BAB II PEMAHAMAN TERHADAP GALERI KAIN TENUN ENDEK DI KOTA DENPASAR Bab ini membahas tentang pemahaman terhadap Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar. Beberapa hal yang dibahas dalam bab ini yaitu mengenai tinjauan umum tentang galeri, tinjauan kain tenun endek, tinjauan proyek sejenis, dan spesifikasi umum Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar.
2.1. Tinjauan Umum Galeri Tinjauan umum tentang galeri terdiri dari pengertian galeri, bentuk galeri, civitas di dalam galeri, dan penyajian koleksi galeri. 2.1.1. Pengertian Galeri Kata galeri dalam beberapa sumber didefinisikan sebagai berikut: 1. Galeri didefinisikan sebagai ruang atau gedung tempat memamerkan benda atau karya seni dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:328). 2. Menurut etimologinya, kata gallery atau galeri diartikan sebagai ruang beratap dengan satu sisi terbuka. Di indonesia, galeri sering diartikan sebagai ruang atau bangunan yang digunakan untuk memamerkan karya seni (Ensiklopedia Nasional Indonesia dalam Dewi, 2013:5).
7
3. Galeri adalah tempat di mana orang banyak / masyarakat dapat melihat dan menikmati suatu koleksi seni yang bagus, berharga yang penempatannya mudah dilihat karena koleksi tersebut dikelompokkan sesuai dengan jenisnya (Kortschak dalam Dewi, 2013:5). Berdasarkan beberapa pengertian galeri di atas, dapat disimpulkan bahwa galeri merupakan suatu tempat untuk mempromosikan benda atau hasil karya seni, sehingga hasil karya seni tersebut dapat diapresiasi oleh masyarakat. Di dalam galeri terdapat kegiatan pameran dan kegiatan transaksi jual beli atau pelelangan hasil karya seni, yang bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan karya seni diantaranya patung, lukisan, kain tenun endek, dan sebagainya. Galeri memiliki perbedaan dengan art shop. Galeri tujuan utamanya tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, melainkan juga memiliki tujuan pelestarian dan pengembangan karya seni. Sedangkan artshop hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
2.1.2. Bentuk Galeri Bentuk galeri dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut (Tusan dalam Dewi, 2013:5): 1. Galeri yang merupakan bagian dari studio seorang seniman. Koleksi yang dipajang pada galeri ini hanya hasil karya seniman itu sendiri. Galeri ini dapat menjadi satu atau terpisah dengan studionya. 2. Galeri yang merupakan bagian dari studio seorang seniman, namun koleksi yang dipajang di dalam galeri ini tidak hanya hasil karya seniman yang bersangkutan saja. Namun juga hasil karya seniman lainnya. 3. Galeri yang merupakan suatu wadah untuk kegiatan dagang murni, karena pengelolanya bukan seorang seniman aktif. Koleksi yang dipajang di dalam galeri ini adalah hasil karya seniman yang bukan pemilik galeri tersebut. Adakalanya pengelolaan itu bersifat pribadi, bahkan sering pula disertai kegiatan menyewa karya seni kepada orang- orang tertentu. Adapula pemilik galeri yang memilih karya seni tersebut untuk menjadi koleksi pribadinya.
8
2.1.3. Civitas di Dalam Galeri Civitas yang terdapat di dalam galeri secara umum terdiri dari tiga kelompok, yaitu pengelola, pengrajin dan pengunjung yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pengelola Pengelola memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem operasional suatu galeri. Dalam sistem pengelolaan sebuah galeri, diperlukan beberapa petugas atau pengelola yang sesuai dengan bidang keahliannya masing- masing, yaitu sebagai berikut (Rapini dalam Dewi, 2013:6): a. Direktur bertugas sebagai pemimpin galeri. Direktur bertanggung jawab atas segala kegiatan pengelolaan galeri. b. Kurator bertugas memimpin, mengkoordinasikan, serta mengawasi petugas koleksi dan bagian- bagiannya. c. Konservator merupakan petugas yang menangani pemeliharaan koleksikoleksi yang ada di dalam galeri, sehingga koleksi- koleksi galeri tetap berada dalam kondisi yang baik. d. Ahli pameran bertugas menata ruang pameran dan benda koleksi galeri. e. Edukator dan instruktur bertugas menyelenggarakan segala kepentingan publikasi galeri. f. Administrator bertugas dalam bagian administrasi yang meliputi tata usaha dan keuangan galeri. g. Penjaga ruang merupakan petugas yang menjaga ruang pameran, melayani pengunjung di dalam galeri, dan memberikan penjelasan umum tentang koleksi- koleksi karya seni yang dipamerkan di dalam galeri, sehingga pengunjung mendapatkan informasi yang jelas tentang koleksi galeri.
2. Pengrajin/Seniman Pengrajin yang dimaksud adalah orang yang mendemonstrasikan atau memperagakan cara pembuatan kerajinan yang akan dipamerkan dan dipasarkan di dalam galeri. Keberadaan pengrajin ini dapat menghidupkan kegiatan di dalam galeri.
9
3. Pengunjung Pengunjung yang datang ke galeri dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu sebagai berikut (Rapini dalam Dewi, 2013:7): a. Pengunjung pelaku studi merupakan pengunjung yang datang ke galeri untuk menambah wawasannya dalam bidang studi tertentu yang terkait dengan koleksi galeri, seperti pengunjung yang ingin meneliti tentang proses pembuatan suatu karya seni. b. Pengunjung yang mempunyai tujuan tertentu merupakan pengunjung yang datang ke galeri karena ketertarikannya terhadap koleksi di dalam galeri. c. Pengunjung yang bertujuan rekreasi merupakan pengunjung yang datang ke galeri untuk mengisi waktu senggangnya sebagai sarana hiburan. d. Pengerajin, generasi muda, atau masyarakat umum yang datang ke galeri untuk mengikuti kegiatan pembinaan atau pelatihan.
2.1.4. Penyajian Koleksi Galeri Penyajian koleksi galeri memiliki peranan penting dalam memberikan informasi tentang koleksi galeri kepada pengunjung galeri. Dalam penyajian koleksi galeri, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut: 1. Jenis Pameran Koleksi Galeri Penyajian koleksi galeri berdasarkan jangka waktu pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut (Pickard, 2002:269): a. Pameran tetap (permanent exhibitions) merupakan penyajian koleksi galeri secara tetap. b. Pameran temporer (temporary exhibitions) merupakan penyajian koleksi galeri yang hanya pada jangka waktu tertentu. Pameran temporer ini dapat menunjang keberadaan pameran tetap.
2. Tata Letak Koleksi Tata letak koleksi galeri memiliki peranan yang sangat penting untuk menarik perhatian pengunjung. Penyusunan tata letak koleksi galeri dapat dikembangkan sesuai dengan ide/gagasan penata. Tata letak koleksi galeri
10
harus dapat memberikan informasi yang jelas dan menarik perhatian pengunjung. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan koleksi galeri antara lain: keseimbangan, proporsi, keharmonisan, dan klimaks. (Pickard, 2002:270)
3. Tata Cahaya Penyajian koleksi di dalam galeri harus memperhatikan pencahayaan yang baik. Tata cahaya di dalam galeri kain dilakukan agar pengunjung galeri dapat melihat warna asli dari koleksi yang ditampilkan (Neufert, 1995:198). Faktor- faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang tata cahaya di dalam galeri adalah sebagai berikut (Pickard, 2002:274): a. Faktor Psikologi Faktor psikologi meliputi bagaimana koleksi di dalam galeri dilihat, persepsi terhadap bangunan, dan suasana ruang. b. Faktor Fisiologi Faktor Fisiologi meliputi pencahayaan, kontras, pantulan cahaya, efisiensi, keseragaman, dan warna. Dalam mendukung penyajian koleksi di dalam galeri terdapat beberapa teknik pencahayaan yang dapat digunakan. Teknik pencahayaan terdiri dari 7 (tujuh) jenis, yaitu sebagai berikut (Pickard, 2002:274): a. Wall-washing (menyorot dinding) : merupakan teknik pencahayaan yang mengarah ke koleksi galeri yang diletakkan di dinding. b. Downlighting (pencahayaan ke arah bawah) : merupakan teknik pencahayaan yang mengarah ke bawah. c. Uplighting (pencahayaan ke arah atas) : merupakan teknik pencahayaan yang mengarah ke atas. d. Diffused (menyebar) : Merupakan teknik pencahayaan yang menyebar. Umumnya teknik pencahayaan ini digunakan untuk pencahayaan ruang pameran atau galeri secara menyeluruh. e. Directional spot / accent (menyorot langsung) : merupakan teknik pencahayaan yang menyorot objek tertentu secara langsung. Teknik pencahayaan ini untuk memberikan aksen pada koleksi galeri.
11
f. Lighting of pale objects (pencahayaan benda pucat) : merupakan teknik pencahayaan untuk objek yang berwarna pucat. g. Increased illumination for dark objects (peningkatan penerangan untuk benda gelap): merupakan teknik pencahayaan untuk benda- benda yang gelap. Beberapa teknik pencahayaan koleksi tersebut digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Teknik Pencahayaan Sumber: Pickard, 2002:274
4. Penghawaan Penghawaan dalam galeri juga perlu dipertimbangkan, agar kondisi kelembaban di dalam ruangan stabil dan dapat memberikan rasa nyaman bagi civitas yang ada di dalam galeri. Penghawaan dapat dilakukan dengan penghawaan alami maupun buatan seperti kipas angin dan Air Conditioner (AC). (Pickard, 2002:272)
5. Perawatan Koleksi Perawatan koleksi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penyajian koleksi di dalam galeri. Terdapat beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kerusakan pada koleksi galeri, yaitu: iklim dan lingkungan, cahaya, serangga, dan bahaya api. a. Iklim dan lingkungan Iklim yang tidak menentu seperti naik turunnya temperatur dan kelembaban udara dapat mengakibatkan kerusakan pada koleksi galeri. Temperatur/suhu adalah faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sarana pengendalian tingkat kelembaban. Suhu udara yang baik berkisar antara 20-24oC. Kelembaban juga akan berpengaruh terhadap koleksi galeri. Kelembaban yang tinggi dapat menimbulkan potensi terjadinya korosi dan
12
timbulnya jamur. Hal ini tentunya sangat berbahaya bagi koleksi galeri, termasuk koleksi kain tenun endek. Sedangkan kelembaban yang terlalu rendah dapat mengakibatkan penyusutan pada beberapa benda seperti kayu dan kain/benda tekstil yang dapat menjadi rapuh. Kelembaban relatif (RH) yang sesuai untuk benda koleksi galeri yaitu 45-60%. (Pickard, 2002:273) Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam perawatan koleksi galeri. Seperti faktor kebersihan lingkungan. Kondisi lingkungan yang tidak bersih atau berdebu dapat menimbulkan kotoran pada benda- benda koleksi galeri. Sehingga kebersihan di dalam galeri maupun di lingkungan sekitar galeri harus tetap dijaga. b. Cahaya Cahaya tidak hanya ditata untuk memberikan suasana di dalam ruang. Namun, tata cahaya juga berpengaruh terhadap keawetan koleksi galeri. Terdapat beberapa persyaratan cahaya di dalam galeri, antara lain: menghindari cahaya matahari langsung mengenai koleksi galeri, karena radiasi ultaviolet dapat berpengaruh pada keawetan koleksi galeri dan dapat merubah warna koleksi. Demikian pula cahaya buatan dari lampu sebaiknya tidak secara langsung mengenai koleksi. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan dengan menggunakan sun screening berupa UV filters untuk mengurangi paparan cahaya matahari secara langsung ke dalam ruang galeri. Penggunaan kaca sekunder pada setiap sumber cahaya juga sangat diperlukan untuk mengurangi efek radiasi ultraviolet. (Pickard, 2002:277) c. Serangga Keberadaan serangga di dalam galeri juga dapat berpengaruh pada keawetan koleksi galeri. Untuk menghindari masuknya serangga ke dalam galeri, kebersihan ruangan merupakan faktor yang harus diperhatikan. Selain itu penggunaan material kayu yang tidak mudah dimakan rayap juga dapat diterapkan. d. Bahaya api Kain merupakan koleksi galeri yang sangat rentan terhadap bahaya api. Kain sangat mudah terbakar, sehingga keamanan benda- benda koleksi
13
harus diperhatikan. Sistem pemadam kebakaran dalam galeri harus disediakan dengan baik. Salah satunya adalah penyediaan alat pemadam api ringan yaitu extinguisher. Sistem alarm kebakaran dan sprinkle juga harus bekerja dengan baik, sehingga saat terjadi kebakaran dapat diatasi dengan cepat. (Pickard, 2002:277)
6. Detail Penyajian Penyajian
koleksi
galeri
harus
memperhatikan
pandangan
dan
penglihatan pengunjung. Dengan penyajian yang baik, pengunjung galeri dapat merasakan kenyamanan dalam melihat- lihat koleksi galeri. Batas penglihatan normal manusia untuk melihat ke atas adalah 40o. Dalam menentukan ketinggian peletakan koleksi galeri, ketinggian rata- rata pengunjung perlu dipertimbangkan. Ketinggian rata- rata pengunjung sekitar 170 cm. Sehingga ketinggian penyajian koleksi galeri maksimal adalah 210 cm. Sedangkan ketinggian optimum rak penyajian adalah 50 cm – 150 cm, sehingga selain mudah dilihat, juga mudah diambil tanpa harus menggunakan tangga. (Neufert, 1995:198) Alas rak harus lembut agar kain tersebut dapat meluncur dengan mudah dan tidak terkait dan menyebabkan kerobekan. Untuk bagian pakaian jadi, disediakan bilik gantungan 110 x 115 cm, dan juga disediakan ruang pas pakaian. (Neufert, 1995:198)
Gambar 2.2 Bidik Pandangan Pengunjung Galeri Sumber: Neufert, 2000:333
14
2.2. Tinjauan Umum Kain Tenun Endek Tinjauan umum tentang kain tenun endek terdiri dari pengertian kain tenun endek, perkembangan kain tenun endek di Kota Denpasar, motif- motif kain tenun endek, serta proses dan peralatan dalam pembuatan kain tenun endek. 2.2.1. Pengertian Kain Tenun Endek Kain tenun merupakan salah satu kain tradisional Indonesia yang menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Kain tenun tradisional Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu kain batik, tenun ikat, tenun songket, dan seni sulaman (Marah, 1982/1983:4). Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki keragaman kain tenun tradisional. Kain tenun Bali memiliki makna, nilai sejarah yang dipakai untuk keperluan upacara, baik untuk dikenakan oleh perseorangan yang akan melakukan atau yang akan diupacarakan sesuai dengan adat kepercayaan di Bali maupun sebagai pelengkap upacara. Kain tenun Bali merupakan kain modalis yang digunakan sebagai suatu mode dalam kehidupan sehari- hari yang bisa dijadikan hiasan, koleksi pribadi, serta barang komoditi yang bisa diperdagangkan dan disewakan. (Anom dalam Dewi, 2013:7) Kain tenun endek adalah salah satu teknik ikat yang berkembang khususnya di Bali. Kain tenun endek merupakan kain tradisional Bali dengan pola pakan ikat. Keindahan ragam hiasan berbentuk flora dan fauna serta motif- motif yang diambil dari mitologi Bali dan wayang. Keragaman motif- motif inilah yang menjadi ciri khas kain tenun endek. Proses pengikatan pada kain tenun endek hanya dilakukan pada benang pakan sebelum dilakukan pencelupan ke dalam pewarna. Hal inilah yang membedakannya dengan teknik ikat ganda/dobel ikat. Dalam teknik ikat ganda, proses pengikatan dilakukan pada benang pakan dan benang lusi. Contoh kain tenun yang menggunakan teknik ikat ganda adalah kain tenun geringsing yang dibuat di Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem.
2.2.2. Perkembangan Kain Tenun Endek di Kota Denpasar Sama halnya dengan daerah lain di Indonesia, Bali khususnya Denpasar sangat kaya dengan budaya tradisional, termasuk kain tenun. Kain tenun
15
tradisional yang berkembang di Denpasar adalah kain tenun endek. Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Denpasar I Wayan Gatra dalam tabloid Tokoh nomor 786 tanggal 3 - 9 Maret 2014, kain tenun endek pada mulanya hanya biasa dikenakan oleh para orangtua dan para kaum bangsawan. Namun, dalam perkembangannya kain tenun endek mulai banyak digunakan oleh masyarakat Bali dan menjadi identitas budaya terpenting. Kain tenun endek bahkan sempat menikmati masa kejayaannya sekitar tahun 1980-an. Namun, seiring dengan perkembangan jaman dan masuknya pengaruh budaya asing ke Bali mengakibatkan kain tenun endek mengalami keterpurukan. Hal ini diperparah dengan terjadinya krisis ekonomi di tahun 1997 serta kejadian bom pada tahun 2002 dan 2005. (Asosiasi Pemerintah Kota Indonesia, 2014:1) Beberapa hal yang mengakibatkan keterpurukan kain tenun endek ini antara lain: kain tenun endek dianggap eksklusif hanya untuk acara- acara tertentu saja, kain tenun endek mempunyai harga yang cukup mahal, kain tenun endek belum mampu merambah pasar nasional, dan kain tenun endek belum mampu bersaing karena kain tenun endek belum dikembangkan menjadi produk jadi seperti baju dan benda kerajinan. (Asosiasi Pemerintah Kota Indonesia, 2014:2) Keterpurukan kain tenun endek yang terjadi pasca krisis ekonomi dan tragedi bom Bali menjadi tantangan besar bagi Denpasar untuk bisa bangkit memanfaatkan potensi kain tenun endek. Untuk mulai membangkitkan kembali kain tenun endek dari keterpurukannya, kain tenun endek mulai dipakai sebagai seragam pegawai, namun masih sebatas kalangan pemerintah kota saja. Sejalan dengan perkembangan penggunaan kain tradisional di tanah air sebagai busana keseharian, tidak hanya busana pada waktu- waktu khusus, kain tenun endek pun dipandang layak menjadi busana keseharian khususnya di Denpasar. (Asosiasi Pemerintah Kota Indonesia, 2014:1-2)
2.2.3. Motif- Motif Kain Tenun Endek Kain tenun endek memiliki berbagai macam motif yang diambil dari bentuk flora, fauna, mitologi Bali, dan wayang. Beberapa motif kain tenun endek antara
16
lain sebagai berikut (Sumber: wawancara dengan pengrajin kain tenun endek Galeri Tenun Ananda Balinese, 11 Oktober 2014): 1. Kain Tenun Endek Motif Bun Riris
Gambar 2.3 Motif Bun Riris Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
2. Kain Tenun Endek Motif Wayang
Gambar 2.4 Motif Wayang Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
3. Kain Tenun Endek Motif Bun Manggis
Gambar 2.5 Motif Bun Manggis Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
17
4. Kain Tenun Endek Motif Jumputan
Gambar 2.6 Motif Jumputan Sumber: www.anandatenunbali.com, 2014
5. Kain Tenun Endek Motif Songket
Gambar 2.7 Motif Songket Sumber: www.anandatenunbali.com, 2014
2.2.4. Proses Pembuatan Kain Tenun Endek Kain tenun endek dibuat dengan cara menganyamkan dua kelompok benang yang saling tegak lurus, yaitu benang lusi dan benang pakan. Proses pembuatan kain tenun endek dapat dijabarkan sebagai berikut (Sumber: hasil observasi lapangan dan wawancara dengan pengrajin kain tenun endek Sekar Jepun, 20 Oktober 2014): 1. Proses Pengkelosan Pengkelosan merupakan proses penggulungan benang yang akan digunakan untuk membuat kain tenun endek. Proses ini dilakukan untuk merubah bentuk gulungan benang streng ke bentuk gulungan kerucut/cone dan meningkatkan kualitas benang.
18
Gambar 2.8 Proses Pengkelosan benang Sumber: Observasi Lapangan, 20 Oktober 2014
2. Pemidangan (Mempen) Pemidangan merupakan proses memasukkan (mempen) benang ke dalam rak benang, yang kemudian ditata ke dalam penamplik. Jumlah putaran atau tumpukan dalam proses ini menentukan besar kecilnya motif yang akan dibuat.
Gambar 2.9 Proses Pemidangan Sumber: Observasi Lapangan, 20 Oktober 2014
3. Pengikatan (Pembuatan motif) Proses pengikatan ini merupakan ciri khas dari teknik tenun ikat. Benang pakan yang sudah dipempen kemudian diikat menggunakan tali rapia sesuai dengan motif yang diinginkan. Pada proses inilah dibuat motif yang akan digunakan. Teknik ikat berarti mengikat bagian- bagian benang agar ketika dicelup tidak terkena warna celupan, sehingga dapat menghasilkan perbedaan warna yang membentuk motif kain tenun endek.
19
Gambar 2.10 Proses Pengikatan Sumber: Observasi Lapangan, 20 Oktober 2014
4. Pencelupan Proses pencelupan merupakan proses pemberian pewarnaan menggunakan warna dasar yang diinginkan. 5. Nyantri (Pencoletan) Benang yang telah dicelup menggunakan warna dasar kemudian dikeringkan. Setelah benang kering, ikatan tali rapia kemudian dibuka dan dilanjutkan dengan proses nyantri/pencoletan. Proses nyantri merupakan pengisian warna sesuai dengan motif yang diinginkan. 6. Pencucian Benang pakan yang sudah melalui proses pewarnaan motif, kemudian dicuci dengan air bersih, kemudian dikeringkan. 7. Pengginciran Proses ini merupakan proses penggulungan benang pakan yang telah dikeringkan. Proses ini juga disebut dengan ngeliing, yang dilakukan untuk memudahkan memasukkan benang ke dalam sekoci.
Gambar 2.11 Proses Ngeliing Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
20
8. Penenunan Proses penenunan merupakan proses finishing dalam pembuatan kain tenun endek. Proses penenunan dilakukan dengan menyusun anyaman benang lusi dengan benang pakan yang saling tegak lurus.
Gambar 2.12 Proses Penenunan Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
2.2.5. Peralatan Pembuatan Kain Tenun Endek Dalam proses pembuatan kain tenun endek, terdapat beberapa peralatan yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Alat Pengkelosan Alat ini digunakan untuk merubah bentuk gulungan benang streng ke bentuk gulungan kerucut/cone dan meningkatkan kualitas benang.
Gambar 2.13 Alat Pengkelosan Sumber: Observasi Lapangan, 20 Oktober 2014
2. Rak Benang Alat ini digunakan untuk meletakkan benang yang sudah digulung berbentuk kerucut dengan alat pengkelosan.
21
Gambar 2.14 Rak Benang Sumber: Observasi Lapangan, 20 Oktober 2014
3. Penamplik Penamplik merupakan alat yang digunakan untuk menata benang pakan yang akan diikat. Dalam proses penataan benang, penamplik dihubungkan dengan benang yang telah diletakkan pada rak benang.
Gambar 2.15 Penamplik Sumber: Observasi Lapangan, 20 Oktober 2014
4. Alat Pembuatan motif Alat pembuatan motif digunakan sebagai tempat para pengrajin membuat motif pada benang pakan yang telah diletakkan pada penamplik. Pengikatan ini dilakukan menggunakan tali rapia.
22
Gambar 2.16 Alat Pembuatan Motif Sumber: Observasi Lapangan, 20 Oktober 2014
5. Alat Tenun Alat tenun merupakan alat yang digunakan untuk proses menenun yang merupakan finishing dalam pembuatan kain tenun endek. Alat tenun yang digunakan dalam pembuatan kain tenun endek merupakan alat tenun tradisional yang sering disebut sebagai alat tenun bukan mesin (ATBM). Proses penenunan dilakukan dengan menyusun anyaman benang lusi dengan benang pakan yang saling tegak lurus.
Gambar 2.17 Alat Tenun Bukan Mesin Sumber: Observasi Lapangan, 20 Oktober 2014
2.3. Tinjauan Proyek Sejenis Tinjauan proyek sejenis ini dilakukan untuk mendapatkan suatu perbandingan mengenai fasilitas yang terdapat di dalam galeri maupun tampilan bangunannya. Objek yang dijadikan studi banding adalah Tenun Ikat Endek Sekar Jepun, Galeri Tenun Ananda Balinese, dan Galeri Tenun Ikat Lestari. 2.3.1. Tenun Ikat Endek Sekar Jepun Tenun Ikat Endek Sekar Jepun merupakan sebuah galeri yang memajang koleksi- koleksi kain tenun endek dengan pengelolaan secara swasta. Lokasinya
23
berada di Jalan Sekar Jepun I No.6 Denpasar- Bali. Pada tempat ini juga sekaligus sebagai tempat produksi kain tenun endek yang akan dipajang di dalam galeri. Eksterior bangunan didominasi oleh warna putih dengan beberapa ornamen Bali.
Gambar 2.18 Ekterior Bangunan Galeri Tenun Ikat Sekar Jepun Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Ruang- ruang yeng tersedia dalam galeri ini terdiri dari ruang galeri dengan luas 60m2 dan ruang produksi/tempat menenun yang terletak di belakang galeri dengan luas 192m2. Di ruang galeri terdapat beberapa fasilitas, yaitu tempat pemajangan koleksi kain tenun, ruang pas pakaian, tempat menerima tamu, meja kerja pimpinan, dan meja kerja staf administrasi. Selain itu juga terdapat fasilitas penunjang lainnya, yaitu toilet dan parkir kendaraan.
Gambar 2.19 Denah Galeri Tenun Ikat Sekar Jepun
24
Gambar 2.20 Interior Galeri Tenun Ikat Sekar Jepun Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Interior galeri juga didominasi dengan warna putih pada lantai, dinding, dan plafon. Penggunaan warna putih dan variasi pada plafon dapat memberi suasana ruang yang terkesan lebih luas, namun suasana ruang menjadi kurang memperlihatkan
nuansa
arsitektur
Bali.
Penghawaan
di
dalam
galeri
menggunakan kipas angin dan air conditioner (AC). Pencahayaan menggunakan pencahayaan diffused (menyebar) untuk pencahayaan ruang secara menyeluruh, dan spotlight pada koleksi- koleksi di dalam galeri.
Gambar 2.21 Ruang Produksi Tenun Ikat Endek Sekar Jepun Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Ruang produksi Tenun Ikat Endek Sekar Jepun menggunakan bentang lebar dengan struktur baja. Penggunaan struktur bentang lebar ini dikarenakan hampir seluruh tahapan pembuatan kain tenun endek dipusatkan dalam ruang ini, sehingga membutuhkan bentang yang cukup lebar.
25
Koleksi- koleksi yang dipajang di dalam galeri Tenun Ikat Sekar Jepun ini terdiri dari berbagai macam motif kain tenun endek dan pakaian yang menggunakan kain tenun endek sebagai bahan dasar. Koleksi- koleksi ini dipajang dalam beberapa rak dan almari kaca, serta beberapa koleksi ditampilkan dengan manekin. Keseluruhan koleksi yang dipajang pada galeri ini merupakan hasil produksi Tenun Ikat Sekar Jepun. Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan Tenun Ikat Sekar Jepun, pemasaran kain tenun endek pada galeri ini sebagian besar pada kalangan masyarakat lokal, yang pada umumnya digunakan untuk pakaian seragam. Kunjungan ke galeri juga tidak terlalu besar, karena pada umumnya pengunjung yang datang ke galeri ini hanya bertujuan untuk memesan kain saja.
Gambar 2.22 Beberapa Koleksi Kain Tenun Endek pada Galeri Tenun Ikat Sekar Jepun Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
2.3.2. Galeri Tenun Ananda Balinese Galeri Tenun Ananda Balinese merupakan galeri kain tenun tradisional Bali yang berlokasi di Jalan Noja II Banjar Meranggi Kesiman, Denpasar Timur. Galeri ini dikelola secara swasta, yang dalam hal ini adalah pemilik galeri tersebut. Eksterior bangunan menggunakan tampilan arsitektur neo vernakular, yang mengkombinasikan arsitektur Bali dengan arsitektur modern. Arsitektur Bali terlihat dari penggunaan ornamen- ornamen ukiran Bali, sedangkan arsitektur modern terlihat dari banyaknya penggunaan material kaca dan bentuk bangunan yang terkesan sederhana.
26
Gambar 2.23 Eksterior Galeri Tenun Ananda Balinese Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Gambar 2.24 Denah Galeri Tenun Ananda Balinese
Fasilitas- fasilitas yang terdapat pada Galeri Tenun Ananda Balinese adalah sebagai berikut: 1. Loby (12m2): sebagai area penerimaan tamu. 2. Galeri (30m2): ruang ini berfungsi sebagai tempat memajang koleksi kerajinan kain tenun endek. 3. Office (15m2): merupakan ruang pengelola galeri. 4. Ruang Produksi/tempat menenun (72m2): merupakan ruang yang berfungsi sebagai tempat produksi kain tenun endek yang akan dipajang di dalam galeri. 27
5. Bar (12m2): merupakan sebuah fasilitas penunjang, yang berfungsi sebagai tempat istirahat bagi pengunjung. 6. Fasilitas Penunjang: terdiri dari toilet dan parkir.
Gambar 2.25 Area loby dan Bar Galeri Tenun Ananda Balinese Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Gambar 2.26 Ruang Produksi pada Galeri Tenun Ananda Balinese Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Interior Galeri Tenun Ananda Balinese menggunakan konsep arsitektur Bali, yang terlihat dari penggunaan ornamen- ornamen berupa ukiran- ukiran Bali yang difinishing dengan warna emas/prada. Hal ini memperlihatkan suasana ruang pameran menjadi terkesan mewah. Dimensi ruang yang tidak terlalu besar mengakibatkan ruang terasa sempit, jika dibandingkan dengan jumlah koleksi yang cukup banyak. Peletakan rak-rak yang terlalu berdekatan mengakibatkan ruang gerak pengunjung menjadi kurang leluasa. Penghawaan pada galeri menggunakan penghawaan buatan yaitu air conditioner (AC). Pencahayaan pada siang hari memanfaatkan pencahayaan alami, dengan banyaknya penggunaan kaca- kaca. Sedangkan pencahayaan buatan menggunakan downlight dan spotlight pada beberapa titik.
28
Gambar 2.27 Interior Galeri Tenun Ananda Balinese Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Koleksi- koleksi yang dipajang pada galeri ini terdiri dari kain tenun endek dengan motif yang beragam, kain songket, dan beberapa kerajinan yang menggunakan bahan kain tenun, seperti baju, tas, dompet, dan alas kaki. Koleksi ini dipajang pada rak- rak terbuka (tanpa penutup kaca) dan pada almari kaca. Koleksi kain tenun endek ada yang dipajang dengan cara digantungkan, ada pula yang dipajang dengan cara ditumpukkan di atas rak. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Galeri Tenun Ananda Balinese, galeri ini tidak hanya memajang kain tenun endek, namun juga melakukan proses produksi kain tenun endek. Sehingga pengunjung yang saat ini masih didominasi oleh masyarakat lokal, juga dapat melihat proses pembuatan kain tenun endek.
Gambar 2.28 Koleksi Kain endek di Galeri Tenun Ananda Balinese Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Gambar 2.29 Koleksi Kerajinan Berbahan Kain Tenun Endek di Galeri Tenun Ananda Balinese Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
29
2.3.3. Galeri Tenun Ikat Lestari Galeri Tenun Ikat Lestari merupakan galeri kain tradisional Bali yang berlokasi di Jalan By Pass Ngurah Rai, Denpasar. Galeri ini memajang kerajinan kain tenun ikat dan bordir, dengan sistem pengelolaan secara swasta. Eksterior bangunan menggunakan tampilan arsitektur tradisional Bali, yang terlihat dari bentuk bangunan dan ornamen yang digunakan yaitu banyaknya penggunaan ukiran-ukiran Bali yang dicat dengan warna emas/prada. Sehingga menampilkan kesan mewah.
Gambar 2.30 Eksterior Galeri Tenun Ikat Lestari Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Gambar 2.31 Denah Galeri Tenun Ikat Lestari Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
30
Fasilitas yang tersedia pada Galeri Tenun Ikat Lestari ini adalah sebagai berikut: 1. Foyer: merupakan area peralihan dari ruang luar menuju ke dalam galeri. Arsitektur pada ruang ini menggunakan arsitektur tradisional Bali dengan berbagai ukiran yang dicat warna emas/prada. 2. Galeri/Ruang Pameran (160m2): merupakan ruang utama sebagai tempat memajang koleksi- koleksi galeri. Dalam ruang pameran ini juga terdapat beberapa fasilitas lainnya, seperti ruang pas pakaian, receptionist dan kasir, area penerimaan tamu, serta meja kerja pengelola. 3. Fasilitas Penunjang: terdiri dari toilet dan parkir.
Gambar 2.32 Interior Galeri Tenun Ikat Lestari Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
Interior galeri juga menggunakan arsitektur tradisional Bali, yang terlihat pada penggunaan plafon yang menyerupai atap ekspose dengan ornamen ukiranukiran Bali sehingga suasana tradisional Bali sangat terasa dalam ruang ini. Pencahayaan di dalam galeri menggunakan pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan buatan menggunakan lampu- lampu dengan cahaya yang menyebar (diffuse). Sedangkan penghawaan menggunakan penghawaan alami dan buatan berupa kipas angin. Koleksi- koleksi di dalam galeri beberapa dipajang di atas meja, dan beberapa digantungkan di sekeliling ruang. Koleksi- koleksi yang ditumpukkan di atas meja terlihat kurang baik, karena pengunjung tidak dapat melihat motif- motif kain tersebut dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Galeri Tenun Ikat Lestari, pada galeri ini hanya terdapat kegiatan penjualan koleksi kain tenun ikat dan bordir saja. Pada galeri ini tidak terdapat kegiatan- kegiatan penunjang lainnya, sehingga mengakibatkan tidak adanya kegiatan penunjang yang dapat dilakukan oleh pengunjung selain melihat- lihat dan membeli koleksi galeri saja.
31
Gambar 2.33 Koleksi Galeri Tenun Ikat Lestari Sumber: Observasi Lapangan, 11 Oktober 2014
2.3.4. Kesimpulan Tinjauan Objek Sejenis Dari hasil studi banding objek sejenis yaitu galeri- galeri, dapat ditarik kesimpulan seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Kesimpulan Tinjauan objek sejenis No. Kriteria Galeri Tenun Ikat Sekar Jepun 1. Fasilitas Galeri/Ruang Pameran (60m2), ruang pas pakaian, ruang produksi (192m2), toilet, parkir. 2. Koleksi Kain endek dan baju endek. 3.
4.
Penyajian Benda Koleksi Tampilan Arsitektur
Menggunakan almari/rak kaca.
Galeri Tenun Ananda Balinese Lobi (12m2), galeri/ruang pameran (30m2), ruang produksi (72m2), office (15m2), bar (12m2), toilet, parkir. Kain endek, kain songket, baju, tas, dompet, dan alas kaki berbahan kain endek. Menggunakan rak- rak terbuka dan almari kaca
Aritektur modern dan arsitektur Bali
Arsitektur modern
Bali
dan
Galeri Tenun Ikat Lestari Foyer, galeri/ruang pameran (160m2), ruang pas pakaian, toilet, parkir Kain endek border
dan
Digantung di dinding dan diletakkan pada rak dan meja Arsitektur Tradisional Bali
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang terdapat di dalam galeri seperti lobi (ruang menerima tamu), galeri (ruang pameran), ruang pas pakaian, ruang pengelola, dan ruang servis. Untuk galeri yang sekaligus berfungsi sebagai tempat produksi, juga memiliki fasilitas ruang produksi seperti pada Tenun Ikat Sekar Jepun dan Galeri Tenun Ananda Balinese. Koleksi- koleksi yang ditampilkan keseluruhan merupakan hasil produksi dari pemilik galeri tersebut. Koleksi- koleksi tersebut disajikan menggunakan rakrak atau almari kaca dan meja. Dari segi tampilan, bangunan galeri menggunakan arsitektur Bali yang dikombinasikan dengan arsitektur modern. Penggunaan ornamen Bali yang dicat emas menjadikan suasana ruang memiliki nuansa Bali, kecuali pada Galeri Tenun Ikat Sekar Jepun yang kurang mengesankan arsitektur Bali pada bangunannya. Dimensi ruang juga memiliki peranan yang sangat besar dalam menciptakan suasana yang nyaman dan menarik bagi pengunjung. 32
Dari hasil wawancara dengan pengelola ketiga galeri tersebut, disebutkan bahwa jumlah kunjungan ke galeri tidak terlalu besar. Pengunjung galeri juga masih didominasi oleh masyarakat lokal yang datang ke galeri untuk sekedar melihat-lihat koleksi kain endek, membeli kain endek, atau memesan kain endek untuk bahan seragam.
2.4. Spesifikasi Umum Galeri Kain Endek di Kota Denpasar Spesifikasi umum Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar terdiri dari pengertian judul, fungsi galeri, lingkup kegiatan galeri, civitas, fasilitas galeri, dan sistem pengelolaan. 2.4.1 Pengertian Judul Galeri Kain Endek di Kota Denpasar merupakan suatu wadah untuk memajang atau memamerkan hasil kerajinan kain endek di Kota Denpasar. Galeri tidak hanya untuk mencari keuntungan saja, namun juga sebagai suatu wadah untuk tempat melestarikan dan mengembangkan kerajinan kain endek.
2.4.2 Fungsi Galeri Fungsi galeri terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi Utama Galeri memiliki fungsi utama sebagai tempat memamerkan dan menjual hasil karya seni para pengrajin, sebagai upaya pelestarian dan pengembangan kain tenun endek. 2. Fungsi Penunjang Galeri berfungsi sebagai media informasi bagi pengunjung. Pengunjung dapat mengetahui bagaimana proses pembuatan kain tenun endek dengan melihat pengrajin yang sedang memperagakan cara pembuatan kain endek. Galeri juga dapat berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan beberapa kegiatan penunjang, seperti seminar dan pagelaran busana hasil kerajinan para pengrajin. 3. Fungsi Pengelolaan Fungsi pengelolaan berhubungan dengan pengelolaan galeri kain endek ini, yang meliputi administrasi, pemasaran, dan perawatan koleksi maupun fasilitas bangunan. Sehingga semua fungsi dapat berjalan dengan baik.
33
2.4.3 Lingkup Kegiatan Galeri Lingkup kegiatan yang terdapat di dalam galeri yaitu sebagai berikut: 1. Kegiatan pameran dan penjualan kerajinan atau hasil karya seni, baik pameran yang bersifat tetap maupun temporer. 2. Kegiatan
workshop
yang
berupa
kegiatan
mendemonstrasikan
atau
memperagakan cara pembuatan kain endek. 3. Kegiatan penunjang, seperti kegiatan pelatihan, seminar, dan pagelaran hasil kerajinan. 4. Kegiatan pengelolaan.
2.4.4 Civitas Civitas/pelaku kegiatan yang terdapat di dalam galeri dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengunjung, pengrajin, dan pengelola. Pengunjung merupakan orang yang berkunjung ke dalam galeri. Pengrajin dalam hal ini merupakan sekelompok orang yang mendemonstrasikan atau memperagakan cara pembuatan kain tenun endek. Sedangkan pengelola merupakan sekelompok orang yang mengelola sistem operasional galeri.
2.4.5 Fasilitas Galeri Fasilitas dalam galeri yaitu sebagai berikut: 1. Fasilitas Utama: ruang pameran koleksi langka, ruang pameran utama dan temporer, ruang penjualan hasil karya seni, serta ruang workshop. 2. Fasilitas Penunjang: lobby, ruang serba guna, cafetaria, dan ruang pengelola. 3. Fasilitas Servis: terdiri dari ruang MEP, toilet, dan parkir.
2.4.6 Pengelolaan Galeri ini dikelola oleh pihak swasta yang bekerja sama dengan kumpulan pengrajin- pengrajin kain tenun endek di Kota Denpasar yang berada di bawah binaan dan pengawasan dari Pemerintah Kota Denpasar, yang dalam hal ini adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda Kota Denpasar).
34