BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Bagian ini berisi mengenai konsep usahatani, teori produksi, konsep analisis efisiensi teknis, fungsi produksi frontier, faktor-faktor penentu efisiensi teknis, dan ukuran pendapatan usahatani. 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani menurut A.T Mosher (1969) adalah sebagai bagian dari permukaan bumi, dimana petani atau suatu badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (away of life) atau sebagai suatu perusahaan (farm business). Sedangkan menurut Soekartawi (1986), usahatani adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Ditinjau dari tujuan pelaksanaannya, usahatani dibedakan menjadi dua yaitu subsistence farm dan commercial farm. Usahatani yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Sedangkan usahatani yang berjalan didasari tujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya disebut usahatani komersial (commercial farm). Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (intern) dan faktor-faktor di luar usahatani (ekstern). Adapun faktor intern antara lain petanipetani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Di sisi lain, faktor ekstern yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana trasnportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani. Empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi dalam usahatani (Hernanto, 1996) :
16
1. Lahan Lahan merupakan faktor yang sangat langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh sebab itu, lahan memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif atau di anggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan yang digunakan dalam usahatani dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dengan membeli, menyewa, menyakap, negara, warisan, wakaf atau membuka lahan sendiri. 2. Tenaga kerja Tenaga kerja menjadi pelaku dalam usahatani menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga kerja antara lain tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Kerja manusia dipengaruhi
oleh
umur,
pendidikan,
keterampilan,
pengalaman,
tingkat
kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim, dan kondisi lahan usahatani. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja, petani mempekerjakan buruh yang berasal dari luar keluarga dengan memberi balas jasa atau upah sehingga sumber tenaga kerja dalam usahatani dapat berasal dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja berbeda karena memiliki keahlian, kekuatan, dan pengalaman yang berbeda. Karena itu dalam praktek, digunakan ukuran setara jam pria atau hari pria dengan menggunakan faktor konversi. Adapun konversi tenaga kerja adalah dengan membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu 1 HOK = 1 hari kerja pria (HKP), 1 HOK wanita = 0,7 HKP, 1 HK ternak = 2 HKP, dan 1 HOK anak = 0,5 HKP. 3. Modal Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain menghasilkan barang-barang baru, yaitu produk pertanian. Modal dapat berupa tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, dan ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank dan uang tunai. Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani untuk
17
membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain atau kontrak sewa. 4. Pengelolaan atau Manajemen Pengelolaan
usahatani
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. 3.1.2 Konsep Fungsi Produksi Produksi dapat dipandang sebagai suatu proses transformasi dua input atau lebih menjadi satu atau lebih produk. Proses transformasi yang disebutkan di atas dapat berupa proses fisik, bioligis, kimia atau bahkan kombinasinya. Hubungan antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang digunakan dalam proses produksi (X1,X2, X3, ..... Xn) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Q = f (X1, X2, X3, ...... Xn) Keterangan : Q = output X = input
Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor (1985)). APP menunjukkan jumlah kuantitas output produk yang dihasilkan.
Dimana : APP
= Average Phisical Product
Y
= output
X
= input
18
Sedangkan MPP Mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input
Dimana : MPP
= Marginal Physical Productivity
dY
= Perubahan output
dX
= Perubahan input
Selain itu, sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada satu hukum yang disebut The Law of Diminishing Return atau hukum kenaikan hasil berkurang. Hukum ini menyatakan bahwa jika penggunaan satu macam input ditambah sedang input-input lainnya tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang di tambah tadi mula-mula naik tapi kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus ditambah. Hubungan antara produk total, produk marginal, dan produk rata-rata dapat dilihat pada Gambar 1. Lima sifat yang terdapat dalam kurva tersebut yaitu : 1. Mula-mula terdapat kenaikan hasil bertambah (garis O-A), produk marjinal semakin besar, produk rata-rata naik tetapi tetap di bawah produk marjinal. 2. Pada titik balik A terjadi perubahan dari kenaikan hasil yang bertambah menjadi kenaikan hasil berkurang, produk maksimal mencapai maksimum (titik QA), produk rata-rata masih terus naik. 3. Setelah titik A, terdapat kenaikan hasil berkurang (garis A–B), produk marjinal menurun, produk rata-rata masih naik sebentar kemudian mencapai maksimum pada titik APL (QB), pada titik ini produk rata-rata sama dengan produk marjinal. Setelah titik APL, produk rata-rata menurun tetapi berada di atas produk marjinal. 4. Pada titik C tercapai tingkat produksi maksimum, produk marjinal sama dengan nol, produk rata-rata menurun tapi tetap positif. 5. Sesudah titik C, mengalami kenaikan hasil negatif, produk marjinal juga negatif, produk rata-rata tetap positif.
19
Balik )
Gambar 1. Kurva Produk Total, Produk Marginal, dan Produk Rata-Rata Sumber : Doll dan Orazem (1984) Menurut Doll dan Orazem (1984), suatu fungsi produksi dapat dibedakan menjadi tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor produksi. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan produk yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Pada Gambar 1 dapat dilihat ketiga daerah tersebut yaitu elastisitas yang lebih besar dari satu (QAQB), elastisitas diantara nol dan satu (QB-QC), dan elastisitas lebih kecil dari nol (setelah QC).
20
Tahapan I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai saat kurva produksi marjinal berada di atas kurva produksi rata – rata yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Pada Tahapan I disebut daerah irrasional. Tahapan II mempunyai nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (Decreasing Return to Scale) yang berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada keadaan ini perusahaan bisa untung dan rugi sehingga perusahaan harus memilih atau menetapkan tingkat produksi yang tepat agar mencapai keuntungan maksimum. Oleh karena itu, Tahapan II disebut sebagai daerah rasional. Di sisi lain, nilai elastisitas produksi sama dengan satu terjadi saat produksi rata – rata maksimum (PM=PR). Hal ini berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen. Kondisi ini disebut sebagai (Constant Return to Scale). Elastisitas produksi yang nilainya sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai maksimum atau saat produksi marjinal sama dengan nol. Tahapan III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol. Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau saat produksi marjinalnya negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut juga daerah irrasional.
3.1.3 Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Ada beberapa fungsi produksi yang sering digunakan dalam penelitian diantaranya fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi linier berganda, dan fungsi produksi transendental. Fungsi produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi disebut sebagai fungsi produksi frontier. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimum yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan
21
teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien. Konsep frontier dan ukuran efisiensi dalam teori produksi diprakarsai oleh Farrel untuk mengukur inefisiensi teknis dan alokatif dalam kerangka deterministik parametrik. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa output dibatasi oleh fungsi produksi deterministik dengan asumsi constan return to scale. Terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode pertama, pendekatan stochastic frontier berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak dan inefisiensi. Sedangkan metode yang kedua, teknik linear programming (Data Envelopment Analysis, DEA) tidak mempertimbangkan adanya kesalahan acak sehingga efisiensi teknis dapat menjadi bias (Seinford dan Trail (1990) dalam Coelli et al (2005)) Selanjutnya, Van Dijk dan Szirmai (2002) dalam Kurniawan (2008) menyebutkan bahwa stochastic frontier (SF) lebih baik daripada DEA. SF dapat digunakan secara langsung untuk menguji hipotesa yang terkait dengan model produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier (stochastic production frontier) diperkenalkan Aigner, et. all. (1977). Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effect) di dalam batas produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier, secara umum adalah sebagai berikut (Aigner, et. all. (1977) dalam Coelli (1996)) : Yi = xiβ + (vi - ui) i=1,2,3...,n, Dimana : Yi = produksi yang dihasilkan petani pada waktu-t Xi = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t β = vektor parameter yang akan diestimasi vi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N(0,ζv2)) ui = variabel acak non negatif, dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal dan sebaran ui bersifat setengah normal ( ui ~ | N(0,ζv2 | ). 22
Stochastc frontier disebut juga “composes error model” karena error term terdiri dari dua unsur, dimana: εi = vi – ui. Variebel εi adalah spesifik error term dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor diluar kontrol petani (eksternal) seperti iklim, hama dan penyakityang disebut sebagai gangguan statistik (statistical noise). Sedangkan variabel ui disebut one-side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Komponen error yang bersifat internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani dalam mengelola usahataninya direfleksikan oleh ui. Komponen ini sebarannya asimetris (one sided) yakni ui ≥ 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimumnya berarti ui = 0. Sebaliknya jika ui > 0 berarti berada dibawah potensi maksimumnya. Distribusi menyebar setengah normal (ui ~ | N(o,ζ2u |) dan menggunakan metode pendugaan maximum Likelihood (Greene, 1982 dalam Adhiana, 2005). Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak yaitu nilai harapan dari xiβ + vi atau exp(xiβ + vi ). Random error bisa bernilai positif bisa juga bernilai negatif begitu pula dengan output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp(xiβ). Struktur dari model stochastic frontier dapat dilihat pada Gambar 2 .
23
Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber: (Coelli, et. all. 1998) Komponen dari model frontier yaitu f(xβ) yang digambarkan dengan mengaplikasikan asumsi deminising return to scale. Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa aktivitas produksi dari dua petani diwakili oleh simbol i dan j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan tetapi output batas (frontier) dari petani i adalah yi* melampaui nilai pada fungsi produksi f(xβ). Hal ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif. Sementara itu, petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil aktual sebesar yj. Akan tetapi hasil batas (frontier) j adalah yj* yang berada dibawah bagian fungsi produksi. Kondisi ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi bernilai negatif. Output frontier i dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak teramati. Kondisi ini menggambarkan bagian deterministik pada fungsi stokastik frontier berada diantara output frontier (Coelli et al, 1998).
24
3.1.4 Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Pelaku
agribisnis
(petani)
akan
selalu
berusaha
untuk
dapat
mengalokasikan input-input (faktor produksi) seefeisien mungkin agar dapat memperoleh produksi dan hasil maksimum. Dengan kata lain bahwa seorang petani akan berusaha untuk mencapai efisiensi sehingga mendapatkan keuntungan yang maksimal. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Menurut farrel dalam Coelli et al. (1998) mengemukakan dua konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dan efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan dari usahatani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah penggunaan input tertentu. Sedangkan efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas. Pendekatan untuk efisiensi dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu dari sisi input (alokasi pendekatan penggunaan input) dan sisi output (alokasi output yang dihasilkan). Pendekatan dari sisi input memerlukan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Sedangkan sisi output merupakan pendekatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan. Kondisi pendekatan berorientasi input (Gambar 3), isoquant yang menunjukkan efisiensi penuh di gambarkan oleh kurva SS’. Jika perusahaan menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi satu unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan dari jarak Q ke P. Pada jarak tersebut sebenarnya jumlah input yang digunakan dapat dikurangi untuk memperoleh jumlah output yang sama.
25
x2/y
P
S
Q
A Q’
S’
R
0
A’
x1/y
Keterangan : P = input Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q’ = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA’ = kurva rasio harga input SS’ = isoquant fully efficient Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Coelli et al (1998) Menurut Daryanto (2002), terdapat dua pendekatan alternatif untuk menguji sumber-sumber inefisiensi teknis. Pertama ialah dengan prosedur dua tahap. Tahap pertama terkait dengan pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan. Tahap kedua, pendugaan terhadap regresi inefisiensi dugaan dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang di asumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua
adalah efek
inefisiensi dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelskan inefisiensi dalam proses produksi. 3.1.5 Konsep Pendapatan Usahatani Dilakukannya analisis pendapatan terhadap usahatani ialah bertujuan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani yang kemudian dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk usahatani 26
tersebut. Selain itu dengan menganalisis pendapatan usahatani juga dapat mengukur keberhasilan usahatani. Soekartawi et al (1985) mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan: 1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani. 2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. 4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotorusahatani dengan pengeluaran total usahatani. Dengan adanya analisis pendapatan usahatani petani dapat mengetahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produki dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa megeluarkan uang tunai seperti sewalahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh
27
jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar produksi maka semakin besar pula biaya variabel. Biaya variabel meliputi biaya untuk benih, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan kotor mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponennya. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerjapetani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani. Selain analisis R/C rasio yang menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yangdikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila nilai rasio R/C lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sebaliknya, apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari satu, artinya tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai rasio R/C sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Sayur-sayuran merupakan komoditi yang permintaanya terus meningkat sebagaimana telah disampaikan sebelumnya. Permintaan yang tinggi tersebut tidak disertai dengan produksi (penawaran sayuran yang tinggi sehingga untuk memenuhi permintaan dalam negeri pemerintah melakukan impor.Terus menambah permintaan akan sayuran, Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mulai menyerukan GEMA Sayuran yaitu kegiatan promosi dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk sayuran nasional yaitu sayuran produksi petani Indonesia sehingga dapat
28
meningkatkan
konsumsi
sayuran
masyarakat
dan
pada
akhirnya
akan
meningkatkan pendapatan petani. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang fokus pada program pertanian, beberapa di antanya program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Caisim merupakan komoditi hortikultura yang banyak digemari untuk ditanam karena umur panen caisim yang relatif singkat, termasuk jenis tanaman yang tahan terhadap hujan sehingga dapat dibudidayakan sepanjang tahun (tersedia air yang cukup) dan tahan terhadap suhu yang tinggi. Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran rendah di Bogor yang memproduksi sayur-sayuran dalam jumlah besar termasuk caisim. Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah desa dengan produksi sayuran tertinggi di Kecamatan Cibungbulang, termasuk juga untuk komoditi caisim. Tujuan utama kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani sebagai pelaku agribisnis komersial yaitu keuntungan. Keuntungan akan diperoleh tergantung dengan berbagai hal yaitu jumlah dan penggunaan input, harga input, jumlah output dan harga output. Penggunaan input dan harga input dapat diidentifikasi biaya produksi sedangkan dari jumlah output dan harga output dapat mengidentifikasi penerimaan sehingga dari keduanya dapat melihat pendapatan usahatani. Selain itu, dari sisi hubungan dari penggunaan input terhadap jumlah output yang dihasilkan dapat dilihat efisiensi teknis dimana efisiensi teknis tersebut juga dipengaruhi oleh inefisiensi (faktor lain) sehinga dari berbagai kerangka tersebut mampu menganalisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani caisim dan mampu memberikan rekomendasi usahatani yang efisien secara teknis dan memberikan keuntungan maksimal bagi petani.
29
GEMA Sayuran 2010
Produksi sayuran meningkat sehingga pendapatan petani meningkat
Kabupaten Bogor :program peningkatan ketahanan pangan dan pengembang an agribisnis
Caisim : berkontribusi
besar terhadap produksi sayuran segar di Indonesia, dapat dibudidayakan sepanjang tahun dan relatif tahan terhadap hujan
Kecamatan Cibungbulang : Salah satu sentra produksi sayuran. Desa Ciaruteun Ilir : Desa dengan produksi caisim terbesar di Kecamatan Cibungbulang.
Penggunaan input : Lahan, Bibit, Tenaga Kerja, dan lainlain.
Harga Input
Biaya Produksi
Harga Output
Jumlah Output
Penerimaan Pendapatan, R/C rasio
Efisiensi Teknis Faktor lain : Umur petani, pengalaman berusahatani, pendidikan, pendapatan di luar usahatani, umur bibit, status kepemilikan lahan.
Rekomendasi usahatani yang efisien secara tenis dan memberikan keuntungan maksimal
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir 30