahanya, masih banyak kendala yang harus dihadapi oleh franchisee tersebut. Kendala-kendala tersebut antara lain, (a) waktu sewa lokasi yang tidak dapat diperpanjang, dengan alasan pemilik tempat akan melakukan renovasi rumah, (b) kegiatan usaha KTBR yang sangat tergantung pada lokasi usaha yang
25
strategis (c) rencana relokasi outlet membutuhkan dana yang tidak sedikit, dan (d) mencari pelanggan atau konsumen baru yang membutuhkan waktu tidak sebentar. Berdasarkan permasalahan yang terjadi maka perlu dilakukan analisis kelayakan untuk melihat apakah usaha franchise KTBR di cabang outlet 253 ini layak untuk dilaksanakan atau tidak. Dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Aspek yang diteliti dalam usaha franchise KTBR di cabang outlet tersebut antara lain adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek lingkungan, dan aspek finansial. Perhitungan aspek finansial menggunakan kriteria investasi yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha yaitu NPV, IRR, Net B/C ratio, dan Payback Period. Selain kriteria investasi, juga digunakan analisis sensitivitas untuk mengetahui tingkat kepekaan kegiatan usaha KTBR terhadap keadaan yang berubah-ubah. Dimana menggunakan biaya investasi yang meliputi gerobak, alat burner kebab (alat pemanggang daging kebab), paket perlengkapan gerobak, paket promosi usaha (neon box, banner, flyer), dan freezer box. Adapun alur pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
26
Kegiatan Usaha Franchisee Kebab Turki Baba Rafi di Cabang Outlet 253
Permasalahan yang dihadapi : 1. Waktu sewa lokasi yang tidak dapat diperpanjang 2. Rencana relokasi yang membutuhkan dana tidak sedikit 3. Waktu untuk mendapatkan konsumen yang cukup lama
Analisis Kelayakan Usaha
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Manajemen
Aspek Lingkungan
Tidak Layak
Layak
Evaluasi terhadap usaha franchise Kebab Turki Baba Rafi Cabang 253
Kegiatan Usaha Franchise Kebab Turki Baba Rafi di Cabang 253
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Opersional
Aspek Finansial