6 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
2.1 Konsep Pengendalian Intern Kredit 2.1.1
Pengertian Pengendalian Intern Pengendalian intern merupakan kegiatan yang sangat penting sekali dalam
pencapaian tujuan usaha. Demikian pula dunia usaha mempunyai perhatian yang makin
meningkat
terhadap
pengendalian
intern.
Swayers
(2005:
58)
mendefenisikan pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang didesain untuk memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu: (1) kehandalan laporan keuangan, (2) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Menurut Sawyers (2005: 57) bahwa: Kontrol intern berisi rencana organisasi dan semua metode yang terkoordinasi dan pengukuran-pengukuran yang diterapkan perusahaan untuk mengamankan aktiva, memeriksa akurasi dan kehandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi operasional, dan mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah ditetapkan. Defenisi ini mungkin lebih luas dari pada pengertian yang kadang-kadang disebutkan untuk istilah-istilah tersebut. Jadi, sistem control intern melampaui hal-hal tersebut yang secara langsung terkait dengan fungsi departemen akuntansi dan keuangan. Menurut Mulyadi (2001: 167) bahwa sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk 6
7 menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Sistem pengendalian intern pada hakekatnya adalah suatu mekanisme yang didesain untuk menjaga (preventuf), mendeteksi (detectif), dan memberikan mekanisme pembetulan (correctif) terhadap potensi terjadinya kesalahan (kekeliruan, kelalaian, error) maupun penyalahgunaan (kecurangan, fraud). Pengendalian intern dapat dibedakan dalam berbagai segi pandang (Sanyoto, 2007: 250) adalah sebagai berikut: 1. Preventif controls, yaitu pengendalian intern yang dirancang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan penyalahgunaan. Contoh jenis pengendalain ini adalah desain formulir yang aik, itemnya lengkap, mudah diisi, serta user training atau pelatihan kepada orang-orang yang berkaitan dengan input sistem, sehingga mereka tidak melakukan kesalahan. 2. Detection control, adalah pengendalian intern yang didesain dengan tujuan agar apabila data direkam/dikonversi dari media sumber untuk ditransfer ke sitem komputer dapat dideteksi bila terjadi kesalahan (maksudnya tidak sesuai dengan criteria yang ditetapkan). Contoh jenis ini adalah misalnya jika seseorang mengambil uang di ATM, maka seharusnya program komputer mendeteksi jika dana tidak cukup, atau saldo minimum tidak mencukupi, atau melebihi jumlah maksimal yang diijinkan untuk pengambilan tiap harinya. 3. Corrective control, adalah pengendalian yang sifatnya jika terdapat data yang sebenarnya error tetapi tidak terdeteksi oleh detection control, atau data yang error yang terdeteksi oleh program validasi, harus aa prosedur yang jelas
8 tentang bagaimana melakukan pembetulan terhadap data yang salah dengan maksud
untuk
mengurangi
kemungkinan
kerugian
kalau
kesalahan/penyalahgunaan tersebut sudah benar-benar terjadi.
2.1.2
Prinsip Pengendalian Intern Ada beberapa asumsi dasar yang perlu dipahami mengenai pengendalian
intern bagi entitas organisasi atau perusahaan. Menurut Sanyoto (2007: 256) bahwa: a. Sistem pengendalian intern merupakan management responsibility. Bahwa sesungguhnya yang paling berkepentingan terhadap sistem pengendalian intern suatu entitas organisasi atau perusahaan adalah manajemen (pebih tegasnya ialah top management/direksi), karena dengan sistem pengendalian intern yang baik itulah top management dapat mengharapkan kebijakannya dipatuhi, aktiva atau harta perusahaan dilindungi, dan penyelenggaraan pencatatan berjalan baik. b. Top management bertanggungjawab menyusun sistem pengendalian intern, tentu saja dilaksanakan oleh para stafnya. Dalam penyusunan tim yang akan ditugaskan untuk merancang pengendalian intern, harus dipilih anggotanya dari para/kompeten, termasuk yang berkaitan dengan teknologi informasi (mengingat pada saat ini sistem lazimnya didesain dengan berbasis teknologi informasi). c. Sistem pengendalian intern seharusnya bersifat generic, mrndasar, dan dapat diterapkan pada tiap perusahaan pada umumnya (tidak boleh jika hanya
9 berlaku untuk suatu perusahaan tertentu saja, melainkan harus ada hal-hal yang bersifat dasar yang berlaku umum). d. Sifat sistem pengendalian intern adalah reasonable assurance, artinya tingkat rnacangan yang akan didesain adalah yang paling optimal. Sistem pengendalian yang paling baik ialah bukan yang paling maksimal, apalagi harus dipertimbangkan keseimbangan cost benefit-nya. e. Sistem pengendalian intern mempunyai keterbatasan-keterbatasan atau constraints, misalnya adalah sebaik-baiknya control tetapi kalau para pegawai yang melaksanakannya tidak cakap atau kolusi, maka tujuan pengendalian itu mungkin tidak tercapai. f. Sistem pengendalian intern harus selalu dan terus menerus dievaluasi, diperbaiki disesuaikan dengan perkembangan kondisi dan teknologi. Menurut Alvin (2001: 290) bahwa terdapat empat konsep yang mendasari telaah atas struktur pengednalian intern dan penetapoan resiko pengendlian, diantara: 1. Tanggung jawab manajemen Manajemen, dan bukan auditor yang harus menysusn dan menonitor struktur pengendalian internnya. Konsep ini sesuai dengan ketentuan yang menyatakan bahwa manajemen bukan auditor yang bertanggungjawab dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansiyang berlaku. 2. Kepastian yang wajar Suatu perusahaan harus mengusahakan struktur pengendalian intern yang memberikan kepastian yang wajar tetapi bukan mutlak, bahwa laporan
10 keuangan telah disajikan dengan wajar. Struktur pengendalian intern disusun oleh manajemen setelah mempertimbangkan baik biaya maupun manfaat pengendalian tersebut. Sering kali, manajemen enggan untuk menerapkan sistem yang ideal karena mungkin biayanya terlalu tinggi. 3. Keterbatasan yang melekat (inheren) Struktur pengendalian intern tidak dapat dianggap sepenuhnya efektif, meskipun telah dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya. Bahkan, meskipun sistem yang idela telah dirancang, keberhasilannya tetap tergantung pada kompetensi dan kehanalan oleh pelaksananya. 4. Metode pengolahan data Konsep pengendalian intern berlaku sama dengan sistem manual maupun komputerisasi (EDP). Terdapat perbedaan besar antara sistem manual yang sederhana bagi sebuah perusahaan kecil dan sistem EDP yang sangat rumit untuk perusahaan industri yang bersifat internasional. Meskipun demikian, tujuan pengendalalian intern adalah sama. Resiko kredit adalah resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada pelanggan.
Sebelum
perusahaan
memutuskan
untuk
menyetujui
permintaan atau penambahan kredit oleh para pelanggan, perlu mengadakan evaluasi resiko kredit dari para pelanggan tersebut. Menilai resiko kredit, kredit manager harus mempertimbangkan berbagai faktor yang menentukan besar kecilnya kredit tersebut. Pada umumnya bank atau perusahaan dalam mengadakan penilaian risiko kredit adalah dengan memerkatikan Lima “C” (Samsudin, 2001: 264) adalah sebagai berikut:
11 1.
Character, menunjukkan kemungkinan atau profitabilitas dari pelanggan untuk secara jujur berusaha memenuhi kewajibannya. Faktor ini adalah sangat penting, karena setiap transaksi kredit mengandung kesanggupan untuk membayar.
2.
Capacity, adalah pendapat subyek mengenai kemampuan dari pelanggan, ini diukur dengan record diwaktu yang lalu, dilengkapi dengan observasi fisik pada pabrik atau toko dari pelanggan.
3.
Collateral, dicerminkan oleh aktiva dari pelanggan yang diikatkan, atau dijadikan jaminan bagi keamanan kredit yang diberikan kepada pelanggan tersebut.
4.
Capital, diukur oleh posisi financial pelanggan secara umum, dimana hal ini ditunjukkan oleh analisis ratio financial, yang khususnya ditekankan pada”tangible net worth” dari perusahaan.
5.
Conditions, menunjukkan impact (pengaruh langsung) dari trend ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan yang bersngkutan atau perkembangan khusus dalam suatu bidang ekonomi tertentu yang mungkin mempunyai efek terhadap kemmpuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya.
2.1.3
Tujuan Pengendalian Intern Tujuan pengendalian intern menurut COSO (Committee of Sponsoring
Organizations) dalam Sanyoto (2007: 257) adalah sebagai berikut: a. To provide reliable data, included: 1) Completeness; input/pocess/output 2) Accuracy; input/pocess/output
12 3) Uniqueness 4) Reasonableness 5) Errors are detected b. To encourage adherence to prescribeb accounting policies, included: 1) Timeliness: captired/enter/process 2) Valuation; calculation, summary, ect 3) classfication c. To safeguard assets and records, included: 1) Transcation; authorized 2) Distribution of output 3) Validity, no nonvalid data processed 4) Security of data records Tujuan pertama dirancangnya pengendalian intern dari segi pandang manajemen adalah untuk diperolehnya data yang dapat dipercaya, yaitu jika data lengkap, akurat, unik, reasonable, dan kesalahan-kesalahan data deteksi. Tujuan berikutnya adalah dipatuhinya kebijakan akuntansi, yang akan dicapai jika data diolah tepat waktu, penilaian, klasifikasi dari pisah batas waktu terjadinya transaksi akuntansi tepat. Tujuan selanjutnya adalah pengamatan asset, yaitu dengan adanya otorisasi, distribusi output, data valid dan diolah serta disimpan secara aman. Tujuan dirancangnya sistem pengendalian intern dari kaca pandangan terkini dan yang sudah mencakup lingkup yang lebih luas pada hakekatnya adalah untuk melingdungi harta miliki perusahaan, mendorong kecermatan dan
13 kehandalan data pelaporan akuntansi, meningkatkan efektivitas dan efisiensi usaha, serta mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan dan aturan-aturan yang ada. Tujuan
pengendalian
intern
harus
dipandang
kaitannya
dengan
orang/individu yang menjalankan sistem pengendalian tersebut. Sistem harus dirancang sedemikian rupa sehingga para pegawai dapat merasakannya sendiri yakni bahwa pengendalian intern bertujuan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan dalam operasi organisasi melindungi organisasi, merupakan persyaratan dalam upaya tercapainya tujuan, dan dengan demikian mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah digariskan. Menurut Sunyoto (2007: 259) bahwa suatu pengendalian intern yang baik dalam perusahaan akan memberikan keuntungan sangat berarti bagi perusahaan itu sendiri, karena: 1) Dapat memperkecil kesalahan-kesalahan dalam penyajian data akuntansi, sehingga akan menghasilkan laporan yang benar. 2) Melindungi atau membatasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan penggelapan-penggelapan. 3) Kegiatan organisasi akan dapat dilaksanakan dengan efisien 4) Mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan. 5) Tidak memerlukan detail audit dalam bentuk pengujian substantive atas bahan bukti/data perusahaan yang cukup besar oleh akuntan publik.
14 2.1.4
Pengertian Kredit Kredit mempunyai dimensi yang beraneka ragam, dimualai dari kata
“kredit” yang berasal dari bahasa Yunani credere yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Pemberian suatu kredit adalah kepecayaan dari pemilik barang terhadap penerima kredit. Ikatan Akuntansi Indonesia (2002: 114) mengatakan bahwa kredit adalah pinjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain atau jual beli yang mewajibkan pihak peminjam atau pembeli untuk melunasi untang setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pengembalian hasil keuntungan. Dalam kamus ekonomi menurut Winardi (1998: 128) mengemukakan kredit adalah sebuah perjanjian perjanjian dikemudian hari berupa uang, barangbarang atau jasa-jasa untuk uang, barang-barang yang diterima pada masa sekarang. Menurut Batubara yang dikutip oleh Firdaus (2001: 2) bahwa kredit adalah suatu penyaluran prestasi yang mana balas prestasinya akan terjadi dalam suatu waktu dihari yang akan datang. Sementara dalam Eksiklopedi Umum, kredit adalah sistem kerangka untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan harapan memperoleh keuntungan. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan orang lain yang memberikannya terhadap kecakapan dan kejujuran si peminjam. Menurut Kent (dalam Haridwan, 2001: 89) mengemukakan kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran
15 pada waktu dimuka atau waktu yang akan datang karena penyerahan barangbarang sekarang. Kredit merupakan suatu pembayaran dalam penjualan barang dan jasa secara tidak tunai atau pembayaran tangguhan. Selain itu, Hariyono (2001: 9) mengemukakan kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau pengadaan suatu pinjaman dengan suatu janji, pembayaran akan dilakukan ditangguhkan pada jangka waktu yang disepakati. Dari beberapa pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya dapat diukur dengan uang, misalnya perusahaan atau lembaga keuangan non bank membiayai kredit uuntuk pembelian suatu barang atau komoditi tertentu. Kemudian adanya keputusan kesepakatan antara perusahaan atau bank dengan nasabah penerima kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
2.2 Konsep Efektivitas Pengembalian Piutang 2.2.1
Pengertian Efektivitas Harapan dalam mengoptimalkan usaha pada sebuah perusahaan adalah
keinginan mendatangkan hasil yang maksimal, tingkat keberhasilan itu sendiri tentunya didukung berbagai kemampuan mengelola input hingga ke output dengan kemampuan manajerial perusahaan yang handal. Perusahaan ke arah efektif tentu tidak luput memperhatikan tingkat resiko yang bakal dihadapi. Kaitannya dengan penelitian ini, maka efektivitas berkaitan dengan usaha-usaha meningkatkan manfaat yang diperoleh dari kegiatan perusahaan.
16 Para ahli banyak mengemukakan pendapatnya tentang efektivitas ditinjau dari sudut pandang yang berbeda, namun mempunyai tujuan yang sama. Tangkilisan (2002: 52), mengemukakan bahwa “efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan tujuan tertentu yang ingin dicapai (doing the right things). Umar (2003: 73), mengemukakan bahwa efektivitas merupakan ”kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat”. Efektivitas adalah ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka menurut pendapat penulis bahwa efektivitas adalah kemampuan seseorang atau beberapa orang untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Terkait dengan judul tersebut yang dimaksud dengan efektivitas pengembalian piutang adalah seberapa besar pengembalian piutang yang terjadi akibat penjualan kredit terkait dengan adanya pengendalian intern kredit yang dilakukan oleh pihak pemberi kredit. 2.2.2
Pengertian Piutang Piutang usaha (account receivable) timbul akibat adanya penjualan kredit.
Sebagian besar perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual lebih banyak produk atau jasa. Istilah piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya. Menurut Mulyadi (2002: 87) piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas uang, barang, atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam satu siklus kegiatan perusahaan. Piutang umumnya disajikan di necara dalam dua kelompok, piutang usaha, dan piutang non usaha. Menurut Skousen (2004: 479) secara umum, istilah piutang dapat diterapkan ke semua klaim atas
17 uang, barang, dan jasa, akan tetapi untuk tujuan akuntansi istilah tersebut sempit untuk menggambarkan klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang tunai (kas). Piutang usaha umumnya adalah kategori yang laping signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal perusahaan atau entitas, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan. Piutang usah dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Penyajian piutang di necara menurut Mulyadi (2002: 88) adalah sebagai berikut: 1. Piutang usaha harus disajikan di necara jumlah yang diperkirakan dapat ditagih dari debitur pada tanggal neraca. Piutang usaha disajikan di neraca dalam jumlah bruto dikurangi dengan taksiran kerugian tidak tertagihnya piutang. 2. Jika perusahaan tudak membentuk cadangan kerugian piutang usaha, harus dicantumkan pengungkapannya di neraca bahwa saldo piutang usaha tersebut adalah jumlah bersih (netto). 3. Jika piutang usaha bersaldo material pada tanggal neraca, harus disajikan rinciannya di neraca. 4. Piutang usaha yang bersaldo kredit (terdapat di dalam kartu piutang) pada tanggal neraca harus disajikan dalam kelompok utang lancar. 5. Jika jumlahnya material, piutang non usaha harus disajikan terpisah dari piutang usaha.
18 2.2.3
Efektvitas Pengembalian Piutang Dalam rangka meningkatkan efektivitas kinerja dari para manajer
diperusahaan swasta maupun pemerintah maka sarasan utamanya tertuju pada proses pelaksanaan dan tingkat keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh para karyawan. Bila dilihat dari tingkat efektivitas pimpinan atau manajer itu bukan ditentukan oleh seorang atau beberapa pimpinan saja. Efektivitas itu justru merupakan hasil kerja sama antara pimpinan dan orang-orang yang dipimpin. Pimpinan tidak akan mampu berbuat banyak tanpa pastisipasi orang-orang yang dipimpinnya sebaliknya orang-orang yang dipimpin tidak mampu berbuat banyak atau tidak efektif dalam menjalankan tugas dan kewajibannya tanpa pengendalian, pengarahan dan kerja sama dengan pimpinan. Kesemuanya itu dimaksutkan untuk dapat memberikan manfaat yang diwujudkan dalam pelayanan yang efektif sebagai hasil pekerjaan yang dihadapkan. Menurut Fidaus A. Dunia (2001: 146) mengemukakan beberapa aspek dari pengendalaian intern yang baik atas piutang adalah sebagai berikut: a. Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjaualan operasi dari “fungsi akuntansi untuk piutang”. Dengan demikian pegawai yang menangani akuntansi untuk piutang dagang dan wesel tagih tidak boleh dilibatkan dengan aspek yang seperti menyetujui kredit. b. Pegawai yang menangani akuntansi piutang harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil tagihan piutang. c. Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan, dan penghapusan piutang harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
19 d. Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (account receivable subsidiary ledge). Total dari saldo-saldo buku tambahan ini harus dicocokan dengan buku besar yang bersangkutan paling tidak sebulan sekali. Disamping itu pada akhir bulan para pelanggan (debitur) harus dikirimkan surat pernyataan piutang (statement of account). e. Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (aging schesdule) Sedangkan menurut Hartadi (1996: 27) bahwa untuk melaksanakan pengendalian terhadap piutang secara ketat, maka pihak manajemen harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut: 1. Penyaringan langgan Untuk menentukan serendah mungkin resiko kredit berupa tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada langganan perlu diadakan penjaringan langganan dengan mempertimbangkan berbagai faktor antara lain: -
Adanya suatu kesanggupan secara jujur untuk membayar kredit yang telah diterima oleh langganan.
-
Adanya kemampuan dari pelanggan yang diukur secara subyektif oleh perusahaan.
-
Adanya ikatan atau jalinan untuk keamanan dari resiko kredit baik berupa surat-surat piutang maupun benda yang ada nilainya dari pelanggan (debitur)
2. Penentuan resiko kredit
20 Berangkat dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya kiranya dapat ditentukan besarnya resiko kredit berupa tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada para pelanggan pada setiap periode tertentu. Sehingga merupakan informasi
bagi
manajemen
keuangan
untuk
kemudian
direncanakan
penyediaan cadangan penghapusan piutang atau sekaligus diperhitungkan di dalam rencana pengumpulan piutang dalam satu periode. 3. Penentuan potongan Dalam memberikan rangsangan bagi pelanggan, agar membayar pada waktu yang ditetapkan, atau perlu diberi diskon (potongan) bagi pelanggan yang membayar pada saat batas tertentu yang ditetapkan. 4. Pelaksanaan administrasi yang berhubungan dengan penarikan kredit Sebagai sebab umum dari lambatnya penarikan piutang adalah karena kelalaian dalam penyerahan faktur kepaada langganan dan tertundanya pengiriman surat pemberitahuan atau karena hal itu tidak dikerjakan sama sekali. 5. Penentuan ketentuan-ketentuan dalam menghadapi para penunggak Bagi para penunggak atau pelanggan yang tidak mampu membayar kredit pada waktunya perlu ditetapkan ketentuan-ketentuan agar para pelanggan tersebut dapat melunasi kreditnya walaupun sudah melampaui batas waktu yang ditetapkan. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: -
Menyampaikan surat tagihan kepda pelanggan yang menunggak.
21 -
Kegiatan secara aktif penagihan piutang tersebut, baik penyampaian suratsurat tagihan maupun penagihan secara langsung.
-
Penarikan jaminan atau ikatan baik berupa benda-benda surat penting dan sebagainya dengan kemungkin untuk dapat mempercepat pelunasan kredit.
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah hasil penelitian sebelumnya yang menjadi perimbangan dan acuan penulis, yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Penelitian Terdahulu No. 1.
2.
Nama Penelitian Samsudin tahun 2006
Dian Hartati tahun 2009
Judul Penelitian
Jenis Variabel
Pengaruh Pengendalian Intern Kredit terhadap Efektivitas Pengembalian Piutang di PT. Hasrat Abadi Kota Gorontalo
Pengendalian Intern Kredit dan Efektivitas Pengembalian Piutang
Pengaruh Pengendalian Intern Kredit terhadap Efektivitas Pengembalian Piutang Pada PT. SFI Medan
Pengendalian Intern Kredit dan Efektivitas Pengembalian Piutang
Metode Variabel Kuantitatif
Kuantitatif
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Aktivitas pengendalian intern terhadap pengembalian piutang belum terlalu efektif dalam pelaksanaannya (2) pengendalian intern kredit berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pengembalian piutang badan dan pengendalian intern kredit memiliki hubungan yang kuat dan positif terhadap efektivitas pengembalian piutang sebesar 92,65% atau dengan kata lain 7,45% ditentukan oleh faktor lain. Hasil penelitiannya bahwa pengendalian intern kredit memberikan dampak atau pengaruh yang kurang signifikan pada efektivitas pengembalian piutang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak selama pengendalian intern kredit berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian piutang. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian hipotesis dari perhitungan koefisien korelasinya r2 = 0.41 dan koefisien determinasi r2 = 0.1681 atau 16.81%. Sedangkan sisanya sebesar 83.19% dipengaruhi oleh faktor lain.
22 2.4 Kerangka Pemikiran Bagi setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa, dagang maupun perusahaan manufaktur, penjualan merupakan suatu aktivitas yang utama. Hal ini dikarenakan dari penjualan, perusahaan memperoleh uang masuk (cash inflow) yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan. Dari penjualan pula sebagian besar pendapatan perusahaan diperoleh. Secara garis besar, penjualan dapat dibagi dua yaitu penjualan tunai dan penjualan kredit. Untuk penjualan tunai perusahaan tidak menghadapi suatu masalah yang cukup berarti karena begitu barang jasa dijual maka kas akan langsung diperoleh. Namun untuk penjualan kredit, perusahaan akan menghadapi suatu masalah yang cukup berarti. Karena kas tidak langsung dapat diperoleh begitu barang dijual. Namun perlu menunggu beberapa waktu untuk memperoleh kas tersebut. Bahkan perusahaan dapat mengalami kehilangan uang kas tersebut karena pembeli/pelanggan lalai untuk membayarnya. Penjualan kredit tersebut akan menimbulkan perkiraan piutang bagi perusahaan, oleh karena itu perusahaan mengadakan penagihan piutang sehingga piutang dapat cair sesuai tanggal jatuh temponya. Hal ini untuk mengetahui pengendalian intern perusahaan tersebut. Sehingga dapat mengurangi jumlah piutang tak tertagih dan dapat menghindari kesalahan dan kecurangan yang mungkin terjadi. Oleh karena pentingnya penjualan bagi perusahaan dan adanya penjualan kredit dalam penjualan, maka perlu adanya suatu kontrol dari pihak
23 manajemen perusahaan terhadap penjualan kredit tersebut. Kontrol dimaksud adalah Pengendalian Intern. Melihat pentingnya Pengendalian Intern dalam sistem penjualan kredit tersebut seperti penjelasan di atas dan setelah mengadakan pengamatan terhadap kegiatan operasi perusahaan terutama kegiatan penjualan kredit dan penagihan piutang sehingga menghasilkan pengembalian piutang yang maksimal, Berdasarkan landasan teori pada tinjauan pustaka diatas, maka secara skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
24
Permasalahan Penelitian Berdasarkan fenomena dan kesediaan teoritis serta studi empiris tentang pengendalian intern kredit dan efektifitas pengembalian piutang perusahaan finance Se-Kota Gorontalo, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan memformulasikan judul penelitian “Pengaruh pengendalian intern kredit terhadap efektifitas pengembalian piutang perusahaan finance Se-Kota Gorontalo”
Dasar Teori Menurut Mulyadi (2001: 167) bahwa sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Menurut Firdaus A. Dunia (2001: 146) Efektivitas pengembalian piutang adalah kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam membayar kredit, dan untuk mengantisipasi adanya kredit yang tidak terbayarkan agar terjauh dari resiko kredit.
1.
Penelitian Terdahulu Samsudin tahun (2006) dengan judul penelitian “Pengaruh Pengendalian Intern
Kredit terhadap Efektivitas Pengembalian Piutang di PT. Hasrat Abadi Kota Gorontalo” 2. Dian Hartati tahun (2009) dengan judul penelitian “Pengaruh Pengendalian Intern Kredit terhadap Efektivitas Pengembalian Piutang Pada PT. SFI Medan”
Diduga pengendalian intern kredit berpengaruh terhadap efektifitas pengembalian piutang perusahaan finance Se-Kota Gorontalo
Variabel X: Pengendalian Intern Kredit
Variabel Y: Efektivitas Pengembalian Piutang
Gambar 1. Kerangka Penelitian
25 2.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Terdapat pengaruh pengendalian intern kredit terhadap efektivitas pengembalian piutang perusahaan Finance Se Kota Gorontalo.