23
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Komunikasi dan Proses Komunikasi a. Komunikasi Mengusahakan suatu komunikasi yang baik dalam suatu organisasi merupakan hal penting. Ada berbagai defenisi yang dibuat untuk merumuskan makna komunikasi yang pada dasarnya menyatakan bahwa komunikasi
merupakan
suatu
proses
saat
orang
berusaha
untuk
menyampaikan informasi dan mendapatkan hal – hal yang menjadi sasarannya. Proses itu melibatkan pengirim, pesan, saluran, penerima, dan akibat komunikasi (Tondowijodjo, 2002: 14). Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah: “Proses di mana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang – perangsang (biasanya lambang – lambang dalam bentuk kata – kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan) (Effendy, 2003:2)”. Defenisi komunikasi yang sejalan
dengan
pendapat
Hovland
yaitu
batasan
pengertian
yang
dikemukakan oleh Harold D. Lasswell, mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan – pertanyaan berikut ini: “ Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect. Pertanyaan tersebut dapat kita jawab, dan jawaban ini merupakan
23
24
unsur-unsur
komunikasi
yang
dalam
bahasa
komunikasi
disebut:
Komunikator, pesan, media, komunikan, efek. Bahwa komunikasi merupakan proses menyampaikan informasi dari satu orang ke orang lain atau dari satu perusahaan kepada orang – orang yang membutuhkan informasi tersebut, baik karyawan dan lain sebagainya, yang melibatkan pengirim atau disebut komunikator, pesan, saluran, penerima (komunikan), dan akibat komunikasi (efek). Tujuannya mencapai kesamaan dalam upaya merubah tingkah laku orang – orang yang terlibat dalam proses tersebut. Berbicara tentang komunikasi yang efektif, menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, seperti yang dukutip dalam Rakhmat (2007: 13), paling tidak menimbulkan lima hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Artinya dasar pengertian yang terbangun dalam proses komunikasi selanjutnya akan menimbulkan kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik, dan akhirnya pada tahap saling mengerti atas tindakan yang menunjukkan sikap mau dan mampu menerima masing – masing pada keadaan ketika komunikasi tersebut berlangsung atau pada tahap berkelanjutan melalui pelbagai tindakan dan keadaan yang memungkinkan untuk hal tersebut. Tindakan saling mengerti akan mudah mengubah sikap dan menumbuhkan hubungan baik.
25
b. Proses Komunikasi Dari berbagai defenisi komunikasi yang telah di ketengahkan oleh para ahli sebagaimana telah diuraikan tadi dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi
adalah
proses
penyampaian
lambang-lambang
yang
mengandung pengertian yang sama oleh seseorang kepada orang lain, baik dengan maksud agar mengerti, maupun agar berubah tingkah lakunya (Effendy, 2003: 7). Effendy, seperti yang peneliti kutip dalam Ruslan (2005: 20), menyatakan bahwa teknik dan proses dalam komunikasi adalah suatu cara atau seni untuk menyampaikan pesan (message) dua arah atau timbal balik (reciprocal two way traffic communication) yang dilakukan oleh komunikator sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator adalah suatu pernyataan sebagai paduan antara buah pikiran dan perasaan (cognitive and affective) yang dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, anjuran, persuasi, publikasi, berita, dan sebagainya. Pesan yang disampaikan itu bisa menghasilkan suatu reaksi berupa tindakan (action), sikap, atau perilaku tertentu (behavior) setelah menerima pesan (message), apakah mendukung (proponent), menentang (opponent) atau tidak peduli (uncommitted), sebagai reaksi yang muncul dalam proses itu.
26
Pada dasarnya setiap orang melakukan komunikasi, sehingga kegiatan komunikasi dalam manajemen tidak menarik perhatian. Tanggung jawab komunikasi dalam organisasi tetap berada di tangan direksi, karena kebijaksanaannya yang harus dijabarkan di dalam kegiatan komunikasi organisasi. Dalam hal menentukan kebijaksanaan, hal yang harus diperhatikan adalah penentuan sasaran, perencanaan, dan keputusan – keputusan. Sedangkan dalam memimpin dan menyelanggarakan kegiatan organisasi,
yang
harus
dikomunikasikan
adalah
penugasan
dan
pengendalian. Keterampilan utama yang harus dimiliki direksi adalah mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan ini harus selalu dikembangkan. Lambang – lambang yang dipergunakan dalam komunikasi dapat berbentuk verbal atau non – verbal. Komunikasi verbal (verbal communication) adalah komunikasi yang menggunakan lambang bahasa, baik bahasa lisan , maupun bahasa tulisan. Komunikasi non-verbal (non – verbal communication) adalah komunikasi yang menggunakan lambang – lambang yang bukan bahasa, umpamanya kial (gesture), isyarat dengan menggunakan alat, gambar, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi verbal, yakni komunikasi dengan menggunakan bahasa lisan maupun tertulis guna pelaksanaan
27
capaian keberhasilan kerja di Hotel Emerald Garden Medan. Baik dalam bentuk pengarahan, instruksi, koordinasi kerja dan berbagai bentuk kegiatan komunikasi lain yang dilaksanakan dengan tujuan mencapai rencana kerja secara baik.
c. Komunikasi Horizontal dan Vertikal Setiap organisasi harus mempunyai program yang rinci tentang komunikasi horizontal dan vertikal, baik ke atas maupun yang ke bawah. Ke atas: karyawan harus dapat mengemukakan pendapatnya tentang organisasi dan menyumbangkan pemikiran tentang pekerjaan melalui kelompok kerja atau komisi keselamatan kerja, perwakilan atau dewan karyawan, dll. Ke bawah, tujuan komunikasi adalah pemahaman dan penerimaan dari pihak karyawan tentang rencana dan kebijaksanaan organisasi, hal inilah yang menjadi titik utama penelitian ini dengan pendekatan komunikasi antar pribadi untuk mendukung keberhasilan kepemimpinan di Hotel Emerald Garden Medan. Untuk itu diperlukan pelatihan komunikasi bagi para manajer dan pimpinan. Salah satunya kata dan perbuatan dalam komunikasi, keterbukaan mengenai nasib dan masa depan para karyawan, pemanfaatan rapat umum,
28
majalah perusahaan, edaran dan sarana lain yang serupa dapat meningkatkan komunikasi untuk karyawan. Horizontal, sasaran dari komunikasi adalah untuk mencapai koordinasi dan pemahaman antar bagian dalam organisasi melalui skema yang jelas dari organisasi yang menunjukkan hubungan antar bagian dan karyawan, hadirnya perwakilan satu bagian dalam rapat dari bagian yang lain, dan dorongan agar saling berpartisipasi secara wajar. Berupaya memanfaatkan kesempatan tatap muka antar karyawan (Tondowidjojo, 2002: 25).
2.2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) Untuk memberikan batasan tentang komunikasi antar pribadi tidaklah mudah. Disebabkan perbedaan definisi komunikasi antar pribadi sebagai proses komunikasi yang sedang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Sementara pertanyaan lain menitikberatkan pada proses komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih akan tetapi bermedia, seperti telepon dan surat menyurat yang sifatnya lebih personal. Everet M. Rogers, memberikan batasan bahwa proses komunikasi yang menggunakan telepon kurang kena bila digolongkan sebagai komunikasi massa atau komunikasi antar pribadi. Tetapi sarjana Amerika lainnya Mc – Croskey memasukkan peralatan komunikasi yang menggunakan gelombang
29
dan cahaya seperti halnya telepon dan telex sebagai saluran komunikasi antar pribadi. Sebab inilah memunculkan kelompok yang lebih senang memakai istilah komunikasi antarpribadi yang beralat (memakai media mekanik) dan komunikasi antarpribadi yang tidak beralat (berlangsung tatap muka) (Cangara, 2007: 33). Alo liliweri (2007:105), menyatakan salah satu cara yang tepat untuk mendefinisikan komunikasi antarpribadi adalah membandingkan dia dengan bentuk – bentuk komunikasi lain. Dengan cara tersebut maka perbandingan itu akan meliputi penyelidikan tentang berapa banyak orang yang terlibat dalam komunikasi, bagaimana jarak fisik satu orang dengan sesama yang lain, berapa banyak saluran sensoris yang digunakan, dan bagaimana sifat umpan balik. Umumnya disebutkan bahwa komunikasi antar pribadi berbeda dengan bentuk komunikasi lain, terutama dalam hal jumlah para partisipan atau para interaktor. Komunikasi antar pribadi sering dibilang dyad melibatkan antara dua orang atau tiga orang partisipan, jarak fisik di antara mereka sangat dekat, partisipan banyak menggunakan saluran sensoris, dan sifat umpan baliknya segera. Satu catatan penting tentang definisi komunikasi antar pribadi berdasarkan pandangan kontekstual (contextual view) bahwa: komunikasi lebih mengutamakan konteks di mana komunikasi antara para peserta dilakukan.
30
Komunikasi antarpribadi (termasuk komunikasi dalam organisasi) tidak terjadi dalam suatu ruangan yang terisolasi. Komunikasi antar pribadi tersebut selalu terjadi dan berlangsung dalam konteks tertentu, yakni (Liliweri, 2007: 108): 1. Konteks psikologis, dalam konteks ini komunikasi antarpribadi membuat anda mengkomunikasikan kebutuhan anda, keingnan, nilai – nilai, dan bahkan
kepribadian
anda
sendiri.
Jadi
komunikasi
psikologis
mengisyaratkan penyertaan suasana psikologis dari individu. Kata ‘anda’ dalam suatu komunikasi antar pribadi merujuk pada ‘ada orang lain’ yang berpartisipasi dalam interaksi antar manusia. 2. Konteks relasional, komunikasi antarpribadi terletak pada konteks ini karena komunikasi tidak hanya memperdulikan kepentingan anda tetapi anda juga harus memperdulikan reaksi orang lain terhadap anda. Jadi komunikasi antar pribadi itu bersifat timbal balik. 3. Konteks situasional, komunikasi terletak pada konteks psikososial, karena meskipun komunikasi itu berasal dari anda namun anda sebagai pribadi ada dalam suatu masyarakat (individual in society). Komunikasi antar pribadi itu dalam suasana yang berbeda – beda menurut ‘ruang sosial atau ruang psikologis’ manusia. Karena itu maka orang dapat membedakan
31
komunikasi antar pribadi yang lajim dilakukan di kantor, di gereja, di mesjid, di sekolah, dan lain sebagainya. 4. Konteks lingkungan, komunikasi antarpribadi ada di dalam dan terjadi dalam suatu lingkungan fisik, lingkungan alam tertentu. Komunikasi itu ada di lokasi tertentu, di tempat yang suhu udaranya dingin atau panas, di lingkungan yang berkaitan dengan waktu siang atau malam, atau pada musim tertentu. 5. Konteks budaya, komunikasi antarpribadi itu ada di dalam suatu konteks budaya sehingga meliputi perilaku budaya tertentu yang dapat dipelajari dan dipertukarkan. Jadi komunikasi antar pribadi itu ada dalam pengaruh nilai, norma, aturan budaya para partisipasn atau masyarakat (konteks sosial) yang mempengaruhi interaksi.
a. Fungsi Komunikai Antarpribadi Fungsi komunikasi antar pribadi meliputi upaya menumbuhkan informasi, membangun suatu konteks pemahaman, membentuk identitas, memenuhi kebutuhan antar pribadi (Liliweri, 2007:110), diuraikan sebagai berikut:
32
1) Menumbuhkan informasi, bahwa harapan waktu kita berkomunikasi antarpribadi adalah untuk menumbuhkan pengetahuan tentang orang lain, oleh karena itu kita dapat berinteraksi dengan mereka secara efektif. Kita dapat meramalkan bagaimana orang lain itu berpikir, merasakan dan bertindak jika kita tahu siapa mereka. Bagaimana menumbuhkan informasi tentang orang lain? Kita menambah informasi secara pasif dengan cara mengamati mereka dan secara aktif dengan menanyakan melalui orang lain siapakah dia, atau secara interaktif langsung mendekati dia secara langsung. 2) Membangun suatu konteks pemahaman, dalam komunikasi antarpribadi kita berkomunikasi untuk menolong diri sendiri supaya lebih mengerti tentang apa yang orang katakana dalam konteks tertentu, kata – kata yang kita ucapkan amat berbeda dengan oleh orang lain, itu tergandung dari bagaimana kata – kata itu diartikan dalam satu konteks. Bagaimana isi pesan (content messages) dan bagaimana pesan itu dikatakan (relationship messages). Kedua bentuk pesan ini dikirimkan secara bersamaan (simultan) tetapi tiap – tiapnya mempengaruhi makna dalam komunikasi. 3) Membentuk identitas, salah satu tujuan dari komunikasi antarpribadi yakni, membentuk sebuah identitas. Peranan yang dimainkan dalam relasi dengan orang lain menolong kita membangun identitas. Dengan identitas
33
itu kita menampilkan wajah kita kepada publik sehingga mereka mempunyai gambaran tentang diri kita. Kedua aspek, peran dan tampilan itu dibentuk berdasarkan pada bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. 4) Memenuhi kebutuhan antarpribadi, akhirnya kita harus mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi berfungsi: (1) kita ingin mengatakan kebutuhan kita kepada orang lain; atau (2) kita ingin mendengarkan kebutuhan orang lain. William Schutz dalam teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientation) telah mengidentifikasikan tiga kebutuhan manusia, yakni: (1) Inklusi, adalah kebutuhan untuk terlibat bersama dengan orang lain; (2) Kontrol, adalah kebutuhan untuk mengontrol, mengawasi, bahkan menguasai
orang
lain;
(3)
Afeksi,
adalah
kebutuhan
untuk
mengembangkan relasi dengan orang lain, kebutuhan untuk dikasihi orang lain.
b. Pengembangan Relasi dalam Komunikasi Antarpribadi Dalam perkembangan relasi antar orang – orang yang terlibat dalam proses komunikasi antar pribadi menunjukkan perkembangan tentang hubungan antar mereka. Tahap – tahap relasi dalam model relasi Mark Knapp (Liliweri, 2007: 112), digambarkan dari tahap perkenalan (intiation), sebagai
34
tahap yang sangat singkat jika diperhitungkan dari segi waktu hanya terhjadi selama lebih kurang 15 menit. Kesan yang muncul adalah hanya memberikan kesan yang menyenangkan bagi orang lain. Dengan standar umum seperti salam, sapaan, atau pengamatan setiap tampilan orang lain atau sekedar melihat keramah tamahannya saja. Kemudian pada tahap kedua tahap mengalami relasi (experimenting), dimana pada tahap ini individu akan mengajukan pertanyaan pada orang lain, tujuannya memberikan atau mencari informasi tentang mereka dan kemudian individu akan menetapkan melanjutkan atau menghentikan relasi yang sudah terjalin tersebut. Pada tahap ketiga tahap membuat relasi lebih intensif (intensifying), pada tahap ini ada self – disclosure atau individu akan membuka diri sehinga dia menjadi bagian dari atau sama dengan para interaktor. Ini tahap yang makin intensif, dalam hubungan yang bersifat lebih tidak formal, dengan tingkat keakraban yang terjalin antara interaktor dengan individu lainnya yang terlibat dalam keadaan seperti ini. Banyak pernyataan yang dibuat berfungsi untuk meningkatkan keterikatan pada hubungan. Tahap keempat, tahap mengintegrasikan (integrating), pada tahap ini setiap individu berusaha menjadi pasangan yang baik, dia berusaha mengintegrasikan kesamaan – kesamaan. Mulai sepakat untuk melakukan sesuatu bersama – sama dan menjadikannya sebagai sesuatu yang penting. Hal ini agar orang lain melihat mereka sebagai pasangan,
35
pertukaran tentang identitas dalam relasi mulai terbentuk pada tahap ini. Pada tahap kelima, sebagai tahap ralasi yang mengikat (bonding), ditunjukkan dengan ciri relasi yang terjadi menjadi lebih formal, kadang – kadang bersifat legal atau mengikuti aturan, komunitas lain umumnya sudah tahu bahwa ada relasi yang mereka bentuk. Contoh orang membedakan relasi dari sekedar best friend atau teman baik, atau mitra bisnis yang diantara mereka tercipta persetujuan. Atau perkembangan dari tahap relasi romantis menjadi pertunangan dan perkawinan membentuk keluarga. Banyak relasi diperkaya pada tahap ini. Pada perkembangan relasi yang sudah menjadi tahap ikatan antara orang – orang yang terlibat di dalam proses komunikasi itu, menurut Knapp (Lilweri, 2007: 114), perlu juga memperhatikan dan mempertimbangkan kapan dan karena alasan apa relasi itu harus diakhiri. Tahap diferensiasi (differentiating),pada tahap ini mulai ada penekanan pada aspek ‘aku’ daripada sebelumnya ‘kita’. Dengan kata lain individu mulai menunjukkan bahwa dirinya ada dan berbeda dengan orang lain yang telah bergaul dengan dia selama ini. Mereka mulai mengembangkan hobi dan aktivitas yang berbeda – beda. Relasi dapat dilanjutkan untuk memecahkan masalah – masalah bersama, atau pada tahap ini muncul isyarat kemungkinan lainnya untuk
mengakhiri
hubungan tersebut
karena berbagai alasan
yang
36
menunjukkan
perbedaan
mendasar
dalam
keadaan
tersebut.
Tahap
pengakhiran relasi (terminating) datang secara alamiah, secara fisik masing – masing membuat jarak fisik atau sosial. Ada dualisme ‘kau’ atau ‘saya’ melalui perpisahan, akhir dari relasi itu bisa positif bisa juga negatif.
2.3. Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan aspek yang tidak dapat terpisahkan dengan organisasi termasuk perusahaan sebagai bagian dari persekuatuan manusia untuk mencapai rencana yang sudah ditetapkan. Perusahaan memerlukan pemimpin dalam mencapai tujuannya dan pemimpin ada di dalam organisasi guna melaksanakan dan menjalankan fungsi – fungsi tersebut. Kepemimpinan merupakan upaya yang menyeluruh dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan suatu perusahaan. Seorang pimpinan dipilih sesuai dengan kualitas dan standar tertentu yang dihadapkan pada kenyataan tentang tugas, tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepadanya dalam menkoordinasikan antar berbagai elemen – elemen dalam perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni keberhasilan perusahaan. Pimpinan memberikan arahan dan mengawasi pelaksanaan kerja baik secara individu mapun kelompok. Ketika kepemimpinan dianggap sebagai upaya yang sistematis, meliputi kegiatan sebagai berikut: kepemimpinan merupakan seni mengkoordinasikan dan
37
memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Danim, 2004:55). Peter F. Drucker mengemukakan ada empat hal sederhana yang kita ketahui tentang kepemimpinan (Wirjono, 2006: 4): 1. Satu – satunya definisi tentang pemimpin ialah seseorang yang mempunyai pengikut. Beberapa orang adalah pemikir. Tanpa ada pengikut tidak akan ada pimpinan. 2. Seorang pemimpin yang efektif bukanlah seseorang yang disayangi atau dikagumi. Dia adalah seseorang berbuat benar dalam rangka mencapai rencana kerja yang ada. Popularitas bukanlah kepemimpinan, hasil yang dicapai itulah kepemimpinan. 3. Pemimpin – pemimpin terlihat dengan jelas, oleh karena itu mereka dapat memberikan contoh kepada orang lain. 4. Kepemimpinan bukanlah pangkat, hak istimewa, gelar atau uang, kepemimpinan adalah tanggung jawab. Bahwa kepemimpinan adalah seni mengkoordinasikan orang lain, yakni para karyawan dalam upaya mencapai rencana kerja di dalam bidang kerja dan jasa perhotelan di Emerald Garden, sesuai dengan lokasi penelitian ini. Pemimpin adalah contoh sebagai ikutan bagi para karyawan yang dalam kepemimpinan tersebut bertanggung jawab terhadap capaian dan dengan cara bagaimana memperbaiki kinerja secara keseluruhan nantinya dengan
38
memberdayakan karyawan secara optimal. Populartitas bukanlah tujuan dari proses kepemimpinan akan tetapi bagaimana dengan popularitas itu mereka dapat mencapai rencana kerja secara menyeluruh hinga menunjukkan prestasi kerja secara berkesinambungan. Lebih jauh, dalam memberikan pengertian kepemimpinan dalam James A.F. Stoner, e.l., (2003: 161), meliputi empat faktor penting di dalamnya, sebagai berikut: 1) Kepemimpinan melibatkan orang lain, karyawan atau pengikut. Dengan kemauan mereka menerima pengarahan dari pimpinan, anggota kelompok membantu mendefinisikan status pemimpin dan membuat proses kepemimpinan menjadi mungkin, tanpa orang yang dipimpin, semua mutu kepemimpinan dari seorang manajer menjadi tidak relevan. 2) Kepemimpinan melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pimpinan dan anggota kelompok. Anggota kelompok bukannya tanpa kekuasaan, mereka dapat dan membantuk aktivitas kelompok dengan berbagai cara. Sekalipun demikian pemimpin biasanya mempunyai kekuasaan yang lebih besar. 3) Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku pengikut dengan berbagai cara.
39
4) Kepemimpinan adalah mengenai nilai. James Mc Gregor Burns mengatakan bahwa pemimpin yang mengabaikan komponen moral kepemimpinan mungkin dalam sejarah dikenang sebagai penjahat atau lebih jelek lagi. Kepemimpinan yang efektif menurut Peter F. Drucker, memiliki perilaku yang sama, yaitu (2003: 5): 1) mereka tidak bertanya “apa yang saya kehendaki?” melainkan apa yang perlu dilakukan”. 2) mereka bertanya apa yang dapat dan harus saya lakukan untuk membuat perbedaan? 3) mereka selalu bertanya, “apa misi dan tujuan organisasi?” 4) mereka memiliki toleransi yang kuat terhadapa kebhinekaan orang, tetapi sangat tidak toleran bila berkaitan dengan kinerja, standar dan nilai – nilai seseorang. 5) mereka tidak takut kepada kekuatan yang dimiliki rekan – rekannya. 6) mereka memiliki keyakinan diri bahwa diri mereka adalah tipe orang yang dihormati dan dipercaya. Dengan demikian mereka memperkuat diri untuk tidak melakukan hal – hal yang populer tetapi tidak benar.
40
Dari definisi – definisi ini memberikan gambaran yang cukup luas dan mendalam tentang kepemimpinan, dapat ditarik kesimpulan secara umum adalah sebagai berikut: 1)
Kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu untuk mengkoordinasikan dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2)
Aktivitas pimpinan antara lain terjelma dalam bentuk memberi perintah, membimbing dan mempengaruhi kelompok kerja atau orang lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
3)
Aktivitas pemimpin dapat dilukiskan sebagai seni (art) dan bukan ilmu (science) untuk mengkoordinasikan dan memberi arah kepada anggota kelompok dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
4)
Memimpin adalah mengambil inisiatif dalam rangka situasi sosial (bukan perseorangan) untuk membuat prakarsa baru, menentukan prosedur, merancang perbuatan dan segenap kreatifitas lain dan karena itu pulalah tujuan organisasi akan tercapai.
5)
Pimpinan selalu berada dalam situasi sosial, sebab kepemimpinan pada hakikatnya adalah hubungan antara individu dengan individu
41
atau kelompok lain. Individu atau kelompok tertentu disebut pimpinan dan individu atau kelompok lain disebut bawahan. 6)
Pimpinan tidak memisahkan diri dari kelompoknya. Pimpinan bekerja dengan orang lain, bekerja melalui orang lain atau keduanya. Hingga terbangun relasi yang harmonis, yang saling membutuhkan antara mereka dalam proses pencapaian rencana perusahaan secara menyeluruh.
7)
Pimpinan adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri dan mampu menggunakan kelebihan para bawahannya dalam mencapai tujuan, tidak menjadikan mereka sebagai kekuatan yang membahayakan dalam tugas tersebut.
a. Gaya Kepemimpinan Fungsi
kepemimpinan
berhubungan
dengan
tugas
dan
pemeliharaan kelompok cenderung diekspresikan dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Menurut Stoner, gaya pimpinan ini dapat dilihat sebagai berikut (2003: 165): 1) Manajer yang memiliki gaya berorientasi pada tugas mengawasi karyawan untuk secara ketat memastikan tugas dilaksanakan dengan memuaskan.
42
2) Manajer yang memiliki gaya berorientasi pada karyawan lebih menekankan pada motivasi ketimbang mengendalikan bawahan. Mereka mencari hubunga bersahabat, saling percaya dan saling menghargai dengan karyawan, yang sering kali diizinkan untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mempengaruhi mereka. Hampir sama dengan itu, gaya kepemimpinan sebagai ciri tertentu atau ciri khas seseorang menurut Danim (2004: 75) dapat dibedakan menjadi: 1) Pemimpin otokratik dapat diartikan sebagai pimpinan yang bertindak sesuai dengan kemuan sendiri (otoriter). Sikapnya senantiasa mau menang sendiri, tertutup terhadap ide dari luar dan hanya idenya dianggap akurat. Pemimpin otokratik memiliki ciri – ciri antara lain: a. Beban kerja organisasi pada umumnya ditanggung oleh pimpinan. b. Bawahan, oleh pimpinan hanya dianggap sebagai pelaksana dan mereka tidak boleh memberikan ide – ide baru. c. Bekerja dengan sangat disiplin tinggi, bekerja keras dan tidak kenal lelah. d. Menentukan kebijakan sendiri dan kalaupun bermusyawarah sifatnya hanya penawaran saja.
43
e. Memiliki kepercayaan rendah terhadap bawahan dan kalaupun ada, di dalam dirinya penuh dengan ketidakpercayaan. f. Komunikasi dilakukan secara tertutup satu arah. g. Korektif dan minta penyelesaian tugas pada waktu sekarang. 2) Pimpinan demokratis, mengutamakan keterbukaan dan keinginan untuk memposisikan pekerjaan dari, oleh dan untuk bersama. Melaksanakan interaksi dinamis, pemimpin dengan gaya seperti ini percaya bahwa dinamisasi dalam perusahaan akan mampu mencapai hasil yang maksimal (Danim, 2004: 75). 3) Kepemimpinan permisif, merupakan tipe atau gaya seorang pimpinan yang meng – ya – kan, tidak mau ambil pusing, tidak bersikap dalam makna sikap sesungguhnya. Ciri – ciri pimpinan seperti ini adalah: a. Tidak ada pegangan yang kuat dan kepercayaan rendah pada diri sendiri. b. Mengyakan semua saran. c. Lambat dalam membuat keputusan. d. Banyak mengambil muka kepada bawahan. e. Ramah dan tidak menyakiti bawahan.
44
b. Perilaku Kepemimpinan Kepemimpinan adalah suatu seni (leadership in an art), pemimpin profesional adalah seorang seniman dalam memimpin. Semakin terarmpil seorang pemimpin maka akan memudahkan dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Robert L. Kantz seperti yang dikutip dalam Danim (2004: 77) mengatakan bahwa keterampilan berhubungan dengan perilaku dalam kepemimpinan, meliputi: (1) keterampilan teknis (technical skill), (2) keterampilan hubungan manusia (human relations skill), (3) keterampilan konseptual (conceptual skill). Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan dapat dilihat sebagai berikut, meliputi: a. Pendekatan perilaku membahas orientasi atau identifikasi pemimpin. Aspek pertama pendekatkan kepemimpinan menekankan pada fungsi – fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan efektif, seseorang harus menjalankan dua fungsi utama dalam kepempimpinannya: (1) fungsi – fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah, dan; (2) fungsi – fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau social (Handoko, 200: 299).
45
b. Pandangan kedua tentang perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan. (1) gaya dengan orientasi tugas (task oriented), pimpinan mengawasi dan mengarahkan bawahan
secara
tertutup untuk
menjamin
bahwa
tugas
yang
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkannnya; (2) orientasi karyawan (employee oriented), mencoba untuk lebih memotivasi karyawan dibanding mengawasi mereka.
c. Kerangka Perspektif Kepemimpinan Arthur Jago (Liliweri, 2007:152) mengembangkan beberapa perspektif (sudut pandang) penting yang mengkaji konsp kepemimpinan, antara lain: 1) Perspektif berdasarkan focus pandangan, melihat perangai dan perilaku pimpinan, perspektif perangai selalu memandang kepempimpinan sebagai satuan karakteristik perangai yang relatif stabil yang dimiliki seorang pempimpin. Diyakini seorang pimpinan memiliki karakteristik – karakteristik perangai internal tertentu yang menjadi syarat bagi dia untuk disebut sebagai seorang pimpinan yang efektif. Perspektif perilaku, memandang perilaku eksternal pimpinan, perilaku yang dapat diamati. Perspektif ini lebih mementingkan tindakan eksternal seorang pemimpin sebagai individu sekaligus menggambarkan karakteristik internal individu.
46
2) Dimensi pola pendekatan, hakikat kepemimpinan sebagai perspektif universal, terletak pada pernyataan bahwa ‘hanya ada satu jalan terbaik’ untuk mempimpin, bahwa kepemimpinan yang efektif selalu dapat berperan pada situasi dan kondisi organisasi yang berbeda – beda. Kepemimpinan juga sangat bergantung pada siatuasi dan kondisi yang memungkinkan seorang pemimpin atau sekolompok pemimpin tampil dengan kepemimpinan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam perspektif kepemimpinan, termasuk di dalam kepemimpinan di Hotel Emerald Garden Medan, sebagai penyedia jasa perhotelan, siatuasi dan kondisi kerja sangat dimungkinkan menjadi pertimbangan bagi para pimpinan untuk bertindak kepada karyawan dalam rangka mencapai pelaksanaan rencana kerja secara maksimal. Bila dimungkinakan tindakan represif juga menjadi bagian dari tugas pimpinan dengan wewenang yang mereka miliki. Penghargaan terhadap kepemimpinan juga menjadi penting untuk diperhatikan dalam rangka membangun suasana kerja dan keadaan yang stabil. Tidak hanya pimpinan yang harus memperhatikan karyawan, akan tetapi juga berlaku sebaliknya, para karyawan tetap mempertimbangkan sisi psikososial pimpinan mereka dalam capaian kerja yang akan dituju.