BAB II KAJIAN TEORI
A. Karakteristik Pembelajaran IPS 1. Pengertian llmu Pengetahuan Sosial Pendidikan
Ilmu
Pengetahuan
Sosial
(IPS)
merupakan
penyederhanaan dari berbagai ilmu-ilmu sosial dengan tujuan utama adalah membentuk warga negara yang baik. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari National Council for Social Studies NCSS dalam Savage dan Armstrong (1996: 9), mendefinisikan social studies sebagai berikut: Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the shcool program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political sciences, psycology, religion, and siciology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences.
Dari definisi di atas, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat diartikan sebagai kajian terpadu dari ilmu-ilmu sosial dan untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan.
Di dalam
program persekolahan Ilmu
Pengetahuan Sosial dikoordinasikan sebagai bahan sistematis dan dibangun di atas beberapa disiplin ilmu antara lain Antropologi, ilmu politik, Arkeologi, Ekonomi, Geografi, Sejarah, Hukum, Filsafat Psikologi, Agama, Sosiologi, dan juga mencakup materi yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu-ilmu alam.
12
Numan Somantri (2001: 44) menyatakan bahwa Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah itu sebagai suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Ilmu pengetahuan sosial merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun
dirinya,
masyarakatnya,
bangsanya,
lingkungannya
berdasarkan pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang. Berdasar pada dua perspektif mengenai pengertian IPS di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan kajian ilmu-ilmu sosial secara terpadu yang disederhanakan untuk pembelajaran di sekolah dan mempunyai tujuan agar peserta didik dapat mengamalkan nilai-nilai (values) sehingga dapat menjadi warga negara yang baik berdasarkan pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang. 2. Tujuan Pembelajaran IPS Tujuan utama dari pembelajaran IPS adalah membentuk warga Negara yang baik. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Hamid Hasan (1996: 114-117) sebagai berikut: a) Mengembangkan nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat menjadi bagian dari kepribadian individu siswa. Sikap, nilai dan moral yang dapat dikembangkan diantaranya adalah:
13
1) Pengetahuan dan pemahaman tentang nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat seperti sikap kritis, kebenaran, penghargaan terhadap pendapat orang lain, religiusitas, sifat kepedulian sosial, menghormati orang tua, dan sebagainya. 2) Toleransi 3) Kerjasama/gotong royong 4) Hak asasi manusia b) Pengembangan konatif, yaitu kualitas yang menunjukan bahwa seseorang tidak hanya memiliki pengetahuan dan pemahaman, kemampuan kognitif tinggi, sikap, nilai, dan moral, tetapi juga memiliki keinginan untuk melaksanakan dan membuktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan konatif tersebut diantaranya adalah: 1)
Melaksanakan tugas-tugas sosial
2)
Bekerja keras
3)
Bekerja dengan jujur
4)
Kemampuan beradaptasi
c) Memiliki kesadaran akan nilai sosial budaya, kebangsaan, kemanusiaan serta kepribadian yang didasarkan pada nilai-nilai tersebut, seperti kejujuran, kasih sayang, empati dan kepedulian, santun dan saling menghormati, serta rasa kebangsaan. d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
14
Sapriya (2009: 201), menjelaskan tujuan mata pelajaran IPS sebagai berikut : a) Mengenal
konsep-konsep
yang
berkaitan
dengan
kehidupan
masyarakat dan lingkungannya. b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Berdasarkan dari beberapa pandangan terkait tujuan pembelajaran IPS diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan pembelajaran IPS diharapkan peserta didik peka terhadap masalah–masalah sosial yang terjadi di masyarakat dan menjadi warga negara yang baik dengan memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. Kemudian, Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
15
B. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar Banyak definisi yang diberikan tentang belajar, Ngalim Purwanto, (2007: 84) mendefinisikan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Muhibbin Syah, (2005: 92) menyatakan bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Pendapat yang sama disampaikan oleh Slameto (2003: 6), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk melakukan perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya.
Witherington dalam Ngalim Purwanto mendefinisikan belajar merupakan suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, atau suatu pengertian. Slameto (2003: 3-5), ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah sebagai berikut: a) Perubahan terjadi secara sadar Ini berarti seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan pada dirinya. b) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional
16
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. c) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha belajar itu dilakukan makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha sendiri. d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. e) Perubahan dalam bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. f) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.
17
Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses seseorang yang dilakukan secara sadar, dirancang untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan pengalaman yang dapat mengubah tingkah laku seseorang sehingga dapat mengembangkan dirinya kearah kemajuan yang lebih baik dari pengalaman dan interaksi yang telah dialaminya. 2. Pembelajaran Proses belajar mengajar dengan segala interaksi di dalamnya disebut pembelajaran. Dalam pasal UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selanjutnya Pembelajaran merupakan terjemahan dari learning, pembelajaran berdasarkan makna lesikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari (Agus Supriyono, 2009: 13). Menurut Degeng (dalam Hamzah, 2010: 4), pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini, secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran memiliki hakikat perancangan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.
18
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses dan cara menjadikan peserta didik untuk belajar. Pembelajaran di sekolah merupakan upaya menyampaikan pengetahuan kepada siswa dan menyiapkan menjadi warga negara yang baik. Pembelajaran yang baik harus didukung interaksi yang baik antara komponen-komponen pembelajaran untuk mencapai tujuasn pembelajaran. C. Kemampuan Berpikir Kritis 1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Iskandar (2009: 86-87) Kemampaun berpikir merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi pada suatu
proses
intelektual
yang
melibatkan
pembentukan
konsep
(conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul (sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, komunikasi sebagai landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan tindakan.
Berpikir
adalah
satu
keaktifan
pribadi
manusia
yang
mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman yang kita kehendaki. Sumadi Suryabrata (2002: 55) proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu: a) Pembentukan pengertian yaitu menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis, contohnya kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisis ciri-cirinya. Salah satu contohnya adalah menganalisis manusia dari Eropa, Indonesia, dan
Cina. Tahap selanjutnya yaitu
membandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana
19
yang sama dan yang tidak sama. Langkah berikutnya, mengabstraksikan yaitu menyisihkan, membuang ciri-ciri yang tidak hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki. b) Pembentukan pendapat yaitu meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalan bentuk kalimat, yang terdiri dari subyek dan predikat. Misalnya rumah itu baru, rumah adalah subyek, dan baru adalah predikat. Pendapat itu sendiri dibedakan tiga macam yaitu pendapat positif, negatif, dan kebarangkalian. c) Pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan yaitu hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapatpendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu keputusan induktif, keputusan deduktif, dan keputusan analogis. Misalkan contoh dari keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, semua logam kalau dipanaskan memuai, tembaga adalah logam. Jadi (kesimpulan), tembaga kalau dipanaskan memuai. Sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anakanak. Berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi membidik baik berpikir kritis maupun berpikir kreatif. Salah satu bentuk berpikir adalah berpikir kritis (critical thinking). Dalam penelitian ini menekankan kemampuan dalam hal berpikir kritis. Elaine Johnson (2002: 183) berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.
20
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain. Selanjutnya berpikir kritis adalah kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna (Cece Wijaya, 1996: 72). Cece Wijaya (1996: ) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah suatu
kegiatan
atau
suatu
proses
menganalisis,
menjelaskan,
mengembangkan atau menyeleksi ide, mencakup mengkategorisasikan, membandingkan dan melawankan (contrasting), menguji argumentasi dan asumsi, menyelesaikan dan mengevaluasi kesimpulan induksi dan deduksi, menentukan prioritas dan membuat pilihan.
Dede Rosyada
(2004: 170), kemampuan berpikir kritis tiada lain adalah kemampuan siswa dalam menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut. Selanjutnya Alec Fisher (2009: 10) mendefinisikan berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi. Sapriya (2011: 87) mengemukakan bahwa tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu pendapat atau ide, termasuk dalam proses ini adalah melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat yang diajukan. Tujuan berpikir kritis untuk menilai suatu
21
pemikiran, menafsir nilai bahkan mengevaluasi pelaksanaan atau praktik suatu pemikiran dan nilai tersebut. Bahkan berpikir kritis meliputi aktivitas mempertimbangkan berdasarkan pada pendapat yang diketahui. Menurut Lipman dalam Elaine Johnson (2002: 144) menyatakan bahwa layaknya pertimbangan-pertimbangan ini hendaknya didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. Elaine Johnson (2002: 185) juga menyatakan bahwa tujan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, kemampuan berpikir kritis mempunyai makna yaitu kekuatan berpikir yang harus dibangun pada siswa sehingga menjadi suatu watak atau kepribadian yang terpatri dalam kehidupan siswa untuk memecahkan segala persoalan hidupnya dengan cara mengidentifikasi setiap informasi yang diterimanya lalu mampu untuk mengevaluasi dan kemudian menyimpulkannya secara
sistematis
lalu
mampu
mengemukakan
pendapat dengan cara yang terorganisasi. 2. Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir kritis dapat diajarkan di sekolah melalui caracara langsung dan sistematis. Dengan memunculkan kemampuankemampuan berpikir kritis siswa akan melatih siswa untuk mampu bersikap rasional dan memilih alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam setiap menghadapi segala persoalan untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya. Demikian juga jika siswa yang memiliki
22
kemampuan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan kepribadiannya dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya. Kemampuan berpikir kritis tiada lain adalah kemampuan siswa dalam menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut (Dede Rosyada, 2004: 170). Beyer (dalam Sapriya, 2011: 146) menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis studi sosial atau
yang dapat digunakan dalam
untuk pembelajaran disiplin ilmu-ilmu
sosial.
Keterampilan-keterampilan tersebut adalah: 1). Membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat; 2). Menentukan reliabilitas sumber; 3). Menentukan akurasi fakta dari suatu pernyataan; 4). Membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan; 5). Mendeteksi penyimpangan; 6). Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan; 7). Mengidentifikasi tuntutan dan argument yang tidak jelas atau samarsamar; 8). Mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten; 9). Membedakan
antara
pendapat
yang
tidak
dan
dapat
dipertanggungjawabkan; 10). Menentukan kekuatan argumen. Lebih lanjut
Alec Fisher (2009: 7) mendaftarkan kemampuan
berpikir kritis sebagai berikut: a) Mengenal masalah b) Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalahmasalah itu c) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.
23
d) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan. e) Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas f) Menilai fakta dan mengevalusai pernyataan-pernyataan g) Mengenal adanya hubungn yang logis antara masalah-masalah h) Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaaan-kesamaan yang diperlukan i) Menguji
kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan
yang
seeorang ambil j) Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas k) Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri dari berpikir kritis menurut Cece Wijaya
(1996: 72)
adalah : a) Pandai mendeteksi masalah b) Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan c) Mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat d) Mampu mengidentifikasi perbedaan-perbedaan atau kesenjangankesenjangan informasi e) Dapat membedakan argumentasi logis dan tidak logis f) Dapat membedakan di antara kritik membangun dan merusak g) Mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari lapangan
24
h) Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi. Dari penjelasan di atas terkait ciri-ciri kemampuan berpikir kritis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri berpikir kritis meliputi : a) Kemampuan mengidentifikasi. Pada tahapan ini terdiri atas mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, mampu menentukan pikiran utama dari suatu teks atau script, dan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu pernyataan. b) Kemampuan mengevaluasi. Hal ini terdiri atas dapat membedakan informasi relevan dan tidak relevan, mendeteksi penyimpangan, dan mampu mengevaluasi pernyataan-pernyataan. c) Kemampuan menyimpulkan. Hal ini terdiri atas mampu menunjukkan pernyataan yang benar dan salah, mampu membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat atau pernyataan, dan mampu merancang solusi sederhana berdasarkan naskah. d) Kemampuan mengemukakan pendapat. Hal ini terdiri atas dapat memberikan alasan yang logis, mampu menunjukkan fakta – fakta yang mendukung pendapatnya, dan mampu memberikan ide-ide atau gagasan yang baik. D. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan dalam kondisi belajar untuk mencapai
25
tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampunannya berbeda. menurut Anita Lie (2008: 41-43), pengelompokan secara heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung, serta memudahkan dalam pengelolaan kelas. Jika dalam sebuah kelompok belajar anggotanya terdiri dari siswa dengan kemampuan yang berbeda, maka siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dapat memberikan bimbingan kepada siswa yang mempunyai kemampuan lebih rendah. Menurut Roger dan David Johnson yang dikutip oleh Anita Lie (2002: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu: a) Saling ketergantungan b) Tanggungjawab perseorangan c) Tatap muka d) Komunikasi antar anggota. e) Evaluasi proses kelompok. Selanjutnya menurut Sugiyanto (2010: 40), pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning community). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Dengan demikian cooperative learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu efektif,
26
efisien, ke arah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif. Cooperative learning membuka peluang bagi upaya mencapai tujuan meningkatkan keterampilan sosial peserta didik. Seperti yang diungkapkan Stahl (2000) dalam Isjoni (2010:110), the cooperative behaviors ang attitudes contribused to the success and or failure of these groups. Dalam kelompok ini mereka bekerja tidak hanya sebagai sekumpulan individual tetapi merupakan suatu tim kerja yang tangguh. Seorang anggota kelompok bergantung pada anggota kelompok lainnya. Seseorang yang memiliki keunggulan tertentu akan membagi keunggulannya dengan lainnya. Tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara kelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Selain itu juga dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju arah lebih baik (Isjoni, 2010: 21). Dengan demikian pembelajaran kooperatif diharapkan dapaat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, belajar untuk bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, dan tanggungjawab antara sesama siswa dan terhadap kelompoknya dalam belajar menyelesaikan tugas. Bentuk-bentuk pembelajaran cooperative learning adalah Numbered Head Together (NHT), make a match, jigsaw, teams games tournament (TGT), Cooperative Script. Penerapan pembelajaran kooperatif yang berkembang saat ini sangat bervariasi tergantung pada subjek yang
27
dihadapi, Pembelajaran Cooperative Script merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pembelajaran cooperative learning merupakan kegiatan pembelajaran secara berkelompok melalui proses kerjasama antar siswa dengan tujuan agar siswa dapat belajar dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat. E. Metode Cooperative Script 1. Pengertian Metode Cooperative Script Pembelajaran Cooperative Script merupakan salah satu bentuk pembelajaran
kooperatif.
Metode
pembelajaran
Cooperative
Script
dikembangkan oleh Dansereau (Slavin, 1994: 173). Pengertian metode pembelajaran Cooperative Script adalah salah satu cara pembelajaran dimana murid mengerjakan berpasangan, meringkas bagian dari materi dan mengambil giliran bermain peran sebagai pembicara dan pendengar. Dalam metode pembelajaran Cooperative Script ini setiap siswa mempunyai peran dalam saat diskusi berlangsung. Jamal Ma’mur Asmani (2011: 40) menyatakan bahwa skrip kooperatif adalah salah satu metode belajar dimana siswa
bekerja
berpasangan
dan
bergantian
secara
lisan,
untuk
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran Cooperative Script adalah suatu cara pembelajaran dengan siswa berpasangan kemudian meringkas bagian dari materi dan mengambil giliran
28
bermain peran sebagai pembicara dan pendengar untuk mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang telah diringkas secara bergantian. 2. Langkah-langkah Metode Cooperative Script Pada pembelajaran Cooperative Script terjadi kesepakatan antara siswa
tentang aturan-aturan dalam
berkolaborasi.
Masalah
yang
dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa dengan siswa. Sementara satu siswa membaca ringkasan, siswa yang lain mendengarkan dan mengoreksi kesalahan-kesalahan atau bagianbagian penting yang hilang. Selanjutnya kedua siswa itu berganti peran, melanjutkan cara ini hingga seluruh materi pelajaran telah dipelajari. Sejumlah studi tentang Cooperative Script ini telah konsisten menemukan bahwa siswa yang belajar dengan cara ini dapat belajar dan mengendapkan materi lebih banyak daripada siswa yang membuat ringkasannya sendiri atau mereka yang hanya sekedar membaca materi pelajaran itu. Ada suatu hal yang menarik, sementara kedua siswa dalam Cooperative Script ini mendapatkan peningkatan dari kegiatan ini, peningkatan yang lebih besar diperoleh untuk bagian materi saat siswa mengajarkan bagian materi itu kepada pasangannya daripada materi saat siswa berperan sebagai pendengar (Spurlin dalam Slavin, 1994: 173). Tahap meringkas wacana atau materi yang diberikan oleh guru, siswa mempunyai tanggungjawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya disamping tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi pelajaran dan siswa harus berbagi tugas dan tanggungjawab secara merata antar anggota. Tahap selanjutnya, tahap pembentukan peran pembicara
29
dan pendengar, tahap ini siswa berbagi kepemimpinan disamping belajar. Pada tahap diskusi yang dilakukan oleh pembicara dan pendengar, siswa akan mempertanggungjawabkan materi secara individu atas materi yang dipelajari dalam belajarnya. Pada tahap meringkas Pembelajaran Cooperative Script mempunyai kelebihan dalam hal meningkatkan kemampuan berpikirnya diantaranya pada saat meringkas wacana atau materi yang diberikan oleh guru, siswa dapat mengelompokkan dan meringkas materi. Pada tahap diskusi yang dilakukan oleh pembicara dan pendengar, siswa dapat mengidentifikasi, menghubungkan sebab-akibat, memberikan alasan, berpendapat, menciptakan, menerapkan, dan menganalisis pada materi. Tahap yang terakhir yaitu menarik kesimpulan siswa dapat menyimpulkan, mensintesis, dan mengevaluasi (Dian Nurdiansa, 2007: 5). Langkah-langkah pelaksanaan metode pembelajaran Cooperative Script (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 40) antara lain: a) Guru membagi siswa untuk berpasangan. b) Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. e) Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ideide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
30
f) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta dilakukan seperti diatas. g) Kesimpulan, siswa bersama-sama dengan guru. h) Guru menutup pembelajaran. Dengan
demikian
langkah-langkah
pembelajaran
metode
Cooperative Script dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Guru membagi siswa berpasangan untuk menjadi pendengar dan pembicara secara bergantian. b) Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d) Meminta siswa untuk meringkas materi dan memahaminya e) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. f)
Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ideide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
g) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. h) Membuat Kesimpulan, siswa bersama-sama dengan guru.
31
3. Kelebihan dan Kekurangan Metode pembelajaran Cooperative Script Kelebihan metode pembelajaran Cooperative Script: a) Melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan b) Setiap siswa mendapat peran dalam diskusi, setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya c) Melatih siswa mengevaluasi hasil diskusi untuk diselesaikan bersama Kekurangan
metode
pembelajaran
Cooperative
Script
adalah
membutuhkan waktu yang relatif lama (http://id.shvoong.com/socialsciences/education/225707-model-pembelajaran-Cooperative Script/). F. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul “Pembelajaran Cooperative Script untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn materi Berorganisasi pada siswa kelas V SD Negeri 02 Kayuapak Kabupaten Sukoharjo ” yang dilakukan oleh Fitri Ariyanti mahasiswa FKIP UMS memberikan kesimpulan penerapan model pembelajaran Cooperative Script meningkakan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Kayuapak. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Ariyanti dengan penelitian ini mempunyai kesamaan yaitu sama-sama meniliti tentang pembelajaran metode Cooperative Script. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Heni Sulistyani dengan judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Prestasi Belajar Siswa dalam Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Takhasus Al-Qur’an Wonosobo”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan strategi
32
PBL terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Kesamaan penelitian ini pada penggunaan variabel kemampuan berpikir kritis. Perbedaannya, dalam penelitian tersebut tidak membahas variabel metode Cooperative Script, tempat penelitian juga berbeda. 3. Tesis ini berjudul”Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Model TASC (Thinking Actively in a Social Context) Pada Pembelajaran IPS SD”. Merupakan penelitian dari Daniel Dike dari Program pasca sarjana UNY 2008. Kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus pertama belum memperlihatkan kemampuan berpikir kritis yang positif. Setelah dilakukan perbaikan siklus kedua skor total aktivitas berpikir siswa sudah positif yakni berada pada kategori baik (siswa tergolong kritis). G. Kerangka Berpikir Pada pembelajaran IPS di SMP N 4 Kalasan kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa padahal kemampuan berpikir kritis siswa merupakan salah satu aspek yang penting. Dengan memiliki kemampuan berpikir kritis siswa mampu mengolah apa yang dibacanya, dibahasnya, ataupun yang dilihatnya sehingga memiliki makna bagi dirinya. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, diketahui bahwa proses pembelajaran IPS di SMP N 4 Kalasan pembelajaran yang terjadi lebih berpusat pada guru bukan pada siswa. Guru mata pelajaran IPS di sekolah ini cenderung menggunakan metode konvensional sehingga guru dominan menerangkan dan siswa banyak mencatat. Kondisi tersebut seringkali menumbuhkan rasa bosan bagi para siswa dalam mengikuti proses
33
pembelajaran di kelas. Selain itu, kegiatan siswa dalam mengemukakan pendapat, gagasan atau ide terhadap orang lain, terlihat masih kurang. Mereka masih takut, kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat di depan kelas. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan siswa
dan kemampuan berpikir
kritis dalam
kegiatan
pembelajaran masih rendah. Alternatif pembelajaran yang diterapkan adalah metode pembelajaran Cooperative Script. Dalam pembelajaran Cooperative Script, terjadi interaksi siswa untuk berdiskusi, menyampikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan dan membuat kesimpulan bersama. Dengan penerapan pembelajarn Cooperative Script dapat mengembangkan potensi siswa untuk berpikir kritis. Pembelajaran lebih berpusat pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Melalui metode Cooperative Script siswa belajar
untuk
mengidentifikasi,
mengevaluasi,
menyimpulkan,
dan
mengemukakan pendapat sehingga dapat menunjang kemampuan berpikir kritis siswa. Dengan penerapan metode pembelajaran Cooperative Script di dalam kelas maka diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa akan meningkat. Berikut ini bagan kerangka berpikir penerapan pembelajaran dengan metode Cooperative Script :
34
Keadaan Awal
Tindakan
Hasil
Kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah
Penerapan metode Cooperative Script dalam proses pembelajaran
Kemampuan berpikir kritis siswa meningkat
Evaluasi Awal
Evaluasi Efek
Evaluasi Akhir
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir H. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan uraian kerangka berpikir di atas, hipotesis tindakan dalam penelitian ini Penerapan metode Cooperative Script dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran IPS di kelas VIII A SMP Negeri 4 Kalasan.