BAB II URAIAN TEORITIS II.1 KOMUNIKASI II.1.1) Sejarah Perkembangan Komunikasi Manusia Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Profesor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa berkomunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (dalam Cangara, 1998: 1-2). Harold D. Lasswell salah seorang peletak dasar ilmu komunikasi lewat ilmu politik menyebut tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab, mengapa manusia perlu berkomunikasi : Pertama, adalah hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui peluang-peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara dan menghindar pada hal-hal yang dapat mengancam alam sekitarnya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui suatu kejadian atau peristiwa. Bahkan melalui komunikasi manusia dapat mengembangkan pengetahuannya, yakni belajar dari pengalaman maupun melalui informasi yang mereka terima dari lingkungan sekitarnya. Kedua, adalah upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Proses kelanjutan suatu masyarakat sesungguhnya tergantung bagaimana masyarakat itu bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Penyesuaian di sini bukan saja pada kemampuan manusia memberi tanggapan terhadap gejala alam seperti banjir, gempa bumi dan musim yang memperngaruhi perilaku manusia, tetapi juga lingkungan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat tempat manusia hidup dalam tantangan. Dalam lingkungan seperti ini diperlukan penyesuaian, agar manusia dapat hidup dalam susasana yang harmonis. Ketiga, adalah upaya untuk melakukan transformasi warisan sosialisasi. Suatu masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaannya, maka anggota masyarakatnya dituntut untuk melakukan pertukaran nilai, perilaku, dan peranan. Misalnya bagaimana orang tua mengajarkan tatakrama yang baik kepada anak-anaknya. Bagaimana sekolah difungsikan untuk mendidik warga Negara. Bagaimana media massa menyalurkan hati nurani khalayaknya, dan bagaimana pemerintah dengan kebijaksanaan yang dibuatnya untuk mengayomi kepentingan anggota masyarakat yang dilayaninya (dalam Cangara,1998:2-3). Pandangan lain mengenai “mengapa kita berkomunikasi?”, masing-masing pakar komunikasi mengemukakan fungsi-fungsi yang berbeda-beda, meskipun adakalanya terdapat kesamaan dan tumpang tindih diantara berbagai pandangan tersebut. Thomas M. Scheidel mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas-diri, untuk membangun kontak sosial orang di sekitar kita dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir atau berperilaku seperti apa yang kita inginkan. Namun tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita. Gordon I. Zimmerman merumuskan bahwa kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar. Pertama, kita berkomunikas untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan kita. Untuk memberi makan dan pakaian kepada diri sendiri, memuaskan kepenasaranan kita akan lingkungan dan menikmati hidup. Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Jadi komunikasi mempunyai fungsi isi, yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain. Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi : Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada suatu saat tertentu, seperti : apa yang akan kita makan pagi hari, apakah kita akan kuliah atau tidak, bagaimana belajar menghadapi tes. Sebagian keputusan ini dibuat sendiri, dan sebagian lagi dibuat setelah berkonsultasi dengan orang lain. Sebagian keputusan bersifat emosional, dan sebagian lagi melalui pertimbangan yang
Universitas Sumatera Utara
matang. Semakin penting keputusan yang akan dibuat, semakin hati-hati tahapan yang dilalui untuk membuat keputusan. Kecuali bila keputusan itu bersifat reaksi emosional, keputusan itu biasanya melibatkan pemrosesan informasi,berbagi informasi, dan dalam banyak kasus, persuasi, karena tidak perlu memperoleh data, namun sering untuk memperoleh dukungan atas keputusan kita. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat (Mulyana,2005:4-5). Jadi komunikasi jelas tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Ia diperlukan untuk mengatur tatakrama pergaulan antarmanusia, sebab berkomunikasi dengan baik akan memberi
pengaruh
langsung
pada
struktur
keseimbangan
seseorang
dalam
bermasyarakat, apakah ia seorang mahasiswa, dosen, dokter, manajer, pedagang, pramugari, pemuka agama, penyuluh lapangan, pramuniaga dan lain sebagainya. Pendek kata, sekarang ini keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan termasuk karir mereka, banyak ditentukan oleh kemampuannya berkomunikasi. Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain merupakan awal keterampilan manusia secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal. Kapan manusia mulai mampu berkomunikasi dengan manusia lainnya, tidak ada data otentik yang dapat menerangkan tentang hal itu. Hanya saja diperkirakan bahwa kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain secara lisan adalah peristiwa yang berlangsung secara mendadak. Everett M. Rogers (1986) menilai peristiwa ini sebagai generasi pertama pertama kecakapan manusia berkomunikasi sebelum mampu mengutarakan pikiran secara tertulis (dalam Cangara,1998:4).
Universitas Sumatera Utara
Kecapakapan manusia berkomunikasi secara lisan menurut perkiraan berlangsung sekitar 50 juta tahun, kemudian memasuki generasi kedua di mana manusia mulai memiliki kecakapan berkomunikasi melalui tulisan. Bukti kecakapan ini ditandai dengan ditemukannya tanah liat yang bertulis di Sumeria dan Mesopotamia sekitar 4000 tahun sebelum masehi. Kemudian berlanjut dengan ditemukannya berbagai tulisan di kulit binatang dan batu arca. Lalu secara berturut-turut dapat disebutkan pemakaian huruf kuno di Mesir (3000 tahun SM), alphabet Phunesia (1800 tahun SM), huruf Yunani Kuno (1000 tahun SM), huruf Latin (600 tahun SM), pencetakan buku pertama di Cina (tahun 600 M), pemakaian tinta dan kertas Persia (tahun 676 M) dan Eropa (tahun 1200 M) (Cangara,1998:5). Perkembangan komunikasi manusia disebut oleh Roger Fidler dengan kata “mediamorfosis” yang defenisinya adalah : “Transformasi media komunikasi, yang biasanya ditimbulkan akibat hubungan timbal balik yang rumit antara berbagai kebutuhan yang dirasakan, tekanan persaingan dan politik, serta berbagai inovasi sosial dan teknologi”. Lebih lanjut dikatakan bahwa Mediamorfosis atau perkembangan komunikasi manusia melalui 3 tahapan proses, yaitu sbb : 1. Komunikasi/bahasa lisan dan mediamorfosis besar yang pertama. 2. Komunikasi/bahasa tulisan dan mediamorfosis besar kedua. 3. Komunikasi/bahasa digital dan mediamorfosis besar ketiga Purba,2006:3-4).
(dalam
Perkembangan komunikasi manusia sebagaimana yang dikemukakan oleh Roger Fidler diatas memperlihatkan bahwa komunikasi manusia melalui 3 tahapan, dimana dimulai lebih dari 100.000 tahun yang lalu. Untuk memperdalam kajian mengenai tahapan-tahapan komunikasi dapat dideskripsikan sbb: Komunikasi/bahasa Lisan dan Mediamorfosis Besar yang Pertama Banyak data-data anatomis yang ditemukan arkeolog pada fosil-fosil tengkorak mengukuhkan bahwa manusia modern memperoleh keterampilan fisis untuk berbicara
Universitas Sumatera Utara
sekitar 90.000 sampai 40.000 ribu tahun yang lalu. Bentuk-bentuk kasar bahasa lisan mungkin muncul sejak awal sekali dalam proses evolusioner ini sebagai akibat dari berbagai kebutuhan-kebutuhan manusia dikala itu untuk menjembatani pemikiran, hasrat, pengetahuan diantara mereka dengan mengadakan komunikasi intrapersonal atau antarpribadi di dalam kelompok dan suku mereka dalam rangka mempertahankan hidup dan eksistensi mereka dalam kehidupan yang liar. Karena selama ini tidak ada data-data dan catatan yang bisa ditemukan, maka asal-usul bahasa lisan manusia untuk pertama kalinya terus menjadi spekulasi. Namun yang pasti penyebaran bahasa lisan diantara manusia modern membutuhkan waktu ribuan tahun lamanya. Selain perkembangan bahasa lisan, manusia modern saat itu mulai mengembangkan media penyiaran, sebagai sarana komunikasi yang lebih luas dalam menyampaikan pengetahuan, pemikiran dan gagasan kepada orang lain. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ditemukan lukisan-lukisan yang menghiasi dindingdinding gua seperti di Eropa bahkan di kepulauan Sulawesi. Komunikasi/Bahasa Tulisan dan Mediamorfosis Besar Kedua Upaya-upaya untuk melestarikan pengetahuan dan mengatasi keterbatasan – keterbatasan komunikasi lisan mungkin telah menjadi pertimbangan manusia kala itu untuk menemukan medium yang bisa dijadikan media komunikasi yang efektif dan tidak hilang. Bukti – bukti yang menunjukkan perkembangan komunikasi manusia khususnya dalam komunikasi tulisan sudah ada sekitar 6000 tahun yang lalu di Sumeria dan Mesir. Pada saat itu, pertumbuhan cepat dalam pertanian dan perdagangan serta pemerintahan di dalam ekonomi yang bersifat agricultural yang berkembang pesat ini menciptakan suatu peluang dan dorongan untuk mencari dan mengadaptasi alat-alat komunikasi baru yang sesuai dibandingkan dengan lisan dan ingatan manusia. Sehingga memunculkan perkembangan medium komunikasi tulisan. Salah satu tonggak penting perkembangan medium komunikasi tulisan yaitu diketemukannya kertas. Sebenarnya orang Mesir lebih dulu menemukan membuat kertas dibandingkan dengan inovasi orang Cina. Saat itu, sekitar 45 abad lalu orang Mesir memakai daun Papirus basah yang ditumbuk dan mengepres pita-pita daun Papirus secara bersilangan hingga membentuk lembaran-lembaran tipis padat kemudian menjemurnya hingga kering. Selain orang Mesir dan Sumeria perkembangan medium komunikasi tulisan ini juga diramaikan oleh bangsa Romawi, dimana pada zaman itu, raja-raja Romawi turut membuat kertas sebagai medium komunikasi antara penguasa dengan rakyatnya. Maka dibuatlah sebuah kertas yang fisiknya hampir mirip dengan surat kabar yang dinamai “Acta Diurna”, dimana berisikan informasi-informasi dari kerajaan Romawi. Momentum perkembangan yang paling utama dan pesat dalam perkembangan komunikasi manusia pada tahap kedua ini pada tahun 1400-an. Diawali dengan inovasi Johan Guttenberg yang pertama kalinya menemukan seni cetak-mencetak, dimana dalam inovasi ini Guttenberg bermaksud mencetak bible-bibel dan menjualnya secara missal, terbukti mesin cetak Guttenberg lebih ekonomis dan efektif, dimana bible yang dijualnya harganya turun seperlima bible yang dibuat dengan tulisan tangan. Namun,
Universitas Sumatera Utara
inovasi Guttenberg ini sempat dituding dan ditentang oleh kaum agamawan yang menganggap inovasi itu tak lebih dari pekerjaan setan. 350 tahun setelah inovasi Guttenberg menemukan medium komunikasi tertulis tercetak, perkembangan medium komunikasi semakin berkembang pesat. Tahun 1833 adalah awal dimulainya pencetakan surat kabar secara massal. Salah satunya adalah surat kabar yang dibuat oleh Benjamin Day yang menerbitkan koran di New York yang bernama Sun, dimana Koran ini dijual dengan harga sangat murah hanya 1 sen. Koran Sun ini adalah cikal bakal koran atau pers yang saat ini dikenal dengan nama Yellow Pers atau Penny. Periode dari 1890 hingga 1920 bisa disebut sebagai periode zaman emas media cetak. Perusahaan besar penerbitan koran tumbuh subur, penerbit seperti Joseph Pulitzer, Lord Northcliffe memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar, mereka bisa mengangkat atau menjatuhkan tokoh-tokoh politik dan mengerahkan dukungan rakyat untuk peperangan serta dukungan pada kepentingan pribadi mereka sendiri. Tahun 1930 adalah awal medium komunikasi radio dimulai, serta pasca perang dunia kedua era teknologi komunikasi lebih menunjukkan perkembangan yang pesat sejak diketemukannya televise sebagai medium komunikasi yang paling lengkap dalam mengawinkan realitas lisan dan tulisan serta realitas visual yang lebih atraktif. Komunikasi/Bahasa Digital dan Mediamorfosis Besar Ketiga Saat ini komunikasi manusia tergantikan dengan penggunaan medium yang lebih maju. Penggunaan komputer, internet, teknologi telepon serta seluler satelit memungkinkan manusia berkomunikasi dengan lebih mudah. Percakapan diantara manusia tidak lagi harus berhadap-hadapan atau bertatap muka. Hal ini dimulai dengan masuknya penetrasi teknologi digital dalam proses komunikasi. Sehingga dapat disebut dengan komunikasi digital. Dalam bahasa Fidler, ia menyatakan bahwa komunikasi digital adalah sebuah bahasa yang memakai angka-angka untuk mengkodekan dan memproses informasi, dikembangkan untuk memudahkan komunikasi antara mesin dengan komponennya. Hanya melalui suatu proses penerjemahan yang berperantara matematislah, maka bahasa digital bisa dipakai untuk berkomunikasi dengan dan antara manusia. Dengan teknologi digital manusia bisa berkomunikasi dengan lancar walaupun jarak memisahkan mereka dalam skala antar benua atau antar bumi dan angkasa. Seorang dosen tidak harus memberikan kuliah pada tiga kelas berbeda dalam satu ruangan, dosen bisa memberikan kuliah dengan memanfaatkan fasilitas teleconference yang memungkinkan dia berkomunikasi pada tiga kelas yang berbeda tempatnya (Purba, 2006:4-10). II.1.2) Defenisi Komunikasi Mendefinisikan komunikasi merupakan hal yang menantang. Katherine Miller (2005) menggarisbawahi hal ini dengan menyatakan bahwa “terdapat begitu banyak konseptualisasi mengenai komunikasi, dan konseptualisasi ini telah mengalami banyak
Universitas Sumatera Utara
perubahan dalam bertahun-tahun terakhir ini”. Sarah Trenholm (1991) menyatakan bahwa walaupun studi mengenai komunikasi telah ada berabad-abad, tidak berarti bahwa komunikasi telah dipahami dengan baik. Sebagaimana halnya dengan sebuah koper, istilah ini sesak dijejali dengan ide-ide dan makna-makna yang aneh. Fakta bahwa beberapa ide ini sebenarnya sudah pas dan sering kali diabaikan, sehingga menyebabkan koper
berisi konseptualisasi ini terlalu
berat
untuk
diangkat
(West,2009:4-5). Kita harus menyadari bahwa terdapat berlusin-lusin definisi komunikasi akibat dari kompleks dan kayanya disiplin ilmu komunikasi. Masing-masing disiplin ilmu memberi masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistic, matematika, ilmu elektronika, dan lain sebagainya. Mari kita bayangkan bahwa kita mengambil kelas mengenai komunikasi dari dua profesor yang berbeda. Masing-masing profesor akan memiliki gaya mereka sendiri dalam menyampaikan materi, dan siswa dalam kelaskelas tersebut masing-masing akan memiliki pendekatan yang unik terhadap teori komunikasi. Hasilnya adalah pendekatan-pendekatan yang mengesankan dan unik dalam pembelajaran mengenai suatu topik. Walaupun demikian, saya akan menawarkan definisi komunikasi dari perspektif komunikasi sebagai proses sosial diantara individu. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy,1999:9). Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk pada sekelompok
Universitas Sumatera Utara
orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu (Mulyana,2005:42). Sejalan dengan apa yang disampaikan Sir Gerald Barry, communication berasal dari kata “communicare” yang artinya “to talk together, confer, discourse, and consult with another”. Lebih lanjut Barry mengemukakan, perkataan ini masih ada hubungannya dengan kata “communitas” yang artinya, “not only community but also fellowship and justice ini men’s dealing with one other”. Masih menurut Barry, society is based on the possibility of men living and working together for common ends in a word, on cooperation. Through communication man share knowledge, information and experience, and thus understand persuade, convert or control their fellows. Carl I.Hovland, seorang sarjana psikologi yang menaruh perhatian pada perubahan sikap mendefinisikan komunikasi sebagai “proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (komunikate) (dalam Purba,2006:29-30). Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa : “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orangorang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (dalam Cangara,2006:1819).
Universitas Sumatera Utara
Richard West dan Lynn Turner dalam bukunya Introducing Communication Theory mendefinisikan komunikasi adalah proses sosial di mana individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West,2009:5). Lima istilah kunci dalam perspektif komunikasi sebagai proses sosial antar individu yakni : sosial, process, symbol, mean, environment.
Gambar 2 Istilah penting yang digunakan dalam mendefenisikan komunikasi
Lingkungan
Makna
Sosial
Komunikasi
Simbol
Proses
Universitas Sumatera Utara
(West,2009:5) Pertama-tama, sepenuhnya diyakini bahwa komunikasi adalah suatu proses sosial. Ketika menginterpretasikan komunikasi secara sosial (social), maksud yang disampaikan adalah komunikasi selalu melibatkan manusia serta interaksi. Kemudian kita membicarakan komunikasi sebagai proses (process), hal ini berarti komunikasi bersifat berkesinambungan dan tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis, kompleks dan senantiasa berubah. Istilah ketiga yang diasosiasiakan dengan defenisi kita mengenai komunikasi adalah simbol. Simbol (symbol) adalah sebuah label arbitrer atau representasi dari fenomena. Kata adalah simbol untuk konsep dan benda, misalnya kata cinta merepresentasikan sebuah ide mengenai cinta; kata kursi merepresentasikan benda yang kita duduki. Label dapat bersifat ambigu, dapat berupa verbal dan nonverbal. Berbicara lebih jauh tentang simbol, kita akan mengenal simbol konkret (concrete symbol), simbol yang merepresentasikan benda dan simbol abstrak (abstract symbol), simbol yang merepresentasikan suatu pemikiran ide. Simbol konkret seperti komputer akan dipahami akan lebih mudah dipahami daripada “otak anda seperti komputer”. Seseorang mungkin memiliki interpretasi bahwa anda akan mampu mengingat detail dan spesifik (sebuah pujian). Sementara orang lain mungkin akan melihat bahwa arti dari pernyataan ini bahwa anda orang yang kaku dan tidak berperasaan dalam berhubungan dengan orang lain (sebuah hinaan). Makna adalah pesan yang diambil dari suatu pesan. Judith dan Tom Nakayama (2002) menyatakan bahwa makna memiliki konsekuensi budaya. Contohnya masyarakat Amerika pada umumnya tidak menyukai hari Senin, hari pertama dalam satu minggu, dan menyukai hari Sabtu. Banyak orang Muslim sebaliknya, tidak menyukai hari Sabtu, yang merupakan hari pertama setelah hari suci umat Islam, yaitu hari Jumat. Martin dan Nakayama menegaskan bahwa ungkapan TGIF (Thank God It’s Fryday), tidak akan mengkomunikasikan makna yang sama pada semua orang. Istilah kunci yang terakhir dalam definisi komunikasi adalah lingkungan. Lingkungan (environment) adalah situasi atau konteks di mana komunikasi terjadi. Lingkungan terdiri atas beberapa elemen, seperti waktu, tempat, periode sejarah, relasi, dan latar belakang budaya pembicara dan pendengar. Petugas peminjaman dana di sebuah bank, contohnya, harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh lingkungan yang dibawa orang lain dalam sebuah percakapan. Orang-orang yang ingin meminjamkan dana dari bank mungkin pernah saja beberapa kali ditolak permohonannya, tidak memercayai bank, dan mungkin memiliki sedikit pengalaman atau bahkan tidak sama sekali dalam mengajukan peminjaman dana. Hal-hal ini merupakan elemen-elemen lingkungan yang harus dipertimbangkan oleh si petugas dalam memproses permohonan peminjaman dana dan juga komunikasi yang sedang berlangsung (West,2009:5-8). II.1.3) Prinsip Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Tidak banyak dibahas para ahli tentang prinsip komunikasi. Para ahli lebih banyak disibukkan pada perdebatan proses dalam komunikasi. Esensi dari komunikasi sendiri adalah pesan. Pesan yang di stimulus oleh komunikator dimaknai sama oleh komunikan. Kesamaan dalam komunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka pengalaman (field of experience) yang menunjukkan adanya kesamaan antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol.
Gambar 3 Field of experience A
B
(Cangara ,2006:20) Dari gambar di atas, kita dapat menarik tiga prinsip dasar komunikasi, yakni: 1. Komunikasi hanya terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences). 2. Jika daerah tumpang tindih (the field of experience) menyebar menutupi lingkaran A atau B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta proses komunikasi yang mengena (efektif). 3. Tetapi kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, maka komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi efektif (Cangara,2006:20-21). II.1.4) Dimensi-Dimensi Ilmu Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Mempelajari dan menelaah komunikasi sangatlah luas ruang lingkup dan dimensinya. Oleh karena itu, klasifikasi atau jenis-jenis komunikasi dapat dilihat berdasarkan konteksnya sebagai berikut : Bentuk/tatanan komunikasi 1. Komunikasi Pribadi (personal communication) - Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) - Komunikasi intra pribadi (intrapersonal communication) 2. Komunikasi Kelompok (group communication) - Kelompok kecil (small group communication) : ceramah, forum, simposium, diskusi panel, seminar, curahsan (brainstorming) - Komunikasi kelompok besar (large group communication/public speaking) 3. Komunikasi Organisasi (organization communication) 4. Komunikasi Massa (mass communication) - Komunikasi massa cetak (printed mass communication): surat kabar, majalah, buku, dll. - Komunikasi massa elektronik (electronic mass communication) : radio, televise, film, dll. Sifat komunikasi 1. Komunikasi verbal (verbal communication) - Komunikasi lisan (oral communication) - Komunikasi tulisan (written communication) 2. Komunikasi nonverbal - Komunikasi kial (gestural/body communication) - Komunikasi gambar (pictorial communication) 3. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication) 4. Komunikasi bermedia (mediated communication) Tujuan komunikasi 1. 2. 3. 4.
Untuk mengubah sikap (to change the attitude) Untuk mengubah opini/pendapat/pandangan (to change opinion) Untuk mengubah perilaku (to change behavior) Untuk mengubah masyarakat (to change society)
Fungsi komunikasi 1. 2. 3. 4.
Menginformasikan (to inform) Mendidik (to educate) Menghibur (to entertain) Mempengaruhi (to influence)
Universitas Sumatera Utara
Metode komunikasi 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Komunikasi informatif (informative communication) Komunikasi persuasif (persuasive communication) Komunikasi pervasif (pervasive communication) Komunikasi koersif (coersive communication) Komunikasi instruktif (instructive communication) Hubungan manusiawi (human relation)
Bidang komunikasi 1. Komunikasi sosial (social communication) 2. Komunikasi organisasional/manajemen (organizational/management communication) 3. Komunikasi bisnis (business communication) 4. Komunikasi politik (political communication) 5. Komunikasi internasional (international communication) 6. Komunikasi antarbudaya (intercultural communication) 7. Komunikasi pembangunan (development communication) 8. Komunikasi tradisional (traditional communication) 9. Komunikasi lingkungan (environment communication) Teknik komunikasi 1. 2. 3. 4. 5.
Jurnalistik (journalism) Hubungan masyarakat (public relations) Periklanan (advertising) Propaganda Publisitas (publicity) dll.
Model komunikasi 1. Komunikasi satu tahap (one step flow communication) 2. Komunikasi dua tahap two step flow communication) 3. Komunikasi banyak tahap (multi step flow communication) (Purba,2006:36-38). Silvestri (1983) melukiskan bahwa komunikasi tatap muka, berhadapan langsung merupakan jenis komunikasi tradisional yang paling tua seumur hidup manusia. Ia merupakan satu-satunya komunikasi antar manusia yang paling utama. Dengan penemuan-penemuan baru sebagaimana dilukiskan jaman edan itu, Silvestri mengakui semuanya dapat mengubah kebiasaan dan gaya hidup, jenis dan cara kegiatan dan menampilkan manusia setiap harinya. Ia memberikan contoh, pekerjaan seseorang bisa diatur jadwalnya sehari-hari oleh kontak yang kelewat batas dengan komputer sehingga seorang direktur tidak
Universitas Sumatera Utara
memerlukan lagi seorang sekretaris cantik seperti biasanya. Jika kemarin, seorang direktur membaca jadwal kegiatan setiap harinya di papan yang disiapkan sekretarisnya kemudian menjadwalkan jam untuk menerima dan mengunjungi rekan bisnisnya, maka saat ini tidak dilakukan lagi. Dengan telepon, facsimile, teleks, jaringan komputer semua pertemuan dan informasi dapat dilakukan dengan cara tanpa berhadapan muka. Semua yang menikmatinya kemudian terlena dalam teknologi dan merasa bahwa komunikasi inipun komunikasi antar pribadi yang manusiawi meskipun melalui perantara. Tatap muka sebagai komunikasi antar pribadi yang terutama. Tatap muka yang dilakukan berulang-ulang dan bergantian dapat meningkatkan komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi kalau ditinjau dari penggunaan media, maka ada komunikasi antar pribadi dengan media dan tanpa media. Meskipun demikian komunikasi antar pribadi dengan tatap muka dipandang lebih sukses daripada bentuk komunikasi antar manusia lainnya. Karena itu mana Rogers dan Shoemaker (1971) berpendapat bahwa, seseorang dapat berkomunikasi untuk mempelajari sesuatu dengan baik apabila menggunakan lebih dari satu inderanya, yaitu : (a) tahapan mengetahui atau melihat melalui indera mata adalah 83,0% ; (b) tahapan mendengar melalui indera telinga adalah 11,0% ; (c) tahapan membaui melalui indera hidung adalah 3,5% ; (d) tahapan meraba dengan tangan sebesar 1,5% ; (e) tahapan merasa dengan indera lidah sebesar 1,0%. Pendapat Rogers ini menyakinkan kita bahwa komunikasi antar pribadi setiap harinya melibatkan tahapan mengetahui atau melihat melalui indera mata adalah terbesar yakni 83,0%. Komunikasi antar pribadi melalui tatap muka tetap jauh lebih unggul daripada bentuk-bentuk lainnya. Tan (1981) juga berpendapat bahwa yang dibicarakan adalah komunikasi antar pribadi artinya komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang. Kelebihan komunikasi tatap muka, wawan muka yang merupakan suatu rangkaian pertukaran-pertukaran pesan antara dua orang dalam proses komunikasi diantara mereka berhasil menjalin suatu kontak. Kontak itu berhasil karena mereka saling mempertukarkan pesan secara bergantian dan berbalas-balasan. Bentuk komunikasi tatap muka mempunyai keistimewaan dimana efek dan umpan balik, aksi dan reaksi langsung terlihat karena jarak fisik partisipan yang dekat sekali. Aksi maupun reaksi verbal dan nonverbal, semuanya terlihat langsung. Oleh karena itu, tatap muka yang dilakukan terus menerus kemudian dapat mengembangkan komunikasi antar pribadi yang memuaskan dua pihak. Kegiatan tatap muka yang dilakukan antar pribadi sesamanya merupakan suatu gerakan yang terus menerus dalam waktu dan ruang sebagai wujud keberadaan dan hubungannya yang aktif dengan orang lain. Dalam proses seperti ini, komunikasi tatap muka selalu berusaha saling menarik lawannya untuk memasuki area pengaruh komunikasi, area pengalaman dan area rujukannya. Komunikasi tatap muka merupakan
Universitas Sumatera Utara
suatu komunikasi yang dinamis yang dimulai melalui pesan pertama yang menarik perhatiannya. Katakanlah memanggil mama dan papa merupakan kesan pertama yang terlintas tidak hanya dalam benak dan penglihatannya, tetapi juga dalam perasaan maupun nuraninya. Karena komunikasi antar manusia itu berkembang, maka tatap muka yang terus menerus merupakan suatu dinamika komunikasi, akan meningkatkan keterikatan psikologis antara mereka, menumbuhkan saling percaya, menumbuhkan kesamaan dan mungkin sama-sama dalam bertindak (Liliweri,1991:63-72).
II.1.5) Unsur-Unsur Komunikasi Unsur-unsur dalam komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dan saling melengkapi satu sama lain dalam sebuah rangkaian sistem yang memungkinkan berlangsungnya suatu aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi sebagai suatu proses memiliki berbagai defenisi yang beraneka ragam mulai dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Semakin kompleks suatu teori atau defenisi semakin memerlukan unsure-unsur atau elemen komunikasi yang semakin kompleks pula (Purba,2006:39). Aristoteles, ahli filsafat Yunani Kuno dalam bukunya Rhetorica menyebut bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan (Cangara,2006:21). Sejalan dengan apa yang disampaikan Carl I. Hovland dalam bukunya Social Communication menyebutkan: communication is the process by which an individual (the communicator) transmit stimuli (usually verbal symbol) to modify the behavior of other individual (communicate). Komunikasi adalah suatu proses dimana seorang individu (komunikator) mengirimkan stimuli (simbol kata) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) (Purba,2006:29).
Universitas Sumatera Utara
Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949), dua orang insinyur listrik menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang mendukungnya, yakni pengirim, transmitter, signal, penerima dan tujuan. Awal tahun 1960-an David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana. Formula itu dikenal dengan nama “SMCR”, yakni : Source (pengirim), Message (pesan), Channel (salura-media) dan Receiver (penerima) (dalam Cangara:2006:21-22). Proses komunikasi lain yang dikembangkan oleh Herbert G. Hicks dan C Ray Gullet yang didasarkan model David K. Berlo dan model yang dikembangkan Wilbur Schramm menggambarkan komunikasi dimulai dari sumber sebagai titik awal komunikasi itu berasal. Dalam diri sumber terjadi proses pengkodean (encoding) yakni ketika ide diubah menjadi kode atau simbol bahasa. Gerak-gerik dan sebagainya di alam pikiran kemudian diekspresikan menjadi sebuah pesan berupa produk fisik seperti katakata yang diucapkan, dicetak, ekspresi wajah yang disampaikan melalui saluran tertentu kepada penerima. Pesan tersebut diterima berupa idea tau simbol dan terlebih dahulu melalui proses pembacaan kode (decoding) dalam diri penerima dengan menyusunnya kembali guna memperoleh pengertian (Purba,2006:39-40). Perkembangan terakhir adalah munculnya pandangan Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan tidak kalah penting dalam mendukung terjadinya proses komunikasi (Cangara:2006:22). Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa unsur-unsur komunikasi terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sumber (coomunicator) Pembentukan kode (encoding) Pesan (message) Saluran (channel) Penerima (communicant) Pembacaan kode (decoding)
Universitas Sumatera Utara
7. Umpan balik (feedback) 8. Efek (effect) 9. Lingkungan (environment) Sumber Komunikasi (communicator ) – Penerima (communicant) Seseorang menjadi komunikator ketika sedang mengirimkan pesan, misalnya sedang berbicara, menulis, menggambar, ataupun sedang melakukan tindakan, gerakgerik, menampilkan ekspresi wajah dan sebagainya. Setelah mengirimkan pesan maka beberapa saat kemudian akan menerima pesan dari teman bicara misalnya, melalui pendengaran, penglihatan, observasi, rabaan, penciuman, dan lain-lain. Bila komunikasi terjadi secara langsung (direct communication), pada saat memberikan perhatian, memandang, melihat, mendengar, maupun menyerap lambang-lambang verbal maupun nonverbal untuk memberikan tanggapan (respon) maka dalam hal ini seseorang sedang berfungsi sebagai penerima (komunikan) (Purba,2006:40-41). Pesan Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda (Cangara,2006:23). Encoding-Decoding Sebagai komunikator akan melakukan fungsi encode (encoding) dan pada saat itu disebut encoder sedangkan komunikan melakukan fungsi decode (decoding) yang disebut sebagai decoder. Ketika akan melakukan kegiatan untuk menghasilkan pesan. Pesan bersumber dari gagasan atau ide. Pada saat menerjemahkan gagasan, ide, buah pikiran tersebut ke dalam bentuk kode-kode tertentu sebagai kata-kata tertulis maupun lisan, gambar, gerak-gerik, maupun isyarat yang disengaja dipilih untuk menyampaikan pesan tersebut, maka kita sedang melakukan proses encoding.
Universitas Sumatera Utara
Tindakan menerima pesan tersebut misalnya membaca, mendengarkan, melihat, mengamati dan selanjutnya memberikan penafsiran atau interpretasi terhadap pesan tersebut. Dalam hal ini berarti komunikan sedang terlibat dalam proses decoding (Purba,2006:42).
Saluran (channel) Saluran (channel) adalah media yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Saluran yang merupakan mata rantai yang harus dilalui pesan untuk sampai kepada tujuan berbeda-beda tergantung jenis proses komunikasi yang berlangsung dan jarang sekali menggunakan hanya satu saluran saja. Dalam komunikasi tatap muka (face to face) proses penyampaian ide, gagasan atau perasaan seseorang dapat menggabungkan pemakaian beberapa saluran yang berbedabeda secara simultan. Misalnya sebuah proses komunikasi dengan menggunakan beberapa lambang-lambang berupa kata-kata atau bunyi-bunyian disebut saluran suara, gerak-gerik atau isyarat tubuh misalnya menganggukkan kepala, mengerutkan kening dan lain-lain dapat diamati secara visual, menggunakan wangi-wangian menggunakan saluran yang disebut olfactory (Purba,2006:43). Umpan Balik (feedback) Umpan balik memainkan peranan amat penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Umpan balik positif adalah tanggapan atau response atau reaksi komunikan yang menyenangkan komunikator sehingga komunikasi berjalan lancer. Sebaliknya, umpan balik negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan komunikatornya sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya (Effendy,1999:14). Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya di kala ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif.
Universitas Sumatera Utara
Umpan balik diri sendiri adalah pesan atau informasi yang kita terima atas pesan yang kita produksi sendiri, misalnya ketika sedang berbicara dengan orang lain maka pada saat bersamaan secara sengaja dan sadar kita mendengarkan suara kita sendiri. Umpan balik sejenis ini disebut internal feedback. Feedforward atau umpan maju adalah informasi yang menjawab pesan yang akan disampaikan kepana komunikan. Umpan maju ini sering sekali dilakukan sebagai pengantar dalam sebuah kalimat yang berisi pesan, misalnya “Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, saya mohon……”. Pengantar dalam kalimat merupakan umpan maju berupa isyarat dan tanggapan yang akan disampaikan oleh komunikator. Umpan balik verbal adalah tanggapan yang dikirimkan oleh komunikan berupa kata-kata baik lisan maupun tulisan. Sedangkan umpan balik nonverbal dalah tanggapan atau respon yang diberikan oleh komunikan berupa pesan yang disampaikan bukan dengan kata-kata tetapi dengan isyarat, gambar, warna, dan sebagainya. Umpan balik sejenis ini disebut external feedback. Dalam komunikasi tatap muka, umpan balik secara langsung dan seketika diterima oleh komunikator. Umpan balik ini disebut immediate feedback. Berbeda dengan komunikasi massa, umpan balik diterima tertunda dalam rentang waktu yang cukup lama sejak saat pesan dikirimkan. Umpan balik tertunda pada media massa disebut delay feedback (Purba,2006:45-46). Efek (effect) Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Karena itu, pengaruh bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan (Cangara,2006:25). Lingkungan (environment) Adalah sebuah situasi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu komunikasi. Situasi Lingkungan terjadi karena adanya 4 faktor : − Lingkungan Fisik(Letak Geografis dan Jarak) − Lingkungan Sosial Budaya (Adat istiadat, bahasa, budaya, status sosial)
Universitas Sumatera Utara
− Lingkungan Psikologis ( Pertimbangan Kejiwaan seseorang ketika menerima pesan) − Dimensi Waktu (Musim, Pagi, Siang, dan Malam) (Cangara,2006:26-27). Gambar 4 Unsur-unsur komunikasi
SUMBER
PESAN
MEDIA
PENERIMA
UMPAN BALIK
EFEK
LINGKUNGAN
(Cangara,2006:23) II.1.6) Proses Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi ada dua tahap yaitu Primer dan Sekunder. a. Proses Komunikasi Secara Primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media, bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan sebagainya. Dalam proses komunikasi, media yang paling banyak digunakan adalah bahasa, karena mampu menterjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain dalam bentuk ide, informasi atau opini. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian : • •
Denotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti sebagaimana tercantum dalam kamus atau sebenarnya (dictionary meaning) Konotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti emosional atau mengandung penilaian tertentu / kiasan (emotional or evaluate meaning)
Bahasa memegang peranan penting dalam proses komunikasi. Wilbur Schramm, ahli komunikasi dalam karyanya “Communication research in the USA” menyebutkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator sesuai dengan kerangka acuan (frame of reference), paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 1999:11-12).
b. Proses Komunikasi Secara Sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama dipakai karena relatif jauh atau jumlahnya banyak. Sarana itu, surat, telepon, fax, koran, majalah, radio, TV, film, email, internet, dan lain-lain karena komunikan sebagai sasarnnya berada di tempat yang relatif jauh. Jadi, proses komunikasi sekunder merupakan sambungan dari komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambanglambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat media yang akan digunakan. Penentuan media yang akan digunakan sebagai hasil pilihan dari sekian banyak alternatif perlu didasari pertimbangan siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan media surat, poster, atau papan pengumuman akan berbeda dengan komunikan surat kabar, radio, televisi, film, atau media lainnya. Setiap media memiliki ciri atau sifat tertentu yang efektif dan efisien untuk dipergunakan bagi penyampaian suatu pesan tertentu pula (Effendy, 1999:16). II.1.7) Fungsi Komunikasi Menurut Effendy fungsi komunikasi secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut: - Menyampaikan Informasi (to inform) - Mengajarkan (to educate) - Memperoleh hiburan (to entertain) - Membujuk (to persuade) Pada fungsi komunikasi to inform (menyampaikan informasi), ditujukan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak atau publik yang di lakukan oleh komunikator guna menjadikan khalayak atau publik atau komunikan dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Sedangkan fungsi to educate (mendidik), dilakukan oleh komunikator untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan yang bermanfaat baik secara formal, non formal maupun informal sehingga mendorong pembentukan watak dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan. Fungsi komunikasi to entertain (menghibur), yaitu fungsi yang dilakukan oleh komunikator untuk memberikan hiburan kepada khalayak atau publik atau komunikan. Dan fungsi terakhir adalah To influence (mempengaruhi) yaitu membujuk, mempengaruhi atau membentuk suatu opini seseorang maupun publik, meyakinkan
Universitas Sumatera Utara
tentang informasi-informasi yang diberikannya sehingga benar-benar mengetahui situasi yang terjadi di lingkungannnya (Effendy, 1999:8).
II.1.8) Tujuan Komunikasi Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, tujuan komunikasi adalah sebagai berikut : 1. Perubahan sikap (Attitude Change). Memberikan informasi pada komunikan dengan tujuan agar komunikan akan berubah sikapnya. 2. Perubahan pendapat (Opinion Change). Memberikan berbagai informasi pada komunikan agar komunikan merubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan. 3. Perubahan perilaku (Behaviour Change). Memberikan berbagai informasi pada komunikan dengan tujuan agar komunikan berubah perilakunya. 4. Perubahan sosial (Social Change / Social Participation). Memberikan berbagai informasi pada komunikan/khalayak dengan tujuan agar khalayak mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan (Effendy,1999:8). II.2 Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antar pribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lain dimana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan didalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti senyuman, menggeleng atau menganggukkan kepala. Komunikasi antar pribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). II.2.1) Pengertian Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan proses sosial dimana orangorang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh
Universitas Sumatera Utara
De Vito (1976) dalam Liliweri (1991:12) bahwa, komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Effendy (1986) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis (Liliweri,1991:12). Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesanpesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan member kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya. Pendapat lain dari Dean C. Barnlund (1968) mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari (1988) mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Juga Tan (1981) mengemukakan bahwa interpersonal communication (komunikasi antar pribadi) adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih (Liliweri, 1991:12). II.2.2) Ciri-Ciri dan Sifat Komunikasi Antar Pribadi Adapun ciri-ciri komunikasi antar pribadi (Liliweri, 1991:14-19) adalah: 1. Komunikasi antar pribadi biasanya terjadi spontan dan sambil lalu. 2. Komunikasi antar pribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu. 3. Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang jelas. 4. Komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun yang tidak disengaja. 5. Komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan. 6. Komunikasi antar pribadi menghendakii paling sedikit melibatkan hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan. 7. Komunikasi antar pribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak membuahkan hasil. 8. Komunikasi antar pribadi menggunakan lambang-lambang bermakna. Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antarpribadi dan bukan komunikasi lainnya yang terangkum dalam pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982). Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu adalah: (1) Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal; (2) Melibatkan di dalamnya pernyataan/ungkapan yang spontan, scripted dan contrived; (3) Komunikasi antar pribadi tidaklah statis melainkan dinamis; (4) Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi; (5) Dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik; (6) Komunikasi antar pribadi
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu kegiatan dan tindakan; (7) melibatkan di dalamnya bidang persuasif (Liliweri,1991:31).
II.2.3) Tujuan Komunikasi Antar Pribadi Adapun tujuan dari komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut : 1. Mengenal diri sendiri dan orang lain Salah satu cara mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri, dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain. Kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Pada kenyataanya, persepsi-persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dari orang lain melalui komunikasi antar pribadi. 2. Mengetahui dunia luar Komunikasi antar pribadi juga memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang kita miliki dengan interaksi antar pribadi. 3. Menciptakan dan memelihara hubungan Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, hingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi antar pribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan demikian mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri. 4. Mengubah sikap dan perilaku Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Keinginan memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya. Singkatnya banyak yang kita gunakan untuk mempersuasikan orang lain melalui komunikasi antar pribadi. 5. Bermain dan mencari hiburan Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Pembicaraanpembicaraan lain yang hampir ama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Seringkali hal tersebut tidak dianggap penting, tapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena memberi suasan lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya. 6. Membantu orang lain Kita sering memberikan berbagai nasehat dan saran pada teman-teman yang sedang menghadapi masalah atau suatu persoalan dan berusaha untuk menyelesaikannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan dari proses komunikasi antar pribadi adalah membantu orang lain (Widjaja, 2000 :12).
Universitas Sumatera Utara
II.2.4) Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antar Pribadi Pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi soal bukanlah intensitas melainkan kualitas dari komunikasi terjadi. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik, yaitu: sikap percaya, sikap suportif dan keterbukaan. a. Sikap percaya (trust) Secara ilmiah percaya didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko (Griffin, 1967:224-234 dalam Rakhmat, 2005:130). Menurut Johnson (1981), mempercayai meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada orang lain. Keuntungan mempercayai orang lain di paparkan oleh Rakhmat (2004:130). Pertama, rasa percaya meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas pengiriman peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Kedua, hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab. Bila anda merasa kawan anda tidak jujur dan tebuka, anda pun akan memberikan respon yang sama. Akibatnya hubungan akan berlangsung secara dangkal dan tidak mendalam. Sejauhmana kita percaya kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional. Menurut Deutsch (1958), harga diri dan otoritarianisme mempengaruhi percaya. Orang yang harga dirinya positif akan cenderung mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter cenderung sukar mempercayai orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu: menerima, empati, dan kejujuran. Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang terlihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai. Sikap menerima tidaklah semudah yang dikatakan. Kita selalu cenderung menilai dan sukar menerima. Akibatnya, hubungan antarpribadi tidak akan berlangsung seperti apa yang kita harapkan. Bila kita tidak bersikap menerima, kita akan mengkritik, mengecam atau menilai. Sikap seperti ini akan menghancurkan rasa percaya. Orang enggan pula menerima kita karena takut pada akibat-akibat buruk yang akan timbul dari reaksi kita. Sikap menerima menggerakkan percaya, karena tidak akan merugikan orang lain. Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai orang berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi. Betapapun jeleknya perilakunya kita tetap berkomunikasi dengannya sebagai personal, bukan sebagai objek (Rakhmat, 2005: 131-132). Empati adalah faktor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain. Empati telah didefinisikan bermacam-macam. Empati dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita (Freud, 1921) ; sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi (Scotland, et al, 1978:12) ; sebagai “imaginative intellectual and emotional participation in another person’s experience” (Bennet, 1979). Definisi terakhir dikontraskan dengan pengertian simpati. Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara imaginatif pada posisi orang lain. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakan. Kejujuran adalah faktor yang ketiga yang menumbuhkan sikap percaya. Menerima dan empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap menerima dapat ditanggapi sebagai sikap acuh tak acuh, dingin dan tak bersahabat; empati dapat ditanggapi sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi sebenarnya, kita harus jujur mengungkapkan diri kita kepada orang lain. Kita harus menghindari terlalu banyak melakukan “penopengan” atau “pengelolahan kesan”. Kita tidak menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan isi hatinya atau membungkus pendapat dan sikapnya dengan lambang-lambang verbal dan non verbal. Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga. Ini mendorong orang lain untuk percaya kepada kita (Rakhmat, 2005:133) b. Sikap suportif Sikap suportif merupakan upaya mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang defensif cenderung tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
haruslah dihindari agar komunikasi antar pribadi dapat berlangsung efektif. Dalam penelitian Gibb (Rakhmat,2004:134) diungkapkan perilaku defensif antara lain: 1. Evaluasi, artinya penilaian terhadap orang lain; memuji dan mengancam. Dalam mengevaluasi kita menyebutkan kelemahan orang lain, mengungkapkan betapa jelek perilakunya, meruntuhkan harga dirinya, kita akan melahirkan sikap defensif. 2. Control, perilaku control artinya berusaha untuk mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat dan tindakannya. Melakukan control juga berarti mengevaluasi orang lain sebagai orang yang jelek sehingga perlu diubah. Setiap orang tidak ingin didominasi orang lain. Kita ingin menentukan perilaku yang kita senangi. Karena itu control orang lain akan kita tolak. 3. Strategi, yaitu penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk mempengaruhi orang lain. Anda akan menggunakan strategi bila orang menduga anda mempunyai motif-motif tersembunyi. 4. Netralitas, merupakan sikap impersonal – memperlakukan orang lain tidak sebagai objek. Bersikap netral bukan berarti objektif, melainkan menunjukkan sikap tak acuh, tidak menghiraukan perasaan dan pengalaman orang lain. 5. Superioritas artinya sikap menunjukkan anda lebih tinggi atau lebih baik daripada orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual, kekayaan, atau kecantikan. Superioritas akan melahirkan sikap defensif. 6. Kepastian. Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. c. Sikap terbuka Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatism; sehingga untuk memahami sikap terbuka, kita harus mengidentifikasikan terlebih dahulu karakteristik orang dogmatis (Rakhmat, 2004: 136). 1. Menilai pesan berdasarkan motif pribadi. Orang dogmatis tidak akan memperhatikan logika suatu proposisi, ia lebih banyak melihat sejauhmana proposisi itu sesuai dengan dirinya. 2. Berfikir simplistis. Bagi orang dogmatis, dunia ini hanya hitam dan putih, tidak ada kelabu. Baginya jika tidak salah maka benar. 3. Berorientasi pada sumber. Orang dogmatis mementingkan siapa yang berbicara bukan apa yang dibicarakan. Ia tunduk pada otoritas, karena -seperti umumnya orang dogmatis- ia cenderung lebih cemas dan mempunyai rasa tidak aman yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
4. Mencari informasi dari sumber sendiri. Orang-orang dogmatis hanya mempercayai sumber informasi mereka sendiri. 5. Secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya. Ia akan mempertahankan setiap jengkal dari wilayah kepercayaan sampai titik darah penghabisan. 6. Tidak mampu membiarkan inkonsistensi. Orang dogmatis tidak tahan hidup dalam suasana inkosisten. Informasi yang tidak konsisten dengan desakan dari dalam dirinya akan ditolak, distorsi atau tidak dihiraukan sama sekali. Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, dogmatism harus digantikan dengan sikap terbuka. II.3. Komunikasi Nonverbal Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Selain kemampuan daya pikirnya (super rational), manusia juga memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih indah dan leboh canggih (super sophisticated of communication), sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia mampu menciptakan simbol-simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada di sekitarnya, sementara hewan hanya dapat mengandalkan bunyi atau bau secara terbatas (Cangara,2006:93-94). Hingga kini belum ada suatu teori pun yang diterima luas mengenai bagaimana bahasa itu muncul di permukaan bumi. Ada dugaan kuat bahasa nonverbal muncul sebelum bahasa verbal. Di duga makhluk-makhluk yang mirip manusia dan menggunakan alat pemotong dari batu ini namun masih seperti kera berkomunikasi secara naluriah, dengan bertukar tanda gerakan tubuh, termasuk gerakan tangan dan lengan, sedikit lebih maju dari komunikasi hewan primata masa kini. Sekitar 5000 tahun lalu manusia melakukan transisi komunikasi dengan memasuki era tulisan, sementara bahasa lisan pun terus berkembang. Transisi paling dini dilakukan bangsa Sumeria dan bangsa Mesir kuno, lalu bangsa Maya dan bangsa Cina yang mengembangkan sistem tulisan mereka secara independen. Menjelang kirakira 500 sebelum Masehi, bangsa Yunani telah menggunakan alfabet secara luas. Akhirnya alfabet Yunani itu diteruskan ke Roma tempat tulisan itu disempurnakan. Sistem tulisan dan bahasa lisan itu terus berkembang hingga kini. Kita pun memasuki era cetak pada abad ke 15, yang beberapa abad kemudian disusul oleh era radio, era televisi dan kini era komputer. Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut,yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa tertulis Thai misalnya terdiri dari 44 konsonan dan 32 vokal. Suaranya dikombinasikan dengan lima nada yang berbeda untuk menghasilkan bahasa yang bermelodi. Kelas-kelas orang yang berbeda menggunakan kata ganti orang, kata benda, dan kata kerja yang berbeda pula menunjukkan status sosial dan keintiman. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi totalitas objek atau konsep yang diwakili katakata itu. Misalnya kata rumah, realitas apa yang diwakili oleh kata rumah sangat beragam, ada rumah bertingkat, rumah tembok dan rumah sakit, dan lain-lain. Bila kita
Universitas Sumatera Utara
menyertakan budaya sebagai variabel dalam proses abstraksi itu, problemnya menjadi semakin rumit. Ketika anda berkomunikasi dengan seseorang dari budaya lain. Ketika anda berkomunikasi dengan orang dari budaya sendiri proses abstraksi untuk merepresentasikan pengalaman anda akan jauh lebih mudah (Mulyana,2005:237-241). Pemberian arti pada simbol adalah suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada suatu masyarakat karena itu dapat disimpulkan bahwa : - Semua kode memiliki unsur nyata. - Semua kode memiliki arti. - Semua kode tergantung pada persetujuan para pemakainya. - Semua fungsi memiliki fungsi. - Semua kode dapat dipindahkan, apakah melalui media atau saluran-saluran komunikasi lainnya. Bahasa mengembangkan pengetahuan kita, agar kita dapat menerima sesuatu dari luar dan juga berusaha untuk menggambarkan ide-ide kepada orang lain. Begitu pentingnya peranan bahasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan, sebuah pengadilan di Inggris tahun 1970 menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang ibu karena lalai mengajar anaknya untuk bisa berbahasa. Menurut para ahli, ada 3 teori yang membicarakan sehingga orang bisa memiliki kemampuan berbahasa. Teori pertama disebut operant conditioning yang dikemukakan oleh seorang ahli psikologi behavioristik yang bernama BF. Skinner (1957). Teori ini menekankan unsur rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih dikenal dengan istilah S-R. teori menyatakan bahwa, jika suatu organisme dirangsang oleh stimuli dari luar maka orang cenderung akan memberi reaksi. Anak-anak mengetahui bahasa karena ia diajar oleh orang tuanya atau meniru apa yang diucapkan oleh orang lain. Teori kedua ialah teori kognitif (cognitive theory) yang dikembangkan oleh psikologi kognitif Noam Chomsky. Teori ini menekankan kompetensi bahasa pada manusia lebih dari apa yang dia tampilkan. Bahasa memiliki korelasi dengan pikiran. Karena itu Chomsky menyatakan bahwa kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis yang dibawa dari lahir. Pendapat ini didukung oleh Eric Lenneberg (1964) bahwa seorang anak manusia bagaimanapun ia diisolasi ia tetap memiliki potensi untuk bisa berbahasa. Teori ketiga disebut mediating theory atau teori penengah. Teori ini dikembangkan oleh ahli psikologi behavioristik Charles Osgood. Teori mediasi menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan kemampuannya berbahasa, tidak saja bereaksi terhadap rangsangan (stimuli) yang diterima dari luar, tetapi juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi dalam dirinya. Osgood memberi contoh pada bayi yang lapar akan menangis dan menyentak-nyentakkan tangan dan kakinya sebagai isyarat yang ditujukan kepada ibunya. Dorongan internal ini mendukung reaksi anak untuk membentuk dan mengidentifikasi arti terhadap sesuatu yang ada di luar dirinya atau lingkungannya. Tanpa bahasa manusia tidak bisa berpikir, bahasalah yang mempengaruhi persepsi dan pola-pola berpikir seseorang. Kata Benyamin Lee Whorf dan Edward Sapir (1965) dalam hipotesisnya (Cangara,2006:95-99). Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi : penamaan (naming atau labelling), interaksi dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada
Universitas Sumatera Utara
usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dlaam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi yang dapat mengundang simpati dan pengertia atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Anda juga menerima informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga anda tidur kembali dari orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui media massa). Fungsi bahasa inilah yang disebut fungsi transmisi. Keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa lalu , masa kini dna masa depan, memungkinkan berkesinambungan budaya dan tradisi kita (Mulyana,2005:242-243). Secara sederhana, komunikasi nonverbal dapat didefenisikan sebagai berikut : Non berarti tidak, Verbal bermakna kata-kata (words), sehingga komunikasi nonverbal dimaknai sebagai komunikasi tanpa kata-kata. Menurut Adler dan Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication, batasan yang sederhana itu tersebut merupakan langkah awal untuk membedakan apa yang disebut dengan vocal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan mulut dan verbal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan kata-kata. Dengan demikian, definisi kerja dari komunikasi nonverbal adalah pesan lisan dan bukan lisan yang dinyatakan melalui alat lain di luar alat kebahasaan (oral and nonoral message expressed by other than linguistic means) (Sendajaja,2005:227-228).
Untuk memahami dengan lebih jelas, kita dapat melihat tabel mengenai tipe komunikasi berikut ini. Gambar 5 Tabel Tipe-Tipe Komunikasi Komunikasi Vokal Komunikasi Verbal
Komunikasi Nonvokal Bahasa Lisan Bahasa Tertulis (Spoken Word) (written words)
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi Nonverbal
Nada Suara (tone of voice) Desah (sighs) Jeritan (scream) Kualitas Vokal (voqal qualities)
Isyarat (gesture) Gerakan (movement) Penampilan (appearance) Ekspresi wajah (facial expression)
(Sendjaja,2005:228) Dalam kebanyakan peristiwa komunikasi yang berlangsung, hampir selalu melibatkan penggunaan lambang-lambang verbal dan nonverbal secara bersama-sama. Keduanya, bahasa verbal dan nonverbal, memiliki sifat holistic, bahwa masing-masing tidak dapat saling dipisahkan. Ketika kita menyatakan terima kasih (bahasa verbal), kita melengkapinya dengan tersenyum (bahasa nonverbal). Kita setuju terhadap pesan yang disampaikan orang lain dengan anggukan kepala (bahasa nonverbal). Dua peristiwa tersebut merupakan contoh bahwa bahasa verbal dan nonverbal bekerja secara bersamasama dalam menciptakan makna suatu perilaku komunikasi (Sendjaja,2005:225). Komunikasi nonverbal digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti atau dapat dipahami. Keduanya, komunikasi verbal dan nonverbal, kurang dapat beroperasi secara terpisah, satu sama lain saling membutuhkan guna mencapai komunikasi efektif (Sendjaja,2004:234). Dale G. Leathers penulis Nonverbal Communication menyebut enam alasan komunikasi nonverbal sangat penting, yaitu pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal daripada pesan verbal. Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud relative bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Keempat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Kelima, pesan
Universitas Sumatera Utara
nonverbal merupakan cara berkomunikasi yang lebih efesien dibandingkan pesan verbal. Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti paling tepat (dalam Rakhmat,2005:287). Sebelum jauh membicarakan tentang komunikasi nonverbal, penulis coba untuk menjelaskan tentang kedudukan dan perbedaan mendasar antara komunikasi verbal dan nonverbal. Secara sekilas telah diruaikan bahwa antara komunikasi verbal dan nonverbal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti kedua bahasa tersebut bekerja bersama-sama untuk menciptakan suatu makna. Namun, keduanya juga memiliki perbedaan-perbedaan.
Dalam pemikiran Don Stacks dan
kawan-kawan, ada tiga perbedaan utama diantara keduanya yaitu kesengajaan pesan (the intentionality of message), tingkat simbolisme dalam tindakan atau pesan (the degree of symbolism in the act or message), dan pemrosesan mekanisme (processing mechanism) (Sendjaja:2005:229). 1. Kesengajaan (intentionality) Satu perbedaan utama antara komunikasi verbal dan nonverbal adalah persepsi mengenai niat (intent). Pada umumnya niat ini menjadi penting ketika kita membicarakan lambang atau kode verbal. Michael Burgoon dan Michael Ruffner menegaskan bahwa sebuah pesan verbal adalah komunikasi kalai pesan tersebut dikirimkan oleh sumber dengan sengaja dan diterima oleh penerima dengan sengaja pula. Komunikasi nonverbal tidak banyak dibatasi oleh niat atau intent tersebut. Sebab, komunikasi nonverbal cenderung kurang dilakukan dengan sengaja dan kurang halus apabila dibandingkan dengan komunikasi verbal. 2. Perbedaan-perbedaan simbolik (symbolic differences). Komunikasi nonverbal lebih alami, ia beroperasi sebagai norma dan perilaku yang didasarkan pada norma. Mehrabian menjelaskan bahwa komunikasi verbal dipandang lebih eksplisit dibanding bahasa nonverbal yang bersifat implicit. Artinya, isyarat-isyarat verbal dapat didefenisikan melalui sebuah kamus yang eksplisit dan lewat aturan sintaksis (kalimat), namun hanya ada penjelasan yang samar-samar dan informasi mengenai signifikasi beragam perilaku nonverbal.
Universitas Sumatera Utara
3. Mekanisme pemprosesan (processing mechanism). Satu perbedaan utama dalam pemrosesan ada dalam tipe informasi pada setiap belahan otak. Secara tipikal, belahan otak sebelah kiri adalah tipe informasi yang lebih tidak berkesinambungan dan berubah-ubah, sementara otak sebelah kanan, tipe informasinya lebih berkesinambungan dan alami. Berdasarkan pada perbedaan tersebut, pesan-pesan verbal dan nonverbal berbeda dalam konteks struktur pesannya. Komunikasi nonverbal kurang terstruktur. Aturanaturan yang ada ketika kita berkomunikasi secara nonverbal adalah lebih sederhana dibanding komunikasi nonverbal yang mempersyaratkan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis. Komunikasi nonverbal secara tipikal diekpresikan pada saat tindak komunikasi berlangsung. Selain itu, komunikasi nonverbal mempersyaratkan sebuah pemahaman mengenai konteks dimana interaksi tersebut terjadi, sebaliknya komunikasi verbal justru menciptakan konteks tersebut (Sendjaja:2005:229-231). Menurut Littlejohn (1978) dalam perbagai ulasan tentang komunikasi atau isyarat nonverbal selalu kita lihat dua kelompok teori yang selalu berkaitan yaitu : (1) Struktur isyarat-isyarat nonverbal. (2) Fungsi yang dimainkannya. Bentuk-bentuk dari isyarat nonverbal telah dikelompokkan pula dengan beberapa langkah. Satu dari sekian banyak di antaranya terlihat dalam metode penggunaan yang dikemukakan oleh Eisenberg dan Smith dalam tiga kerangka analisis: 1. Kinesik 2. Proksemik 3. Paralinguistik Teori Kinesik dari Birdwhistell Menurut Birdwhistell bahwa komunikasi nonverbal merupakan suatu proses yang sinambung karena sebenarnya tidak ada satu saluranpun yang digunakan secara tetap, yang pasti lebih dari satu saluran tetap digunakan. Komunikasilah yang membahas proses itu terjadi dan kelanjutannya. Satu dari sekian banyak kaitan penemuannya yang terpenting antara aktivitas tubuh dengan bahasa dikemukakannya dalam paradigma analogi linguistik kinesik sebagai berikut : keaslian studi tentang gerak tubuh merupakan indikasinya yang pertama bahwa struktur kinesik itu pararel dengan struktur bahasa. Melalui studi tentang gerakan tubuh dalam konteksnya maka semua sistem kinesik menjadi jelas bentuknya yang menakjubkan seperti adanya kata-kata dalam suatu bahasa. Penemuan ini berubah menjadi suatu penyelidikan terhadap pelbagai komponen dari bentuk-bentuk gerakan tubuh yang amat kompleks yang akhirnya menjadi jelas, bahwa ada perilaku tubuh yang fungsinya berhubungan nyata dengan pelbagai bunyi ucapan dalam bahasa sebagaimana ditunjukkan dalam kesederhadaan maupun kerumitan kata-kata. Akibatnya dapat juga
Universitas Sumatera Utara
menerangkan betapa luasnya suatu struktur perilaku sebagaimana juga ditunjukkan dalam suatu kalimat dalam paragraph tertentu. Dalam karyanya : kinesik dan konteks, ia menggarisbawahi tujuh anggapan dasarnya atas teori yang dibangunnya, yaitu : (1) Seperti banyaknya kejadian alam lainnya, maka tidak ada gerakan tubuh atau suatu pernyataan manusia tanpa membawa arti tertentu dalam konteks penampilan dirinya. (2) Seperti juga pada aspek-aspek lain dari perilaku manusia, maka sebenarnya penampilan tubuh, gerakannya, dan pengungkapannya dalam wajah merupakan suatu pola yang merupakan subyek yang ditelaah secara sistematis. (3) Sebagaimana juga adanya kemungkinan bahwa pemahaman gerak tubuh itu sebagiannya dapat diterangkan secara biologis namun dengan cara lain pun sistimatik gerakan tubuh anggota suatu masyarakat tertentu bisa diterangkan sebagai suatu fungsi dari sistem sosial yang dimiliki suatu kelompok tertentu. (4) Aktivitas tubuh yang nyata seperti aktivitas gelombang suara yang didengar, secara sistematis mempengaruhi perilaku orang lain yang menjadi anggota suatu kelompoknya. (5) Demikian juga masih ada cara lain yang dipertunjukkan seorang sebagai perilaku maka hal itupun bisa diterangkan melalui suatu penyeledikan fungsi komunikasinya. (6) Suatu pengertian sebenarnya ditarik dari fungsi-fungsi perilaku seseorang dan apa yang dilaksanakannya, ini merupakan satu penyelidikan juga. (7) Sebagian dari sistem biologis dan pengalaman hidup yang khusus dari setiap orang akan memberikan kontribusinya pada unsur-unsur ideosinkratik pada sistem kinesik yang dimilikinya. Tetapi kepribadian atau kualitas gejala dari unsur-unsur ini hanya bisa ditetapkan menyusul suatu analisis dalam suatu sistem yang luas dari bagian tersebut. Beberapa gerakan disebutnya dengan kines. Suatu kines sebenarnya merupakan abstraksi dari arah perilaku seseorang yang diwariskan oleh kelompok yang sama, yang menggambarkan perilaku berbeda dengan kelompok yang lain. Dengan kata lain, suatu arah atau maksud gerakan atau posisi seseorang menentukan pula keberadaan orang itu. Gerakan dari mata ataupun tangan merupakan contoh dari apa yang disebut dengan kines itu. Dan kines akhirnya dapat dibedakan dari suatu kelompok budaya dengan kelompok budaya lainnya. Kines yang dikelompokkan disebut dengan kinemes yang sekaligus menggambarkan dalam fungsi komunikasinya. Seperti juga gejala yang terlihat dalam linguistic, maka kinemes yang dipunyai sebuah kelompok relatif berhubungan erat dengan pertukaran kines yang mereka lakukan. Kinesik dapat dipergunakan dalam tiga tingkatan, yaitu : (1) Prekinesik, merupakan studi psikologis dari aktivitas gerakan tubuh sebagai bagian dari kenyataan sosialnya. Ini merupakan tanda pendahuluan untuk mengalisis perilaku komunikasi. (2) Mikrokinesik, merupakan studi tentang analisis unit-unit perilaku. (3) Kinesik Sosial, merupakan studi perilaku dalam konteks dan bangunan kinesik dalam kenyataan komunikasi (Liliweri,1991:76-81).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ekman dan Friesen, semua perilaku nonverbal dapat dikelompokkan ke dalam satu dari lima tipe, tergantung pada sumber perbuatan, penandaan atau koding dan penggunaannya. (1) Ilustrator, cenderung merupakan isyarat yang menyertai perkataan untuk menciptakan pesan visual yang mendukung atau memperkuat isi pesan dan yang lebih seringnya berasal dari alam bawah sadar kita. Misalnya, kita mungkin memberikan isyarat dengan menggerakkan ke atas telapak tangan yang menghadap ke atas ketika kita menggambarkan bagaimana kenaikan harga rumah selama 10 tahun terakhir. (2) Lambang (emblem), biasanya menggantikan kata-kata. Salah satu yang paling populer adalah ,mengacungkan ibu jari ke atas (sebagai tanda setuju). Emblem yang muncul dari budaya dapat bersifat acak atau memiliki kemiripan dengan objek yang diwakilinya. (3) Tampilan yang mempengaruhi, ini adalah gerakan yang cenderung membagi emosi menjadi negatif atau positif. Gerakan-gerakan ini meliputi ekspresi wajah, isyarat yang berhubungan dengan anggota badan, postur tubuh, dan gerakan. Wajah adalah sumber penunjukkan perasaan yang kaya, namun bagian lainnya juga memiliki peran penting. Perilaku menunjukkan perasaan bersifat intrinsik, komunikatif, interaktif dan selalu informatif (Borg,2009:58-59). (4) Adaptor, yang berfungsi untuk membantu meredakan ketegangan tubuh, misalnya menggaruk kepala atau menggoyangkan kaki. Dalam hal ini terdapat beberapa jenis adaptor, yaitu: - Adaptor yang ditujukan kepada tubuh sendiri (self-adaptor), seperti menggaruk, menepuk, meremas, menggenggam,dsb. - Adaptor pengganti (alter-adaptor) adalah perilaku yang ditujukan kepada tubuh orang lain, seperti menepuk punggung seseorang. - Adaptor objek (object-adaptor), yaitu perilaku kepada benda, seperti memainkan pena di tangan. (5) Regulator, yang digunakan untuk mengontrol atau mengkoordinasikan interaksi. Misalnya kita menggunakan kontak mata dalam percakapan untuk menunjukkan perhatian kepada lawan bicara. Regulator utamanya bersifat interaktif, intrinsik, dan ikonik serta berasal dari pembelajaran budaya (cultural learning) (Morrisan,2009:95-96).
Intonasi/nada suara (Paralanguage/ Vocalics), parabahasa atau vokalika (vocalic) merujuk pada aspek-aspek selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas (volume) suara, intonasi, dialek,dan sebagainya. Terkadang kita bosan mendengarkan pembicaraan orang, bukan karena isi pembicaraannya, melainkan karena cara menyampaikannya yang lamban dan monoton.
Universitas Sumatera Utara
Tinggi rendahnya suara (pitch) karena aspek suara yang satu ini bisa mengekspresikan beragam makna yang berbeda. Misalnya, mudah bagi kita untuk mengetahui bagaimana sebuah nada suara bisa menunjukkan perbedaan antara membuat sebuah pernyataan atau mengajukan pertanyaan: “Mereka sudah kembali” sebagai lawan dari “Mereka sudah kembali?”. Kita bisa memberitahukan perasaan kita yang sedang bosan dengan menggunakan suara datar, atau kita bisa pula mengekspresikan rasa keterkejutan dengan menaikkan nada suara. Kecepatan atau tempo, kita mengetahui bahwa sesuatu yang diekspresikan dengan cepat menunjukkan adanya urgensi, sedangkan perkataan yang lebih lambat atau tenang mengindikasikan makna yang sepenuhnya berbeda. Kenyaringan suara merupakan aspek lain yang juga dapat menyampaikan makna yang berbeda. Secara umum, kita menganggap suara yang sangat nyaring atau keras sebagai suatu wujud ekspresi kemarahan. Tiga aspek dari gaya bicara ini memberikan ritme bagi suara. Orang dengan suara yang atraktif memiliki sebuah “kelebihan” yang terbukti dapat menyenangkan orang lain. Sebuah pepatah sederhana: “cara kita bernafas adalah cara kita bersuara” (Borg,2009:191-194).
Kinesik (kinesics), karena kita hidup, semua anggota badan kita senantiasa bergerak. Lebih dari dua abad yang lalu Blaise Pascal menulis bahwa tabiat kita adalah bergerak; istirahat sempurna adalah kematian. Ekspresi wajah dan tatapan mata, orang cenderung menyakini apa yang dikatakan pada wajah daripada kata-kata yang mereka dengar. Titik pusat dari wajah adalah mata. Mata mengungkapkan sebagian besar informasi, tempat kedua diduduki oleh ekspresi wajah kita. Jadi apapun alasan untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya sesekalo meringis, menyipitkan mata atau mengangkat alis bisa membuka kedok. Kontak mata merupakan salah satu cara nonverbal untuk: -
-
-
Menunjukkan kesukaan/keakraban dan bagaimana hubungan tersebut berjalan (kita lebih sering memandang orang kita sukai daripada yang tidak kita sukai). Melatih kontrol (misalnya, orang mungkin akan memperbanyak kontak mata ketika mereka sedang mencoba menegaskan sebuah pokok persoalan atau bersikap persuasive). Mengatur interaksi (mata digunakan untuk mengarahkan “momentum” dari sebuah percakapan, setelah memulainya terlebih dahulu). Memberikan informasi mengenai suasana hati dan karakter (seperti perhatian, kompetensi, kredibilitas, kegemaran, sekaligus pelepasan dari sebuah ikatan) (Borg,2009:83-85).
Banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan wajah. Namun penelitian Charles Darwin yang pertama kali menyoroti pentingnya memperlajari ekspresi wajah dan berbagai emosi yang ditunjukkan melalui wajah. Secara umum, telah diterima bahwa, oleh semua budaya, terdapat 6 jenis emosi yang mudah untuk diidentifikasi. Enam emosi universal :
Universitas Sumatera Utara
-
Kebahagiaan Kesedihan Keterkejutan Muak Rasa Takut Marah (Borg,2009:127-128).
Isyarat tangan, kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan. Perhatikan ketika orang sedang menelepon. Meskipun lawan bicara tidak melihat, ia menggerak-gerakkan tangannya. Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari, yang punya makna dalam suatu budaya atau subkultur. Di Amerika, orang memanggil orang lain untuk mendekat dengan satu jari atau semua jari menghadap ke atas, sementara tangannya bergerak ke arah pemanggil. Di banyak Negara lain di Asia, Timur Tengah, Mediterania dan Amerika Selatan, orang yang memanggil orang lain dengan melengkungkan tangan dengan telapak menghadap ke bawah dan gerakan tangan berlawanan arah dengan cara Amerika. Orang Indonesia atau Pakistan yang memanggil orang Amerika dengan cara Indonesia atau cara Pakistan sering dianggap melambaikan tangan untuk berpisah, sehingga yang dipanggil malah pergi (Mulyana,2005:317-319). Gerakan Kepala, di beberapa Negara anggukan kepala malah berarti “tidak”, seperti di India sementara isyarat “ya” di Negara itu adalah menggelengkan kepala. Orang Inggris seperti orang Indonesia, menganggukkan kepala untuk menyatakan bahwa mereka mendengar dan tidak berarti menyetujui. Di Yunani, orang mengatakan tidak dengan menyentakkan kepalanya ke belakang dan menengadahkan wajahnya (Mulyana,2005:322). Postur Tubuh dan Posisi kaki, postur tubuh sering bersifat simbolik. Kita cenderung mengapresiasi orang yang bertubuh tinggi dan seimbang. Banyak orang yang berusaha mati-matian untuk memperoleh psotur tubuh yang ideal dengan mengontrol makanan, berolahraga, mengkonsumsi obat atau jamu, dan bahkan menjalani bedah plastik. Postur tubuh memang mempengaruhi citra diri. Beberapa peneltian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau temperamen. Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan William Sheldon misalnya menunjukkan hubungan antara bentuk tubuh dan temperamen. Ia menghubungkan tubuh yang gemuk (endomorph) dengan sifat malas dan tenang; tubuh yang atletik (mesomorph) dengan sifat asertif dan kepercayaan diri; dan tubuh yang kurus (ectomorph) dengan sifat introvert yang lebih menyenangi aktivitas mental daripada aktivitas fisik (Mulyana,2005:323-324). Mehrabian menyebut tiga makna yang dapat disampaikan postur : immediacy, power dan responsiveness. Immediacy adalah ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan
Universitas Sumatera Utara
terhadap individu yang lain. Postur yang condong kea rah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan atau penilaian positif. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Individu mengkomunikasikan responsiveness bila ia bereaksi secara emosional pada lingkungan, secara positif dan negatif. Bila postur kita tidak berubah, kita mengungkapkan sikap yang tidak responsif (Rakhmat,2005:290).
Proksimitas (Proxemics), pada tahun 1960-an seorang antropolog Erikaka bernama Edward hall memperkenalkan konsep proxemics yang berasal dari kata proximity (jarak) atau dengan kata lain kedekatan. Dia berbicara mengenai ruang pribadi dan bagaimana kita makhluk yang cenderung menjaga daerah kekuasaan kita, sering menciptakan gelembung yang tak kasat mata di sekitar kita sebagai bentuk perlindungan. Data zona yang tepat : -
-
-
-
Sangat dekat: 0-6 inchi. Jarak sedekat ini hanya bisa diakses oleh beberapa pasangan atau orang (misalnya anak-anak) yang kita tidak keberatan bila bersentuhan dengan mereka. Dekat: 6-8 inchi. Hanya orang-orang yang paling pentin seperti kekasih, kerabat dekat, teman dekat, dokter yang diperbolehkan untuk mengaksesnya. Jika ada orang asing atau orang yang belum dikenal dengan dekat, atau orang yang tidak disukai, menerobos masuk ruang ini, maka kita merasa tidak nyaman. Personal: 18 inchi – 4 kaki, atau sepanjang lengan. Kita bisa melakukan jabat tangan di zona ini. ini adalah jarak interaksi yang ideal di dunia Barat, untuk hampir seluruh interaksi. Kita akan melihat jarak ini dalam acara-acara sosial, mungkin acara dan pesta di kantor, atau acara-acara pertemanan. Sommer mencatat bahwa jika kita berdiri di luar zona ini, maka tindakan ini bisa menumbuhkan perasaan negatif pada diri orang lain. Sosial: 4-12 kaki. Orang yang tidak begitu familier dengan kita tapi mungkin dia harus berinteraksi dengan kita, misalnya pedagang atau karyawan toko. Publik: 12 kaki atau lebih. Ketika berbicara dengan sekelompok orang dalam sebuah acara resmi, jarak ini dianggap sebagai jarak yang bisa diterima dari barisan yang paling depan. Biasanya, tidak terjadi interaksi sosial dalam zona ini (Borg,2009:289-294).
Penampilan fisik (tubuh dan cara berpakaian), setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang baik itu busananya (model, kualitas, bahan, warna) dan juga ornament lain yang dipakainya, seperti kaca mata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, dan sebagainya. Seringkali orang juga memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut, dan sebagainya. Busana, nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Banyak subkultur atau komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Orang mengenakan jubah atau jilbab
Universitas Sumatera Utara
sebagai tanda keagamaan keyakinan mereka. Di Indonesia dokter berjas putih, bidan berseragam purih, tentara berseragam hijau dan murid SD berseragam putih merah. Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif, religious, modern atau berjiwa muda. Kita memang cenderung mempersepsi dan memperlakukan orang yang sama dengan cara berbeda bila ia mengenakan pakaian berbeda. Misalnya, kita akan merasa cukup nyaman berbicara dengan orang yang berkemeja polos biasa. Namun saat lain kita akan merasa canggung ketika berbicara dengan orang yang sama namun berpakaian lengkap (jas dan dasi) atau berpakaian militer lengkap dengan tanda pangkatnya. Waktu (chronomics), waktu menentukan hubungan antarmanusia. Waktu berhubungan erat dengan perasaan hati dan perasaan-perasaan manusia. Kronemika (chronemics) adalah studi dan interpretasi atas waktu sebagai pesan. Edward T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua waktu: waktu monokronik (M) dan waktu polikronik (P). Penganut waktu polikronik memandang waktu sebagai suatu putaran yang kembali dan kembali lagi. Mereka cenderung mementingkan kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam waktu ketimbang waktu itu sendiri, menekankan keterlibatan orang-orang dan menyelesaikan transaksi alih-alih menepati jadwal waktu. Sebaliknya penganut waktu monokronik cenderung mempersepsi waktu sebagai berjalan lurus dari masa silam ke masa depan dan memperlakukannya sebagai entitas yang nyata dan bisa dipilah-pilah, dihabiskan, dibuang, dihemat, dipinjam, dibagi, hilang atau bahkan dibunuh, sehingga mereka menekankan penjadwalan dan kesegeraan waktu. Waktu P dianut kebanyakan budaya Timur, Eropa Selatan (Italia,Yunani, Spanyol, Portugal) dan Amerika latin, sedangkan waktu M dianut kebanyakan budaya Barat (Eropa Utara, Amerika Utara dan Australia). Bandingkan cara berjalan mahasiswa di Amerika dengan mahasiswa di Yogyakarta. Mahasiswa Amerika menggunakan sepatu roda dan skateboard untuk mengejar waktu kuliah, agar memperoleh tempat duduk paling strategis; mahasiswa Indonesia menggunakan benda-benda itu untuk gaya-gayaan (Mulyana,2005:366-367).
Bau (olfaction), bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian, seperti deodorant, eau de toilette, eau de cologne dan parfum) telah berabad-abad digunakan orang untuk menyampaikan pesan, mirip dengan cara yang dilakukan hewan. Kebanyakan hewan menggunakan bau-bauan untuk memastikan kehadiran musuh, menandai wilayah mereka, mengidentifikasi emosional dan menarik lawan jenis. Sukusuku primitive di pedalaman telah lama menggunakan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan wewangian. Pada zaman Nabi Muhammad, wanita yang ayahnya meninggal dunia, dianjurkan untuk berkabung dengan tidak menggunakan wewangian selama masa itu. Namun kaum pria dianjurkan untuk menggunakan wewangian pada saat mereka melaksanakan salat Jumat. Bau tubuh memang amat sensitive. Kita enggan berdekatan dengan orang yang bau badan, bau ketiak apalagi bau mulut. Beberapa sering kita melakukan hal-hal
Universitas Sumatera Utara
berikut sebelum kita pergi ke suatu acara istimewa dan bertemu dengan orang yang istimewa pula : menggosok badan dengan sabun mandi, menyikat gigi, berkumurkumur dengan cairan pembersih mulut dan pembunuh kuman, lalu mengenakan pakaian segar, sepatu yang bebas bau, menggunakan deodorant, mengoleskan parfum dan akhirnya mengunyah permen (Mulyana,2005:352-353). Sentuhan (hapstic), banyak riset menunjukkan bahwa orang yang berstatus lebih tinggi sering menyentuh orang berstatus lebih rendah daripada sebaliknya. Jadi sentuhan bisa berarti kekuasaan. Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu dari sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut : -
-
-
-
Fungsional-profesional. Di sini sentuhan bersifat dingin dan berorientasi bisnis, misalnya pelayan took membantu pelanggan memilih pakaian. Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan, aturan, dan praktik sosial yang berlaku, misalnya berjabat tangan. Persahabatan-kehangatan. Kategori ini meliputi setiap sentuhan yang menandakan afeksi atau hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang saling merangkul setelah lama berpisah. Cinta-keintiman. Kategori ini merujuk pada sentuhan menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan. Misalnya mencium pipi orang tua dengan lembut. Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya, hanya saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis bermakna cinta atau keintiman (Mulyana,2005:336-337).
Karakteristik komunikasi nonverbal menurut Ronald Adler dan George Rodman, komunikasi
nonverbal
memiliki
empat
karakteristik
yaitu
keberadaannya,
kemampuannya menyampaikan pesan tanpa bahasa verbal, sifat ambiguitasnya dan keterikatannya dalam suatu kultur tertentu (Sendjaja,2005:239). II.4. Teori Interaksi Simbolik II.4.1) Sejarah Teori Interaksi Simbolik Para tetua intelektual dari Symbolic Interaction Theory adalah ahli pragmatis pada awal abad ke 20, seperti John Dewey dan William James. Para ilmuwan pragmatis ini percaya bahwa realitas bersifat dinamis dan ide ini bukan merupakan ide yang populer pada masa itu. Dengan kata lain, mereka mempunyai keyakinan ontologism yang berbeda dibandingkan dengan ilmuwan terkemuka lainnya pada saat itu. Mereka mencetuskan pemikiran mengenai munculnya struktur sosial, dan mereka bersikeras bahwa makna diciptakan dalam suatu interaksi. Mereka merupakan aktivis-aktivis yang
Universitas Sumatera Utara
melihat ilmu pengetahuan sebagai sebuah cara untuk mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki masyarakat. Symbolic Interaction Theory lahir pada dua universitas yang berbeda : University of Iowa dan University of Chicago. Di Iowa, Manford Kuhn dan mahasiswanya merupakan tokoh penting dalam memperkenalkan ide-ide asli dari Symbolic Interaction Theory sekaligus memberikan kontribusi terhadap teori ini, tetapi pendekatan mereka dianggap sebagai pendekatan yang tidak biasa; karenanya prinsip Symbolic Interaction Theory dan pengembangannya yang berakar pada Mazhab Chicago. Baik George Herbert Mead dan temannya John Dewey merupakan teman sefakultas di University of Chicago. Mead mempelajari filasafat dan ilmu sosial, ia memberikan kuliah mengenai ide-ide yang membentuk inti dari Mazhab Chicago mengenai Symbolic Interaction Theory. Sebagai seorang pengajar yang populer ia sangat dihormati, Mead memainkan suatu peran penting dalam membangun perspektif dari Mazhab Chicago, yang difokuskan pada pendekatan terhadap teori sosial yang menekankan pentingya komunikasi bagi kehidupan interaksi sosial. Kedua mazhab tersebut berbeda terutama pada metodologinya. Mead dan mahasiswanya Herbert Blumer menyatakan bahwa studi mengenai manusia tidak dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode yang sama seperti yang digunakan untuk mempelajari hal lainnya. Mereka mendukung penggunaan studi kasus dan sejarah serta wawancara tidak terstruktur. Mazhab Iowa mengadopsi pendekatan kuantitatif untuk studinya. Kuhn yakin bahwa konsep Symbolic Interaction Theory dapat dioperasionalisasikan, dikuantifikasikan dan diuji. Pada titik ini, Kuhn mengembangkan sebuah penelitian yang dinamakan kuesioner dua puluh pernyataan sikap diri. Responden penelitian yang melalui tes dua puluh pernyataan ini diminta untuk mengisi dua puluh baris kosong dalam menjawab pertanyaan, siapakah aku? Beberapa kolega Kuhn di Iowa dikecewakan mengenai konsep diri ini, dan mereka memisahkan diri untuk membentuk Mahzab Iowa baru. Carl Couch adalah salah satu pemimpin aliran pemikiran baru ini. Couch dan teman-temannya mulai mempelajari interaksi perilaku melalui pembicaraan pada rekaman video daripada hanya mempelajari informasi dari tes dua puluh pernyataan. II.4.2) Tema dan Asumsi Teori Interaksi Simbolik. Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini dan dalam prosesnya, dijelaskan pula kerangka asumsi teori ini. Ralph LaRossa dan Donald C.Reitzes (1993) telah mempelajari Teori Interaksi Simbolik yang berhubungan dengan kajian mengenai keluarga. Mereka mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasari Symbolic Interaction Theory dan bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar: -
Pentingnya makna bagi perilaku manusia. Pentingnya mengenai konsep diri. Hubungan antara individu dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Pentingnya makna bagi perilaku manusia Teori Interaksi simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsik terhadap apapun. Dibutuhkan konstruksi interpretif di antara orang-orang untuk menciptakan makna. Bahkan, tujuan dari interaksi menurut Symbolic Interaction Theory, adalah untuk menciptakan makna yang sama. Hal ini penting karena tanpa makna yang sama komunikasi akan menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin. Coba anda bayangkan berbicara dengan seorang teman jika anda harus menjelaskan semua makna idiosinkratik yang anda miliki untuk setiap kata yang anda gunakan, teman anda harus melakukan hal yang serupa. Tentu saja, sering kali kita memberikan asumsi bahwa kita dan pasangan bicara kita sepakat akan sebuah makna dan kemudian menyadari bahwa kita keliru (sudah saya katakan untuk bersiap-siap secapat yang kamu bisa). Satu jam adalah waktu tercepat bagi saya bersiap-siap. Tetapi yang saya maksudkan adalah kamu harus siap dalam waktu 15 menit. Kamu tidak mengatakan hal itu, tetapi seringkali kita dapat menganggap orang mempunyai makna yang sama dalam pembicaraan. Menurut LaRossa dan Reitzes, tema ini mendukung tiga asumsi Symbolic Interaction Theory yang diambil dari karya Herbert Blumer (1969). Asumsi-asumsi ini adalah sebagai berikut : -
Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka. Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka. Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respons orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Teoretikus Symbolic Interaction Theory seperti Herbert Blumer tertarik dengan makna yang ada di balik perilaku. Mereka mencari makna dengan memperlajari penjelasan psikologis dan sosiologis mengenai perilaku. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula. Contohnya, di Amerika Serikat kita umumnya menghubungkan cincin perkawinan dengan cinta dan komitmen. Cincin adalah simbol ikatan resmi dan emosional, dan karenanya kebanyakan orang menghubungkan dengan konotasi positif. Walaupun demikian, beberapa orang melihat pernikahan sebagai sebuah institusi yang opesif. Orang-orang tersebut akan memberikan reaksi yang negatif terhadap cincin kawin dan segala simbol lainnya yang mereka anggap sebagai situasi merendahkan. Maksud dari teoretikus Symbolic Interaction Theory adalah bahwa cincin itu sendiri tidak mempunyai makna yang spesifik; cincin ini memiliki makna ketika orang berinteraksi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang penting. Individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. Asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan diri (sense of self) tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak lahir dengan konsep
Universitas Sumatera Utara
diri; mereka belajar tentang diri mereka melalui interaksi. Menurut Symbolic Interaction Theory, bayi tidak mempunyai perasaan mengenai dirinya sendiri sebagai individu. Selama tahun pertama kehidupannya, anak-anak mulai untuk membedakan dirinya dari alam sekitarnya. Ini merupakan perkembangan paling awal dari konsep diri. Symbolic Interaction Theory menyatakan bahwa proses ini terus berlanjut melalui proses anak mempelajari bahasa dan kemampuan untuk memberikan respons kepada orang lain serta menginternalisasi umpan balik yang dia terima. Peneliti-peneliti awal mengenai keluarga seperti Edgar Burgess (1926) merefleksikan asumsi ini ketika mereka mendiskusikan mengenai pentingnya keluarga sebagai sebuah institusi untuk bersosialisasi. Selanjutnya Burgess menyatakan bahwa anak dan orang tua mungkin berselisih paham mengenai konsep diri atau citra anak-anaknya. Alicia Cast (2003) mempelajari penggunaan kekuasaan pada pasangan yang sudah menikah, dan hasil yang ia dapatkan mendukung asumsi Symbolic Interaction Theory ini. ia menyatakan bahwa konteks sosial dan interaksi adalah suatu yang penting ketika menyelidiki tentang diri. Konsep diri memberikan motif penting untuk perilaku, pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting pada Symbolic Interaction Theory. Mead berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Penting juga diingat bahwa Mead melihat diri sebagai sebuah proses, bukan struktur. Memiliki diri memaksa orang untuk mengkontruksi tindakan dan responnya, daripada sekadar mengekspresikannya. Jadi, misalnya, jika anda merasa yakin akan kemampuan anda dalam pelajaran teori komunikasi, maka akan sangat mungkin bahwa anda akan berhasil dengan baik dalam pelajaran itu. Bahkan, akan sangat mungkin pula bahwa anda akan merasa percaya diri dalam semua mata kuliah lainnya. Proses ini sering kali dikatakan sebagai prediksi pemenuhan diri (self-fulfilling project) atau pengharapan akan diri yang menyebabkan seseorang untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga harapannya terwujud. Hubungan antara Individu dan Masyarakat Tema yang berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan batasan sosial. Mead dan Blumer mengambil posisi di tengah untuk pertanyaan ini. mereka mencoba untuk menjelaskan baik mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi ini berkaitan dengan tema ini adalah sebagai berikut : -
Orang dan kelompok dipengaruhi proses budaya dan sosial Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Orang dan kelompok dipengeruhi proses budaya dan sosial. Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku individu. Contohnya, ketika anda bersiap untuk hari pertama di tempat kerja yang baru, anda memilih jas biru tua, kemeja oxford putih dan dasi berwarna merah dengan garis biru. Padahal pakaian kesukaan anda adalah celana jins dan kemeja famel, memilih berpakaian yang dirasakan lebih pantas secara sosial dengan konteks kerjanya. Selain itu, budaya secara kuat mempengaruhi perilaku dan sikap yang kita anggap penting dalam konsep diri. Di Amerika Serikat, orang yang melihat diri mereka sebagai orang yang asertif (tegas) adalah orang yang sering kali bangga pada atribut ini dan merefleksikannya dengan baik pada konsep diri mereka. Dapat terjadi demikian karena di Amerika Serikat adalah
Universitas Sumatera Utara
sebuah budaya yang individualistis yang menghargai ketegasan dan individualitas. Pada banyak budaya Asia; kerja sama dan komunitas dihargai sangat tinggi, dan kolektivitas lebih penting daripada individual. Jadi, orang Asia melihat dirinya sebagai orang yang asertif mungkin akan merasa malu dengan konsep diri semacam itu. Mary Roffers (2002) menyatakan bahwa tugas di kampus untuk membuat desain situs Web pribadi sangat sulit bagi seorang mahasiswa suku Hmong di kelasnya. Mahasiswa itu menjelaskan bahwa berbicara mengenai diri sendiri tidak diperbolehkan di dalam budayanya dan menempatkan informasi mengenai dirinya dalam Web terasa tidak benar. Struktur Sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Asumsi ini menengahi posisi yang diambil oleh asumsi sebelumnya. Symbolic Interaction Theory mempertanyakan pandangan bahwa struktur sosial tidak berubah serta mengakui bahwa individu dapat memodifikasi situasi sosial. Contohnya, banyak tempat kerja di Amerika Serikat mempunyai ketentuan Jumat kasual, ketika karyawan memakai pakaian yang lebih kasual dibandingkan dengan pakaian kantor yang telah disepakati secara sosial. Dengan demikian, para partisipan dalam interaksi memodifikasi struktur dan tidak secara penuh dibatasi oleh hal tersebut. Dengan kata lain, teoretikus Symbolic Interaction Theory percaya bahwa manusia adalah pembuat pilihan (West,2009:97-104).
Blumer mengemukakan tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yang berhubungan dengan meaning, language dan thought. Premis ini kemudian mengarah pada kesimpulan tentang pembentukan diri seseorang (person’s self) dan sosialisasinya dalam komunitas (community) yang lebih besar. Meaning (makna) : konstruksi realitas sosial. Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang obyek atau orang tersebut. Languange (bahasa) : the source of meaning. Seseorang memperoleh makna atas sesuatu hal melalui interaksi. Dengan demikian dapat dikatak bahwa makna adalah hasil interaksi sosial. Makna tidak melekat pada obyek, melainkan dinegoisasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari simbol. Oleh karena itulah teori ini kemudian disebut sebagai interaksionisme simbolik. Berdasarkan makna yang dipahaminya, seseorang kemudian dapat memberi nama yang berguna untuk membedakan satu obyek, sifat, atau tindakan dengan obyek, sifat atau tindakan lainnya. Dengan demikian premis Blumer yang kedua adalah manusia memiliki kemampuan untuk menamai sesuatu. Simbol, termasuk nama, adalah tanda yang arbitrer. Percakapan adalah media penciptaan makna dan pengembangan wacana. Pemberian nama secara simbolik adalah basis terbentuknya masyarakat. Para interaksionis meyakini bahwa upaya mengetahui sangat tergantung pada proses pemberian nama, sehingga dikatakan bahwa interaksionisme simbolik adalah cara kita belajar menginterpretasikan dunia. Thought (pemikiran) : process of taking the role of the other. Premis ketiga Blumer adalah bahwa,”an individual’s interpretation of symbol is modified by his or her own thought processes.” Interaksionisme simbolik menjelaskan proses berfikir sebagai inner conversation, Mead menyebut aktivitas ini sebagai minding. Secara sederhana proses menjelaskan bahwa sesorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika
Universitas Sumatera Utara
berhadapan dengan sebuah situasi dan berusaha untuk memaknai situasi tersebut. Untuk bisa berfikir maka seseorang memerlukan bahasa dan harus mampiu untuk berinteraksi secara simbolik. Bahasa adalah software untuk bisa mengaktifkan mind. Kontribusi terbesar Mead untuk memahami proses berfikir adalah pendapatnya yang menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan yang unik untuk memerankan orang lain (take the role of the other). Sebagai contoh, pada masa kecil, anak-anak sering bermain peran sebagai orang tuanya, berbicara dengan teman imajiner, dan secara terus menerus sering menirukan peran-peran orang lain. Pada saat dewasa seseorang akan meneruskan untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain dan bertindak sebagaimana orang itu bertindak. Setelah dipahami bahwa meaning, languange,dan thought memiliki keterikatan yang sangat erat, maka kita dapat memperkirakan konsep Mead tentang diri (self). Mead menolak anggapan bahwa seseorang bisa mengetahui siapa dirinya melalui introspeksi. Ia menyatakan bahwa untuk mengetahui siapa diri kita maka kita harus melukis potret diri kita melalui sapuan kuas yang datang dari proses taking the role of the other. Membayangkan apa yang dipikirkan orang lain tentang kita. Para interaksionis menyebut gambaran mental ini sebagai the looking glass self dan hal itu dikonstruksi secara sosial. Penganut interaksionisme simbolik menyatakan bahwa self adalah fungsi dari bahasa. Tanpa pembicaraan tidak akan ada konsep diri, oleh karena itu untuk mengetahui siapa dirinya, seseorang harus menjadi anggota komunitas. Merujuk pendapat Mead self (diri) adalah proses mengkombinasikan I dan me. I adalah kekuatan spontan yang tidak dapat diprediksi. Ini adalah bagian dari diri yang tidak terorganisir. Sementara me adalah gambaran diri yang tampak dalam the looking glass dari reaksi orang lain. Me tidak pernah dilahirkan. Me hanya dapat dibentuk melalui interaksi simbolik yang terus menerus mulai dari keluarga, teman bermain, sekolah dan seterusnya. Oleh karena itu seseorang membutuhkan komunitas untuk mendapatkan konsep dirinya. Seseorang membutuhkan the generalized other, yaitu berbagai hal (orang, obyek atau peristiwa) yang mengarahkan bagaimana kita berpikir dan berinteraksi dalam komunitas. Me adalah organized community dalam diri seseorang individu (Santoso,2010:22-24).
II.5. Komunikasi Efektif Komunikasi efektif adalah sejauh mana komunikator mampu berorientasi kepada komunikannya. Berorientasi artinya melihat dan memahami tingkat akal budi (decoder interpreter) berikut peralatan jasmaniah (receiver) yang dimiliki komunikan ; mengingat hal ini terkait dengan pemilihan bentuk pesan, makna pesan, struktur pesan
Universitas Sumatera Utara
dan cara penyajian pesan, termasuk pula penentuan saluran/media yang harus anda lakukan sebagai komunikator (Vardiansyah,2004:111). Menurut Roger hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua pihak memenuhi kondisi berikut : -
Bertemu satu sama lain secara personal. Empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami satu sama lain berarti. Menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan. Menghayati pengalaman satu sama lain dengan sungguh-sungguh, bersikap menerima dan empati satu sama lain. Merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan iklim yang mendukung dan mengurangi kecenderungan gangguan arti. Memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat perasaan aman terhadap yang lain.
Pace dan Boren (1973) mengusulkan cara-cara untuk menyempurnakan hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal cenderung menjadi sempurna bila kedua pihak mengenal standar berikut : -
Mengembangkan suatu pertemuan personal yang langsung satu sama lain mengkomunikasikan perasaaan secara langsung. Mengkomunikasikan suatu pemahaman empati secara tepat dengan pribadi orang lain melalui keterbukaan diri. Mengkomunikasikan suatu kehangatan pemahaman yang positif mengenai orang lain dengan gaya mendengarkan dan berespons. Mengkomunikasikan keaslian dan penerimaan satu sama lain dengan ekspresi penerimaan secara verbal dan nonverbal. Berkomunikasi dengan ramah tamah, wajar, menghargai secara positif satu sama lain melalui respons yang tidak bersifat menilai. Mengkomunikasikan satu keterbukaan dan iklim yang mendukung melalui konfrontasi yang bersifat membangun. Berkomunikasi untuk menciptakan kesamaan arti dengan negoisasi arti dan memberikan respons yang relevan (Muhammad,2007:176-177).
II.6. Asuransi
Menurut Prof. Mehr dan Cammack (dalam Salim, 1993:1)., asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan unit-unit exposure yang mencakup jumlahnya untuk membuat kerugian-kerugian individu mereka secara
Universitas Sumatera Utara
bersama dapat diramalkan. Kerugian yang dapat diramalkan ini kemudian dibagi rata diantara semua orang yang bergabung.
Sedangkan pengertian asuransi menurut undang-undang tentang usaha perasuransian (UU Republik Indonesia No. 2/1992) yaitu: “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul akibat suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meningggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian, dengan cara menggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena resiko yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara merata oleh semua pihak dalam gabungan asuransi.
Yang dijual oleh perusahaan asuransi adalah janji-janji yang dicantumkan dalam suatu kontrak yang dikenal dengan sebutan polis. Kontrak asuransi merumuskan kapan perusahaan asuransi akan membayar yang ditanggung dan jumlah yang akan dibayarkan.
Universitas Sumatera Utara
John H. Magee dalam bukunya, General Insurance (Salim, 1993:2) mengklasifikasikan asuransi sebagai berikut: 1. Jaminan Sosial (Social Insurance) Jaminan sosial merupakan asuransi wajib, karena itu setiap orang harus memilikinya supaya setiap orang mempunyai jaminan hari tuanya. Ini dilakukan dengan paksaan seperti memotong gaji pegawai sekian persen setiap bulannya. 2. Asuransi Sukarela (Voluntary Insurance) Bentuk ini dilakukan secara sukarela, jadi tidak dengan paksaan seperti jaminan social. Jadi setiap orang bia mempunyai atau tidak mempunyai asuransi sukarela ini. Asuransi sukarela dapat dibagi dalam dua jenis yakni: a. Government Insurance, yaitu asuransi yang dijalankan oleh Pemerintah atau Negara. b. Commercial Insurance, yaitu asuransi yang bertujuan untuk melindungi seseorang atau keluarga serta perusahaan dari resiko-resiko yang bias mendatangkan kerugian. Tujuan perusahaan asuransi di sini ialah komersial dan dengan motif menguntungkan.
Universitas Sumatera Utara