BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Penelitian Terdahulu Puspo (2005) melakukan penelitian yang berjudul ” Mengkaji Hubungan Tentang Pengaruh Kewirausahaan Perusahaan dengan Keberhasilan Perusahaan”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara kewirausahaan perusahaan dengan prestasi /kinerja perusahaan. Suhari (2004) dengan judul ” Kepribadian, Pengetahuan, Perakaunan, Penggunaan Informasi Akuntansi dan Prestasi: Kajian Usahawan Industri Sederhana Indonesia”. Kajian ini berfokus pada adanya pengaruh hubungan antara kepribadian usahawan dan hubungannya dengan akuntansi (perakaunan) dalam mengukur tingkat prestasi/kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di atas melihat tingkat kesusksesan perusahaan objek penelitiannya dari kinerja industri atau kinerja perusahaan dengan melihat beberapa variabel dari beberapa industri atau perusahaan, sedangkan penelitian ini memilih pabrik pengolahan karet remah (crumb rubber) sebagai objek penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel inovasi, proaktif, dan berani menanggung resiko dalam kewirausahaan korporasi terhadap tingkat pertumbuhan kinerja perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Definisi Kewirausahaan dan Kewirausahaan Korporasi Kewirausahaan adalah proses penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan menggali peluang yang dihadapi setiap orang dalam setiap jiwa (Thomas W. Zimmerer,1996:51). Kewirausahaan Korporasi adalah merupakan aktifitas baik formal maupun informal yang ditujukan untuk penciptaan bisnis baru di dalam perusahaan yang sudah mapan untuk menciptakan produk baru yang berkaitan dengan produk terdahulu melalui proses inovasi dan tindakan proaktif serta berani menanggung resiko dalam pencapaian kinerja perusahaan (Colvin & Slevin 2000 : 102). Kewirausahaan Korporasi sangat tercermin dalam aktivitas-aktivitas kewirausahaan begitu juga dengan orientasi-orientasi manajemen puncak dalam organisasi-organisasi. Usaha keras wirausaha ini terdiri atas empat elemen utama berikut: usaha bisnis baru, keinovatifan, berani menanggung resiko, dan keproaktifan. Perusahaan bisnis baru (yang terkadang disebut usaha korporasi) merujuk pada pembentukan sebuah bisnis baru dalam sebuah organisasi yang sudah ada. Aktivitas-aktivitas kewirausahaan ini terdiri atas pembentukan suatu nilai baru baik dengan cara mendefinisikan kembali produk-produk serta jasa-jasa perusahaan pada saat ini, mengembangkan pasar-pasar baru, atau membentuk unit-unit atau perusahaan-perusahaan yang lebih otonom maupun semiotonom secara formal. Pembentukan usaha-usaha korporasi yang baru merupakan manifestasi yang paling menonjol dari kewirausahaan korporasi. Keinovatifan organisasional merujuk pada inovasi produk dan jasa, dengan penekanan pada pengembangan dan inovasi dalam bidang
teknologi. Semuanya itu
meliputi
Universitas Sumatera Utara
pengembangan produk baru, perbaikan produk, serta metode dan prosedur produksi yang baru.(Hisrich,Dkk,2008:90)
2.3 Kultur Korporasi Tradisional versus Kultur Kewirausahaan
Kondisi sosiologis dan bisnis telah membangkitkan era baru dalam dunia bisnis: era pengusaha. Untuk beberapa korporasi yang sudah mapan, penyingkapan media yang positif dan keberhasilan para pengusaha merupakan ancaman, karena perusahaanperusahaan lebih kecil yang agresif, yang dikendalikan secara wirausaha, biasanya mengembangkan lebih banyak produk baru dan menjadi faktor-faktor utama dalam pasarpasar pilihan. Dengan mengakui hasil-hasil yang dicapai oleh korporasi-korporasi besar yang lain ketika para karyawan terkena ”demam wirausaha,” banyak perusahaan pada saat ini berusaha untuk menciptakan semangat, kultur, tantangan, dan penghargaan kewirausahaan yang sama di organisasi-organisasi mereka. Kultur Korporasi (corporate culture) yang umum mempunyai suasana dan sistem penghargaan yang mendukung pembuatan keputusan konservatif. Penekanannya ada pada pengumpulan data dalam jumlah besar sebagai dasar data tersebut untuk membenarkan keputusan tersebut apabila hasil-hasil yang diharapkan tidak muncul. Keputusan-keputusan yang beresiko sering kali ditunda sampai fakta-fakta yang kuat dapat dikumpulkan atau seorang konsultan dipekerjakan untuk ”menjelaskan yang tak diketahui”. Sering kali, terdapat begitu banyak pembatalan dan persetujuan yang dibutuhkan untuk sebuah proyek skala besar, di mana tak seorang pun merasa bertanggung jawab secara pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Kultur Korporasi tradisional berbeda secara signifikan dari sebuah Kultur Kewirausahaan (entrepreneurial culture).Instruksi penuntun dalam sebuah kultur korporasi tradisional adalah: Taat pada instruksi-instruksi yang diberikan, tidak berbuat kesalahan apa pun, tidak boleh gagal, jangan mengambil inisiatif dan menunggu instruksi, tetap tinggal di dalam wilayahmu, lindungilah bagian belakangmu. Lingkungan yang terbatas ini tentu saja tidak kondusif untuk kreativitas, fleksibilitas, kemerdekaan, kepemilikan, atau pengambilan resiko. Prinsip-prinsip pemandu dari para pengusaha korporasi. Tujuan-tujuan dari sebuah kultur kewirausahaan sangatlah berbeda: untuk mengembangkan visi, tindakan yang diambil; untuk memberi saran, berusaha, dan bereksperimen; untuk menciptakan dan mengembangkan tanpa menghiraukan bidang tersebut; serta untuk mengambil tanggung jawab dan kepemilikan. Terdapat juga perbedaan-perbedaan dalam nilai-nilai dan norma-norma dari kedua kultur tersebut. Korporasi tradisional mempunyai hierarkis, mempunyai prosedurprosedur yang sudah terbentuk, sistem-sistem laporan, garis otomatis dan tanggung jawab, instruksi, serta mekanisme pengendalian. Itu semua mendukung kultur korporasi saat ini dan tidak mendorong pembentukan produk, jasa, atau usaha baru. Kultur dari sebuah perusahaan wirausaha sangat kontras dengan model ini. Sebagai ganti sebuah struktur hierarkis, iklim wirausaha, mempunyai sebuah struktur organisasi yang datar yang memiliki banyak pembangunan jaringan, kerja sama tim, sponsor, dan mentor. Hubungan kerja yang dekat membantu membentuk suasana kepercayaan yang memudahkan pencapaian visi-visi dan sasaran-sasaran. (Hisrich,Dkk,2008:91)
Universitas Sumatera Utara
2.4 Fenomena Baru Kewirausahaan Dengan demikian makin terbukanya kesempatan baru diberbagai bidang kehidupan, peran entrepreneur memanfaatkan peluang dan mengadakan inovasi, muncullah wirausaha sejenis baru. Wirausaha jenis ”tradisional”, yaitu mereka yang memulai usaha dibidang yang secara tradisional , misalnya : perdagangan, produksi dan jasa masa lalu, masih diisi dengan generasi baru dengan memasukkan pembaruan. Jenis baru yang bertumbuh adalah bidang yang non – tradisional. Thoby Mutis (1996:21) menyebut misalnya ultrapreneur, ecopreneur dan intrapreneur. Daftar ini dapat diperpanjang misalnya technopreneur dan entrepreneur dibidang sosial. Berikut ini beberapa penjelasan singkat tentang masing – masing jenis wirausaha baru tersebut: a. Ultrapreneur Seorang ultrapreneur adalah entrepreneur plus. Keunggulan utamanya adalah pandai melakukan aliansi strategis dan ” Outsourcing Strategy ”. Dengan membangun kemitraan maka dapat memanfaatkan sumber daya, sumber dana dan jejaring dari para mitra. Contoh yang menonjol adalah pembangunan kawasan usaha seperti “super block“ dan “ industrial estate“. Sejumlah pengusaha bergabung membentuk kelompok usaha. Ultrapreneur memulai gagasan usaha untuk kelompok tersebut dan memprosesnya sehingga menjadi kenyataan.
b. Ecopreneur
Universitas Sumatera Utara
Kewirausahaan dibidang kepedulian lingkungan. Bila dimasa lalu tema umat manusia adalah meningkatkan penggunaan sumber daya alam, maka para ecopreneur merubahnya menjadi memanfaatkan dan melestarikan sumber daya alam. c. Intrapreneur Kata intrapreneur adalah kependekatan dari intra-corporate entrepreneur. Korporasi atau perusahaan yang sudah mapan merasakan kelambanan dalam menghasilkan pembaharuan. Penyebab utamanya adalah birokrasi yang mapan. Upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan pembahuruan dari dalam adalah memberikan ruang gerak pada para karyawan “entrepreneur” untuk melahirkan produk dan proses baru di dalam perusahaan. d. Technopreneur Temuan dibidang teknik yang dihasilkan oleh kegiatan “research & development “ makin banyak. Namun sebagian besar berujung pada memperoleh paten. Pada technopreneur menambahkan aktivitas kewirausahaan pada invensi tersebut sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat. Peran utama technopreneur adalah melaksanakan inovasi, yaitu menghadirkan hal baru di masyarakat. Secara sederhana hubungan invensi dan inovasi digambarkan dalam rumus sebagai berikut: Inovasi = Invensi + Komersialisasi Para
technipreneur
menambahkan
aktivitas
komersialisasi
dengan
kewirausahaannya atas invensi yang dilakukan sendiri atau invensi orang lain. Salah satu contoh berkembanganya para technopreneur adalah fenomena ”Silicon Valley” di Amerika. Fenomena ”Silicon Valley ” dicoba diulang di banyak negara dengan nama misalnya ”Sciene Park” dan ”Kawasan Inkubasi”.
Universitas Sumatera Utara
e. Entrepreneur Sosial Tidak semua pembaharuan bertujuan komersil. Lahirnya banyak lembaga swadaya masyarakat yang tidak berorientasi laba merupakan contoh terjadinya inovasi di bidang sosial. Dalam buku ”Reinventing Government : How the trepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector”, Osborne dan Gaebler (2000:120).
2.5 Iklim Untuk Kewirausahaan Korporasi Karakteristik keseluruhan dari sebuah lingkungan wirausaha yang baik antara lain: 1. Bahwa organisasi tersebut berbatasan dengan teknologi. Karena penelitian dan pengembangan merupakan sumber-sumber utama untuk ide-ide produk baru yang berhasil, perusahaan tersebut harus beroperasi di tingkat terdepan dari teknologi industri tersebut, yang mendorong serta mendukung ide-ide baru dan bukannya mencegah ide-ide tersebut, karena perusahaan-perusahaan sering kali membutuhkan keuntungan investasi yang cepat dan jumlah penjualan yang tinggi. 2. Eksperimen-percobaan dan kesalahan-didorong. Produk-produk atau jasa-jasa baru yang berhasil biasanya tidak muncul dalam keadaan berhasil sepenuhnya; mereka berkembang. Ini membutuhkan waktu dan beberapa produk gagal misalnya sebelum muncul komputer pertama yang dapat dipasarkan.Sebuah perusahaan yang ingin membentuk semangat wirausaha harus membuat sebuah lingkungan yang memungkinkan kesalahan serta kegagalan dalam mengembangkan produk-produk baru dan inovatif. Hal ini sangat berlawanan dengan karier yang sudah mapan dan sistem promosi dari organisasi tradisional.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebuah organisasi harus memastikan
bahwa tidak ada parameter peluang
(opportunity parameters) awal yang menghalangi kreativitas dalam pengembangan produk baru. Sering kali dalam sebuah organisasi, beragam ”wilayah” dilindungi, yang menghalangi usaha-usaha para pengusaha yang potensial untuk membentuk usaha-usaha baru. Dalam sebuah perusahaan Fortune 500, usaha untuk membentuk lingkungan wirausaha mendapatkan masalah dan akhirnya gagal ketika para pengusaha yang potensial diberi tahu bahwa sebuah usaha maupun produk baru yang diusulkan adalah tidak mungkin, karena berada dalam kekuasaan divisi lain. 4. Sumber-sumber perusahaan harus tersedia dan dapat diakses. Seperti yang dinyatakan oleh seorang pengusaha korporasi,”Apabila perusahaan saya benar-benar menginginkan diri saya untuk mengambil waktu,usaha,dan resiko karier untuk membentuk sebuah usaha baru, perusahaan saya harus menempatkan sumbersumber uang dan orang-orang pada bidangnya.’’Sering kali, dana yang tidak mencukupi diberikan bukan untuk menciptakan sesuatu yang baru, melainkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang pada dasarnya mempunyai efek langsung. 5. Sebuah pendekatan tim multidisiplin perlu didorong. Pendekatan yang terbuka ini, bersama dengan partisipasi dari individu-individu yang dibutuhkan tanpa menghiraukan areanya, merupakan antitesis dari struktur organisasional korporasi. Sebuah evaluasi mengenai kasus-kasus yang berhasil dari kewirausahaan adalah adanya ”departemen percobaan” dengan melibatkan orang-orang yang relevan. Mengembangkan kerja sama-sama tim yang dibutuhkan untuk sebuah usaha baru, disulitkan oleh kenyataan bahwa promosi dan seluruh karier seorang anggota tim dalam korporasi didasarkan pada kinerja pekerjaannya dalam posisi saat ini, bukan pada
Universitas Sumatera Utara
kontribusinya untuk usaha baru yang sedang dibentuk. Selain mendukung kerja sama tim, lingkungan korporasi harus menentukan horison jangka panjang untuk mengevaluasi keberhasilan dari program secara menyeluruh, begitu juga dengan keberhasilan dari setiap
usaha
individual.
Apabila
sebuah
perusahaan
tidak
bersedia
untuk
menginvestasikan uang tanpa jaminan pengembalian selama 5 sampai 10 tahun, perusahaan tersebut sebaiknya menciptakan sebuah lingkungan wirausaha. Sikap yang sabar terhadap uang dalam keadaan korporasi ini tidak berbeda dari horison waktu pengembalian/investasi yang digunakan oleh para kapitalis usaha dan orang-orang lain ketika mereka melakukan investasi dalam sebuah upaya wirausaha. 6. Semangat kewirausahaan korporasi tidak dapat dipaksakan pada individuindividu; ia harus didasarkan pada rasa sukarela. Ada sebuah perbedaan antara pemikiran korporasi dan pemikiran wirausaha, dengan individu-individu tertentu yang berkinerja jauh lebih baik di satu sisi rangkaian atau di sisi yang lain. Sebagian besar manajer dalam sebuah korporasi tidak mampu menjadi pengusaha-pengusaha korporasi yang berhasil. Mereka yang muncul dari proses seleksi diri ini harus dibebaskan berhasil. Mereka yang muncul dari proses seleksi diri ini harus dibebaskan untuk menjalankan sebuah proyek sampai selesai. Hal ini tidak konsisten dengan sebagian besar prosedur korporasi untuk pengembangan produk baru, di mana departemen-departemen dan individu-individu yang berbeda terlibat dalam setiap tingkat proses pengembangan. Seorang individu yang bersedia untuk menghabiskan waktu dan usaha lebih dalam menciptakan sebuah usaha baru membutuhkan peluang serta penghargaan atas penyelesaian proyek tersebut. 7. Sebuah lingkungan wirausaha yang baik adalah sebuah sistem penghargaan. Pengusaha korporasi harus dihargai dengan pantas untuk semua energi, usaha, dan
Universitas Sumatera Utara
pengambilan resiko yang dikembangkan dalam penciptaan usaha baru. Penghargaanpenghargaan harus didasarkan pada pencapaian tujuan-tujuan kinerja yang sudah ditentukan. Posisi ekuitas dalam usaha baru merupakan salah satu penghargaan terbaik untuk memotivasi dan mendatangkan sejumlah aktivitas dan usaha yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan. 8. Sebuah lingkungan korporasi yang baik untuk kewirausahaan korporasi tidak hanya mempunyai sponsor dan pembela yang mendukung aktivitas kreatif di seluruh organisasi, tetapi juga mempunyai fleksibilitas perencanaan untuk menentukan tujuan-tujuan dan arah-arah baru apabila dibutuhkan. Seperti yang dikatakan oleh seorang pengusaha korporasi, ”Agar sebuah bisnis yang baru dapat berhasil, pengusaha korporasi harus mampu mengubah rencana-rencana kapan pun juga dan tidak menghiraukan betapa mereka hampir mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.”Struktur-struktur korporasi sering kali mengukur para manajer berdasarkan kemampuan mereka untuk mencapai tujuan-tujuan.
2.6 Model Kewirausahaan Korporasi (Corporate Entrepreneurship Model) Model kewirausahaan korporasi dapat dibagi atas 2 jenis antara lain: 1. Model Orientasi Kewirausahaan Korporasi Lumpkin dan Dess. Model Corporate Entrepreneurship yang dikemukan oleh Lumpkin dan Dess (2001:100) yang menyatakan bahwa ada lima dimensi CE yang mempengaruhi kinerja perusahaan/korporasi yaitu kebebasan, inovasi, berani menanggung resiko, proaktif, dan keagresifan bersaing.
Universitas Sumatera Utara
Lumpkin dan Dess menyatakan bahwa kunci utama dari dimensi adalah orientasi kewirausahaan adalah meliputi tindakan yang dapat dilakukan secara bebas atau tidak bergantung pada pihak lain, artinya adanya kehendak untuk mengadakan pembaharuan dan bersedia menanggung resiko, cenderung lebih agresif dari pesaing, serta proaktif dalam usaha melihat/meramalkan dan mengantisipasi peluang yang ada di pasar. Model ini menunjukkan bahwa aspek perusahaan/korporasi akan mempengaruhi hubungan antara orientasi kewirausahaan dengan kinerja perusahaan mempengaruhi orientasi kewirausahaan. Dapat disimpulkan bahwa model Lumpkin dan Dess menunjukkan gambaran yang abadi sifatnya, yaitu tidak ada umpan balik (feedback) antara orientasi kewirausahaan, korporasi/ perusahaan, dan faktor – faktor organisasi. Model ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor Faktor-faktor Perusahaan Perusahaan : : - Dinamis - Dinamis - Kecukupan - Kecukupan - Permasalahan - Permasalahan - Ciri - Ciri Industri Industri
Kinerja : - Pertumbuhan Penjualan - Keuntungan - Kinerja/ pestasi Keseluruhan - Kepuasan Pemegang Saham
Orientasi Kewirausahaan : - kebebasan - Inovasi - Resiko - Proaktif - Keagresifan bersaing
Faktor – faktor Organisasi: - Ukuran - Struktur - Strategi - Proses strategi Gambar 2.1 Model Orientasi Kewirausahaan Lumpkin & Dess Sumber : Lumpkin dan Dess (2001).
Universitas Sumatera Utara
2. Model Tahap Perilaku Kewirausahaan Korporasi Colvin & Slevin Colvin dan Slevin (2000:102) mengemukan
suatu model yang terintegrasi dan
terpadu yang menjelaskan hubungan antara perilaku kewirausahaan korporasi/ perusahaan dengan lingkungan, strategi, faktor internal perusahaan, dan dengan kinerja atau prestasi perusahaan. Faktor variabel eksternal perusahaan terdiri dari empat dimensi yaitu: (1) dimensi kecanggihan teknologi, (2) dimensi dinamisme, (3) dimensi penolakan, dan (4) dimensi daur hidup industri. Fakor variabel strategik atau misi strategik adalah pemasaran dan strategik persaingan, sedangkan faktor internal perusahaan terdiri dari dua dimensi yaitu (1) nilai – nilai manajemen atas falsafah, serta (2) budaya organisasi. Model ini menunjukkan adanya pengaruh yang kuat , pengaruh yang lemah, dan pengaruh sederhana/ biasa (simple) dalam hubungan antara kewirausahaan perusahaan dengan kinerja perusahaan. Bertolak belakang dengan model Lumpkin dan Dess (201:100), model ini menunjukkan juga bentuk dari umpan balik(feedback) antar variabel bahwa orientasi kewirausahaan merupakan suatu konsep yang dinamis atau selalu mengalami perubahan. Model ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Universitas Sumatera Utara
Sikap Kewirausahan
Variabel Eksternal: - Lingkungan Eksternal - Kecanggihan Teknologi - Dinamisme - Perubahan daur.
Kinerja Perusahaan
Variabel Strategik: - Misi Strategi - Pemasaran dan Strategi Persaingan
Variabel Internal : - Nilai-nilai Manajemen atasan & falsafah - Budaya Organisasi
Gambar 2.2 Model Tahap Perilaku Kewirausahaan Korporasi Colvin & Slevin Sumber : Colvin dan Slevin (2000).
2.7 Crumb Rubber Crumb rubber merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari – hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sarung tangan, sabuk transmisi, dock fender, sepatu, sandal karet, dan bahkan karet gelang. Kebutuhan karet alam maupun karet sintesis terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintesis relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku
industri tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan
(Anwar,2005:3)
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kinerja Perusahaan Kinerja Perusahaan adalah : Hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Prawiro Suntoro :1999). Menurut Hyndman dan Anderson (2000:193) kinerja perusahaan dapat dipandang dari model produksi yang terdiri dari tiga tahap yakni input,output dan hasil. Unsur- unsur yang terdapat dalam kinerja itu sendiri terdiri dari : 1. Hasil – hasil fungsi pekerjaan. 2. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/ pegawai seperti : motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya. 3. Pencapaian tujuan organisasi. 4. Periode waktu tertentu.
Fungsi-Fungsi Kegiatan Yang Terkait Kinerja Perusahaan Ada beberapa fungsi kegiatan yang terkait dengan kinerja perusahaan, yaitu strategi perusahaan, pemasaran, operasional, sumber daya manusia, dan keuangan. 1. Strategi Perusahaan Strategi perusahaan terkait dengan misi perusahaan, strategi bisnis yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan lingkungan bisnis. Strategi bisnis mencakup perencanaan, implementasi, dan pengawasan. Menurut Husein Umar dalam Prawiro Suntoro (1999:56) komponen-komponen yang dipakai untuk menganalisis strategi perusahaan terdiri dari dimensi kekuatan bisnis dan dimensi daya tarik perusahaan/individu. Dimensi kekuatan bisnis terdiri dari harga
Universitas Sumatera Utara
produk, jumlah outlet, omzet tiap bulan, potensi penjualan perbulan dan jumlah pengunjung di outlet (tempat penjualan). 2. Pemasaran Peran utama dalam manajemen pemasaran antara lain adalah membuat keputusan mengenai aspek-aspek pemasaran. Menurut Husein Umar dalam Prawiro Suntoro (1999:56) evaluasi aspek pemasaran diarahkan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor tertentu dibandingkan dengan target atau rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya: 1. Segmentasi, target, dan posisi produk di pasar. 2. Strategi bersaing yang ditetapkan. 3. Kegiatan pemasaran melalui bauran pemasaran. 4. Nilai penjualan. 5. Market share yang dikuasai perusahaan. 3. Operasional Hal-hal yang menyangkut operasional perusahaan antara lain sebagai berikut: 1. Kualitas produk 2. Teknologi yang digunakan 3. Kapasitas produksi 4. Persediaan bahan baku dan barang jadi. 4. Sumber Daya Manusia Menurut Husein Umar dalam Prawiro Suntoro (1999:56) beberapa hal penting dari sumber daya manusia yang perlu dievaluasi antara lain mengenai produktivitas kerja, motivasi kerja, kepuasaan kerja, pelatihan dan pengembangan, serta kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
Program pelatihan ditujukan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan pegawainya memangku jabatan tertentu di masa yang akan datang. Program pelatihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi gap antara kecakapan karyawan dan permintaan jabatan selain meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran kerja. 5. Keuangan Menurut J.D. Martin et al dalam Prawiro Suntoro (1999:56) bidang studi keuangan yang semula bersifat deskriptif dengan penekanan pada merger, peraturan pemerintah, dan cara-cara meningkatkan modal, telah berkembang menjadi suatu bidang studi komprehensif yang mempelajari semua aspek pencarian dan penggunaan dana secara efisiensi. Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan atau kekayaan, terutama bagi para pemegang sahamnya, terwujud berupa upaya peningkatan atau memaksimalkan nilai pasar atas harga saham perusahaan yang bersangkutan. Tujuan ini bersifat garis besar, karena pada praktiknya tujuan lebih memahaminya, pertama-tama kita akan menelaah apa yang sebenarnya yang disebut sebagai memaksimalisasi laba serta berbagai hambatan dan rintangan yang menghadangnya. Selanjutnya kita akan mengalihkan perhatian kita kepada tujuan memaksimalisasi kekayaan para pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara