BAB II URAIAN TEORITIS
II.1. S-R Barangkali istilah S-R merupakan istilah yang salah, karena sebenarnya semua penggunaan penjelasan S-R yang mutakhir mengakui adanya intervensi organisme antara stimulus dan respons, sehingga dipakai istilah S-O-R. Karena itu, penjelasan S-R mengandung karakteristik urutan input - throughput - output (masukan-dalaman-keluaran). Jarang penjelasan psikologi mutakhir mau berusaha meramalkan respons tertentu dengan mempertimbangkan hanya stimuli khusus saja. Akan tetapi, penjelasan itu akan memperhitungkan penerimaan dan pengolahan stimuli yang internal, yang seterusnya diubah ke dalam beberapa respons ataupun seperangkat respons yang dapat diamati (Fisher,1986:196). Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian menjadi juga teori komunikasi, tidak mengherankan, karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi (Effendy,1993:254). Hampir seluruhnya, mediasi organisme dalam penjelasan teori ini merupakan konsep black-box (kotak hitam); yakni, struktur khusus dan fungsi proses antara yang internal dipandang kurang penting dibandingkan dengan proses pengubahan masukan menjadi keluaran. Karena itu, menurut pengertian black-box ini, penjelasan memerlukan pengamatan masukan dan keluaran namun tidak
Universitas Sumatera Utara
menuntut pengamatan langsung pada kegiatan dalam diri organisme yang bersangkutan, sekalipun dapat dilakukan. Pengamatan masukan dan pengamatan berikutnya pada keluaran membawa pada penyimpulan tentang mekanisme internal dari throughput. Respons tidak secara langsung berasal dari stimuli akan tetapi di antarai oleh keadaan internal dalam organisme, manusia. Di samping itu, proses antara ini tidak perlu secara langsung harus diamati, akan tetapi ia dapat disimpulkan dari pengamatan atas masukan dan keluaran, yakni, stimuli dan respons tersebut. Biasanya, hubungan antara stimulus dan respons diwarnai oleh hubungan sebab-akibat. Walaupun demikian, penjelasan S-R tidaklah secara total bersifat kausal, karena penjelasan kausal yang murni tidak akan berlaku bagi fungsi antara yang penting dari keadaan-keadaan internal. Karena itu, penjelasan S-R mengemukakan bahwa organisme menghasilkan perilaku tertentu, jika ada kondisi stimuli tertentu. Maksudnya, keadaan internal organisme berfunsi menghasilkan respons tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa keadaan internal tersebut hanya dapat dikenal dalam artian peran yang dijalankannya dalam menghasilkan perilaku. Tujuan penjelasan S-R berpusat pada ramalan, dan peramalan berpusat pada respons. Sebenarnya respons dianggap sebagai perilaku yang dapat secara langsung diamati. Memang jelas bahwa respons tidak dapat diramalkan sematamata dalam arti sifat fisik stimulus. Respons lebih dapat diuntungkan dengan keadaan internal yang diaktifkan oleh psikologis. Berger dan Lambert (1968:97) mengemukakan bahwa istilah S-R sebenarnya merupakan sebutan yang salah karena mengabaikan variasi yang lebih
Universitas Sumatera Utara
baru dari teori S-R. Lebih lanjut, para pengarang ini mengemukakan bahwa ”psikologi S-R seharusnya paling tidak adalah psikologi S-O-R umpan balik”. Dengan kata lain, penjelasan psikologi yang lengkap dalam kerangka S-R memerlukan adanya keadaan internal dari organisme (O) dan respons pada respons perilaku (umpan balik) dari konsep S-R yang semula. Model Stimulus-Response adalah model komunikasi yang paling mendasar dan sederhana. Model ini mengingatkan kita bahwa apabila ada aksi, maka akan timbul reaksi. Proses ini merupakan bentuk pertukaran informasi yang dapat menimbulkan efek untuk mengubah tindakan komunikasi (communication act). Model Stimulus-Response mengasumsikan bahwa perilaku individu karena kekuatan stimulus yang datang dari luar dirinya, bukan atas dasar motif dan sikap yang dimiliki (Wiryanto,2004:13-15). Model ini kurang lebih dapat berlaku bagi dampak yang diinginkan dan yang tidak diinginkan, meskipun model itu tidak menunjukkan perbedaan antara tanggapan (yang menyiratkan adanya interaksi dengan penerima) dan reaksi (yang menyiratkan tidak adanya pilihan atau interaksi di pihak penerima). McGuire (1973) menunjukkan jenis variabel utama yang berkaitan dengan sumber, isi saluran, penerima, tujuan. Ada alasan untuk mempercayai bahwa pesan yang berasal dari sumber yang berwenang dan dapat dipercayai relatif akan lebih efektif, seperti halnya dengan sumber yang menarik atau dekat (serupa) dengan si penerima. Dampak yang diinginkan juga cenderung lebih mungkin terjadi dalam sejumlah topik yang jauh dari, atau kurang penting bagi penerima. Variabel gaya, jenis himbauan (misalnya emosional atau rasional) serta tatanan dan keseimbangan argumentasi telah terbukti memainkan peran, tetapi terlalu
Universitas Sumatera Utara
bervariasi untuk menopang suatu generalisasi. Faktor saluran menawarkan cakupan generalisasi paling sedikit, tetapi seperti halnya dengan media massa, media cetak dan televisi telah terbukti memiliki dampak tertentu yang berbeda, adakalanya karena alasan yang terbukti sendiri, kadang-kadang karena perbedaan jenis keterikatan audiens. Seperti yang telah diketahui, sejumlah variabel penerima yang jelas mungkin relevan bagi adanya dampak, tetapi barangkali perlu diberikan perhatian khusus pada variabel motivasi, minat dan tingkat pengetahuan (McQuail,1996:234-235). Teori Stimulus-Response ini pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, di mana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat antara pesanpesan media dan reaksi audiens. McQuail (1994:234) menjelaskan elemen-elemen utama dari teori ini adalah : a)pesan (stimulus), b)seorang penerima atau receiver (organisme), dan c)efek (response). Prinsip stimulus-response ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh seperti yang telah dijelaskan di atas. Teori jarum hipodermik memandang bahwa sebuah pemberitaan media massa diibaratkan sebagai obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah audiens, yang kemudian audiens akan bereaksi seperti yang diharapkan. Dalam masyarakat massa, di mana prinsip stimulus respons mengasumsikan bahwa pesan informasi pesiapkan oleh media dan didistribusikan secara sistematis dan dalam skala luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat diterima oleh sejumlah besar individu, bukan
Universitas Sumatera Utara
ditujukan pada orang per orang. Kemudian sejumlah besar individu itu akan merespons pesan informasi tersebut (Bungin,2006:275). Ada dua pemikiran utama di balik konsepsi jarum suntik ini, yaitu : 1. Pandangan yang menyatakan bahwa masyarakat modern yang terdiri dari sekumpulan individu yang telepas satu sama lain dan bertindak sesuai dengan keinginan masing-masing dan sedikit ikatan dan paksaan masyarakat. 2. Pandangan yang menentukan dari media massa sebagaimana kelihatan selama kampanye untuk menggerakkan tingkah laku sesuai dengan keinginan lembaga-lembaga yang berkuasa, baik pemerintah, maupun swasta (pemasang iklan, partai politik). Dalam model Stimulus Respons ini dikenal adanya Mass Society (Masyarakat Massa), dengan uraian sebagai berikut: Anggapan bahwa message disiapkan dan dibagikan dengan sistematis dan secara luas pada waktu yang sama, message ini tersedia bagi setiap orang, tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu. Teknologi memperbanyak message dan distribusi yang tidak memihak diharapkan dapat meningkatkan sambutan dan tanggapan. Sedikit/tidak ada pertimbangan mengenai campur tangan (pengaruh) dari struktur sosial/kelompok dan kontak langsung yang diadakan antara media kampanye dengan indivdu. Semua komunikan dari isi pernyataan adalah sama kedudukannya dalam menimbang atau menilai kecuali sekumpulan orang sebagai pemilik, pembeli atau pendukung.
Universitas Sumatera Utara
Ada anggapan bahwa kontak dari isi pernyataan media akan dihubungkan dengan suatu pengaruh pada tingkat kemungkinan tertentu (Soehoet,2002:27-28).
II.2. Kultivasi Teori Kultivasi juga sering disebut teori pengolahan. Di antara berbagai teori mengenai dampak media jangka panjang, yang paling menonjol adalah hipotesis pengolahan dari Gerbner (1973) yang mengatakan bahwa televisi, di antara berbagai media modern, telah memperoleh tempat yang sedemikian penting dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendominasi ‘lingkungan simbolik’ kita, dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana mengetahui dunia lainnya. Pesan televisi, dalam pandangan mereka, bersifat kkhusus dan menyimpang dari ‘realitas’dalam beberapa hal penting, namun pendadahannya secara terus-menerus menyebabkan penerimaannya sebagai pandangan konsensus tentang masyarakat (Amerika). Bukti utama bagi teori ‘pengolahan’ berasal dari analisis televisi Amerika secara sistematis. Analisis tersebut dilakukan selama beberapa tahun dan menunjukkan distorsi realitas yang konsisten dalam hubungannya dengan keluarga, pekerjaan dan peran, usia lanjut, mati dan kematian, pendidikan, kekerasan dan kejahatan. Isi ini yang memberikan pelajaran tentang hal-hal yang diharapkan dari kehidupan bukanlah pesan yang membesarkan hati, khususnya bagi si miskin, kaum wanita dan minoritas rasial. Perkembangan dan pembahasan ‘pandangan televisi’ ini pada dasarnya mengacu pada proses ‘pengolahan’. Sumber utama kedua dari bukti yang menopang teori tersebut berasal dari survei opini dan sikap yang tampaknya
Universitas Sumatera Utara
mendukung pandangan bahwa banyaknya pemirsa televisi sejalan dengan jenis pandangan dunia yang ditemukan dalam pesan televisi. Ada juga alasan untuk meragukan apakah dampak ‘pengolahan’ akan terjadi di tempat lain selain Amerika Serikat, sebagian karena isi dan penggunaan televisi seringkali berbeda, dan sebagian karena terbatasnya bukti dari negara lain belum sangat menegaskan. Dalam hubungannya dengan citra masyarakat keras, Wober (1978) tidak menemukan adanya dukungan dari data Inggris serta Dobb dan McDonald (1979) melaporkan hal yang serupa dari Kanada. Akan tetapi, studi longitudional yang dilakukan terhadap anak-anak Swedia menyimpulkan bahwa bukti yang dihimpun, apabila tidak langsung mendukung, paling sedikit tidak menyangkal teori Gerbner. Betapa pun nalarnya teori itu hampir tidak mungkin membincangkan kerumitan asumsi hubungan antara struktur simbolis, perilaku audiens, dan pandangan auiens secara meyakinkan karena banyaknya hambatan dan faktor latar belakang sosial yang berpengaruh (McQuail,1996:254-255). Menurut kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama di mana para penonton televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya. Dengan kata lain,persepsi apa yang terbangun di benak Anda tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Ini artinya, melalui kontak Anda dengan televisi, Anda belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasaannya. Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada tematema kekerasan di televisi. Tetapi dalam perkembangannya, ia juga bisa digunakan untuk kajian di luar tema kekerasan. Misalnya, seorang mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
Ameika di sebuah Iniversitas pernah mengadakan pengamatan tentang para pecandu opera sabun (heavy soap opera). Mereka lebih memungkinkan melakukan affairs (menyeleweng), bercerai dan menggugurkan kandungan dari pada mereka yang bukan termasuk kecanduan opera sabun (Dominic,1990). Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Dengan kata lain penilaian, persepsi, opini penonton digiring sedemikian rupa agar sesuai dengan apa yang mereka lihat di televisi. Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai itu antar anggota masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula. Dengan kata lain, media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu meyakininya. Jadi, para pecandu televisi itu akan punya kecenderungan sikap yang sama satu sama lain. Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen sosialisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada apa yang mereka lihat sesungguhnya. Televisi, sebagaimana yang pernah dicermati oleh Gerbner, dianggap sebagai pendominasi “lingkungan simbolik” kita. Sebagaimana McQuail dan Windahl (1993) catat pula, teori kultivasi menganggap bahwa televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gerbner (meminjam isilah Bandura) juga berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan. (Nurudin,2004:157-160).
Universitas Sumatera Utara
Teori kultivasi dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada persepsi, sikap dan nilai-nilai orang. Rata-rata pemirsa menonton televisi empat jam sehari. Pemirsa berat bahkan menonton lebih lama lagi. Tim Gerbner menyatakan bahwa bagi pemirsa berat, televisi pada hakikatnya memonopoli dan memasukkan sumber-sumber informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak dari semua keterbukaan ke pesan-pesan yang sama menghasilkan apa yang oleh para peneliti ini disebut kultivasi, atau pengajaran pandangan bersama tentang dunia sekitar, peran-peran bersama dan nilai-nilai bersama. Gerbner beserta rekan-rekannya merevisi teori kultivasi. Mereka menambahkan dua konsep tambahan – pelaziman dan resonansi. Konsep-konsep ini mempertimbangkan fakta bahwa sering menyaksikan televisi menimbulkan hasil-hasil yang berbeda bagi kelompok sosial yang berbeda. Pelaziman
atau
mainstreaming
dikatakan
terjadi
apabila
sering
menyaksikan televisi menyebabkan pemusatan pandangan seluruh kelompok. Misalnya, baik pemirsa berat dalam kategori penghasilan rendah, maupun dalam penghasilan tinggi mempunyai pendapat yang sama, bahwa ketakutan akan kejahatan adalah masalah pribadi yang sangat serius. Tetapi pemirsa ringan dalam dua kategori tersebut tidak mempunyai pendapat yang sama. Pemirsa ringan televisi yang berpenghasilan rendah cenderung untuk mempunyai pendapat yang sama dengan pemirsa berat dalam dua kategori tadi, bahwa ketakutan akan kejahatan adalah sebuah masalah. Resonansi atau resonance terjadi ketika dampak kultivasi ditingkatkan untuk sekelompok tertentu. Misalnya pemirsa berat di antara laki-laki dan perempuan mempunyai kemungkinan lebih besar daripada pemirsa ringan untuk
Universitas Sumatera Utara
sejtuju bahwa ketakutan akan kejahatan adalah masalah serius. Tetapi kelompok yang setuju paling kuat adalah perempuan yang menjadi penonton berat, karena kerentanan khusus mereka pada kejahatan yang konon “mirip” dengan potret dunia dengan kejahatan yang tinggi yang dilukiskan dalam televisi. Tambahan mainstreaming dan resonance pada teori kultivasi adalah modifikasi pada teori tersebut. Teori tersebut tidak lagi menyatakan keseragaman, dampak televisi untuk semua anggota pada semua pemirsa berat. Sekarang teori itu menyatakan bahwa televisi berinteraksi dengan variabel-variabel lain dalam cara-cara sedemikian rupa sehingga menonton televisi berdampak kuat pada satu sub-kelompok orang dan tidak pada satu sub-kelompok yang lainnya. Perbaikan pada teori kultivasi belakangan ini adalah membagi dampak perbaikan yang mungkin menjadi dampak-dampak pada dua jenis variabel : kepercayaan pada tingkat pertama dan kepercayaan pada tingkat kedua. Kepercayaan pada tingkat pertama (first order belief) mengacu pada keyakinan yang berkenaan dengan beragam kenyataan dunia nyata, seperti persentase orang yang menjadi korban kejahatan brutal dalam satu tahun. Kepercayaan tingkat kedua (second order belief) mengacu pada ekstrapolasi dari kenyataan-kenyataan ini pada harapan umum atau orientasi, seperti kepercayaan bahwa dunia ini adalah tempat aman atau bahaya. Kedua jenis kepercayaan tersebut mungkin berhubungan karena kepercayaan tingkat tingkat kedua mungkin diperoleh dari kesimpulan kepercayaan tingkat pertama. Tetapi riset menunjukkan bahwa kepercayaan tingkat pertama dan kedua tidak selalu berhubungan dengan kuat (Hawkins dan Pingree,1990) (Severin & Tankard Jr.,2005:319-323).
Universitas Sumatera Utara
Ringkasnya, Gerbner meringkaskan teori Kultivasi dalam enam preposisi sebagai berikut (Winarso,2005:100-101): 1. Televisi merupakan suatu media yang unik yang memerlukan pendekatan khusus untuk diteliti. 2. Pesan-pesan televisi membentuk sebuah sistem yang koheren, mainstream dari budaya kita. 3. Sistem-sistem isi pesan tersebut memberikan tanda-tanda untuk kultivasi. 4. Analisis kultivasi memfokuskan pada sumbangan televisi terhadap waktu untuk berpikir dan bertindak dari golongan-golongan sosial yang besar dan heterogen. 5. Teknologi baru memperluas daripada mengelakkan jangkauan pesan televisi. 6. Analisis kultivasi memfokuskan pada penstabilan dan penyamaan akibatakibat.
II.3. Efektivitas Pembawa Acara Efektivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sama dengan keefektifan yang berarti keberhasilan (tentang usaha, tindakan). Efektivitas terdiri dari dua kata yaitu efek dan aktivitas. Efek secara umum berarti dampak atau akibat, sedangkan aktivitas berarti tindakan (aksi) atau kegiatan yang dilakukan secara rutin pada waktu tertentu. Jadi arti sederhana dari efektivitas adalah dampak atau akibat dari tindakan yang dilakukan secara rutin pada waktu tertentu. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembawa acara berasal dari dua kata yaitu 1)pembawa, yang artinya orang yang membawakan; dan
Universitas Sumatera Utara
2)acara, yang berarti kegiatan yang dipertunjukkan, disiarkan / diperlombakan; program (televisi, radio, dsb.). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembawa acara ialah orang yang membawakan suatu kegiatan yang dipertunjukkan dan disiarkan melalui media massa seperti televisi, radio dan sebagainya. Pembawa acara adalah orang yang pertama berbicara dalam suatu acara, maka harus mampu menciptakan suasana akrab, tertib dan semarak. Seorang pembawa acara harus berusaha agar acaranya berjalan dengan lancar dan menarik sehingga acara tersebut dapat dinikmati dan memberikan kesenangan bagi audiencenya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kunci suksesnya suatu acara berada di tangan pembawa acara (Wiyanto & Astuti,2004:1-2). Selain itu, pembawa acara juga merupakan produk zaman elektronik yang pekerjaannya melakukan komunikasi antar manusia. Sebagai komunikator, pembawa acara diserahi tugas untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (public service) dengan menyampaikan informasi yang menjadi kebutuhan orang banyak (Pane,2004:13). Tugas seorang pembawa acara adalah dapat membawakan acara dengan baik dan berharap dapat dinikmati oleh semua orang yang menonton. Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pembawa acara ialah bagaimana dia dapat mengiring para penonton untuk lebih tertarik lagi dan bahkan berpartisipasi dalam acara yang sedang dipandunya. Ketrampilan berkomunikasi menjadi salah satu kunci sukses dari seorang pembawa acara agar mudah dikenal oleh masyarakat luas. Untuk itulah wawasan seorang pembawa acara harus luas agar
Universitas Sumatera Utara
dapat mengetahui apa yang menjadi ketertarikan bagi para penontonnya (Hanum,2005:169-170). Pembawa acara juga disebut dengan host, yang secara umum diartikan sebagai orang yang memegang sebuah acara tertentu. Keberadaan host biasanya identik dengan acara yang dibawakannya. Dengan demikian, selain jenis acara, figur host yang bersangkutan memegang peranan penting. Kehadiran seorang host yang berkarakter akan menjadi daya tarik suatu acara. Jika hostnya ternyata tidak berkarakter, maka bisa jadi acara tersebut segera ditinggalkan pemirsanya. Untuk itu, pertimbangan pemilihan seorang host tidak didasarkan pada kecantikan dan popularitasnya, tetapi juga integritas dan karakternya. Sering kita lihat acara di televisi berganti-ganti hostnya karena masalah karakter (Baksin,2006:155). Sebagai salah satu bentuk kegiatan komunikasi, pembawa acara harus memiliki strategi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Setidaknya ada dua hal yang sangat menentukan keefektifan dan keberhasilan suatu komunikasi, yaitu komunikator dan pesan. II.3.1. Komunikator Dalam ilmu komunikasi, komunikator berarti orang yang menyampaikan pesan kepada komunikan. Namun, ada kalanya komunikator dapat menjadi komunikan, dan sebaliknya. Komunikator
dapat
mempengaruhi
komunikan.
Komunikator
mempengaruhi orang lain untuk mengubah sikap sesuai dengan pesan yang dikemukakan, sehingga orang lain mengikutinya atau mengubah sikapnya (perilakunya). Peranan utama komunikator adalah untuk menciptakan suasana yang baik dalam proses komunikasi tersebut (Widjaja,2000:56).
Universitas Sumatera Utara
Ditinjau dari komponen komunikator, untuk melaksanakan komunikasi efektif, terdapat “The 7Cs of Communication” oleh Cutlip dan Center, yaitu Credibility, Context, Content, Clarity, Continuity and Consistency, Channels dan Capability of Audience. Di mana keseluruhan dari tujuh komponen tersebut terkandung dalam dua komponen berikut: 1. Kepercayaan kepada komunikator (source credibility) Kredibilitas ialah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki sumber sehingga diterima atau diikuti oleh khalayak (penerima). Gobbel, Menteri propaganda Jerman dalam Perang Dunia II menyatakan bahwa untuk menjadi seorang komunikator yang efektif, harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas menurut Aristoteles, bisa diperoleh jika seorang komunikator memiliki ethos, pathos dan logos. Ethos ialah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Pathos ialah kekuatan yang dimiliki oleh seorang pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui argumentasinya. Menurut bentuknya, kredibilitas dapat dibedakan atas tiga macam, yakni : a. Initial Credibility, yaitu kredibilitas yang diperoleh komunikator sebelum proses komunikasi berlangsung. Misalnya seoang pembicara yang sudah punya nama, bisa mendatangkan banyak pendengar. b. Derivied Credibility, yaitu kredibilitas yang diperoleh seseorang pada saat komunikasi berlangsung. Misalnya pembicara memperoleh tepuk tangan dari pendengar karena pidatonya masuk akal / membakar semangat.
Universitas Sumatera Utara
c. Terminal Credibility, yaitu kredibilitas yang diperoleh seorang komunikator setelah mendengar ulasannya. Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap, sedangkan kepercayaan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang menyenangkan. Lebih dikenal dan
disenanginya
komunikator
oleh
komunikan
untuk
mengubah
kepercayaannya ke arah yang dikehendaki komunikator. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris. Pada umumnya diakui bahwa pesan yang dikomunikasikan mempunyai daya pengaruh yang lebih besar, apabila komunikator dianggap sebagai seorang ahli, apakah keahliannya itu khas atau bersifat umum seperti yang timbul dari pendidikan yang lebih baik atau status sosial atau jabatan profesi yang lebih tinggi. Selain itu, untuk memperoleh kepercayaan sebesar-besarnya, komunikator bukan saja harus mempunyai keahlian, mengetahui kebenaran, tetapi juga cukup objektif dalam memotivasikan apa yang diketahuinya. 2. Daya tarik komunikator (source attractiveness). Seorang
komunikator
mempunyai
kemampuan
untuk
melakukan
perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik, jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan opini secara memuaskan. Misalnya, komunikator dapat disenangi atau dikagumi sedemikian rupa, sehingga pihak komunikan akan menerima
Universitas Sumatera Utara
kepuasan dari usaha menyamakan diri dengannya melalui kepercayaan yang diberikan. Atau komunikator dapat dianggap mempunyai persaaman dengan komunikan, sehingga komunikan bersedia untuk tunduk kepada pesan yang dikomunikasikan komunikator. Byrne telah melakukan demonstrasi bahwa komunikan menyenangi komunikator, apabila ia merasa adanya kesamaan antara komunikator dengannya. Khususnya kesamaan ideologi lebih penting daripada kesamaan demografi. Tampaknya ada kecenderungan yang kuat pada orang-orang untuk menyukai orang lain, kalau mereka merasa bahwa orang lain tadi mengambil bagian dalam kepercayaannya. Menurut Cangara (2006:90), daya tarik seseorang terletak pada empat hal, yaitu : 1)similarity, kesamaan demografik, seperti bahasa, suku, agama, ideologi, dll; 2)familiarity, dikenal baiknya seorang komunikator; 3)liking, disukai atau diidolakannya seorang komunikator; dan 4)phisycs,bentuk dan tampilan seorang komunikator. Seorang komunikator akan sukses dalam komunikasinya, kalau ia menyesuaikan komunikasinya dengan the image dari komunikan, yaitu memahami kepentingannya, kebutuhannya dan kecakapannya, pengalamannya, kemampuan berpikirnya, kesulitannya dan sebagainya. Singkatnya, komunikator harus dapat menjagai kemestaan alam mental yang terdapat pada komunikan (the image of other) (Effendy,1993:43-45). II.3.2. Pesan Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan (tema) yang sebenarnya menjadi pengarah di
Universitas Sumatera Utara
dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat secara panjang lebar mengupas berbagai segi, namun inti pesan dari komunikasi akan selalu mengarah kepada tujuan akhir komunikasi itu (Widjaja,2000:32). Membicarakan pesan (message) dalam proses komunikasi, kita tidak bisa melepaskan diri dari apa yang disebut simbol dan kode, karena pesan yang dikirim komunikator kepada penerima terdiri atas rangkaian simbol dan kode. Simbol adalah lambang yang memiliki suatu obyek, sedangkan kode adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis dan teratur sehingga memilki arti. David K.Berlo (1960) menyatakan bahwa sebuah simbol yang tidak memiliki arti bukanlah kode. Pemberian arti pada simbol adalah suatu proses kmunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada suatu masyarakat. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa: − semua kode memiliki unsur nyata − semua kode memiliki arti − semua kode tergantung pada persetujuan pemakainya − semua kode memiliki fungsi − semua kode dapat dipindahkan, apakah melalui media atau saluransaluran komunikasi lainnya. Menurut Cangara, (2006:95), kode pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam, yakni :
Universitas Sumatera Utara
1. Kode Verbal Kode verbal dalam pemakaiannya menggunakan bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Sekurang-kurangnya, ada tiga fungsi bahasa yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif, yaitu: a.
Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita
b. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia c
Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
2. Kode Nonverbal Manusia dalam berkomunikasi, selain memakai kode verbal (bahasa), juga memakai kode nonverbal. Kode nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language). Mark Knapp (1978) (Cangara,2006:100) menyebutkan bahwa penggunaan kode nonverbal dalam berkomunikasi memiliki fungsi untuk: a. meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition) b. menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan katakata (substition) c.
menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)
d.
menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna. Ada tiga macam bentuk pesan (Widjaja,2000:32):
1. Informatif, yaitu yang bersifat memberikan keterangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
2. Persuasif, yaitu berisi bujukan, yakni
membangkitkan pengertian dan
kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksakan). 3. Koersif, yaitu yang bersifat memaksa dengan menggunkan sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan.
II.4. Talkshow Kata talkshow berasal dari bahasa Inggris, yaitu 1)talk yang berarti percakapan, pembicaraan, pembicaraan, perbincangan; dan 2)show yang artinya pameran, tontonan (acara), pertunjukan. Jadi dapat disimpulkan bahwa talkshow adalah suatu pertunjukan atau tontonan (acara) perbincangan. Secara umum, masyarakat mengartikan talkshow sebagai suatu acara bincang-bincang yang biasanya membahas suatu topik tertentu dan dengan pembicaraan atau narasumber yang berhubungan dengan topik yang akan / sedang dibahas tersebut. Acara talkshow diudarakan pertama kali pada tanggal 27 September 1954 oleh jaringan televisi NB, dengan judul mata acara Tonight Show. Mata acara ini dengan cepat menjadi kegemaran khalayak pemirsa karena narasumber yang ditampilkan sangat variatif dan dinamis. Jika suatu wawancara diselenggarakan di tengah-tengah show, maka acara ini disebut talkshow. Pembawa acara bisa juga dibantu oleh pewawancara untuk melakukan wawancara dengan narasumber (Wahyudi,1995:91-92).
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan paling penting antara talkshow dan wawancara berita adalah talkhow bersifat dinamis, tidak terpaku pada aktualitas topik perbincangan dan jam tayangnya fleksibel. Dua komponen yang selalu ada dalam program talkshow adalah obrolan dan musik yang berfungsi sebagai selingan (Masduki,2001:44-45). Saat ini tayangan talkshow di Indonesia sangat jauh ketinggalan dibandingkan dengan tayangan talkshow di negara maju lainnya. Selera masyarakat terbentuk dari acara-acara hiburan yang selama ini disuguhkan oleh stasiun televisi yang ada. Acara televisi Indonesia memang lebih didominasi oleh talkshow yang murah dan menghibur. Bagaimanapun talkshow merupakan sajian yang menarik karena talkshow mempunyai peluang untuk menjadi kekuatan yang bisa mempengaruhi dan memunculkan isu di masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya rumah produksi yang berlomba-lomba membuat acara talkshow dengan topik yang memikat masyarakat luas serta bisa dijual. Dengan demikian, pola pandang masyarakat terhadap program televisi akan bergeser dari hiburan menjadi informatif. Metode talkshow menurut Klaus Kastan, instruktur radio dari Munchen, Jerman adalah HARLEY, yaitu: Harmony, Actual, Responsible, Leading, Entertainment dan Yield., yang dikenal sebagai talkshow skill, yang berupa kemampuan pemandu dalam melakukan beberapa tindakan yang meliputi 1)mengambil keputusan, 2)menyusun topik dan pertanyaan dengan cepat, 3)memotong pembicaraan narasumber yang melenceng, 4)berkemampuan melakukan kompromi dan meyakinkan narasumber, 5)memadukan kemasan program secara interaktif.
Universitas Sumatera Utara
II.5. Minat Menonton II.5.1. Pengertian Minat Bentuk konkret dari efek adalah perubahan sikap, pendapat, kelakuan dan tumbuhnya minat yang merupakan akibat dari ransangan yang menyentuhnya baik itu bersifat langsung maupun lewat media massa. Minat menurut Umi Chulsum, dkk dalam Kamus Bahasa Indonesia ialah keinginan yang kuat, gairah; kecenderungan hati yang sangat tinggi terhadap sesuatu. Minat merupakan momen dari kecenderungan–kecenderungan yang terarah secara intensif kepada suatu objek yang dianggap penting. Pada minat ini terdapat pengenalan (kognitif), emosi (efentif) dan kemampuan (konatif), baik dalam perubahan sikap maupun tindakan. Sedangkan menurut Hurlock (1978:115), minat selalu berkaitan dengan bobot emosional yang akan menentukan seberapa lama minat akan bertahan dan kepuasan yang diperoleh dari minat itu. Jadi dapat dikatakan bahwa minat sangat dipengaruhi perangsang atau stimulus. Jadi dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah sikap yang dapat menimbulkan perhatian, pemuasan rasa keingintahuan dan hasrat untuk melakukan sesuatu dalam diri seseorang yang muncul akibat adanya objek tertentu. Adapun ciri-ciri minat yang dapat dilihat dari uraian tersebut adalah: 1. Minat tidak dibawa sejak lahir. Minat timbul dari perasaan senang terhadap suatu objek. 2. Minat dapat berubah-ubah (situasional dan temporer).
Universitas Sumatera Utara
3. Minat tidak berdiri sendiri, senantiasa mengandung reaksi dengan stimulus maupun objek. 4. Objek minat itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan-kumpulan-kumpulan dari hal-hal tersebut (Wijaya,1993:45). Berbicara tentang minat di pihak komunikan, dapat ditemukan bahwa minat akan timbul bila ada unsur-unsur sbb: 1. Terjadinya sesuatu hal yang menarik. 2. Terdapatnya kontras, yaitu hal yang satu dengan yang lainnya, sehingga apa yang menonjol itu menimbulkan perhatian. 3. Terdapatnya harapan untuk mendapatkan suatu pemahaman terhadap hal yang dimaksud. Pada semua usia, minat memainkan peran yang penting terhadap seseorang dan mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap. Minat mempengaruhi entuk dan intensitas aspirasi. Minat menambah kegembiraan pada setiap kegiatan yang ditekuni seseorang. Minat mempunyai dua aspek, yaitu aspek kognitif dan afektif. Kognitif didasarkan atas konsep yang dikembangkan seseorang mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Sedangkan afektif ialah bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dan dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Afektif mempunyai kelebihan yaitu mempunyai peran yang lebih besar dalam memotivasi tindakan dan cenderung lebih tahan terhadap perubahan (Hurlock,1992:117).
Universitas Sumatera Utara
II.5.2 Menonton Menonton berkaitan dengan televisi. Televisi merupakan sebuah sistem pusat dari pencitraan yang menjadi bagian dari bidang kehidupan kita sehari-hari. Televisi telah menjadi sumber sosialisasi umum yang penting dan informasi sehari-hari (terutama dalam bentuk hiburan) dari media lain yang heterogen. Menonton televisi sudah menjadi kegiatan rutin di masyarakat kita. Menonton dapat membius orang untuk melakukan sesuatu hal secara serentak. Menonton menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti melihat (pertunjukan, gambar hidup, dsb). Sardji (1991:71) mengatakan bahwa menonton adalah suatu proses yang disadari dimana menonton ditempatkan pada alam yang samar yang dihadapkan pada tumpuan cahaya dan membantu menghasilkan ilusi di atas layar. Suasana ini menimbulkan emosi pikiran dan perhatian manusia yang dipengaruhi oleh tayangan yang ditonton. Maka dapat disimpulkan bahwa menonton adalah suatu proses di mana individu secara sadar atau tidak sadar merelakan diri untuk dipengaruhi emosi pikiran dan perhatiannya oleh pertunjukan atau gambar hidup yang dilihatnya. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan minat menonton adalah suatu keadaan di mana seseorang menyaksikan suatu pertunjukan atau gambar hidup yang disenanginya sehingga timbul suatu kebutuhan dalam diri mereka yang muncul akibat adanya objek tersebut.
Universitas Sumatera Utara