BAB II PEMAHAMAN TERHADAP GALERI BATU AKIK
Pada bab ini dijelaskan mengenai pemahaman dan tinjauan mengenai batu akik dan pengolahannya, serta kegiatan yang berlangsung pada galeri batu akik seperti misalnya kegiatan pengolahan dari batu mentah menjadi barang yang dapat di perjual belikan, kegiatan penjualan batu akik dan mengenal jenis batu akik, serta studi banding dan literatur dari fasilitas sejenis. 2.1 Galeri 2.1.1 Pengertian Galeri Berikut ini merupakan beberapa definisi dari galeri: 1. Menurut extimologinya kata gallery atau galeri, berasal dari kata Galleria. Kata ini dapat diartikan sebagai ruang beratap dengan salah satu sisi terbuka. Di Indonesia galeri dikenal sebagai banguanan dimana tempat memamerkan barang yang memiliki nilai seni, seperti lukisan, patung atau barang yang memiliki nilai historis. ( Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1996)
7
2. Galeri yang bersifat milik perseorangan untuk menjual atau memasarkan benda seni, sebagian besar memiliki ruang yang lebih kecil dari museum dan tidak disiapkan untuk menampung pengunjung dalam jumlah banyak. Di dalam suatu perencanaan galeri harus diperhatikan adalah perencanaan ruang, pencahayaan,dan warna harus baik hingga dapat mendukung objek yang ingin dipamerkan. (Pile, 2003) 3. Galeri biasanya melakuakan tiga jenis kegiatan yaitu (Cahyono, 2002):
Mensponsori atau menyelenggarakan pameran yang secara berkala, benda benda seni yang dipamerkan bersifat mudah di pindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
Menjual atau memasarkan karya seni rupa, dengan penataan yang baik tidak ubahnya seperti menata pameran. Benda-benda untuk penjualan tetap ini akan diturunkan dari tempa pajangan kalau ada kegiatan pameran di daerah tertendu.
Menjadikan kedua kegiatan tersebut menjadi satu kesatuan sehingga kegiatan penjualan dan pameran dapat dilakukan bersamaan di salam suatu ruangan.
4. Galeri adalah ruangan atau bangunan untuk memamerkan barang yang merupakan hasil karya seni. ( Oxford English Reference Dictionary, 2002) Dari penjelasan yang sudah dijabarkan sebelumnya maka dapat disimpulkan galeri adalah suatu fasilitas yang berupa bangunan atau ruangan dimana fungsinya antara lain untuk mendukung pameran maupun penjualan dari suatu benda seni. 2.1.2 Fungsi dan Peranan Galeri Galeri memegang peranan penting dalam perkembangan seni di masa ini karena merupakan salah satu tempat untum memamerkan dan memasarkan benda seni. (Cahyono, 2002) membedakan fungsi pameran menjadi empat kategori, yaitu: 1. Fungsi apresiasi diartikan sebagai kegiatan untuk menilai dan menghargai karya seni. Melalui kegiatan pameran ini diharapkan dapat menimbulkan sikap menghargai terhadap karya seni. Suatu penghargaan akan timbul setelah pengamat (apresiator) melihat, menghayati, memahami karya seni yang disaksikannya. Melalui kegiatan ini pula akan muncul apresiasi aktif dan apresiasi pasif. Apresiasi aktif, biasanya seniman, seteleh menonton pameran biasanya
8
termotivasi/terdorong untuk mencipa karya seni sedangkan apresiasi pasif biasanya terjadi pada orang awam, setelah menyaksikan pameran biasanya bisa menghayati, memahami dan menilai serta menghargai karya seni. 2. Fungsi edukasi, kegiatan pameran karya seni akan memberikan nilai-nilai ajaran terhadap masyarakat terutama apresiator, misalnya nilai keindahan, nilai sejarah, nilai budaya, dan sebagainya. Begitu pula halnya dengan pameran sekolah, maka tentunya karya yang dipamerkan harus memiliki nilai-nilai yang positif terhadap siswa dan warga sekolah. 3. Fungsi rekreasi, kegiatan pameran memberikan rasa senang sehingga dapat memberikan nilai psikis dan spiritual terutama hiburan. Dengan menyaksikan pameran, apresiator menjadi senang, tenang dan memberikan pencerahan. Lebih jauh lagi kegiatan menonton pameran terkait dengan salah satu fungsi seni sebagai katarsis (pengobat jiwa). 4. Fungsi prestasi dimaksudkan bahwa melalui kegiatan pameran dapat diketahui para seniman yang berbakat, Hal ini bisa kita saksikan dari bentuk-bentuk kreasi yang ditampilkan. Apresiator bisa memberi penilaian apakah seniman yang menciptakan karya ini kreatif atau kurang kreatif. 2.13 Penyajian Koleksi Galeri Di dalam suatu galeri penyajian koleksi memegang peranan vital yaitu bagaimana suatu informasi di dalam suatu karya seni dapat tersampaikan dengan baik kepada pengunjung dan juga pengunjung dengan leluasa melihat karya seni tersebut. Beberapa tata cara penyajian pameran yang harus diperhatikan yaitu: 1. Teknik Penataan Pameran Teknik ini dilakukan apabila sudah memenuhi beberapa prinsip umum untuk penataan dan membuat suatu desain pameran. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Jalan cerita (story line) yang ingin di tonjolkan dalam pameran tersebut.
Tersedianya bahan dari pameran tersebut yang berupa koleksi atau benda galeri.
Teknik dan metode yang dipergunakan di dalam suatu pameran.
9
Sarana dan prasarana yang mendukung terjadinya suatu pameran dan juga ketersediaan dana.
Disamping hal yang telah disampaikan sebelumnya ada beberapa aspek lainnya yang perlu diperhatikan antara lain fungsional, aman, ekonomis dan estetis. (Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di Museum , 1994) 2. Teknik Penyajian Pameran Di dalam suatu pameran perlu halnya dalam memperhatikan penempatan materi di dalam pameran contohnya penempatan panel di dalam suatu pameran, haruslah memperhatikan kenyamanan pengunjung. Maka dari itu penyajian dan penempatan materi melambangkan berhasilnya suatu desain pameran. Ukuran penyajian juga harus memperhatikan anatomi tubuh manusia, dalam hal ini adalah anatomi tubuh orang Indonesia dengan tinggi antara 155cm-180cm. dengan keampuan gerak leher manusia ke atas 30˚ dan ke bawah 30˚. Maka dapat diperkirakan tinggi maksimal suatu panel atau vitrin adalah 243,8 cm.(Panero, 1979)
Gambar 2.1 Jarak Tinggi Panel Dan Vitrin Sumber : Human Dimension & Interior Space, 1979
3. Kenyamanan pandang manusia Penyajian sebuah objek pameran pada ukuran tinggi dan lebar objek didasarkan pada kemampuan pandang horisontal dan vertikal manusia. Dengan ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 2.5
10
a. Kenyamanan pandang horisontal Batas standar kenyamanan pandang manusia adalah 30˚ ke kiri dan 30˚ ke kanan sedangkan untuk batas visual manusia adalah 62˚ ke arah kiri dan 62˚ arah ke kanan. b. Kenyamanan pandang vertikal Untuk batas kenyamanan vertical adalah 30˚ ke arah atas maupun arah bawah. Jika melewati batasan tersebut maka dipastikan objek tersebut tidak semua akan terlihat.
Gambar 2.2 Kenyamanan Pandang Manusia Sumber : Human Dimension & Interior Space, 1979
4. Tata cahaya Pentataan pencahayaan yang baik akan menarik bagi pengunjung dan juga membuat kesan menjadi dramatis, fungsi pencahayaan disini bukan hanya sebagai mempermudah pengunjung untuk melihat barang pameran tetati juga dapat memberikan penekanan atau memfokuskan pada suatu objek pameran. Penempatan penerangan untuk lukisan dapat dibagi menjadi dua yaitu (Tombazis, 2004) : (ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.6) a. Uniform Illumination ( pencahayaan yang seragam) Memberikan pencahayaan pada seluruh bidang vertikal yang diterima objek yang akan memeberikan penonjolan pada arsitektur. b. Non Uniform Illumination (pencahayaan yang tidak seragam)
11
Pencahayaan yang terfokus pada satu objek, dan sekitarnya akan berada pada kegelapan sehingga akan memeberikan efek yang dramatis pada benda seni tersebut.
a.
Gambar 2.3 Penataan Cahaya Pameran b. nonPada uniform illumination Uniform illumination Sumber : Museum Handbook, 2004
5. Tata Akustik Penataan akustik dalam pameran biasanya terdiri dari 2 jenis yaitu : permukaan yang terdiri dari permukaan plester keras termasuk langit langit dan bukaan alami. Dan jenis yang kedua adalah ruangan dengan penghawaan buatan (AC) dimana pada langit-langit akustik dapat menyembunyikan peralatan dari penghawaan tersebut. Pada ruangan yang tidak memiliki penataan akustik waktu dengung bisa mencapai 7 detik sedangkan pada ruangan yang memiliki tata akustik waktu dengungnya dibawah 1 detik. (Tombazis, 2004) Pada bangunan museum sumber kebisingan biasanya terletak di dalam bangunan itu sendiri, kebisingan dari luar biasanya tidak terlalu berpengaruh. Pengendalian gema atau penataan akustik biasanya menggunakan bahan penyerap akustik dari jenis yang berpori ( woll mineral, busa berpori terbuka, plaster semprot dan sintered stone). Bahan ini umum digunakan karena dapat menyerap suara dari yang berfrekwensi sedang sampai tinggi. Pengelolaan kebisingan eksternal dari bangunan seperti Pusat Seni sangat tergantung pada bagian terluar dari bangunan tersebut. Sumber kebisingan pada bagian eksterior biasanya bersumber dari kebisingan transpotasi dan antrian pengunjung yang ingin masuk ke dalam bangunan.
12
Gambar 2.4 Instalasi Penataan Akustik Sumber : Museum Handbook, 2004
6. Tata Letak Tata letak pada sebuah museum sangat bergantung pada storyline yang ingin ditonjolkan di dalam sebuah pameran hal ini akan menyebabkan timbulnya narasi yang baik dari tempat awal sampai akhir pameran. Macam macam alternative penataan galeri (Littlefield, 2008) (dapat dilihat pada gambar 2.5.)
13
Gambar 2.5 Rencana Genetik Untuk Area Pameran. a. open plan, b. satellite, c. linear, d. loop, e. complex, f. labyrinth. Sumber : Metric Handbook Planning and Design Data, 2008
Di dalam suatu pameran hubungan pengunjung dengan koleksi pameran sangat lah penting. Di dalam perkembangan pada saat ini penggunan media audio visual sangat banyak dipergunakan untuk menjelaskan suatu benda pameran. Hal ini akan jauh lebih menarik daripada pengunjung hanya membaca pada kertas yang membosankan. Perlunya komunikasi ini akan mendasari pada penggunaan media yang lebih interaktif antara pengunjung dan koleksi pameran tersebut. Maka penentuan jenis media yang dipakai untuk interaksi perlu direncanakan sejak awal proses design sebuah pameran. Penggunaan media pada pameran dapat dilihat pada gambar 2.6
14
Gambar 2.6 Penggunaan Multimedia Pada Pameran Sumber : Metric Handbook Planning and Design Data, 2008
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam merencanakan tata letak sebuah pameran antara lain proporsi, warna, bentuk, garis, keseimbangan dan kontras. Dalam penerapannya biasanya sering mengabaikan hal diatas,maka dari itu dipelukannya perencanaan yang matang. 2.1.4 Permasalahan Desain Di Dalam Galeri Dalam suatu perencanaan pasti memiliki permasalahan yang disebabkan banyak faktor. Di dalam perencanaan suatu pameran faktor yang paling berpengaruh adalah dari segi kelakuan atau prilaku pengunjung itu sendiri dan sirkulasi pameran. (Dean, 1996) 1. Permasalahan akibat pengunjung. Implikasi dari respons manusia terhadap ruang dan sarana terkait dengan kecenderungan perilaku. Beberapa di antaranya perilaku yang akrab bagi desainer dan telah berkembang menjadi beberapa kebiasaan yang sering tidak disadari oleh pengunjung itu sendiri. Masalah berikut itu adalah ,menyentuh, respon terhadap antrian, pengelihatan objek dan duduk atau menekan pada objek pameran. Berikut ini adalah ilustrasi permasalahan yang sering terjadi akibat pengunjung dapat dilihat pada gambar 2.7.
15
c.
Kenyamanan pengelihatan terhadap objek
Gambar 2.7 Permasalahan Akibat Pengunjung Sumber : Museum Exhibition-Theory and Practice
2. Sirkulasi pameran Permasalahan sirkulasi pameran menjadi faktor tambahan yang perlu ditangani, cara bagaimana pengunjung dapat bersirkulasi dengan baik di dalam suatu ruangan pameran. Berikut terdapat 3 metode yang biasanya digunakan untuk dapat pengunjung mendekati pameran. Tentunya cara tesebut dapat dimodifikasi oleh designer tergantung pada konsep pameran dan tujuan dari pameran tersebut. Dari ketiga metode ini tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. a. Suggested Approach (pendekatan satu arah)
Metode ini menggunakan warna, pencahayaan, landmark dan hal yang bersifat visual untuk menarik pengunjung, di sepanjang pameran tidak ada pengaturan fisik dan mengarahkan pengunjung ke satu jalan. Kesulitan pada metode
16
ini adalah sulit untuk memberikan kenyamanan pada pengunjung karena pengunjung tidak bebas dan menuju satu arah. Kelebihan dari metode ini adalah memberikan kemudahan dalam mencerna informasi dalam setiap jalurnya. Informasi yang disajikan juga bertahap sehingga pengunjumg tidak kebingungan. Sedangkan kekurangan pada metode ini adalah sangat bergantung pada elemen design yang digunakan untuk mememberikan pengalaman belajar yang baik. Gambaran pola sirkulasi dapat di lihat pada gambar 2.8
Gambar 2.8 pola Suggested Approach (pendekatan satu arah) Sumber : Museum Exhibition-Theory and Practice
b. Unstructured approach (pendekatan tidak terstruktur)
Setelah memasuki galeri pengunjung dapat memilih jalannya sendiri tanpa ada rute yang menyarankan rute tersebut benar atau salah. Pada dasarnya gerakan yang tidak diarahkan ini sering menjadi karakteristik dari sebuah galeri. Sama halnya dengan metode lain, metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode ini sangat cocok untuk pameran yang berorientasi pada objek. Hal ini memungkinkan pengunjung untuk bergerak dengan kecepatan mereka sendiri dan memutuskan prioritas mereka sendiri. Sedangkan metode ini tidak bekerja dengan baik dengan alur cerita dan pengarah presentasi. Ilustrasi penggambaran pola dapat dilihat pada gambar 2.9
17
Gambar 2.9 Pola Unstructured approach (pendekatan tidak terstruktur) Sumber : Museum Exhibition-Theory and Practice
c. Directed approach (pendekatan langsung)
Metode ini lebih kaku dan terbatas dibanding dengan metode lainnya.pameran biasanya diatur dalam pola sirkulasi satu arah. Metode ini meminimalkan pengunjung dapat keluar sebelum dia melihat seluruh pameran. Keuntungan dari metode ini memungkinkan pameran berjalan terstruktur dan pameran bersifat subjektif. Namun hal ini metode ini juga memiliki kekurangan, pengunjung akan lebih berorientasi ke luar sebagian pengunjung akan mencari jalan keluar. Dalam beberapa kasus juga menyebabkan tidak lancarnya sirkulasi karena perbedaan kepentingan pengunjung, pengunjung yang ingin belajar akan lebih lama meneliti di datu objek sedangkan pengunjung yang ingin keluar merasa terhalangi.
Gambar 2.10 Pola Directed approach (pendekatan langsung) Sumber : Museum Exhibition-Theory and Practice
18
2.1.5 Perawatan Koleksi Galeri Dalam suatu pameran, perawatan terhadap barang-barang pameran mutlak dilakukan agar barang pameran tersebut bisa bertahan lama dan bisa juga dilihat dalam jangka waktu lama. Berikut adalah beberapa cara perawatan terhadap barang koleksi pameran (Dean , 1996): 1. Faktor iklim dan lingkungan Kelembaban udara relative yang sesuai bagi berbagai jenis benda koleksi yaitu atara 45%-60% dengan suhu udara berkisar antara 20˚C sampai 24˚C. Alat untuk mengurangi tingkat kelembaban udara yaitu dehumidifyer sedangkan alat untuk mengurangi kekeringan udar disebut humidifyer. 2. Cahaya Bahan batu, logam dan keramik pada umumnya tidak peka terhadap cahaya. Bahan-bahan organic seperti kertas, tekstil, koleksi ilmu hayat peka sekali terhadap pengaruh cahaya, contohnya cahaya yang mengandung unsur ultraviolet akan dapat menimbulkan perubahan pada warna dan bahan. Pencegahanya dapat dilakukan dengan memasang dinding reflector yang dicat dengan zick oxide atau titanium trioxide di atas lemari pameran hingga radiasi ultraviolet terserap. 3. Faktor serangga Ada dua macam cara perawatan terhadap benda koleksi yaitu dengan insektisida dan fumigasi. Fumigasi menggunakan zat kimia yang dapat menguap pada suhu normal yang dilakukan pada ruang kedap udara dengan menggunakan zat paradichloro benze, carbon disulphide, carbon tetrachloride, dan metil bromide. 4. Mikro organisme Untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme perlu adanya penjagaan kondisi ruangan yaitu temperatur dan kelembaban udara agar tetap ideal. Karena faktor itulah yang menyebabkan tumbuhnya mikro organisme.
19
2.1.6 Kegiatan Komersial Pada Galeri Batu Akik Pengertian penjualan menurut henry simamora dalam buku “Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis” menyatakan bahwa penjualan adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan atas barang dan jasa. Penjualan adalah proses dimana sang penjual memuaskan segala kebutuhan dan keinginan pembeli agar dicapai manfaat baik bagi sang penjual maupun sang pembeli yang berkelanjutan dan yang menguntungkan kedua belah pihak. (Winardi 1991:2) Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penjualan adalah kegiatan pemasaran barang dan jasa dimana terdapat dua belah pihak yang berinteraksi yaitu penjual dan pembeli. Dimana kedua belah pihak tersebut mendapat keuntungan yang sama. 2.2 Batu Akik 2.2.1 Pengertian Batu Mulia Batu mulia adalah batu permata / batu aji. Tidak ada batasan yang baku mengenai pengertian atau definisi dari batu mulia. Sujatmiko dalam dokumen presentasinya yang berjudul "Potensi Batu Mulia Indonesia Yang Terlupakan," mengartikan bahwa Batu mulia adalah setiap jenis batuan batuan, mineral , dan bahan mentah alam lainnya yang setelah diolah atau diproses memiliki keindahan dan ketahanan yang memadai untuk dipakai sebagai barang perhiasan. Sedangkan pengertian lainya bahwa batu mulia adalah semua mineral atau batu yang dibentuk hasil proses geologi, dimana unsurnya terdiri atas satu atau beberapa komponen kimia. (Chandra, 2014) Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).batu mulia dapat didefinisikan sebagai berikut : Batu adalah benda keras dan padat yg berasal dr bumi atau planet lain, tetapi bukan logam; “Mulia adalah bermutu tinggi; berharga (tt logam, msl emas, perak, dsb)” Batu mulia adalah batu berharga yang digunakan sebagai permata. Permata disini dapat diartikan sebagai batu berharga terutama yang sudah dipotong dan dipoles. ( Oxford English Refrence Dictionary, 2002) Melihat definisi diatas, kata batu menjadi berharga jika dikaitkan dengan kata mulia. Artinya batu-batu mulia itu memang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu 20
kualitas batu mulia biasanya ditentukan dengan beberapa faktor seperti kemurnian atau keaslian, kekerasan dengan menggunakan skala Mohs, warna, bentuk dan ukuran. Untuk melihat level kekerasan sebuah batu , biasanya menggunakan nilai yang diukur dengan skala Mohs. Metode ini ditemukan oleh Friedrich Mohs. Dia adalah seorang peneliti mineral yang memiliki minat besar pada dunia bebatuan. Metode ini menggunakan cara pengukuran dengan memperbandingkan kekuatan saling menggores antara satu batu dengan yang lainnya, kemudian mengklasifikasikannya ke dalam sepuluh tingkatan. Semakin besar angka levelnya, semakin tinggi tingkatannya, maka harganya juga akan semakin mahal. Dengan keberadaan skala Mohs ini, orang menjadi lebih mudah memetakan jenis-jenis batu mulia sesuai dengan mutunya. Secara garis besar, dengan indikator skala Mohs 2.2.2 Jenis dan Kegunaan Batu Mulia Beberapa jenis batu mulia (permata) seperti Berlian (Diamond), Safir (Sapphire), Zamrud (Emeralad), Opal (Kalimaya), Amethyst (Kecubung), Bacan & Obi (Giok / Jade Indonesia), dan Batu Garut. (Chandra, 2014) Sedangkan dalam Handbook of Commodity Profile, Indonesian Gemstones Exclusively Captivating, Kementerian Perdagangan RI, batu mulia mempunyai dua jenis yaitu :
a. Precious Stones (Batu Mulia) Sebuah batu dapat dikategorikan dalam jenis batu mulia, jika memiliki skala Mohz antara 7,5 hingga 10. Level kekerasan yang dimiliki pada tingkat ini, membuatnya punya kemampuan untuk menggores kaca. Gems yang paling keras adalah Intan. Dari semua precious stone, Intan memang ratunya. Selain paling mahal, juga punya nilai artistik tinggi dari cahaya susunan kristal kubus yang dipancarkannya. Setelah Intan, yang juga termasuk bahan permata unggul dengan skala Mohz di atas tujuh setengah antara lain adalah Ruby, Safir, Topaz, Zamrud, dan Aquamarine Perbedaan satu level pada skala Mohz bisa menggambarkan perbedaan daya tahan yang sangat signifikan. Sebagai contoh, Intan yang berskala Mohz sepuluh bisa jauh lebih tangguh hingga empat kali lipat daripada Ruby (skala Mohz 9), dan kekerasan Ruby bisa hampir dua kali lipat dari Zamrud (8).
21
b. Semi-Precious Stones (Batu Setengah Mulia) Batu setengah mulia di dalam masarakat Indonesia lebih populer dengan nama batu akik. Beberapa batu, sebetulnya lebih tepat digolongkan dalam jenis batu setengah mulia, jika level kekerasannya berada di antara 6.5 hingga 7.5 skala Mohz. Batu yang termasuk dalam kategori ini, memiliki kemampuan daya tahan dalam tingkatan sedang, meskipun keindahannya ada juga yang tidak kalah dengan permata kelas atas. Beberapa jenis semi-precious stone antara lain adalah Giok, Prehnit, Felspar, Garbet, Turquis, serta bermacam batu kuarsa seperti Amethyst atau Kecubung, Sitrin, Karnelian, Opal, dan Agat. Meskipun level kekerasannya ada di kelas menengah, batu-batu ini tetap menjadi buruan para kolektor untuk dibuat menjadi permata berkat keelokannya. Di Indonesia banyak terdapat jenis jenis batu semi-precious stone atau batu setengah mulia antara lain sebagai berikut :
Kecubung ungu (amethyst)
Kecubung kuning (citrine)
Kecubung teh (smoky quartz)
Kalimaya (opal)
Krisopras hijau (chrysoprase)
Krisokola biru (chrysocolla)
Kalsedon tembaga (copper chalcedony)
Batu meteorit (tektite)
Akik Yaman (carnelian agate)
Kecubung jarong (purple chalcedony)
Opal biru (blue opal)
Jasper (variegated jasper)
Biduri tawon (silicified coral)
Garnet (garnet)
Fosil kayu membatu (petrified wood)
Kalsedon (chalcedony)
22
Giok nefrit (nephrite jade)
Prehnit (prehnite)
Krisopal (chrysopal)
Ada lima kegunaan batu mulia, diantaranya yaitu pertama, sebagai bahan perhiasan. Kedua, sebagai sarana investasi dan ketiga adalah untuk keperluan industri contohnya batu safir dimanfaatkan dalam pembuatan kaca tahan gores misalnya kaca pada jam tangan. Kemudian intan digunkan untuk melapisi pemotong dan alat pengeboran minyak. Selaian itu batu ruby digunakan untuk membuat peralatan laser. Untuk kegunaan batu mulia yang ke empat dan ke lima terkait dengan kepercayaan dan keyakinan masing masing umat. (Chandra, 2014) 2.2.3 Pengolahan Batu Akik Secara umum proses pengolahan batu akik melalui tiga tahap. Dimulai dari tersediannya bahan mentah. Kemudian pengerjaan hingga akhirnya menjadi barang jadi misalnya perhiasan. Berawal dari bongkahan batu besar yang biasanya di temukan di tempat-tempat penambangan batu. Biasanya berupa bongkahan besar. Setelah didapatnya bongkahan batu akik maka dilihat bagian mana yang kira-kira memiliki warna dan motif dari jenis batu akik tersebut. Pemecahan menggunakan alat tertentu dilakukan untuk mendapat serpihan yang nantinya dapat dibuat menjadi perhiasan. Setelah di pecah dilakukan proses penghalusan dan pemolesan agar batu tersebut semakin memancarkan keindahannya.
Gambar 2.11 Pengolahan Batu Akik Sumber : http://www.muradmaulana.com (16-3-2015, 19:12)
23
Sedangkan perlatan untuk pengolahan terbagi menjadi tiga, yakni peralatan tradisional seperti velg sepeda ontel yang dikayuh dengan tangan. Selain itu bambu. Biasanya untuk produk desain sederhana misal cincin. Biasanya pentuk yang dihasilkan berupa bulat, oval dan segi empat yang dijadikan sebagai hiasan cincin. Pembuatan menggunakan alat tradisional memiliki kekurangan yaitu masalah waktu pembuatan yang memakan waktu lama jika dibandingkan alat yang sudah menggunakan tenaga listrik. Alat tradisional masinh menggunakan tenaga manusi itu sendiri. Akan tetapi untuk masalah kualitas tidak ada bedanya dengan alat yang menggunakan tenaga listrik.
Gambar 2.12 Pengolahan dengan Alat Tradisional Sumber : http://www.muradmaulana.com (16-3-2015, 19:12)
Kemudian peralatan listrik seperti mesin potong besar, mesin potong kecil, mesin gurinda, mesin ampelas, mesin poles, mesin faset, dan mesin bor mekanik. Biasanya untuk desain terbatas misal gelang. Dengan peralatan listrik biasanya bentuk yang dihasilkan lebih beragam dibandingkan menggunakan alat tradisional akan tetatp masih dengan bentuk yang sederhana.
Gambar 2.13 Pengolahan Dengan Peralatan Listrik Sumber : : http://www.muradmaulana.com (16-3-2015, 19:12)
24
Untuk peralatan mesin ultrasonik modern seperti mesin bor ultrasonik, mesin ultrasonik multiform, mesin ultrasonik khusus, mesin potong multiple, mesin pembuat tasbih, dan mesin tumbler khusus. Pemakaian mesin ultrasonik modern biasanya ditujukan untuk produk desain khusus atau standard. Bentuk yang dihasilkan menggunakan alat ini sudah sangat rumit seperti ukiran-ukiran dan juga bentuk patung.
Gambar 2.14 Pengolahan dengan Peralatan Ultrasonik Sumber : http://www.muradmaulana.com (16-3-2015, 19:12)
2.3 Studi Banding Terhadap Proyek Sejenis Studi banding terhadap proyek sejenis bertujuan mencari perbandingan antara beberapa proyek sejenis yang sudah ada, sehingga dapat di jadikan perbandingan untuk mendesain galeri yang lebih baik. Pada studi banding tidak hanya mengamati tentang arsitektur, melainkan mengamati dan merasakan bagaimana kegiatan yang berlangsung di galeri tersebut. 1. Deva Gemstone. Berikut adalah peta lokasi dari deva gemstone dapat dilihat pada gambar 2.15
Gambar 2.15 Peta Lokasi Deva Gemstone Sumber: www.google.com/maps
25
Deva gemstone adalah salah satu tempat pengolahan dan penjualan yang sudah terkenal di kabupaten Tabanan. Pemiliknya adalah bapak deva yang sudah sangat berpengalaman selama kurang lebih 30 tahun di bidang batu akik. Beliau baru memulai bisnis penjualan di tabanan sekitar 3 tahun , pada tahun 2012. Sebelumnya beliau hanya sebatas pengkoleksi batu akik. Akan tetapi semakin banyaknya permintaan terhadap bau mulia, beliau melihat hal tersebut sebagi peluang bisnis yang menjanjikan. Dengan ruko berukuran 3 x 6 meter beliau sudah dapat memiliki tempat penjualan dan pengolahan batu. Adapun alat yang digunakan adalah mesin gerinda dan mesin gosok yang berukuran 1 x 0.6 m. setiap tukang asah batu memiliki teknik dan penggunaan alat yang berbeda. Akan tetapi proses yang dilewati tetap 3 tahap yaitu proses cutting, pembentukan dan poles. Di deva stone ini juga melayani pemasangan batu akik ke pegangan cincin atau kalung sesuai dengan model yang diinginkan. Biasanya bahan yang sering dipesan adaah perak atau emas. Bapak deva sendiri tidak bisa embuat pegangan tersebut beliau melakukan kerjasama dengan pengerajin logam di daerah Tabanan juga. Proses pengolahan batu akik dapat dilihat pada gambar 2.15 dan 2.16 Untuk waktu pengerjaan satu batu cincin paling cepat 15 menit dan paling lama yaitu 1 jam. Ini tergantung dari jenis batu akik itu sendiri. Karena setiap batu akik memiliki karakter yang berbeda. Seperti batu lumut yang memiliki karakter keras akan tetapi renyah sehingga mudah dibentuk. Observasi yang dilakukan disini terbatas pada proses pengolahan saja. Teknik pemasangan batu ke hasil perhiasan yang akan diperjual belikan dan pemajangan hasil penjualan juga diamati. Penataan batu akik untuk penjualan dapat dilihat pada gambar 2.16
26
Gambar 2.16 Proses Cutting Batu Akik. Sumber : observasi 21 Maret 2015
Gambar 2.17 Proses Pemasangan Batu Akik Pada Cincin. Sumber : observasi 21 Maret 2015
27
Gambar 2.18 Pemasaran Batu Akik. Sumber : observasi 21 Maret 2015
Gambar 2.19 layout Deva Gemstone Sumber : observasi 21 Maret 2015
28
Kesimpulan yang dapat diambil dari observasi yang telah dilakukan pada Deva gemstone adalah pengolahan terkait batu akik memerlukan peralatan berupa gerinda pemotong,penghalus dan pemoles dengan ukuran alat yang dimodifikasi berukuran 100 x 60 cm. Dari pengamatan tersebut juga didapat kekurangan dan kelebihan desain. Kelebihan dapat diaplikasikan kedalam desain nantinya dan tidak melakukan kesalahan desain pada observasi yang telah dilakukan. Kelebihan dari tempat pengolahan batu mulia di Deva gemstone ini antara lain:
Memiliki pengolahan batu mulia yang sangat lengkap. Proses yang di amati pada tempat ini mulai dari proses awal sampai proses akhir pengolahan batu mulia. Pengolahan akhir sampai pemasangan batu mulia dengan emas juga perak juga dapat dilakukan di tempat ini.
Memiliki sstem penyimpanan yang baik sehingga batu mulia yang berada di rak penjualan dapat tersimpan dan terawatt dengan baik
Adapun kekurangan dari tempat pengolahan batu mulia pada Deva Gemstone antara lain: Kurangnya tempat pengunjung bersirkulasi sehingga jika pengunjung ramai akan berdesakan. 2. Museum dan Galeri Seni Rudana Peta lokasi
29
Gambar 2.20 Peta Lokasi Museum Rudana Sumber: www.google.com/maps
Berlokasi strategis di tengah lintas Ubud, Gianyar danDenpasar, Museum Rudana adalah sebuah museum seni yang berada di Ubud, Gianyar, Bali dan digunakan untuk memamerkan dan mempromosikan karya seni berupa lukisan dan patung karya seniman Bali. Di antara karya seni yang dipamerkan adalah karya dari I Gusti
Nyoman
Lempad
(almarhum), Nyoman
Gunarsa, Made
Wianta
yang
merupakan seniman asli Bali, sedangkan seniman Indonesia dari luar Bali yaitu seperti Affandi (almarhum), Basuki abdullah(almarhum), Srihadi Suharsono, Suharyo Sutono,
maupun
seniman
asing
yang
tinggal
di
Bali
seperti Antonio
Blanco (almarhum), Arie Smit. Museum Rudana didirikan oleh Nyoman Rudana, seorang kolektor lukisan yang juga pemilik galeri seni Rudana Fine Art Gallery dan Genta Fine Art Gallery. Bangunan seluas 500 meter persegi ini didirikan di atas lahan seluas 2.500 meter persegi di Kawasan Seni Rudana di Peliatan, Ubud, Kabupaten Gianyar,Bali, satu kompleks dengan Rudana Fine Art Gallery. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 22 Desember 1990. Museum Rudana terdiri dari tiga lantai dengan memegang teguh arsitektur serta filosofi Bali. Ruangan museum dibangun berlantai 3 dimana disesuaikan dengan konsep Triangga, tiga bagian dari tubuh manusia, yaitu
30
kepala , badan serta anggota gerak; Tri Mandalla , tiga pembagian halaman, jeroan, jaba tengah dan jaba sisi, atau halaman dalam, tengah dan luar. Struktur organisai pada Museum Rudana ini masih terbatas pada struktur organisasi pokok saja karena. Dapat dilihat pada gambar 2.21 Dewan Penasehat
Dewan Ketua Putu Rudana Kadek Ari Putra Rudana Wayan Olasthini Rudana
Curator
Deputi Manager
M. Bundhowi
Yayasan seni rudana
Warih Wisatsana
Museum Rudana
Jean Couteau
Rudana Fine Arts Gallery Genta Gallery Candi Art Gallery
Gambar 2.20 Struktur Organisasi Museum Rudana Sumber : Museum dan Galeri Seni Rudana
Keadaan di dalam bangunan terlihat diatur dengan sangat baik menggunakan pencahayaan dan penataan pameran yang baik. (pencahayaan dan penataan pameran lihat gambar 2.22 dan 2.23) media yang ditampilkan juga sangat modern sehingga informasi yang disampaikan diterima dengan sangat baik oleh pengunjung.
31
Gambar 2.22 Penataan Display Pameran Sumber : observasi 19 Maret 2015
Gambar 2.23 Pencahayaan Dan Penggunaan Media Pada Pameran Sumber: observasi 19 Maret 2015
Gambar 2.24 Pencahayaan Dan Penggunaan Media Pada Pameran Sumber: observasi 19 Maret 2015
32
Dari obeservasi yang telah dilakukan didapatkan kelebihan dan kekurangan dari desain yang telah ada sehingga nantinya kelebihan tersebut dapat diterapkan pada desain proyek dan kekurangan tersebut tidak diulangi kembali. Adapun kelebihan dari museum dan galeri rudana antara lain: Memiliki sistem pengelolaan yang baik. Baik dari segi galeri dan museum karena bagian dari struktur organisasi yang jelas sehingga masing masing bagian memiliki tanggung jawab pekerjaan yang sama. Penataan display yang sangat mendukung kenyamanan pengunjung. Baik dari pencahayaan, penghawaan dan Storyline yang ingin ditampilkan sudah sangat jelas. Tentunya suatu desain masih memiliki kekurangan. Adapun kekurangan pada desain musem rudana antara lain: Masih menggunakan media yang monoton seperti bacaan dan informasi pada kertas. Penggunaan media seperti suara dan video tentunya dapat lebih memudahkan pengunjung untuk memahami informasi. 3. Sentra Kegiatan Batu Permata Bali Sentra kegiatan batu permata Bali terletak di tengah pasar burung satria. Pasar burung satria berlokasi di jalan Veteran, Denpasar sekitar 5 menit dari pusat kota. Untuk lokasi dapat dilihat pada gambar 2.25
33
Gambar 2.25 Peta Lokasi Pasar Burung Satria Sumber: www.google.com/maps
Di dalam pasar ini terdapat berbagai macam kegiatan mengenai batu mulai baik dari pengolahan dan penjualan batu mulia. Akan tetapi fasilitas yang mendukung kegiatan tersebut masih minim. Masih berupa lapak atau kios tradisional, bahkan banyak pedagang kecil yang menjajakan barang dagangannya di parkiran kendaraan.(lihat gambar 2.26 dan 2.27)
Gambar 2.26 Kegiatan Jual Beli Di Dalam Pasar
Gambar 2.27 Kegiatan Jual Beli Di Luar Pasar
Sumber: Observasi 22 Mei 2015
Sumber: Observasi 22 Mei 2015
34
Harga yang ditawarkan relatif murah untuk suatu batu yang masih berupa bongkahan dipatok harga mulai dari Rp 10.000 sampai jutaan rupiah sedangkan biaya pemolesan berkisar Rp 20.000 sampai Rp 50.000 tergantung dari kualitas batu tersebut. Barang hasil batu mulia yang dijajahkan disini bermacam macam mulai dari batu mulia yang masih berupa bongkahan hingga barang yang sudah dijadikan perhiasan seperti, cincin, kalung, gelang, bros bahkan ada yang sudah berupa patung atau ukiran. Di dalam pasar ini juga terdapat sebuah kelompok penggemar batu mulia yaitu Asosiasi Penggemar Batu Permata Bali yang beranggotakan sebagian besar para pedagang di pasar burung satria.
Gambar 2.28 Hasil Pengolahan Batu Akik Sumber: Observasi 22 Mei 2015
Gambar 2.29 Asosiasi Penggemar Batu Permata Bali Sumber: Observasi 22 Mei 2015
35
\ 2.4 Spesifikasi Umum Galeri Batu Akik Pada sub bab ini akan dijabarkan tentang spesifikasi umum dari perencanaan Galeri Batu Mulia. Spesifikasi umum merupakan hasil analisa dari teori dan studi banding yang dilakukan sebelumnya. 2.4.1 Pengertian Bangunan Galeri Batu Mulia Suatu bangunan yang mewadahi kegiatan pameran batu akik. Kegiatan pameran disini bersifat menunjukan display kepada pengunjung dan batu akik tersebut berisi informasi lengkap. Informasi yang ditampilkan berupa informasi yang interaktif agar dapat menarik jumlah pengunjung berupa video dan suara .Bukan hanya sebagai pameran namun juga berisi pengolahan dan penjualan batu akik. 2.4.2 Fungsi Bangunan Galeri Batu Akik Fungsi bangunan Galeri Batu Akik ini adalah sebagai wadah penggemar batu Akik yang memberikan pelayanan berupa pembelian, pengolahan dan juga sebagai sarana edukasi bagi yang ingin mengenal batu akik. 2.4.3 Civitas Civitas adalah orang yang melakukan kegiatan di dalam suatu bangunan, dari civitas tersebut maka di dapat kebutuhan ruang yang terdapat di dalam Galeri Batu Akik. 1. Pengunjung Pengunjung adalah seseorang yang berkunjung dengan tujuan melihat pameran atau untuk melihat cara pengolahan batu akik. 2. Pengelola Orang yang bertugas mengoperasikan seluruh kegiatan pada bangunan Galeri Batu Akik, yang meliputi pembuatan laporan dan pembukuan (administrasi), pencatatan pemasukan dan pengeluaran, pengaturan jam kerja karyawan dan lain-lainnya. Kegiatan ini memerlukan fasilitas berupa ruang general manager, ruang manager, ruang staff, ruang rapat. Termasuk di dalamnya yaitu kegiatan oprasional memerlukan fasilitas Ruang ME, ruang genset, dan ruang janitor. 36