BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumberdaya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas. Tugas tersebut dapat berupa membangun pabrik, membuat produk baru, atau melakukan penelitian dan pengembangan (Soeharto, 1997). Berdasarkan pengertian di atas, terlihat bahwa ciri-ciri proyek adalah : a. Memiliki tujuan yang jelas, produk akhir/hasil kerja akhir. b. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan di atas telah ditentukan. c. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. d. Non rutin, tidak berulang-ulang, jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Menurut Casley (1991), ada dua tujuan proyek yakni jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek secara khusus menentukan apa yang akan dicapai oleh proyek, misalnya pelayanan masukan yang lebih baik, hasil per unit yang lebih tinggi, produksi yang lebih tinggi, atau kesempatan kerja yang lebih besar. Tujuan-tujuan jangka panjang ditentukan oleh konteks sektor, sektor ganda, atau kebijaksanaan nasional yang lebih luas. Tujuan-tujuan tersebut adalah untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, konsisten dengan kebijaksanaan nasional melalui pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek. 3.1.2. Analisis Kelayakan Investasi Studi kelayakan mempunyai arti penting bagi perkembangan dunia usaha. Beberapa proyek yang gagal di tengah jalan, bisnis yang berhenti beroperasi, dan kredit yang macet di dunia perbankan, serta kegagalan investasi lainnya merupakan bagian dari tidak diterapkannya studi kelayakan secara konsisten. Secara teoritis, jika tiap investasi didahului studi kelayakan yang
benar, resiko kegagalan dan kerugian dapat dikendalikan dan diminimalkan sekecil mungkin. Studi kelayakan yang dilakukan secara benar akan menghasilkan laporan yang komprehensif tentang kelayakan proyek/bisnis yang akan dihadapi/terjadi (Subagyo, 2007). Subagyo (2007) menyatakan bahwa kerugian atau kegagalan suatu proyek dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang juga merupakan aspekaspek studi kelayakan itu sendiri, antara lain: 1.
Produk yang ditawarkan ternyata tidak diminati konsumen.
2.
Produk tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
3.
Produk yang ditawarkan laku, tetapi pangsa pasarnya sangat kecil dan volume penjualannya rendah sehingga tidak dapat menutup biaya yang dikeluarkan.
4.
Permintaan terhadap produk perusahaan tinggi, tetapi skala produksi yang rendah karena kapasitas mesin yang rendah membuat opportunity cost juga tinggi.
5.
Lokasi perusahaan terlalu jauh dari pasar (konsumen). Akibatnya, biaya transportasi bertambah sehingga profit margin menjadi rendah.
6.
Waktu produksi terlalu lama. Proses produksi yang dipilih tidak tepat sehingga mengakibatkan keterlambatan pengiriman kepada pelanggan dan kehilangan pasar.
7.
Terjadinya penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan perusahaan oleh karyawan (moral hazard) karena sistem pengendalian internal yang lemah. Soeharto (1997), mengemukakan bahwa pengkajian yang bersifat
menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau investasi dikenal sebagai studi kelayakan. Disamping sifatnya yang menyeluruh, studi kelayakan harus dapat menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif tentang manfaat yang akan diperoleh dibandingkan dengan sumberdaya yang diperlukan. Ada enam tujuan utama analisa finansial untuk proyek-proyek pertanian yang dikemukakan oleh Gittinger (1986) :
1. Penilaian pengaruh finansial Penelitian ini didasarkan atas analisa keadaan finansial setiap peserta pada saat tersebut, dan suatu proyeksi keadaan finansial pada masa yang akan datang sejalan dengan pelaksanaan proyek. 2. Penilaian penggunaan sumberdaya terbatas Jumlah pengembalian (hasil) proyek dan pembayaran pinjaman-pinjaman yang meningkat pada perusahaan perseorangan, merupakan indikator yang penting dari penggunaan sumberdaya secara efisien. 3. Penilaian insentif (penarik) Pengamatan secara finansial sangat dibutuhkan dalam penilaian insentif pada para petani, manajer, dan pemilik (termasuk pemerintah) yang ikut dalam proyek. Untuk perusahaan-perusahaan semi umum, apakah hasil yang diperoleh cukup untuk mempertahankan kebutuhan finansial sendiri dan memenuhi tujuan-tujuan finansial yang telah ditetapkan oleh masyarakat. 4. Ketetapan suatu rencana pembelanjaan Rencana
finansial
adalah
dasar
penentuan
jumlah
dan
waktu
pembelanjaan dari luar – apakah dari lembaga-lembaga keuangan atau sumber dari dalam – dan untuk penetapan bagaimana pembayaran pinjaman cepat dilakukan. Perkiraan pengaruh inflasi baik pada pendapatan dan biaya akan diperhitungkan dalam melakukan penilaian. 5. Koordinasi kontribusi finansial Rencana finansial mengikuti kontribusi finansial dari berbagai peserta proyek. Koordinasi tersebut dibuat pada dasar dari proyeksi seluruh finansial untuk proyek sebagai suatu keseluruhan. 6. Penilaian kecakapan mengelola keuangan Atas dasar proyeksi neraca finansial, khususnya untuk perusahaanperusahaan besar dan kesatuan (entity) proyek, analis dapat membuat penilaian tentang kerumitan pengelolaan finansial proyek dan kemampuan pimpinan dalam mengelola proyek. 3.1.3. Kriteria dan Aspek-aspek Kelayakan Kriteria kelayakan menurut Soeharto (1997), mempunyai hubungan yang erat dengan keberhasilan, dan hal ini akan berbeda dari satu dan lain sudut
pandang dan kepentingan. Misalnya masyarakat akan memandang keberhasilan proyek
pembangunan
pabrik,
dari
sudut
berapa
jauh
mereka
dapat
berpartisipasi mengisi lapangan kerja dan kegiatan usaha. Bagi pemilik proyek swasta, titik berat keberhasilan diletakkan pada aspek finansial dan ekonomi. Sedangkan bagi pemerintah mempunyai kriteria yang lebih luas lagi, seperti pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan juga mendorong prakarsa swasta. Aspek-aspek dalam studi kelayakan adalah bidang kajian dalam studi kelayakan tentang keadaan objek tertentu dari fungsi-fungsi bisnis (marketing, operasi, manajemen/SDM, hukum, lingkungan dan keuangan). Pelaksanaan studi dan penelitian atas fungsi-fungsi bisnis tersebut terkadang disesuaikan dengan kebutuhan dari analis ataupun stakeholder (Subagyo, 2007). Beberapa aspek yang sering dikaitkan dalam studi kelayakan diantaranya aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan finansial. 1. Aspek pasar Menurut Soeharto (1997), aspek pasar berfungsi untuk menghubungkan manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui informasi. Selanjutnya informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan dan permasalahan yang berkaitan dengan pasar dan pemasaran. Aspek pasar dalam studi kelayakan suatu usulan proyek bertujuan untuk menghasilkan produk tertentu umumnya membatasi penekanan kepada analisis masalah prakiraan penawaran dan permintaan, pangsa pasa, dan strategi pemasaran. Kajian aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk mengetahui keadaan objek di masa lalu dan saat ini, sedangkan tujuan pemasaran dalam ilmu marketing adalah untuk mengendalikan pasar di waktu yang akan datang (Subagyo, 2007). 2. Aspek teknis Menurut Subagyo (2007), aspek teknis bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mengevaluasi produk yang akan dihasilkan objek studi. Untuk menghasilkan produk diperlukan langkah-langkah pra operasional, seperti desain, pemilihan perangkat teknologi, mesin dan peralatan yang akan digunakan, proses produksi, pemilihan dan penentuan lokasi pabrik/tempat usaha, serta layout pabrik/ruang.
Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang
dan jasa. Hal-hal itu sangat
penting, dan kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas agar supaya analisa secara teknis dapat dilakukan dengan teliti (Gittinger, 1986). 3. Aspek manajemen Menurut Gittinger (1986), masalah-masalah dalam persiapan proyek berkisar diantara askpek-aspek institusional, organisasional dan manajerial yang tumpang tindih (overlaping), yang secara jelas mempunyai pengaruh penting terhadap pelaksanaan proyek. Masalah-masalah manajerial merupakan hal yang menentukan untuk rancangan dan pelaksanaan proyek yang baik. 4. Aspek sosial Analisis proyek akan selalu ingin mempertimbangkan secara teliti pengaruh yang akan merugikan suatu proyek pada golongan-golongan tertentu dalam daerah-daerah tertentu. Untuk itu, pertimbangan-pertimbangan sosial lain harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut (Gittinger, 1986). 5. Aspek finansial Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisa proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para peserta yang tergabung di dalamnya (Gittinger, 1986). Ada kriteria kelayakan investasi yang diperoleh dalam aspek finansial yang dikemukakan oleh Soeharto (1997), antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period. A. Net Present Value (NPV) NPV didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Mengkaji usulan proyek dengan NPV memberikan petunjuk sebagai berikut : NPV = positif, usulan proyek diterima, semakin tinggi semakin baik. NPV = negatif, usulan proyek ditolak. NPV = 0, berarti netral.
B. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah arus pengembalian yang menghasilkan NPV aliran kas masuk sama dengan NPV aliran kas keluar. Untuk IRR ditentukan dulu NPV = 0, kemudian dicari berapa besar arus pengembalian (diskonto) (i) agar hal tersebut terjadi. Menganalisis usulan IRR memberi kita petunjuk sebagai berikut : IRR > arus pengembalian (i), proyek diterima. IRR < arus pengembalian (i), proyek ditolak. C. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Penekanannya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan. Kriteria B/C akan memberikan petunjuk sebagai berikut : B/C > 1, usulan proyek diterima. B/C < 1, usulan proyek ditolak. B/C = 0, netral. D. Payback Period Payback
Period
adalah
jangka
waktu
yang
diperlukan
untuk
mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net). Kriteria ini meberikan indikasi atau petunjuk bahwa proyek dengan periode pengembalian lebih cepat akan lebih disukai. 3.1.4. Analisis Switching Value Analisis switching value (nilai pengganti) merupakan suatu variasi pada analisis sensitivitas. Dalam analisa sensitivitas, secara langsung kita memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisa proyek dan kemudian kita dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Sebaliknya, bila kita ingin menghitung suatu nilai pengganti maka kita harus menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisa proyek yang akan diganti supaya proyek dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya proyek sebagaimana ditunjukkan kemanfaatan proyek (Gittinger, 1986).
oleh
salah
satu ukuran
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam bidang usahatani rosela organik sebagai komoditi utamanya. Proyek yang akan direncanakan adalah dengan peningkatan produksi dalam pengembangan usahanya. Mengingat harga jual rosela organik masih tinggi, Wahana Farm berupaya menyeimbangkan pangsa pasar dalam penjualan rosela organik, sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah. Dari segi aspek pasar, proyek tersebut akan menyoroti pasar yang akan dituju, sedangkan dari aspek teknis, akan menyoroti hal yang berkaitan dengan lokasi seperti ketersediaan input, pengelolaan lahan, sistem pengairan, dan jumlah tenaga kerja. Aspek manajemen memperlihatkan faktor-faktor internal pada Wahana Farm dalam menjalankan proyeknya, sedangkan aspek sosial melingkupi manfaat (benefit) terhadap kehidupan sosial dengan adanya proyek rosela organik ini. Aspek finansial merupakan aspek yang penting untuk dikaji, karena merupakan prioritas utama dalam menentukan keuntungan suatu perusahaan. Sehingga untuk menilai kelayakan proyek ini, aspek finansial akan mengacu pada beberapa parameter kriteria kelayakan investasi, yaitu : 1. Net Present Value (NPV) 2. Internal Rate of Return (IRR) 3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) 4. Payback Period Selain kajian yang akan dilakukan terhadap aspek-aspek kelayakan, maka akan dilakukan analisis switching value untuk mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan pada variabel agar tidak mengubah kelayakan. Variabel yang digunakan adalah perubahan biaya variabel produksi rosela organik. Setelah diketahui hasil dari analisis tersebut, maka akan diketahui nilainya apakah layak atau tidak. Selain itu, diperlukan rekomendasi untuk penilaian kelayakan usaha rosela organik di Wahana Farm guna tercapainya suatu usaha yang berkesinambungan. Bagan kerangka operasional yang akan dijalankan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Modal awal usaha berasal dari keuangan pribadi secara bertahap dan sangat terbatas, sehingga produksi belum optimal.
Hasil panen yang selalu habis terjual mendorong Wahana Farm untuk meningkatkan produksi rosela organik dan mengembangkan usahanya.
Analisis kelayakan non finansial (pasar, teknis, manajemen, sosial)
Kriteria kelayakan : 1. Net Present Value (NPV) 2. Internal Rate of Return (IRR) 3. Net Benfit-Cost (Net B/C)
Analisis kelayakan finansial
Analisis
Switching Value
4. Payback Period
LAYAK
TIDAK LAYAK
Rekomendasi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor).