BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Pembangunan yang sekarang sedang marak adalah pembangunan yang hanya bersifat sementara. Dengan tuntutan globalisasi, Indonesia mengikuti perkembangan jaman tanpa melihat prospek kedepan. Perkembangan masyarakat yang serba instan dan asal jadi, budaya konsumtif telah mendarah daging pada sebagian besar masyarakat
Indonesia.
Sedang
sebenarnya,
hakikat
pembangunan
adalah
pembangunan yang berkelanjutan yang tidak parsial, instan dan pembangunan kulit. Maka, dengan adanya konsep Sustainable Development yang kemudian disebut SD akan berusaha memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan lingkungan alam demi masa depan, generasi yang akan datang. “Pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.” Pengertian Sustainable Development Wikipedia : Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” Menurut Brundtland Report dari PBB, 1987 Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris sustainabel development. Salah satu faktor yang harus dihadapi
untuk
mencapai
pembangunan
berkelanjutan
adalah
bagaimana
Universitas Sumatera Utara
memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa “keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam”. Dengan demikian “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual”. Dalam pandangan ini, keragaman “pertumbuhan ekonomi” itu sendiri bermasalah,
karena
sumberdaya
bumi
itu
sendiri
terbatas.
(http://id.wikipedia.org/wiki/pemb.berkelanjutan diakses tanggal 26/11/2010). Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Salim : 2003, pembangunan berkelanjutan harus diarahkan pada pemberantasan kemiskinan (sasaran ekonomi), perimbangan: ekuitisosial yang adil (sasaran sosial) dan kualitas tinggi, kehidupan lingkungan hidup (sasaran lingkungan). Untuk ini secara sadar diusahakan investasi dalam modal: ekonomi (finansial, modal mesin, dll), modal sosial (investasi pendidikan, kesehatan dan keakraban sosial) dan modal lingkungan (investasi-sumber daya alam diperbaharui dan daur-ulang serta substitusi sumber daya alam yang tak terbaharui). Menurut Marlina : 2009 mengatakan pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan). Aspek sosial, maksudnya pembangunan yang berdimensi pada manusia dalam hal interaksi, interrelasi dan interdependesi. Yang erat kaitannya juga dengan aspek budaya. Tidak hanya pada permasalahan ekonomi, pembangunan berkelanjutan untuk menjaga keberlangsungan budaya dari sebuah masyarakat supaya sebuah amsyarakat tetap bisa eksis untuk menjalani kehidupan serta mempunyai sampai masa mendatang. Faktor lingkungan (ekologi) yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan ialah a) terpeliharanya proses ekologi yang esensial, b) tersedianya sumberdaya yang cukup, dan c) lingkungan sosial- budaya dan ekonomi yang sesuai (Otto, 2004 : 161).
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Sudarmadji : 2008).
Universitas Sumatera Utara
Tujuan akhir setiap usaha pembangunan ialah memperlakukan manusia, lakilaki, perempuan, anak-anak sebagai tujuan, untuk memperbaiki kondisi manusia dan memperbesar pilihan manusia. Salah satu yang menjadi bagian dari pembangunan berkelanjutan adalah dimensi manusia atau bisa juga disebut dengan ‘pembangunan manusia’. Ada empat komponen utama dalam paradigma pembangunan manusia, yaitu pemerataan atau kesetaraan (equity), berkelanjutan, produktivitas dan pemberdayaan. (Firdaus : 1998). Meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan. Jadi, jika generasi saat ini bisa maju, maka generasi anak-anak kitapun minimal bisa mencapai kesejahteraan yang setingkat, demikian pula dengan cucu-cucu kita. Sehingga kemudian terdapat alur ekonomi yang berjalan terus menerus, tanpa mengurangi tingkat kesejahteraan dari generasi ke generasi. Itulah yang dimaksud dengan keberlanjutan ekonomi. Keberlanjutan ekonomi saja ternyata tidak cukup. Ekonomi berlangsung di dalam masyarakat, dan di dalam masyarakat terjadi juga pertumbuhan
yang
memerlukan
keberlanjutan.
Keberlanjutan
masyarakat
mensyaratkan adanya keutuhan, kondisi dan hubungan jaringan antar masyarakat yang terpelihara terus menerus, sehingga dijaga agar jangan sampai terjadi bahwa masyarakat yang sekarang lahir 5 tahun kemudian berantakan dan bubar. Masyarakat yang sustainable, masyarakat yang berlanjut, tidak mengenal konflik sosial, dan juga tidak mengenal disintegrasi sosial.
Universitas Sumatera Utara
Hal ketiga adalah sustainabilitas lingkungan. Alam menyediakan udara dimana kita menghirup udara bersih. Alam memberikan kita air dimana kita minum air bersih. Alam memberikan tanah sehingga kita bisa menanam. Alam, air, tanah, udara, dan iklim mampu menghidupi manusia. Persoalan sekarang adalah bisakah kita membangun dimana fungsi-fungsi alam itu, yang menumbuhkan kehidupan manusia, bisa terus menerus memungkinkan kehidupan manusia tersebut. Jadi Pembangunan Berkelanjutan itu mempunyai 3 kaki, kaki keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Keberlanjutan ekonomi tidak bisa jalan kalau keberlanjutan sosial berantakan. Keberlanjutan ekonomi dan sosial tidak bisa jalan juga kalau lingkungan berantakan, pertama adalah dengan menempatkan modal alam sebagai faktor utama. Jika cara berpikir sebelumnya adalah ekonomi menguasai, sosial penting nomor 2 dan lingkungan penting nomor 3, maka sekarang harus dibalik. Sekarang yang nomor 1 adalah modal alam, sebab alam sudah berada dalam keadaan yang berbahaya, (Prof. Dr. Emil Salim, 2003, dalam orasi ilmiah diakses tanggal 11/12/2010). Awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang ekspoitasi terhadapnya dilakukan terus menerus. Pengertian dari tidak mengurangi dan mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang adalah pembangunan yang dilakukan dimasa sekarang itu jangan sampai merusak lingkungan, boros terhadap SDA dan juga memperhatikan generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang juga jangan terlalu dimanjakan dengan tersedianya semua fasilitas. Tetapi mereka
Universitas Sumatera Utara
juga harus di beri kesempatan untuk berekspresi menuangkan ide kreatifnya untuk mengolah dan mengembangkan alam dan pembangunan. Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya : a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable. b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang. c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi. d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal). e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar generasi. f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan habitatnya.
Universitas Sumatera Utara
Pemikiran-pemikiran
tentang
syarat-syarat
tercapainya
proses
pembangunan berkelanjutan : DIMENSI
Brundtland, G.H
ICPQL. 1996
Becker, F.et al. 1997
1987 Sosial
Ekonomi
Pemenuhan kebutuhan
Keadilan
dasar bagi semua
kesetaraan gender, rasa
pertumbuhan
aman,
yang dinamis, keadilan
Pertumbuhan ekonomi untuk
sosial,
menghargai
Penekanan pada proses sosial
diversitas budaya
sosial dan pemerataan
Ekonomi kesejahteraan
Ekonomi kesejahteraan
Keseimbangan
Lingkungan
lingkunagan yang sehat
dimensi sentral dalam
pemenuhan
kebutuhan dasar
Lingkungan
Lingkungan
untuk
generasi sekarang dan yang akan datang
adalah
proses sosial
Gondokusumo 2005 dalam Budhy 2005 : 407 Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan perlu perencanaan dan perancangan yang bersifat ekologis dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi kawasan-kawasan di kota tersebut, proses-proses yang terjadi didalam masyarakat dan lingkungannya. Hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan pemikiran-pemikiran diatas dan dengan pemahaman bahwa kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah ancaman utama pembangunan. Ada tiga kriteria pembangunan berkelanjutan di perkotaan disebut 3 PRO : 1.
Pro keadilan sosial, artinya keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan gender.
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
Pro ekonomi kesejahteraan, artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui tehnologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan. Pro lingkungan berkelanjutan, artinya etika lingkungan non-antroposentris menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non-material. Peningkatan jumlah penduduk dunia diiringi dengan peningkatan jumlah
penduduk kota dan peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan telah membuat beban lingkungan perkotaan bertambah berat. Permasalah pokok perkotaan di negara sedang berkembang terdapat subsistem besar yang komponen-komponennya saling berinteraksi secara terus menerus yaitu : a. Subsistem ekonomi : rendahnya tingkat pendapatan dan lemahnya tingkat pemberdayaan ekonomi masyarakat. b. Subsistem sosial : masyarakat yang menderita kemiskinan (seperti pengangguran, kriminalitas, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tidak memadai. c. Subsistem lingkungan yang menderita kerusakan (seperti pencemaran air, udara dan tanah, pengelolaan limbah, kelangkaan air bersih dan pemukiman yang kumuh).
Universitas Sumatera Utara
EKONOMI : BURUK -
Pekerjaan
-
Penghasilan
-
Lingkungan
-
Pelayanan publik
SOSIAL:
EKOLOGIS :
BURUK
BURUK
-
Hak atas tanah
-
Air
-
Pendidikan
-
Udara
-
Kesehatan
-
Lahan
-
Informasi
Sumber: Gondokusumo 2005 dalam Budhy 2005 : 410 Gambar 1.
Interaksi Terus Menerus antara Dimensi Ekonomi, Sosial, dan Ekologis
Kemiskinan merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang dialami suatu kelompok masyarakat miskin, dan terdapat dimana-mana, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. ketidakadilan struktur sosial (faktor eksternal kemiskinan) itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses ke pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah), rumah sehat, dan pelayanan pendidikan. Ketidakadilan juga terlihat dari tidak adanya kepemilikan hak atas tanah
Universitas Sumatera Utara
yang mereka huni. Sebagai akibat itu semua, sulit bagi mereka untuk mendapat akses ke pekerjaan yang baik dan stabil. Kerusakan lingkungan, yang merupakan faktor ekologis sebuah kota dapat dilihat dari kondisi air, tanah dan udara yang telah tercemar. Pencemaran itu disebabkan dari berbagai sumber dari dalam kota akibatnya tidak berfungsinya pengelolaan sampah dan limbah cair serta adanya tumpukan sampah. Air kotor yang tidak mengalir didalam saluran air kotor karena tersumbat sampah. Akibatnya bau menyengat tidak dapat dihindarkan. Kondisi lingkungan pemukiman buruk atau kumuh akan menghambat dan menjadi ancaman dalam proses pembangunan berkelanjutan.
2.2 Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana
namun
kompleks,
sehingga
pengertian
keberlajutanpun
sangat
multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal dalam (Fauzi, 2004) Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan. Pezzey (1992) dalam Fauzi, 2004 melihat aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari
Universitas Sumatera Utara
sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Karena adanya multidimensi dan multiinterpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.” Perman (1997) dalam Fauzi 2004 mencoba mengelaborasikan lebih lanjut konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian: (1). Suatu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (nondeclining consumption), (2) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang, (3) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (non- declining), (4) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam, dan (5) keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi. Haris (2000) dalam Fauzi 2004, melihat bahwa konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, (1) keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk
memelihara
keberlajutan
pemerintahan
dan
menghindari
terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. (2)
Universitas Sumatera Utara
Keberlajutan lingkungan : Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3). Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
2.3 Strategi Pembangunan Berkelanjutan Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang (Askar Jaya : 2004) : a. Pembangunan yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti ; meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan, Namun pemerataan bukanlah hal yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang
Universitas Sumatera Utara
perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya. b. Pembangunan yang Menghargai Keanekaragaman Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti. c. Pembangunan yang Menggunakan Pendekatan Integratif Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang konpleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam kelembagaan. d. Pembangunan yang Meminta Perspektif Jangka Panjang Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh karena itu perlu dipertimbangkan. Budimanta
(2005)
menyatakan,
untuk
suatu
proses
pembangunan
berkelanjutan, maka perlu diperhatikan hal sebagai berikut: 1.
Cara berpikir yang integratif. Dalam konteks ini, pembangunan haruslah melihat keterkaitan fungsional dari kompleksitas antara sistem alam, sistem sosial dan manusia di dalam merencanakan, mengorganisasikan maupun melaksanakan pembangunan tersebut.
2.
Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka panjang. Hingga saat ini yang banyak mendominasi pemikiran para pengambil keputusan dalam pembangunan adalah kerangkapikir jangka pendek, yang ingin cepat mendapatkan hasil dari proses pembangunan yang dilaksanakan. Kondisi ini sering kali membuat keputusan yang tidak memperhitungkan akibat dan implikasi pada jangka panjang, seperti misalnya potensi kerusakan hutan yang telah mencapai 3,5 juta Ha/tahun, banjiryang semakin sering melanda dan dampaknya yangsemakin luas, krisis energi (karena saat ini kita telah menjadi nett importir minyak tanpa pernah melakukan langkah diversifi kasi yang maksimal ketika masih dalam kondisi surplus energi), moda transportasi yang tidak berkembang, kemiskinan yang sulit untuk diturunkan,dan seterusnya.
Universitas Sumatera Utara
3.
Mempertimbangkan keanekaragaman hayati, Untuk memastikan bahwa sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah juga pengakuan dan perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakukan yang merata terhadap berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
4.
Distribusi keadilan sosial ekonomi. Dalam konteks ini dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan melalui pemerataan ekonomi.
2.4 Indikator Pembangunan Berkelanjutan Surna T. Djajadiningrat (2005:123) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan perspektif jangka panjang. Lebih lanjut secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian keberlanjutan dalam hal (1) ekologis, (2) ekonomi, (3) sosial budaya, (4) politik, dan (5) keberlanjutan pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan ekologis merupakan prasyarat pembangunan demi keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi bumi. Dikaitkan dengan kearifan budaya, masing-masing suku di Indonesia memiliki konsep yang secara tradisional dapat menjamin keberlangsungan ekologis, misalnya
Universitas Sumatera Utara
sistem Subak di Bali atau pemaknaan hutan bagi suku Dayak di pedalaman Kalimantan dan beberapa suku lain yang memiliki filosofi harmonisasi dengan alam. Keberlanjutan ekonomi yang terdiri atas keberlanjutan ekonomi makro dan keberlanjutan ekonomi sektoral merupakan salah satu aspek keberlanjutan ekonomi dalam perspektif pembangunan. Dalam keberlanjutan ekonomi makro tiga elemen yang
diperlukan
adalah
efisiensi
ekonomi,
kesejahteraan
ekonomi
yang
berkesinambungan dan peningkatan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal ini akan dapat tercapai melalui kebijaksaaan ekonomi makro yang tepat guna dalam proses struktural yang menyertakan disiplin fiskal dan moneter. Sementara itu keberlanjutan ekonomi sektoral yang merupakan keberlanjutan ekonomi makro akan diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi sektoral ini dalam bentuknya yang spesifik akan mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital. Selain itu koreksi terhadap harga barang dan jasa, dan pemanfaatan sumber daya lingkungan yang merupakan biosfer keseluruhan sumber daya. Dalam hal keberlanjutan sosial dan budaya, secara menyeluruh keberlanjutan sosial dinyatakan dalam keadilan sosial. Hal-hal yang merupakan perhatian utama adalah stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, pertahanan keanekaragaman budaya dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
Di bidang keberlanjutan politik terdapat pokok pikiran seperti perhatian terhadap HAM, kebebasan individu, hak-hak sosial, politik dan ekonomi, demokratisasi serta kepastian ekologis. Sedangkan keberlanjutan di bidang pertahanan dan keamanan adalah keberlanjutan kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan. Persoalan berikutnya adalah harmonisasi antar struktur (suprastruktur dan infrastruktur) dalam menghadapi atau melaksanakan idealisasi pembangunan yang berkelanjutan. Apabila selama ini terjadi ketimpangan, maka yang terjadi adalah disharmonisasi yang berdampak pada hal yang lebih luas yaitu yang menyangkut nasionalisme, rasa kebangsaan dan “pudarnya negara bangsa”. Secara
ideal
keberlanjutan
pembangunan
membutuhkan
pendekatan
pencapaian terhadap keberlanjutan ataupun kesinambungan berbagai aspek kehidupan yang mencakup; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan : a. Keberlanjutan Ekologis Keberlanjutan
ekologis
adalah
prasyarat
untuk
pembangunan
dan
keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal sebagai berikut: a.
Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
b.
Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengalir; menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, sedangkan sumber yang tidak terpulihkan mempunyai jumlah absulut dan berkurang bila dimanfaatkan. Oleh karena itu pada kondisi seperti ini konsep sustainable tidak boleh
diterapkan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat dipulihkan berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan substitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan pemanfaatannya sekecil mungkin, karena sumberdaya lingkungan adalah biosfer, secara menyeluruh sumberdaya ini tidak menciut akan tetapi bervariasi sesuai dengan kualitasnya. b.
Keberlanjutan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar, ekonomi makro
merupakan landasan bagi terselenggaranya berbagai kebijakan pemenuhan hak-hak dasar. Kebijakan ekonomi makro diarahkan pada terwujudnya lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha, dan terbukanya kesempatan yang luas bagi peningkatan kapabilitas masyarakat miskin. Dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar, kebijakan ekonomi makro perlu memperhitungkan empat tujuan yang saling berkaitan, yaitu menjaga stabilitas ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan
Universitas Sumatera Utara
mengurangi kesenjangan antar wilayah. Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi
makro
yaitu
efisiensi
ekonomi,
kesejahteraan
ekonomi
yang
berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset. c. Keberlanjutan Sosial Budaya Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh manusia. Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu: a. Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen politik yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat peranan dan status wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan lingkungan keluarga. b. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan dan mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak mungkin tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi kemakmuran atau adanya kelas sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kelas sosial yang dihilangkan dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan yang merata, pemerataan pemulihan lahan dan peningkatan peran wanita.
Universitas Sumatera Utara
c.
Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan dengan memahami dan menggunakan
pengetahuan
tradisional
demi
manfaat
masyarakat
dan
pembangunan ekonomi. d. Mendorong pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Beberapa persyaratan dibawah ini penting untuk keberlanjutan sosial yaitu: prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program diarahkan untuk manfaat bersama, investasi pada perkembangan sumberdaya misalnya meningkatkan status wanita, akses pendidikan dan kesehatan, kemajuan ekonomi harus berkelanjutan melalui investasi dan perubahan teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi yang adil dan efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu dihindari melalui keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber daya. d. Keberlanjutan Politik Keberlanjutan politik diarahkasn pada respek pada human right, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan politik, demokrasi yang dilaksanakan perlu memperhatikan proses demokrasi yang transparan dan bertanggungjawab, kepastian kesedian pangan, air, dan pemukiman. e. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan Keberlanjutan keamanan seperti menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam dan luar yang langsung dan tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
yang dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan negara dan bangsa perlu diperhatikan. (Askar Jaya : 2004).
2.5
Pembangunan Berkelanjutan; Masa Depan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Indonesia
Kondisi masa depan pembangunan dan permukiman di Indonesia harus diarahkan kepada pola pembangunan berkelanjutan. Hal ini penting guna keberlangsungan pembangunan dan dampaknya terhadap kondisi lingkungan. Dalam pengertian lain, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti luas pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang tidak menurunkan kapasitas genarasi yang akan datang untuk melaksanakan pembangunan. Meskipun terdapat penyusutan cadangan sumber daya alam dan memburuknya lingkungan. Tetapi keadaan tersebut dapat digantikan sumber daya lain baik oleh sumber daya manusia maupun sumber daya kapital. Sedangkan dalam arti sempit pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangnan yang tidak mengurangi kemampuan genarasi yang akan datang untuk melakukan pembangunan. Tetapi dengan menjaga agar fungsi sumber daya alam dan lingkungan yang ada tidak menurun, tanpa digantikan oleh sumber daya lainnya. Pola pembangunan berkelanjutan terdiri dari keseimbangan pendayagunaan lingkungan alam, pelaku pembangunan dan partisipasi masyarakat sebagai pelaku sosial. Ketiga unsur pokok tersebut idealnya berjalan sinergis, tetapi seringkali
Universitas Sumatera Utara
pembangunan
hanya
menekankan
pada
kepentingan
bisnis
semata
tanpa
mempedulikan masalah lingkungan dan sosial. Keseimbangan pembangunan dan perumahan yang ideal terjadi apabila tingkat kesejahteraan masyarakat sudah merata. Sehingga penyerapan perumahan dan penataan perumahan bisa dilakukan dengan kondisi yang memungkinkan. Masyarakat yang sejahtera akan mudah menerima arahan dan aturan untuk mematuhi rencana tata ruang atau menjalankan semua aturan yang berlaku terkait pengembangan perumahan dan permukiman. Penataan perumahan dan permukiman di Indonesia merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Jumlah penduduk yang sudah mencapai 220 Juta Jiwa serta tingkat pendapatan masyarakat yang masih banyak dibawah standar, telah menyebabkan pemenuhan kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah selalu sulit memenuhi target. Pembangunan
selain
berpengaruh
terhadap
lingkungan
alam,
juga
mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks perumahan dan permukiman diharapkan mampu menjadi guiden semua pihak. Agar penyediaaan kebutuhan perumahan rakyat di masa-masa mendatang tidak semata-mata bersifat fisik semata. Melainkan mempertimbangkan keterpaduan antara aspek alam, sosial aspek ekonomi. Keseimbangan aspek alam terkait dengan semakin tingginya intensitas pembangunan di perkotaan. Menyebabkan kondisi tanah, air dan udara menjadi rusak. Bidang perumahan dan permukiman yang membutuhkan lahan yang sesuai, tidak dapat dipenuhi karena banyak lahan yang sudah dikuasai oleh pihak lain. Harga tanah
Universitas Sumatera Utara
juga seringkali berubah-ubah. Misi pembangunan perumahan dan permukiman yang berdimensi sosial menjadi sulit terealisasi karena biaya tinggi dalam proses pembangunannya. Tantangan ini akan terus terjadi apabila pemerintah tidak segera menyiapkan strategi pembangunan perumahan dan permukiman yang memiliki dimensi berkelanjutan. Salah satu cara dalam menyelesaikan masalah pertanahan tersebut, diperlukan sebuah Lembaga Bank Tanah (land banking) yang bertugas khusus menangani pengelolaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi masyarakat. Ketersediaan lahan merupakan faktor utama untuk pembagunan perumahan dan permukiman. Jika tidak ada lahan proses pembangunan akan terkendala. Selain itu juga perencanaan kawasan yang terpadu dari mulai pemerintah pusat hingga daerah untuk pembangunan perumahan dan permukiman perlu diperhatikan. Agar pembangunan perumahan dan permukiman tidak melanggar aturan tata ruang. Sedangkan keseimbangan dari aspek ekonominya, pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman kedepan harus difasilitasi oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dengan mempermudah proses perijinan dan menghapuskan pungutan-pungutan yang memberatkan dunia usaha dan para pelaku pembangunan perumahan. Tujuan dari proses pembangunan perumahan dan permukiman pada akhirnya harus memiliki dampak sosial. Aspek sosial ini terkait dengan komitmen pemerintah dan dunia usaha untuk membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan
Universitas Sumatera Utara
rendah. Kontribusi tersebut bisa berupa bantuan subsidi kredit perumahan yang terjangkau, bebas biaya uang muka atau penyediaan hunian massal yang bersifat sosial. Dimensi pembangunan berkelanjutan ini dalam konteks pembangunan bidang perumahan dan pengembangan permukiman di era desentralisasi harus dapat dikembangkan di daerah. Melibatkan setiap pemangku kepentingan dari unsur masyarakat. Juga para pelaku pembangunan perumahan. Selanjutnya perlu ada upaya pembinaan dan pemberdayaan komunitas masyarakat perumahan dan permukiman agar
arah
perkembangannya
selaras
dengan
prinsip-prinsip
pembangunan
berkelanjutan, (Ilham M. Wijaya, 2009).
2.6 Pembangunan Permukiman Berkelanjutan Banyak
kegiatan
pembangunan
telah
mengakibatkan
kemiskinan,
kemerosotan serta kerusakan lingkungan (Mitchell, Setiawan & Rahmi 2003). Isu lingkungan
hidup
dan
pembangunan
menjadi
agenda
penting
masyarakat
internasional di forum regional dan multilateral sejak tahun 1972 setelah pelaksanaan konferensi internasional mengenai "Human Environment" di Stockholm, Swedia dan khususnya setelah Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi 1992 menghasilkan Deklarasi Rio de Janeiro, Agenda 21, Forests Principles, serta Konvensi Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi juga menghasilkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling
Universitas Sumatera Utara
menunjang yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup (Mitchell, B., B. Setiawan dan D.H. Rahmi, 2003). Pembangunan berkelanjutan di sektor permukiman diartikan sebagai pembangunan permukiman, termasuk di dalamnya pembangunan kota, secara berkelanjutan sebagai upaya yang berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti pembangunan
permukiman
yang
berkelanjutan
merupakan
upaya
untuk
meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan (Kirmanto 2002). Menurut Kirmanto (2002), pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang menerus atau berkelanjutan sehingga memerlukan dukungan sumber daya pendukung, baik ruang dan lingkungan, alam, kelembagaan dan finansial maupun sumber daya lainnya secara memadai. Untuk itu pembangunan yang dilakukan perlu mempertimbangkan kelestarian dan keserasian lingkungan dan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya yang ada maupun daya dukungnya sejak tahap perencanaan, pengelolaan dan pengembangan. Hal ini dimaksudkan agar arah perkembangannya tumbuh selaras dan serasi sesuai prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial dan budaya. Oleh karena itu, perlu pengalihan orientasi dari membangun rumah ke membangun permukiman.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Pemukiman Kumuh Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No. 4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman). Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja yang terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsinya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Permukiman ini dapat berupa permukiman perkotaan maupun permukiman perdesaan (Kamus Tata Ruang Tahun 1997). Permukiman adalah tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap (Kamus Tata Ruang 1997) Permukiman di dalam kamus tata ruang terdiri dari tiga pengertian yaitu : a. Bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. b. Kawasan yang didomisili oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. c. Tempat atau daerah untuk bertempat tinggal atau tempat untuk menetap. Permukiman adalah suatau lingkungan hidup yang meliputi masalah lapangan kerja, struktur perekonomian dan masalah kependudukan yang bukan saja mencakup mengenai pemerataan dan penyebaran penduduk melainkan juga menyangkut kualitas manusia yang diharapkan pada generasi mendatang (Hardriyanto. D, 1986: 17 dalam Laode Masrun diakses tanggal 16/02/2011).
Universitas Sumatera Utara
Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat pisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat. Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat. Ditempatkan dimanapun juga, kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negative, pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :
1.
Sebab Kumuh (Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup) dilihat dari: a. Segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara, b. Segi masyarakat / sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalulintas, sampah.
2.
Akibat Kumuh (Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala) antara lain: a. b. c. d. e. f.
Kondisi perumahan yang buruk, Penduduk yang terlalu padat, Fasilitas lingkungan yang kurang memadai, Tingkah laku menyimpang, Budaya kumuh, Apati dan isolasi. (Azmi : 2009 http://footballfun.azmi.blogspot.com diakses tanggal 24/05/2011).
Universitas Sumatera Utara
Pengertian Kumuh prasarana yang ada tidak sesuai, Kumuh adalah kesan atau gambaran standar yang berlaku, baik standar secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup persyaratan rumah sehat, kepadatan bangunan, kebutuhan sarana dan penghasilan kelas menengah. Dengan air bersih, sanitasi maupun persyaratan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai kelengkapan prasarana jalan, ruang tanda atau cap yang diberikan golongan terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan, (Sri Kurniasih, diakses tanggal 10/10/2010). Wilayah kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak terbendungnya arus urbanisasi. Kawasan kumuh menurut ILO 2008 dalam Edi Suharto 2009 : 69 adalah tempat tinggal yang kumuh, pendapatan yang rendah dan tidak menentu, serta lingkungan yang tidak sehat dan bahkan membahayakan dan hidup penuh resiko dan senantiasa dalam ancaman penyakit dan kematian. Kawasan kumuh (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas) adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin (www.wikipedia.org, diakses 03/02/2011) Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh
umumnya
dihubung-hubungkan
dengan
tingkat
kemiskinan
dan
pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial
Universitas Sumatera Utara
seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Di berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. Di berbagai kawasan kumuh, khususnya di negara-negara miskin, penduduk tinggal di kawasan yang sangat berdekatan sehingga sangat sulit untuk dilewati kendaraan seperti ambulans dan pemadam kebakaran. Kurangnya pelayanan pembuangan sampah juga mengakibatkan sampah yang bertumpuk-tumpuk. Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatakann sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak kita jumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Rumah kumuh dipandang sebagai suatu masalah terutama dilihat dari sisi penampilan fisiknya. Rumah kumuh selalu menjadi kambing hitam bagi kumalnya wajah kota dan menyiratkan terlalu vulgar tentang kegagalan pembangunan, sesuatu yang haram bagi kebanyakan pemimpin. Lingkungan yang kotor, becek, sanitasi yang buruk, bangunan yang semrawut, penampilan yang jorok, sumur yang tercemar, kepadatan bangunan dan hunian yang tinggi, penggunaan bahan bangunan bekas dan murahan, dan sebagainya,
Universitas Sumatera Utara
merupakan gambaran umum yang dikaitkan dengan eksistensi rumah kumuh, (Ngakan Putu Sueca : 2004). Mengingatkan rumah layak huni adalah isu hak asasi manusia. Karena itu, semua pemimpin dunia berpandangan perlu mengatasi masalah perumahan ini terutama dengan pembangunan perumahan yang terjangkau (low cost housing). Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, yaitu: a. b. c. d.
Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusi. Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit. Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar. (http://id.wikipedia.org/wiki/kawasan-kumuh, diakses tanggal 03/02/2011).
2.8 Ciri-ciri Pemukiman Kumuh Ciri-ciri pemukiman kumuh seperti yang diungkapkan oleh (Parsudi Suparlan : 1984) adalah : 1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai. 2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya. 4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai : a. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar. b. Satuan komuniti tunggal yangmerupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW. c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar. 5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut. 6. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil. Menurut Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) (www.ciptakarya.pu.go.id, diakses 10/10/2010), permukiman kumuh (slum) dapat diklasifikasikan ke dalam dua klasifikasi yaitu : 1. Fisik : a. Berpenghuni padat > 500 orang/Ha b. Tata letak bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai c. Konstruksi bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai d. Ventilasi tidak ada, kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai e. Kepadatan bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai f. Keadaan jalan kondisinya buruk dan tidak memadai g. Drainase tidak ada dan kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai h. Persediaan air bersih tidak tersedia, kalau tersedia kualitasnya kurang baik dan terbatas, tidak/kurang lancar. i. Pembuangan limbah manusia dan sampah tidak tersedia, kalau tersedia kondisinya buruk atau tidak memadai. 2. Non Fisik : a. Tingkat kehidupan Sosial ekonomi rendah b. Pendidikan didominasi SLTP ke bawah c. Mata pencaharian bertumpu pada sektor informal d. Disiplin warga rendah
Universitas Sumatera Utara
e. Dll. Karakteristik
Permukiman
kumuh
Berdasarkan
penelitian
para
ahli
permukiman kumuh memiliki karakteristik atau ciri khas sebagai berikut; 1. Dihuni oleh penduduk dengan penghasilan rendah dengan porsi pengeluaran untuk makan dan minum yang relative besar. 2. Pendidikan kepala keluarga pada umumnya rendah. 3. Pemakaian air bersih juga masih relatife sedikit. 4. Pembuangan sampah tidak tertata rapi, dan cenderung ada kesan berserakan. 5. Cara penduduk pembuangan membuang tinja dan kotoran lain tidak sehat. 6. Drainase kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi genangan air, berbau busuk dan kotor. 1. Bangunan berhimpitan dan seadanya karena pada umumnya tidak berstatus penempatan atau pemilihan lahan yang jelas. (Adi Prasetyo : 2009 diakses tanggal 23/01/2011). Disamping itu terdapat pula pendapat lain yang menyebutkan karakteristik yang merupakan ciri-ciri dari permukiman kumuh yaitu : 2.
3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel, karena adanya pertambahan penduduk yang alamiah maupun migrasi yang tinggi dari desa. Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau berproduksi subsistem, yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perumahan di permukiman tersebut berkualitas rendah atau masuk substandard housing condition), yaitu dalam kategori rumah darurat ( bangunan rumah yang terbuat dari bahan-bahan tradisional, seperti : bambu, kayu, ilalang, dan bahanbahan cepat hancur lainnya. Kondisi kebersihan dan sanitasi rendah. Langkanya pelayanan kota (urban service), seperti : air bersih, fasilitas MCK, sistem pembuangan kotoran dan sampah serta perlindungan dari kebakaran. Pertumbuhan tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun tidak teratur dan terurus. Secara sosial terisolir dari permukiman lapisan masyarakat lainya. Permukiman tersebut pada umumnya berlokasi disekitar pusat kota dan seringkali tak jelas pula status hukum tanah yang di tempati (Adi Prasetyo : 2009 diakses tanggal 23/01/2011).
Universitas Sumatera Utara
Kondisi rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial menurut (Parsudi Suparlan : 1984). dengan kriteria antara lain7 : 1. Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang dari 10 m2. 2. Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya. 3. Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses. 4. Jenis lantai tanahTidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
2. 9 Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan Permukiman Kumuh Dalam perkembangannya perumahan permukiman di pusat kota ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Constantinos A. Doxiadis disebutkan bahwa perkembangan perumahan permukiman (development of human settlement) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Growth of density (Pertambahan jumlah penduduk) : Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru. Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri. Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman. 2. Urbanization (Urbanisasi) : Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan menyebabkan arus migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota. Kaum urbanis yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka usaha di pusat kota, tentu saja memilih untuk tinggal di permukiman di sekitar
Universitas Sumatera Utara
kawasan pusat kota (down town). Hal ini juga akan menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman di kawasan pusat kota. Menurut Danisworo dalam Khomarudin (1997: 83-112) bahwa kita harus akui pula bahwa tumbuhnya permukiman-permukiman spontan dan permukiman kumuh adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses urbanisasi. Akibat dari adanya urbanisasi, muncul berbagai masalah sosial seperti timbulnya permukiman kumuh, menurunnya pendapatan daerah, kurang terjaganya aspek lingkungan, pendidikan yang rendah, serta timbulnya konflik sosial antar masyarakat. Permukiman kumuh yang terjadi memberikan pengaruh negatif baik bagi penghuninya maupun lingkungan sekitar. Pengaruh negatif tersebut antara lain ketidaktenangan bagi penghuninya karena tidak memiliki izin resmi mendirikan bangunan. Sedangkan bagi masyarakat tetap, permukiman kumuh menyebabkan lingkungan kotor dan terganggunya aktifitas kota. Selain itu, terdapat beberapa dampak lain yaitu karakteristik penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relative terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang. Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai kebiasaan tidak sadar lingkungan seperti sifat mengotori dan mencemari sumber-sumber air, mencemari
lingkungan
yang
berpengaruh
terhadap
air
permukaan,
dan
memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah, Terbatasnya teknologi terapan untuk penanganan masalah-masalah di atas seperti system pembuanagan air limbah, sampah pengelolaan air bersih.
Universitas Sumatera Utara
Masalah permukiman kota yang lain adalah kurangnya perhatian Pemerintah mengenai standarisasi perumahan. Standarisasi tersebut antara lain adanya MCK, ketersediaan air bersih, ketersediaan ventilasi udara, serta standar minimum ruangan untuk tiap individu. Penyediaan perumahan untuk masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah kurang memenuhi syarat ideal perumahan dan kurangnya pemenuhan jumlah pemukiman bagi masyarakat. Akibat kurangnya standarisasi perumahan oleh pemerintah adalah penyediaan perumahan untuk masyarakat dilakukan sendiri oleh masyarakat tersebut secara individual maupun kelompok. Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh yang ada di kota adalah: 1.
2.
Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi. Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat diantara sesama pendatang maka pendatang- pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah tidak mampu menyediakan hunian yang layak. Faktor bencana. Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat. (Review Artikel Mengenai Masalah Permukiman Kota, diakses tanggal 23/01/2011).
Universitas Sumatera Utara
2.10 Rumah yang Sehat dan Ekologis Secara umum yang dimaksud dengan rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih, berjarak lebih dari 100 meter dari tempat pembuangan sampah, dekat dengan sarana pembersihan, serta berada ditempat dimana air hujan dan air kotor tidak mengenang. Pada dasarnya rumah yang baik dan pantas untuk dihuni harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : bebas dari kelembapan; mudah diadakan perbaikan; mempunyai cukup akomodasi dan fasilitas untuk mencuci, mandi dan buang kotoran; serta mempunyai fasilitas yang cukup untuk menyimpan, meracik dan memasak makanan. Pada tahun 1947 di Inggris ada sebuah Sub Committee on standards of Fitness for habitation yang membuat rekomendasi terhadap rumah yang akan dihuni ( Wahid dan Nurul 2008 : 289 - 290), antara lain sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Dalam segala hal harus kering Dalam keadaan rumah diperbaiki Tiap kamar mempunyai lampu dan lubang ventilasi Mempunyai persediaan air bersih yang cukup untuk segala keperluan rumah tangga 5. Mempunyai kamar mandi 6. Mempunyai tempat/kamar cuci, dengan pembuangan air limbah yang baik 7. Mempunyai sistem drainase yang baik 8. Mempunyai jamban yang mempunyai syarat kesehatan (didalam atau diluar) 9. Cukup fasilitas untuk menyimpan, meracik, dan memasak makanan 10. Tempat menyimpan makanan harus mempunyai ventilasi yang baik 11. Jalan masuk ke rumah yang baik 12. Setiap kamar mempunyai titik lampu yang cukup Patokan yang dapat digunakan dalam membangun rumah yang ekologis (Wahid dan Nurul 2008 : 289 - 290) adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau. 2. Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan/radiasi geobiologis dan meminimalkan medan elektromagnetik buatan. 3. Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah. 4. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan. 5. Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam konstruksi bangunan dan memajukan sistem bangunan kering. 6. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu mengalirkan uap air. 7. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan. 8. Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan harmonikal. 9. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah lingkungan dan membutuhkan energi sedikit mungkin (mengutamakan energi terbarukan). 10. Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat dimanfaatkan oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua, maupun orang cacat tubuh).
2.11 Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Amos (2007 : 25) lingkungan adalah berasal dari kata lingkung yaitu sekeliling, sekitar. Lingkungan adalah bulatan yang melingkungi atau melingkari, sekalian yang terlingkung di suatu daerah sekitarnya. Lingkungan hidup dideskripsikan dalam 3 (tiga) dimensi menurut Soeryani, 1992 dan Soertaryono, 2000 dalam Adreas (2008 : 18) adalah :
a. b.
Lingkungan hidup alam : dapat dideskripsikan seperti ekosistem pegunungan, laut, pantai, hutan dan lain-lain. Lingkungan hidup binaan/buatan : dapat dideskripsikan, seperti jembatan, perumahan, jaringan listrik, sawah, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
c.
Lingkungan hidup sosial : dapat dideskripsikan, seperti penduduk, kelompok masyarakat, lapisan sosial dan lain-lain. Lingkungan strategis internal adalah faktor-faktor internal yang dimiliki
berupa kekuatan (strongs) atau potensi dan modal dasar dalam pembangunan sehingga perlu dipahami apa saja yang mempegaruhi lingkungan dengan dalam sebuah pemerintahan. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pengaruh dimensi spiritual dalam pengembangan tata pemerintahan sangat berpengaruh dimana proses interaksi kehidupan bermasyarakat tidak lepas dari peranan structural kehidupan beragama dan budaya dalam membentuk tata pemerintahan sebuah daerah dimana melihat landasan perkembangan sesuai mekanisme dan adaptasi harus sesuai penerapan kebijakan yang akan diterapkan Setiap daerah mempunyai letak yang berbeda beda berupa lingkungan yang beraneka ragam sebagai factor penunjang dalam pelaksanaan sebuah pemerintahan didaerah,sebuah daerah yang berkembang akan berupaya memperhatikan lingkungan agar dapat digunakan sebagai salah satu penunjang Pemerintah dalam melihat perkembangan perekonomian khususnya disektor ekonomi harus menyesuaikan kemampuan daerahnya dalam menerapkan sebuah ketentuan, lingkungan yang menunjang berupa keadaan alam berupa tersedia sumber daya alam (SDA) yang dibutukan sebagai pendorong dalam pendanaan sumber pembangunan disebuah daerah. Kondisi keamanan daerah yang kondusif : salah satu syarat mutlak bagi berlangsungnya pembangunan daerah adalah terciptanya kondisi keamanan yang kondusif, tanpa sebuah jaminan keamanan disebuah daerah akan berdampak negatif terhadapa perkembangan pembangunan sebuah tata pemerintahan. Tersedianya Sarana dan Prasarana : sarana dan prasarana dasar yang memadai menjadi slah satu modal dasar dalam pembangunan. Tersedianya sarana dan prasarana perhubungan berupa jalan dan transportasi, listrik, air bersih, telepon, bank, sarana pendidikan, rumah ibadah dan rumah sakit, merupakan salah satu bentuk “insentif”, yang memberikan kemudahan bagi pelaku ekonomi untuk berinvestasi. dan prasarana lebih lengkap. Dukungan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pembangunan : salah satu kunci sukses pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dan mempunyai kaitan yang sangat penting dalam perkembangan pemerintahan yang baik, oleh karena itu perlu interaksi hubungan pemerintah atau birokrasi terhadap lingkunganya dengan menjadikan masyarakat sebagai obyek yang perlu diperhatikan dengan
Universitas Sumatera Utara
sistem transparansi agar masyarakat mengetahui kinerja pemerintah, (Marfai, 2005). Sejak awal dalam perkembagan budayanya manusia telah berusaha untuk mengelola dampak kegiatannya terhadap lingkungan hidup. Makin berkembang kegiatan ekonomi dan tehnologi, makin besar dirasakan perlunya untuk mengelola dampak kegiatan pada lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai pada tingkat yang minimum dan untuk mendapatkan manfaat yang optimum dari lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan (Otto, 2001 : 85). Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup serta managemen lingkungan hidup. Dasar dan prinsip pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup sehingga dapat membangun manusia seutuhnya dan mewujudkan manusia sebagai bagian lingkungan hidup dan tidak akan dapat dipisahkan. (Baiquni, M dan Susilawardani : 2002). Pengelolaan lingkungan hidup sering didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan,
pemeliharaan,
pemulihan,
pengawasan
dan
pengendalian lingkungan hidup. Pelaksanaannya dilakukan oleh instansi pemerintah
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lainnya dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan kebijakan
nasional
pengelolaan
lingkungan
(http://www.scribd.com/doc.pengelolaan-lingkungan-hidup
diakses
hidup. tanggal
21/1/2011). Menurut Moh. Soerjani dkk (1987 : 150) menyatakan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup. Sikap dan kelakuan manusia terhadap lingkungan sangat didominasi oleh pertimbangan ekonomi, baik ekonomi perorangan maupun ekonomi negara. Tujuan ekonomi bahkan berlebihan sehingga mendorong terjadinya eksploitasi lebih tanpa diikuti oleh tindakan perlindungan yang memadai. Sikap dan kelakuan itu juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau lebih tepat kurangnya penhargaan masyarakat tentang fungsi ekologi lingkungan hidup yang memberikan layanan pada manusia. Akibatnya adalah terjadi kerusakan lingkungan hidup yang parah yang mengancam keberlanjutan kehidupan. Untuk mengatasi hal ini sikap dan kelakuan masyarakat, termasuk para birokrat, haruslah diubah menjadi ramah lingkungan. Menurut Otto (2001 : 92-94) ada tiga cara untuk mengubah sikap dan kelakuan yaitu : 1.
2.
Instrumen pengaturan dan pengawasan. Tujuannya untuk mengurangi pilihan pelaku dalam usaha pemanfaatan lingkungan hidup. Misalnya dengan zonasi dan pelarangan kegiatan yang merusak lingkungan hidup. Instrumen ekonomi. Tujuannya ialah untuk mengubah nilai untung relatif terhadap rugi bagi pelaku dengan menberikan insentif-disinsentif ekonomi. Instrumen insentif-disinsentif itu menghasilkan untung rugi berupa uang bersifat pertimbangan Tangible merupakan dororngan yang kuat untuk kelakuan pro-
Universitas Sumatera Utara
3.
lingkungan hidup dan hambatan untuk kelakuan anti lingkungan hidup. Misalnya pengurangan pajak untuk produksi dan penggunaan alat hemat energi dan denda untuk pelanggaran peraturan. Instrumen suasif. Mendorong masyarakat secara persuasif bukan paksaan. Tujuannya ialah untuk mengubah persepsi hubungan manusia dengan lingkungan hidup kearah membesarkan untung relatif terhadap rugi. Instrumen terdiri atas pendidikan, pelatihan, dan penyebaran informasi bertujuan untuk membangkitkan rasa kewajiban moral. Pembangunan yang berwawasan lingkungan pada prinsipnya mengupayakan
terselengaranya pembangunan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, perlindungan sumberdaya alam dan ekosistem, sebagai penunjang utama keberlangsungan tersebut mutlak diperlukan. Dengan kata lain, pembangunan harus senantiasa memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan ekosistem secara umum untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (Amien, 2005 : 151). Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup : 1.
Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
2.
Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif 3.
Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
4.
Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5.
Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Diakses tanggal 17/02/2011.
Universitas Sumatera Utara
Pelestarian lingkungan hidup ialah bahwa “tanah air milik suatu masyarakat bangsa bukannya merupakanwarisan dari nenek moyang melainkan dipinjam dari generasi-generasi yang masih akan lahir kemudian”. Maknanya yang hakiki ialah bahwa generasi yang hidup sekarang ini berkewajiban mutlak untuk memelihara dan memanfaatkan kekayaan alam sedemikian rupa sehingga lingkungan hidup yang aman, nyaman, sehat, terpelihara, dan tidak rusak diwariskan kepada generasigenerasi yang akan datang. Tidak ada yang salah apabila generasi yang hidup sekarang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan hidup demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena pembangunan memang menuntut pemanfaatan tersebut, para pakar menyebutnya sebagai pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak. (Sondang, 1999 : 28). 2.12 Penyebab Kemiskinan Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya tetapi masih banyak di temui permukiman masyarakat miskin hampir setiap sudut
Universitas Sumatera Utara
kota. Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Penyebab kemiskinan di kota-kota besar hampir sama disetiap Negara. Berikut salah satu penyebab kemiskinan : 1. Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersediakan : Jumlah lapangan pekerjaan tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang ada dimana lapangan pekerjaan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduknya. 2. Daerah Kumuh : Dampak dari kemiskinan yang ada di kota besar, kini muncul daerah-daerah kumuh hampir dapat di temui di pinggiran kota maupun di setiap sudut kota. Dengan bangunan dan lahan seadanya, mereka membangun tempat tinggal di bantaran kali, pinggiran rel kereta api dan kolong jembatan. Daerah slum adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terdapat di kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya. Banyak terdapat daerah slum baik di tengah maupun pinggiran kota. Berikut ini adalah ciri-ciri daerah slum : 1. Banyak dihuni oleh pengangguran 2. Tingkat kejahatan / kriminalitas tinggi 3. Demoralisasi tinggi 4. Emosi warga tidak stabil 5. Miskin dan berpenghasilan rendah 6. Daya beli rendah 7. Kotor, jorok, tidak sehat dan tidak beraturan 8. Warganya adalah migran urbanisasi yang migrasi dari desa ke kota 9. Fasilitas publik sangat tidak memadai 10. Warga slum yang bekerja kebanyakan adalah pekerja kasar dan serabutan
Universitas Sumatera Utara
11. Bangunan rumah kebanyakan gubuk / gubug dan rumah semi permanen. (http://webcache.googleuserconten.comJakartabutuhrevolusibudaya.com/2008 /04/14 kemiskinan dan perkumuhan diakses pada tanggal 3/02/2011)
2.13 Solusi yang Berkelanjutan untuk Mengatasi Kemiskinan dan Daerah Kumuh Di perkotaan Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan daerah-daerah kumuh di perkotaan. Antara lain: 1.
Membuka Balai Latihan Kerja : salah satu faktor kemiskinan adalah tidak mendapatkan pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian. Hal ini dapat dikarenakan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, pendidikan yang rendah atau tidak mempunyai keterampilan kerja yang diharapkan oleh perusahaan. Sehingga mereka yang tidak memenuhi kriteria para pencari kerja akan tersingkir oleh orang-orang yang memiliki keterampilan kerja. Akhirnya mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut dapat diatasi dengan membuka balai latihan kerja yang memberikan pelatihanpelatihan/keterampilan sesuai dengan kriteria para pencari kerja sehingga mereka menjadi tenaga-tenaga siap kerja yang dibutuhkan para pencari kerja.
2.
Aktivitas Hijau Di Lingkungan Kumuh : daerah yang semestinya menjadi daerah hijau atau daerah resapan banyak yang sudah berubah fungsi menjadi daerah kumuh. Jika digusur bukannya menghilang malah semakin bertambah dan bertambah seperti jamur di musim hujan. Yang perlu dilakukan adalah masyarakat kumuh diberikan penyuluhan dan pembinaan yaitu dengan aktifitas
Universitas Sumatera Utara
hijau seperti melakukan daur ulang sampah menjadi pupuk atau memilah sampah untuk didaur ulang sehingga dapat memberikan penghasilan untuk dapat menunjang hidup. 3.
Membangun Perumahan Murah : membangun perumahan di bantaran kali, kolong jembatan, ataupun di pinggiran rel kereta api memang tidak dibenarkan. Biaya perumahan yang sangat tinggi itulah yang menjadi alasan mereka untuk membangun tempat tinggal seadanya di daerah –daerah yang tidak semestinya. Untuk itulah peran pemerintah diperlukan untuk membantu menyediakan perumahan/tempat tinggal murah bagi penduduk yang ekonomi-nya masih di bawah
standar.
(http://webcache:masyarakat11.wordpress.com/2011/01/27
kemiskinan dan perkumuhan kumuh diakses tanggal 3/02/2011). Langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk penataan lingkungan permukiman kumuh adalah : 1.
Lebih mengefektifkan penertiban administrasi kependudukan bekerja sama dengan perangkat desa yang mewilayahi permukiman kumuh.
2.
Penataan kembali lingkungan dengan penyediaan kamar mandi dan jamban umum, program sanimas dan pengelolaan sampah swadaya di permukiman kumuh.
3.
Peningkatan perilaku hidup sehat masyarakat
4.
Sosialisasi kebijakan pemerintah kota terkait dengan program penataan kembali permukiman kumuh perlu lebih digalakkan dengan melibatkan kelompok masyarakat di permukiman kumuh.
Universitas Sumatera Utara
Dalam mewujudkan lingkungan sehat berakar pada upaya perbaikan kualitas lingkungan sosial budaya masyarakat bertumpu pada dua aspek utama yakni : a.
Partisipasi masyarakat untuk mengendalikan nilai-nilai luhur dalam proses kehidupan sosialnya. Dalam bentuk operasional perbaikan lingkungan sosial budaya
dengan
mengikutsertakan
partisipasi
masyarakat
dalam
upaya
peningkatan kesadaran masyarakat untuk berprilaku sehat dalam aspek mikro seperti kebersihan rumah tangga, dan lain-lain. b.
Kebijakan pemerintah : melakukan intervensi langsung dalam proses dinamika sosial. (Fuad 1996 : 136).
2.14 Isu Sosial Budaya dalam Perencanaan dan Pembangunan Kota Masalah-masalah yang terjadi diper-kotaan, utamanya kota-kota di dunia ketiga, terutama disebabkan oleh masalah-masalah sosial budaya, yaitu segala sesuatu yang menyangkut kehidupan manusia. Masalah sosial budaya yang kerap muncul di Indonesia antara lain: 1.
Pengangguran : migrasi tenaga kerja tidak terdidik keper-kotaan lebih besar jumlahnya ketimbang tenaga kerja terdidik. Golongan tenaga kerja seperti ini tidak mampu bersaing pada sektor-sektor ekonomi formal. Di pihak lain, krisis ekonomi dan instabilitas politik menyebabkan lesunya iklim investasi. Akibatnya, bahkan tenaga kerja terdidik pun tidak dapat terserap oleh minimnya lapangan kerja yang tersedia.
2.
Kemiskinan : tidak seimbangnya jumlah tenaga kerja dan lapangan kerja yang tersedia, mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja. Pendapatan yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
sebagian warga kota yang mengandalkan sektor informal sebagian besar tidak mampu mengangkat derajat ekonomi yang layak untuk mereka memenuhi kebutuhan
dasar:
sandang-pangan-perumahan-pendidikan.
Akibatnya,
kemiskinan adalah salah satu masalah besar yang dihadapi oleh banyak kota di Indonesia yang mengakibatkan pula berbagai masalah sosial lainnya. 3.
Kriminalitas dan rawan konflik : merupakan salah satu efek dari tingginya angka pengangguran, rendahnya pendapatan, serta kesenjangan ekonomi yang tinggi
di
perkotaan
adalah
tingginya
juga
kriminalitas,
yang
sering
dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Di samping itu, kota di Indonesia juga rawan konflik oleh kesenjangan, perebutan lahan pendapatan, sampai kecemburuan etnis. 4.
Kesenjangan ekonomi dan aksesibilitas pelayanan publik : yang paling menonjol adalah kesenjangan ekonomi, di mana terdapat perbedaan ekstrim kelas sosial ekonomi di perkotaan. Kesenjangan ekonomi ini menyebabkan pula kesenjangan dalam aksesiblitas pelayanan publik. Sarana pelayanan umum yang tersedia di perkotaan-listrik, air, pelayanan sampah-hampir tidak ada yang gratis di perkotaan. Hal inilah salah satu penyebab mengapa kaum miskin kota lebih banyak tinggal di tepi sungai, terutama untuk kebutuhan air dan sarana MCK yang dapat diperoleh secara cuma-cuma dari air sungai.
5.
Perumahan : buruknya kualitas perumahan merupakan akibat lain dari rendahnya pendapatan. Masalahnya selain kuantitas menyangkut juga sanitasi yang buruk, sehingga akan berpengaruh pula terhadap kualitas kesehatan warga.
Universitas Sumatera Utara
Perkampungan kumuh yang umum terjadi di kota besar merupakan salah satu upaya warga miskin kota untuk survive di perkotaan, yang secara fisiklingkungan-kesehatan jauh dari standar hdup layak. 6.
Good governance dan partisipasi publik : masa orde baru di Indonesia ditandai oleh pemerintahan desentralisasi yang rawan penyimpangan, terutama korupsi dan rendahnya kualitas pelayanan. Akibatnya, keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan publik diputuskan tanpa partisipasi publik, sehingga kepentingan publik tidak terakomodasi secara baik dan adil dalam pembangunan dan rencana kota. Dalam
(Wahyuni Zahrah (USU) : 2009).
2.15 Kemiskinan Kemiskinan memiliki banyak definisi. Sebagian orang memahami istilah kemiskinan dari perspektif subyektik dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif. Meskipun sebagian besar konsepsi mengenai kemiskinan sering dikaitkan dengan aspek ekonomi, kemiskinan sejatinya menyangkut pula dimensi material, sosial, kultur, institusional dan struktural. Piven dan Cloward (1993) dan Swanso (2001) dalam Edi Suharto, 2009 : 15 - 16 yaitu :
1. Kemiskinan menggambarkan adanya kelangkaan materi atau barang-barang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makanan, pakaian dan perumahan.
Universitas Sumatera Utara
2. Kesulitan
memenuhi
kebutuhan
sosial,
termasuk
keterkucilan
sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Seperti pendidikan, kesehatan dan informasi. Berdasarkan studi SMERU, Suharto (2006 : 132) dalam Edi Suharto 2009 : 16 menunjukkan kriteria yang menandai kemiskinan : 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan) 2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik dan mental 3. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban tindak kekerasan rumag tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil 4. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan. 5. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi. Secara konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan oleh empat faktor yaitu : 1. Faktor individual. Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam mengahadapi hidupnya. 2. Faktor sosial. Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, gender, etnis yang menyebabkan seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi. 3. Faktor kultural. Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjukkan pada konsep kemiskinan kultural atau “budaya kemiskinan” yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Sikap-sikap negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha dan kurang menghargai etos kerja. 4. Faktor struktural. Menunjukkan pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sistem ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia telah menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal terjerat oleh, dan sulit keluar dari, kemiskinan. Sebaliknya, stimulus ekonomi, pajak dan iklim investasi lebih menguntungkan orang kaya dan pemodal asing untuk terus menumpuk kekayaan. Edi Suharto (2009 : 18).
Universitas Sumatera Utara
Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi, David Cox (2004 : 1-6) dalam Edi Suharto (2009 : 18-19) membagi kemiskinan dalam beberapa dimensi yaitu : 1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi melahirkan negara pemenang dan negara kalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju. Sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi. 2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsistem (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan perdesaan (kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan). 3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas akibat kondisi sosial yang tidak menguntungkan mereka, seperti bias gender, diskriminasi atau eksploitasi ekonomi. 4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Dinas Sosial mendefinisikan orang miskin adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan dan mereka yang sudah mempunyai mata
Universitas Sumatera Utara
pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi dua (2) golongan : 1.
Kemiskinan yang ditimbulkan oleh faktor alamiah, yaitu kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya bencana alam dan lain-lain. Dengan kata lain kemiskinan yang disebabkan mereka memang miskin.
2.
Kemiskinan yang disebabkan faktor non alamiah, yaitu adanya kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik yang tidak stabil, kesalahan pengelolaan sumber daya alam. Namba A. (2003) menyatakan bahwa kemiskinan yang disebabkan kesalahan
pengelolaan sumberdaya alam sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem lebih sulit diatasi dibandingkan penyebab kemiskinan yang lain. Karena kemiskinan yang disebabkan kerusakan ekosistem permasalahnya sangat komplek dan rumit. Profil kemiskinan dapat dilihat dari karakteristik ekonominya seperti sumber pendapatan, pola konsumsi/pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain-lain. Juga perlu diperhatikan profil kemiskinan dari karakteristik sosial-budaya dan karakteristik demografinya seperti tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota keluarga, cara memperoleh air bersih dan sebagainya.
2.16 Strategi Pengentasan Kemiskinan Penanganan masalah kemiskinan harus dilakukan secara menyeluruh dan kontekstutal, menyeluruh berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan kontekstual mencakup faktor lingkungan si miskin. Untuk dapat merumuskan kebijakan yang tepat dalam menangani kemiskinan perlu pengkajian yang mendalam tentang profil kemiskinan itu sendiri. Sehingga aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat sesuai dengan karakteristik masayarakat tersebut dan dapat berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan (sustainable). Beberapa kebijakan yang disarankan untuk tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan implementasinya adalah : 1. Perluasan Akses Kredit Masyarakat Penyediaan fasilitas kredit merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan
untuk
mengurangi
kemiskinan,
terutama
pada
tataran
implementasinya. Namba (2003) bahwa instrumen kebijakan pembangunan lebih efektif mereduksi kemiskinan secara tajam dibanding dengan mengandalkan masyarakat hidup dari sumber-daya alam yang kaya-raya tanpa ditunjang dengan kebijakan yang memihak pada masyarakat miskin. Artinya jika masyarakat yang tinggal di lingkungan kaya akan sumberdaya alam dan mendapat kebijakan yang menyentuh mereka, maka mereka akan lebih bijak dan peduli dalam mengolah sumberdayanya. (Baden: 1993) Yunus dalam Mubyarto (2003) mengenalkan model kredit mikro yang telah berhasil diterapkan di Bangladesh yang terkenal dengan nama Grameen Bank. Sekitar 10 kelompok perempuan miskin, masing-masing beranggota 5 orang, ketika kita mendekati tempat pertemuan mereka, mengucapkan sumpah/janji berupa “16 keputusan” (sixteen decisions) antara lain melaksanakan KB, mendidik
Universitas Sumatera Utara
anak, hanya minum air putih yang dimasak atau air sumur yang sehat, dan menahan diri dari membayar atau memakai “mahar” dalam perkawinan anak-anaknya. Semua sumpah/janji ini dapat diringkas dalam 4 asas hidup Grameen Bank, yaitu disiplin, bersatu, berani, dan bekerja keras. Grameen Bank yang mulai beroperasi tahun 1976, lima (5) tahun setelah kemerdekaan Bangladesh, telah terbukti dapat mengurangi angka kemiskinan di negara tersebut. 2. Peningkatan Tingkat Pendidikan Masyarakat Kualitas sumberdaya manusia sangat terkait dengan pendidikan masyarakat. Kebijakan Wajib belajar sembilan tahun kiranya patut ditinjau ulang untuk ditingkatkan menjadi dua belas tahun, sehingga tuntutan minimal masyarakat berpendidikan SMA. Kebijakan ini perlu diiringi dengan kebijakan lain yang dapat menampung dan mengatasi anak putus sekolah yang cenderung menjadi anak jalanan. Dengan meningkatnya pendidikan masyarakat kualitas sumberdaya manusia menjadi lebih baik sehingga kesadaran masayarakat akan masa depan menjadi lebih baik. Kondisi ini akan mendorong masyarakat untuk lebih berkreasi dalam meningkatkan taraf hidupnya. 3. Menciptakan Lapangan Kerja Untuk mengimbangi meningkatnya pendidikan masyarakat pemerintah perlu menciptakan lapangan kerja. Menciptakan lapangan kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan saving (S) dan investasi (I), baik investasi domestik maupun foreign direct invesment (FDI). 4. Membudayakan Entrepreneurship
Universitas Sumatera Utara
Dengan membudayanya sikap Entrepreneurship pada masyarakat diharapakan masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengurangi angka pengangguran, sebab mereka dapat menciptakan lapangan kerja untuk diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain peran entrepeneur sangat besar, yaitu: (1) menambah produksi nasional(2) menciptakan kesempatan kerja (3) membantu pemerintah mengurangi pengangguran (4) membantu pemerintah dalam pemerataan pembangunan (5) menambah sumber devisa bagi pemerintah (6) menambah sumber pendapatan negara dengan membayar pajak.
2.17
Tridaya: Melawan Keterbatasan Mewujudkan Keterjangkauan dalam Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Hakekat pembangunan perumahan dan permukiman menyangkut kepentingan
hajat hidup orang banyak yang penyelenggaraannya melibatkan banyak unsur. Rumah yang layak di lingkungan permukiman yang sehat merupakan tempat berlindung dan membina keluarga. Tersedianya berbagai kemudahan, berupa air bersih, sanitasi, fasilitas persampahan, saluran pembuangan air hujan, dan sebaginya memberi rasa aman dan nyaman kepada keluarga untuk hidup, berusaha dan bekerja. Lingkungan permukiman yang sehat disertai dengan perilaku hidup sehat akan mendorong produktivitas kerja, pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. Pembangunan perumahan dan permukiman pada dasarnya juga berperan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penciptaan lapangan kerja dan
Universitas Sumatera Utara
kesempatan usaha. Pembangunan perumahan, baik dari sisi pelaksanaannya maupun pemanfaatannya, dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya, seperti penyerapan tenaga kerja konstruksi, penggunaan bahan-bahan bangunan, pembelian berbagai macam perabotan rumah tangga, pemanfataan rumah sebagai tempat usaha dan sosial. Maka, pembangunan perumahan dan permukiman dapat bersifat konsumtif maupun produktif. Berdasarkan kondisi psiko-sosial-ekonomi, permasalahan perumahan dan permukiman yang dihadapi cukup beragam, diantaranya arus urbanisasi yang pesat, langkanya lahan murah, tingkat disiplin kebersihan penduduk kota yang masih rendah, lemahnya pengendalian tata ruang, kebutuhan perumahan yang cukup tinggi, kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, rendahnya pemahaman masyarakat terhadap rumah dan lingkungan sehat, serta kebiasan-kebiasaan dan tradisi yang tidak mendukung perilaku hidup sehat. Semua ini dapat menyebabkan kuantitas dan kualitas perumahan dan permukiman jauh dari harapan ideal, yakni setiap keluarga menempati rumah yang layak di lingkungan permukiman yang sehat. Pendekatan
yang
dilakukan
untuk
penyelenggaraan
perumahan
dan
permukiman adalah : Pertama : Berdasarkan azas Tridaya yang bertujuan mendayagunakan komponen masyarakat, usaha, ekonomi dan prasarana dan sarana lingkungannya. Dalam pendekatan ini kegiatan penyiapan masyarakat, pemberdayaan kegaiatan usaha ekonomi komunitas, dan pendayagunaan sarana dan prasarana lingkungan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Universitas Sumatera Utara
Kedua : Pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan perumahan dan permukiman
merupakan
kegiatan
yang
berkelanjutan.
Pembangunan
perlu
mempertimbangkan kelestarian dan keseraian lingkungan dan keseimbangan sumberdaya yang ada dan daya dukungnya sejak tahap perencanaan, pengelolaan dan pengembangannya. Sehingga tumbuh selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan baik secara ekonomi, lingkungan , sosial dan budaya. Ketiga : Pembangunan berwawasan kesehatan. Kesehatan lingkungan perumahan dan permukiman sangat mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat yang menghuninya. Selain itu juga sangat mendukung upaya penanganan permukiman kumuh dan upaya pencegahan terjadinya permukiman yang tidak sehat (kahficenter.wordpress.com/tridaya_melawan_keterbatasan_mewujudkan ketergantungan diakses 08/09/2011). Penanganan perbaikan permukiman kumuh tidak semata-mata melalui kegiatan yang sifatnya fisik, tetapi yang lebih penting juga bukan fisik yaitu memberdayakan masyarakat.
a.
Pemberdayaan Dengan keterbatasan keuangan negara dan rendahnya kemampuan masyarakat
untuk membangun perumahan dan permukiman sehat, maka pembangunan perumahan dan permukiman tidak dapat mengandalkan pada peran pemerintah belaka. Oleh karenanya, penanganan masalah dan kebutuhan akan perumahan perlu
Universitas Sumatera Utara
didekati melalui berbagai strategi sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada di masyarakat. Ada tiga pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh untuk pembangunan perumahan dan permukiman yang melibatkan peran serta masyarakat. Pertama adalah pendekatan kesejahteraan (welfare strategy) dimana peran birokrasi atau pemerintah sangat dominan. Dalam pendekatan kesejahteraan ini pemerintah memberi bantuan penuh kepada masyarakat yang membutuhkan rumah. Masyarakat yang dibantu tergolong dalam kelompok yang rentan atau sangat miskin, seperti kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, pengungsi akibat konflik sosial dan etnis, yang memerlukan uluran tangan dari pemerintah atau pihak luar agar dapat hidup layak. Kedua adalah strategi responsif atau responsive strategy dimana peran birokrasi masih dominan. Dalam strategi ini masyarakat yang dibantu adalah mereka yang berpenghasilan rendah dan secara ekonomi kurang aktif atau mereka yang terkena bencana alam atau musibah lainnya, seperti pergusuran, krisis ekonomi, dengan tujuan memulihkan kembali kepada kehidupan normal atau kondisi yang lebih baik. Sedang strategi ketiga adalah pendekatan pemberdayaan atau empowerment strategy dimana peran masyarakat dominan. Fokus dari strategi ini adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan aktif secara ekonomi serta tidak memiliki akses kepada sumber daya perumahan. Tujuan dari pendekatan pemberdayaan adalah untuk memampukan masyarakat memecahkan sendiri masalah yang dihadapi dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam era reformasi konsep Tribina berubah nama menjadi Tridaya, karena kata bina lebih diartikan sebagai obyek pembinaan (top-down) dari pemerintah, sedang kata daya lebih kepada prakarsa dan potensi yang tumbuh dari masyarakat. Masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah, yang diperankan oleh fasilitator atau konsultan pembangunan, adalah mereka yang menerima manfaat langsung atau yang terkena dampak dari proyek pemerintah. Melalui daya manusia, dilaksanakan proses penyadaran untuk menumbuhkan pengertian, pengetahuan, kepedulian dan rasa memiliki. Mereka difasilitasi untuk mendapatkan akses ke sumber daya pembangunan yang tidak mereka miliki. Melalui daya usaha, penerima manfaat proyek diberi bekal pengetahuan dan keterampilan usaha yang dapat membantu upaya-upaya peningkatan pendapatan. Melalui daya lingkungan komunitas yang terkena dampak proyek diajak untuk mengenali sumber permasalahan yang dihadapi dengan melakukan survei kampung sendiri atau self-assessment survey. Hasil survey dipaparkan dalam acara rembug warga. Dari hasil rembug warga kemudian diputuskan prioritas pembangunan komponen prasarana dan sarana lingkungan, yang hasilnya berupa Rencana Tindak Komunitas atau Community Action Plan. Melalui proses penyadaran (diseminasi dan sosialisasi, rembug warga, dan fasilitasi), pengorganisasian dan pengelolaan komunitas (lembaga akar rumput), serta pendampingan, maka hasil pembangunan diharapkan dapat lebih efektif dan berkelanjutan. Pola pemberdayaan yang diterapkan dewasa ini sudah lebih mendalam, karena adanya komponen baru dalam penyelenggaraan proyek perumahan swadaya atau
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kualitas lingkungan, yaitu penyediaan kredit mikro. Dengan adanya komponen
pembiayaan
perumahan,
baik untuk
perbaikan
rumah
maupun
pembangunan baru, maka pengorganisasian komunitas (lembaga akar rumput) menjadi dominan. Konsep modal sosial (social capital) menjadi perhatian terhadap penguatan
(community
capacity
building)
organisasi
dan
kelembagaan
komunitas/akar rumput. Semua ini dilaksanakan agar resiko dalam penggunaan dana untuk kredit mikro menjadi lebih terkendali. Berbagai kendala yang berkaitan dengan pemberdayaan masayarakat dapat dikenali yang dapat menghambat proses perkuatan kapasitas organisasi dan lembaga masyarakat. Tingkat pendidikan yang belum tinggi dan merata membuat sulit untuk menyetarakan perspesi serta menyerasikan langkah dan gerak masyarakat. Tingkat ekonomi masyarakat yang masih rendah juga cukup sulit untuk memperoleh percepatan tinggi dalam mewujudkan pembangunan yang bertumpu pada prakasa kelompok. Kondisi alam (ekologi) kepulauan dan kondisi fisik lingkungan yang beragam cukup sulit untuk menyelenggarakan diseminasi dan sosialisasi. Kondisi sosialbudaya yang terutama dipengaruhi ketiga unsur di atas menurunkan potensi-potensi yang telah mengakar di masyarakat. Irama dan gaya kehidupan di perkotaan dan perdesaan yang cukup jauh berbeda cukup sulit untuk menyelenggarakan pembangunan berimbang. Lebih dari itu kendala waktu juga mempengaruhi keefektifan dari proses pemberdayaan, serta keterlibatan instansi lain yang terikat oleh perundangan otonom menjadikan konsep Tridaya tidak sepenuhnya tertangani
Universitas Sumatera Utara
secara holistik. (www.pemberdayaan.com/pemberdayaan-masyarakat-pembangunanberkelanjutan diakses 27/08/2011). b. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development Dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologi-nya. Secara ringkas keterkaitan antara pemberdayaan masyarakat dengan sustainable development. Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah program yang disusun sendiri oleh masyarakat, mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin dan kelompok yang terpinggirkan lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya lokal, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat (instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, swasta dan pihak lainnya), serta dilaksanakan secara berkelajutan, (www.pemberdayaan.com/pemberdayaan-masyarakat-pembangunan-berkelanjutan diakses 27/08/2011)
Universitas Sumatera Utara
3 (tiga) pendekatan penataan kawasan kumuh dalam (Jurnal KOMUNITAS Vol.-4 No.3 November 2008) diakses 27/08/2011 : 1. Pendekatan Penataan/Revitalisasi Lingkungan Permukiman Kumuh Kegiatan Revitalisasi merupakan daya dan upaya untuk menghidupkan kembali suatu lingkungan permukiman melalui berbagai kegiatan penataan fisik, baik terhadap
sarana
prasarananya
maupun
pemberdayaan
masyarakat
guna
menumbuhkembangkan potensi yang dimilikinya. Di samping itu juga termasuk pemberdayaan ekonomi masyarakatnya sehingga diharapkan dapat memberikan nilai tambah/manfaat bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat khususnya pada kegiatan ekonomi, sosial, kebudayaan, dan permukiman secara umum. Revitalisasi lingkungan permukiman merupakan upaya untuk menghidupkan kembali lingkungan atau mengendalikan dan mengembangkan lingkungannya untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki sebuah kawasan. Dengan demikian dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup dari penghuninya. Peningkatan kualitas lingkungan kawasan ini meliputi kualitas fungsional, kualitas fisik dan sosial, serta kualitas alam (lingkungan. sosial, budaya). Langkah ini dilakukan dalam bentuk penataan fisik terhadap prasarana dan sarana lingkungan. 2. Pendekatan Sosial dan Pemberdayaan Revitalisasi lingkungan permukiman sebagaimana pembangunan pada umumnya memerlukan prasyarat kondisional yang diperlukan untuk dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Prasyarat tersebut adalah perubahan sosial kultural.
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya perubahan sosial kultural ini harus dilihat sebagai suatu fase dari tujuan pembangunan atau dalam hal ini revitalisasi lingkungan permukiman kumuh itu sendiri. Terwujudnya perubahan tersebut merupakan kondisi dimana komunitas setempat dengan fasilitasi para stake-holder dapat memperoleh nilai-nilai baru yang dibawa atau dihasilkan oleh pembangunan/revitalisasi lingkungan permukiman yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupannya. Perubahan sosial cultural juga mewujudkan kondisi di mana komunitas setempat dengan difasilitasi para stakeholder dapat memanfaatkan peluang-peluang baru dari revitalisasi lingkungan permukiman kumuh ini, untuk kegiatan usaha masyarakat guna peningkatan kehidupan ekonominya. Selanjutnya prasyarat kondisional guna proses perubahan tersebut memerlukan situasi atau kesiapan, baik segi social maupun kultural yang harus dipersiapkan. 3. Pendekatan Pembangunan Berbasis Komunitas (Community Based Development) Sebagai suatu pembangunan, revitalisasi lingkungan permukiman harus sudah melakukan reorientasi paradigm pembangunan. Pola penanganan masalah sosial yang diseragamkan dan cenderung sentralistik harus sudah ditinggalkan, diganti dengan paradigm pembangunan yang berpusat pada rakyat (people Centered development). Oleh karena itu revitalisasi lingkungan harus sekaligus merupakan penanganan masalah kurangnya kesadaran komunitas atas masalah sosial yang ada pada lingkungan mereka, serta kurang mampunya memanfaatkan potensi dan sumber sosial yang ada guna menangani masalah sosial dari dan oleh masyarakat sendiri. Pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan
Universitas Sumatera Utara
internal guna melakukan kontrol internal atas sumber daya pembangunan, baik materi maupun non material yang penting. Pendekatan ini lebih menekankan kepada pemberdayaan yang memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan utama. Dengan demikian revitalisasi lingkungan permukiman sebagai kegiatan yang bertumpu pada masyarakat (commuinty based development) harus dapat membantu atau mendorong masyarakat untuk mampu berperan sebagai subyek dalam memperbaiki kondisi lingkungan permukimannya sendiri. Maka seluruh komunitas harus diajak agar dapat berperan aktif pada seluruh tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program. (Jurnal KOMUNITAS Vol.-4 No.3 November 2008, diakses 27/08/2011). Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) menyatakan bahwa pemberdayaan adalah “proses menjadi” bukan “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Tahap pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk memiliki “sesuatu”. Program-program yang dapat dilakukan pada tahap ini misalnya memberikan pengetahuan yang bersifat kognisi, belief, dan healing. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka sendiri. Setelah menyadari, tahap kedua adalah pengkapasitasan. Inilah yang sering disebut capacity building atau
Universitas Sumatera Utara
dalam bahasa sederhana memampukan atau enabling. Untuk diberi daya atau kuasa, yang bersangkutan harus memiliki kemampuan. Tahap ketiga adalah pemberian daya. Pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Pemberian ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki.
2.18 Syarat Instrumen Desa/Gampong Gampong merupakan organisasi pemerintahan terendah yang berada di bawah mukim dalam struktur organisasi pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan Syari’at Islam. Dalam Wilayah Kabupaten/Kota dibentuk gampong atau nama lain Pemerintahan Gampong terdiri dari Keuchik dan Badan Permusyarawatan Gampong yang disebut dengan “Tuha Peut”. Gampong dipimpin oleh Keuchik yang dipilih secara langsung dan oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan enam tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Gampong mempunyai susunan pemerintahan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa dan dalam hal penyelenggaraan Pemerintahan Gampong merupakan bagian yang tidak terpisahkan (sub sistem) dari Provinsi Aceh dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. a. Tugas dan Kewenangan Keuchik Dalam Pemerintahan Gampong Keuchik adalah kepala pemerintahan gampong yang melaksanakan fungsi kekuasaan eksekutif. Tuha peut adalah lembaga adat yang berwenang sebagai
Universitas Sumatera Utara
lembaga legislatif gampong yang membuat aturan hukum di gampong. Keuchik dan tuha peut mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda namun saling berhubungan satu sama lainnya. Selain itu, Keuchik dan Tuha Peuet Gampong juga menjadi hakim perdamaian antara penduduk gampong, dan apabila ada perselisihan antar warga gampong kedua lembaga ini harus bermusyawarah bersama sehingga persoalan yang ada bisa terselesaikan dan tercipta keharmonisan dalam hidup di gampong. Sebagai kepala eksekutif gampong dalam menyelenggarakan pemerintahan gampong, Keuchik diberikan beberapa tugas dan kewajiban yang harus dijalankan. Adapun tugas dan kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) Qanun No. 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong dinyatakan bahwa tugas dan kewajiban keuchik adalah sebagai berikut : a) b) c) d) e) f) g)
h)
i)
Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Gampong. Membina kehidupan beragama dan pelaksanaan Syari’at Islam dalam masyarakat Menjaga dan memelihara kelestarian adat dan istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Membina dan memajukan perekonomian masyarakat serta memlihara kelestarian lingkungan hidup. Memelihara ketentraman dan ketertiban serta mencegah munculnya perbuatan maksiat dalam masyarakat. Menjadi hakim perdamaian antara penduduk dalam gampong. Mengajukan Rencana Reusam Gampong kepada Tuha Peuet Gampong untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan menjadi Reusam Gampong. Mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Gampong kepada Tuha Peuet Gampong untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Gampong. Keuchik mewakili gampongnya di dalam dan di luar pengadilan dan berhak menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya
Universitas Sumatera Utara
b.
Tugas dan kewenangan Tuha Peuet Tuha Peuet sebagai lembaga adat sekaligus lembaga pemerintahan gampong
memiliki peran-peran penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan gampong. Tuha peut berfungsi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 35 Qanun No. 5 Tahun 2003 yaitu sebagai berikut : a. b. c. d.
e.
f.
Meningkatkan upaya-upaya pelaksanaan Syari'at Islam dan adat dalam masyarakat. Memelihara kelestarian adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan budaya setempat yang memiliki asas manfaat. Melaksanakan fungsi legislasi, yaitu membahas/merumuskan dan memberikan persetujuan terhadap penetapan Keuchik. Melaksanakan fungsi anggaran, yaitu membahas/merumuskan dan memberikan persetujuan terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong sebelum ditetapkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong. Meaksanakan fungsi pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Reusam Gampong, pelaksanaan Keputusan dan Kebijakan lainnya dari Keuchik. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Gampong (Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong).
Fungsi lembaga adat adalah sebagai alat kontrol keamanan, ketentraman, kerukunan dan ketertiban masyarakat. Tugas lembaga adat terdiri dari menyelesaikan berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan menjadi hakim perdamaian dan diberikan prioritas utama oleh aparat penegak hukum untuk menyelesaikan berbagai kasus. Struktur jabatan dalam peradilan adat gampong dilaksanakan oleh keuchik sebagai ketua sidang. Imeum meunasah, tuha peut, ulama/cendikiawan dan tokoh adat lainnya sebagai anggota sidang. Dalam persidangan peadilan adat bersifat terbuka
Universitas Sumatera Utara
untuk umum dikarenakan pelaksanaan peradilan adat dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat. Lembaga adat menurut Pasal 1 huruf e Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1997 adalah : sebuah organisasi kemasyarakatan, baik yang sengaja dibentuk maupun yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah timbul dan berkembang di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan atau dalam suatu masyarakat hokum adat tertentu dengan wilayah hokum adapt tersebut,serta hendak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengaju adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara