BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Hakekat Pemahaman Siswa Menurut Benyamin, pemahaman (Comprehension) diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya (dalam Hamzah Uno dkk, 2004 : 191). Pemahaman dapat diartikan menguasai dengan pikiran. Karena itu, belajar harus mengerti secara mental, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa dapat memahami situasi. Hal ini sangat penting bagi siswa yang belajar. Memahami maksudnya, menangkap maknanya adalah tujuan akhir setiap pembelajaran (sunarto. dkk, 1999) Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dikemukakan bahwa hakikat pemahaman
lebih
dititik
beratkan
pada
kemampuan
seseorang
dalam
mengartikan, menafsirkan maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya sehingga dapat menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Taksonomi menurut Bloom dibagi atas 3 lapangan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Lapangan kognitif meliputi tujuan- tujuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Lapangan afektif mencakup tujuan- tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi.
Lapangan psikomotor meliputi tujuan- tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual dan motorik. Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom (Wahidin. dkk, 2010) dalam
mengukur perilaku siswa adalah (1) Ingatan diantaranya ;
menyebutkan, menentukan, menunjukkan, mendefinisikan. (2) Pemahaman diantaranya ; membedakan, mengubah, memberi contoh, memperkirakan, mengambil kesimpulan. (3) Penerpan diantaranya ; menggunakan, menerapkan. (4) analisis diantaranya seperti ; menganalisis (5) Sintesis antaranya seperti ; menghubungkan, mengembangkan, mengorganisasikan, menyusun (6) Evaluasi antaranya seperti ; menafsirkan, menilai, memutuskan. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dikemukakan bahwa hakikat pemahaman
lebih
dititik
beratkan
pada
kemampuan
seseorang
dalam
mengartikan, menafsirkan maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya sehingga dapat menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Di dalam proses belajar mengajar Guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subyek belajar, dituntut adanya profil kualifikasi tertentu dalam pengetahuan, sikap dan tata nilai serta sikap pribadi, agar proses situasi dapat berlangsung dengan efektif dan efesiensi.
2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Hamalik (Dalam Abdul, 2011:4) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mengalami. Menurut Usman (dalam Abdul, 2011:4) belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengan lingkungan lainnya. Selain itu menurut Dadang Sunendar (2009:5) kata belajar berarti proses perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan. Perubahan ini terjadi secara menyeluruh, menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Slameto (2003:2) mengatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan sendiri dan interaksi dalam lingkungannya. Selanjutnya ditegaskan Dari beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, serta bagaimana siswa dapat mengalami dan berinteraksi antar individu maupun orang lain dan lingkungannya.
2.2 Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar Pembelajaran merupakan inti dari pendidikan secara keseluruhan di mana guru sebagai pemegang peranan utama. Uzer (2000:4), mengemukakan bahwa “peristiwa pembelajaran banyak berakar dari berbagai pandangan dan konsep.
Oleh karena itu perwujudan proses pembelajaran dapat terjadi dalam berbagai model”. Menurut Kartadinata dan Dantes (1997:44), proses pembelajaran adalah proses aktif dan dinamis, menghendaki keterlibatan guru dan siswa, merupakan ilmu yang memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa, sebagai proses inquiri reflektif dan menempatkan perkembangan sebagai tujuan. Proses pembelajaran, sebagai proses implementasi kurikulum, menuntut peran
guru
untuk
mengartikulasikan
kurikulum/bahan
ajaran
serta
mengembangkan demi mengimplementasikan program-program pembelajaran dalam suatu tindakan akurat terlebih dalam pola pengembagan pembelajaran yang berorientasi pada ilmu social. Menurut Deni Koswara (2008:55) Guru harus selalu merancang proses belajar mengajar komprehensif yang mencakup sebagi unsur yang selalu diperlukan dalam suatu proses pembelajaran produktif. Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1975 adalah istilah Indonesia untuk pengertian social studies seperti di Amerika Serikat. Dalam dunia pengetahuan kemasyarakatan atau pengetahuan sosial kita mengenal beberapa istilah seperti ilmu sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial.
Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa
depan yang belum mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD. Menurut Mackenzie (Pusat Penerbitan UT : 31), mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah semua bidang yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain adalah semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Trianto (2011:171) Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu model interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial. Dalam dunia pengetahuan kemasyarakatan atau pengetahuan sosial kita mengenal beberapa istilah seperti ilmu sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial. Menurut Jarolimek (Pusat Penerbitan UT : 34), mengisyaratkan bahwa studi sosial lebih praktis yaitu memberikan kemampuan kepada siswa dalam mengelola dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan fisik dan sosial dalam menciptakan kehidupan yang serasi. Sedangkan Sanusi mengungkapkan studi sosial tidak selalu bertaraf akademik – universitas, bahkan dapat merupakan
bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan kepada disiplin-disiplin ilmu sosial. Oleh karena itu dalam penerapan proses pembelajaran IPS disekolah dasar membutuhkan perencenaan yang sistematis baik dari penguasaan materi yang diajarkan maupan pola interaksi yang akan terbangun pada saat proses belajar mengajar dimulai. Fokus utama adalah bagaimana siswa mampu memahami dan dapat mengaplikasikan konsep-konsep sosial yang mereka peroleh dalam kehidupan nyata.
2.3 Hakekat Pembelajaran Koopertif ( Cooperative Learning ) Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur (Tukiran, 2011). Menurut Sanjaya Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara belajar kelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan (Dalam Rusman, 2010 :202). Nurulhayati mengemukakan Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Dalam Rusman,2010 :203). Dari beberapa pendapat diatas dapat diartikan bahwa Pembelaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran kelompok tetapi pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar dari belajar kelompok atau kerja kelompok karena
pembelajaran kooperatif secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk memahami materi pelajaran IPS, Unsur-unsur pembelajaran kooperatif paling sedikit ada empat macam yakni: (a) Saling ketergantungan positif, artinya dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antar sesama. Dengan saling membutuhkan antar sesama, maka mereka merasa saling ketergantungan satu sama lain. (b) Interaksi tatap muka, artinya menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Dengan interaksi tatap muka, memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber belajar menjadi variasi. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi. (c). Akuntabilitas individual, artinya meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. (d) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, artinya melalui pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.
Hal ini
dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif menekankan aspek-aspek: tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya,
berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat positif lainnya
2.4 Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions). Model pembelajaran STAD di kembangkan oleh slavin merupakan salah satu model kooperatif yang menekankan pada adanya aktifitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni dalam Tukiran dkk, 2011;64). Dalam model pembelajaran STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran san siswa-siswi didalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. (Rusman, 2010;213). Dari penjelasan di atas dapat diartikan Model pembelajaran ini digunakan untuk mengajarkan pembelajaran kepada siswa agar lebih aktif dan patisipatif, baik melalui penyajian materi secara verbal maupun tertulis sehingga dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran dan berimplikasi pada peningkatan pemahaman siswasecara keseluruha. 2.4.1
Langkah-langkah Pembelajaran STAD Penerapan model pembelajaran STAD menekankan pada adanya aktivitas
dan interaksi diantara siswa untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran STAD ;
a. Siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. b. Guru memberikan materi pelajaran c. Siswa-siswa di dalam kelompok itu memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. d. Semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut. Mereka tidak dapat membantu satu sama lain. e. Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang sebelumnya. f. Nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu malampaui nilai mereka yang sebelumnya. g. Nilai-nilai dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok h. Kelompok yang bisa mencapai criteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah khusus. 2.4.2
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran STAD Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan.
Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif
tipe
STAD
mempunyai
beberapa
keunggulan
(file:///D:/STAD/keunggulan-dan-kekurangan-pembelajaran.htm. diakses 23 Juli 2012) diantaranya sebagai berikut: a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
b. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat. Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan-kekurangan, diantaranya sebagai berikut: a. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum. b. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif. c. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif. d. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
2.5 Penerapan STAD Dalam Pembelajaran IPS Melalui pembelajaran kooperatif model pembelajaran STAD Dalam pembelajaran IPS di Sekolah dasar memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenagkan. Para siswa diberikan waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Para
siswa mungkin bekerja berpasangan dan bertukar jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, mereka bisa mendiskusikan pendekatan pendekatan untuk memecahkan msalah itu, atau mereka bisa saling memberikan pertanyaan tentang isi dan materi yang mereka pelajari. Sehingga pada proses pelaksanaan kuis mereka mampu bertanggung jawab dalam menjawab pertanyaan secara individual yang akan meningkatkan kapasistas dan kemampuan materi pelajaran yang di ajarkan. STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pelaksanaannya siswa dikelompokkan kedalam 4-5 orang tiap kelompoknya. Setiap kelompok harus heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasaladari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Setiap anggota kelompok saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran. Selanjutnya secara individual setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis. Hasil kuis diberi skor dan dibandingkan dengan skor dasar untuk menentukan skor peningkatan individu dan skor kelompok. Ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif model pembelajaran STAD yaitu ; a)
Presentasi kelompok ( class presentation) Dalam STAD materi pelajaran mula-mula disampaikan dalam presentasi
kelas. Metode yang digunakan biasanya dengan pembelajaran langsung atau diskusi kelas yang dipandu guru. Selama presentasi kelas siswa harus benar-benar memperhatikan karena dapat membantu mereka dalam mengerjakan kuis individu yang juga akan menentukan nilai kelompok.
b) Kerja kelompok ( Teams Works ) Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen 8 laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan berbeda). Fungsi utama dari kelompok adalah menyiapkan anggota kelompok agar mereka dapat mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menjelaskan materi, setiap anggota kelompok mempelajari dan mendiskusikan LKS, membandingkan jawaban dengan teman kelompok dan saling membantu antar anggota jika ada yang mengalami kesulitan. Setiap saat guru mengingatkan dan menekankan pada setiap kelompok agar setiap anggota melakukan yang terbaik untuk kelompoknya dan pada kelompok sendiri agar melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. c.
Kuis (quizzes). Setelah 1-2 periode presentasi dan 1-2 periode kerja kelompok, siswa
diberi kuis individu. Siswa tidak diperbolehkan membantu sama lain selama kuis berlangsung. Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari dan memahami materi yang telah disampaikan. d)
Peningkatan Nilai Individu ( Individual Improvement Scores ). Peningkatan Nilai Individu dilakukan untuk memberikan tujuan prestasi
yang ingin dicapai jika siswa dapat berusaha keras dan hasil prestasi yang lebih baik dari yang telah diperoleh sebelumnya. Setiap siswa dapat menyumbangkan nilai maksimum pada kelompoknya dan setiap siswa mempunyai skor dasar yang diperoleh dari rata-rata tes atau menyumbangkan
nilai
individu yang diperoleh.
untuk
kuis
sebelumnya.
Selanjutnya
siswa
kelompok
berdasarkan
peningkatan
nilai
e)
Penghargaan kelompok ( Team Recognation). Kelompok mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain jika rata-rata skor
kelompok melebihi criteria tertentu. Hari pertama pembelajaran kooperatif model pembelajaran STAD, guru menjelaskan pada siswa tentang arti kerjasama dalam kelompok. Sebelum menilai proses pembelajaran kelompok, guru menjelaskan beberapa aturan kelompok yang harus diterapkan yaitu : siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa anggota kelompok telah mempelajari materi yang diberikan, tidak ada seorangpun anggota kelompok yang boleh berhenti belajar sampai semua anggota kelompok telah menguasai materi, jika mengalami kesulitan bertanyalah pada teman sekelompok sebelum bertanya kepada guru dan setiap anggota kelompok boleh berbicara satu sama lain dengan suara pelan. Setelah melakukan kegiatan pembelajaran kelompok, secara individu setiap dua atau tiga minggu siswa diberi kuis. Hasil kuis diberikan skor dan setiap siswa diberi skor peningkatan.
2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan Selvian
Hastuti,
dalam
skripsinya
dengan
judul
“Meningkatkan
Pemahaman Siswa Pokok Bahasan Semangat Kerja Melalui Metode STAD Dalam Pembelajaran Siswa Kelas III SDN Mojosongo VI Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun 2010. Dalam penelitian ini juga sama-sama menggunakan metode STAD dalam pembelajaran dan dilakukan di kelas III SD, perbedaanya pada materi yang diajarkan yaitu semangat kerja, sedangkan penelitian ini membelajarkan materi jenis-jenis pekeraan yang dilakukan di kelas III SD.
Penelitian
tersebut
menyimpulkan
bahwa
metode
STAD
dapat
meningkatkan kualitas proses pembelajaran dalam memahami materi yang diajarkan. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil penelitian pada siklus I yang ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata 73,82 dengan presentase siswa yang memperoleh nilai memenuhi KKM 70,59 %. Sedangkan pada siklus II Pemahamanyang ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata 80,29 % dengan presentase siswa yang memperoleh nilai memenuhi KKM 82,36 %. Berdasarkan uraian di atas, penelitian yang dilakukan oleh penelitipenelitin sebelumnya, terdapat perbedaan lain yang terletak pada subyek dan fokus penelitian. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN No. 89 Sipatana Kota Gorontalo. Pemilihan ini didasarkan pada hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa di SDN No. 89 Sipatana Kota Gorontalo belum pernah diadakan penelitian dalam upaya perbaikan kualitas pengajaran dan peningkatan pemahaman siswa. Penelitin ini dilakukan dengan menggunakan model STAD dalam meningkatkan pemahaman siswa. 2.7 Hipotesis Tindakan Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Jika dalam pembelajaran
IPS materi Kenampakan Alam guru
menggunakan Model Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) maka pemahaman siswa akan meningkat.
2.8 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apabila pemahaman siswa pada materi sajian mencapai nilai minimal 70 dengan presentase minimal 75%. 2. Apabila keberhasilan seluruh siswa pada materi yang disajikan yang ditunjukkan dengan daya serap minimal 75%.