9 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Hakikat Aktivitas Belajar Siswa 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku dalam aspek pengetahuan ialah dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari bodoh menjadi pintar (Usman, 2005: 5). Mahmud (2010 : 61) ada beberapa pengertian dan hakekat belajar adalah sebagai berikut : a. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. b. Belajar adalah perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. c. Belajar adalah diperolehnya kebiasan-kebiasan, pengetahuan, dan sikap baru. d. Belajar adalah proses munculnya atau berubahnya suatu perilaku karea adanya respons terhadap suatu situasi.
9
10 e. Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Syaiful B. Djamarah dan Aswan Zain (2010:10), “Belajar adalah proses perubahan perilaku pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.”. Selanjutnya, Djamarah (2008:13) mendefenisikan belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitifk, afektif, dan psikomotor. Dalam Dalyono (2009:49), mengungkapkan bahwa “Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya” Belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin melimpahkan tugas-tugas belajarnya kepada orang lain. Orang yang belajar adalah orang yang mengalami sendiri proses belajar. Seseorang telah belajar kalau terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Sedangkan menurut Gagne (dalam Dimyanti dan Mudjiono, 2006: 9) mendefenisikan belajar merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan
11 nilai. Thorndike (dalam Uno, 2006: 7) bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakannya) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non konkret (tidak bisa diamati). Good dan Brophy dalam Suryani dan Agung (2012: 35) menyatakan: “Learning is the we use to do describle the proccesses involved in changing through experience. It is the proccess of acquiring relatively permanent change in understanding, attitude, knowledge, informaion, ability, and skill through experience”. Yang artinya bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang melalui pengalaman. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, sikap, pemahaman, informasi, kecakapan dan keterampilan berdasarkan pengalaman. Selanjutnya
pandangan
modern
seperti
yang
dikemukakan
oleh
Witherington dalam Hanafiah dan Suhana (2010: 7) juga menegaskan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang mimanifestasikan sebagai pola-pola respon baru
yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan, dan keckapan. Selain itu, Behavioristik (Sanjaya, 2005: 91) bahwa belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon. Proses belajar adalah proses psikologis merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan
12 dalam cara tingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Maksud perubahan tingkah laku yang baru tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, perubahan dalam sikap, kesanggupan dan keterampilan pengetahuan. 2.1.2 Pengertian Aktivitas Belajar Hanafiah dan Suhana (2010: 23) bahwa proses pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik berkaitan dengan asepk kognitif, afektif, maupun psikomor. Secara alami anak didik memang ada dorongan untuk mencipta. Anak adalah suatu organisme yang berkembang dari
dalam. Prinsip utama yang
dikemukakan oleh Frobel bahwa anak itu harus bekerja sendiri. Untuk memberi motivasi, maka dipopuperkan suatu semboyan ”Berpikir dan Berbuat”. Dalam dinamika kehidupan manusia, maka beripkir dan berbuat
merupakan suatu
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitu juga dalam belajar sudah barang tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan itu, berpikir dan berbuat. Seseorang yang sudah berhenti dan berbuat perlu diragukan eksistensi kemanusianya. Hal ini sekaligus juga merupakan manusia, ilustrasi ini menunjukkan penegasan bahwa dalam belajar sangat memerlukan kegiatan berpikir dan berbuat. Selanjutnya, Hanafiah dan Suhana (2010: 23) mengemukakan bahwa aktivitas dalam memberikan nilai tambah (added value) bagi pserta didi, berupa hal-hal berikut:
13 1. Peserta didik memiliki kesadaran (awareness) untuk belajar wujud adanya motivasi (driving force) untuk belajar sejati. 2. Peserta didik mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, yang dapat memberikan dampak terhadap pembentukan pribadi yang integral. 3. Peserta didik dengan menurut minat dan kemampuannya. 4. Menumbuhkembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang demokratis di kalangan peserta didik. 5. Pembelajaran dilaksanakan secara kongkret sehingga dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme. 6. Menumbuhkembangkan sikap kooperatif di kalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan, dan serasi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya. 2.1.3 Prinsip-Prinsip Aktivitas Belajar Menurut John (dalam Sardiman, 2007 : 96) bahwa prinsip-prinsip aktivitas belajar dapat dibagi atas dua bagian yakni: 1. Menurut pandangan ilmu jiwa lama Konsep tabularasa, mengibaratkan jiwa (psyche) seseorang bagaikan kertas putih yang tidak tertulis. Kertas putih itu kemudian akan mendapatkan coretan atau tulisan dari luar. Terserah kepada dari unsur luar yang akan menulis, mau ditulis merah atau hijau, kertas itu akan bersifat reseptif. Konsep semacam ini kemudian ditransfer ke dalam dunia pendidikan.
14 Siswa diibaratkan kertas putih, sedang unsur dari luar yang menulis adalah guru. Dalam hal ini terserah kepada guru, mau dibawa kemana, mau diapakan siswa itu, karena guru adalah yang memberi dan mengatur isinya, dengan demikian aktivitas didominasi oleh guru, sedang anak didik bersifat pasif dan menerima begitu saja. Guru menjadi seorang adikuasa di dalam kelas. 2. Menurut pandangan ilmu jiwa modern Aliran jiwa yang tergolong modern akan menerjemahkan jiwa manusia sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dari energi sendiri. Oleh karena itu, secara alami anak didik itu juga bisa menjadi aktif, karena adanya motivasi dan dorongan oleh bermcam-macam kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh karena itu, pendidik adalah mendidik dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini anaklah yang beraktivtas, berbuat dan harus aktif sendiri. Pendidik tugasnya menyediakan makanan dan minuman rohani anak, akan tetapi yang memakan serta meminumnya adalah anak didik itu sendiri. Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah dan menerima adalah para siswa sesuai dengan bakat, kemampuan dan latar belakang masingmasing. Belajar adalah berbuat sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif. Bahkan sekarang dipopulerkan suatu kajian ”kalau mengajar anak untuk mendapatkan ikan, janganlah si pengajar itu memberi ikan, tetapi pengajar memberi kailnya”. Kiasan ini memberikan makna yang cukup penting di
15 dalam kegiatan belajar mengajar, sebab siswa harus aktif sendiri termasuk bagaimana strategi yang harus ditempuh untuk mendapatkan suatu pengetahuan atau nilai. Guru hanya memberikan acuan atau alat. Ini semua menunjukkan bahwa yang efektif dan mendominasi aktivitas adalah siswa. Hal ini sesuai denga hakikat anak didik sebagai manusia yang penuh dengan potensi yang bisa berkembang secara optimal apabila kondisi mendukungnya. Sehingga yang penting bagi guru adalah menyediakan kondisi yang kondusif tersebut. 2.1.4 Jenis-jenis Aktivitas Belajar Mengajar Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah, aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Diedrich (dalam Hanafiah dan Suhana, 2010: 24-25) menyatakan bahwa aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan (8) kelompok, yaitu sebagai berikut: 1. Kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yaitu mengemukakan sesuatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi dan interupsi.
16 3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, atau mendengarkan radio. 4. Kegiatan-kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline
atau
rangkuman, dan mengerjakan tes, serta mengisi angket. 5. Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola. 6. Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pamern, membuat model, menyelenggarakan permainan, serta menari dan berkebun. 7. Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan. 8. Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain. Siswa adalah subjek yang terlihat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa yang mengalami proses belajar mengajar menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang dibelajarkan dengan bahan belajar akan semakin rinci dan semakin menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan dan evaluasi keberhasilan
17 belajar menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya, dan hal ini akan memperkuat keinginan untuk semakin mandiri. 2.2 Hakikat Pembelajaran Kooperatif 2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Selanjutnya, Sugiyanto (2009: 6) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemn-elemn yang saling terkait. Elemn-elemn itu adalah: 1) saling ketergantungan positif, 2) interaksi tatap muka, 3) akuntabilitas individu, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan social yang secara sengaja diajarkan. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif
18 merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Isjoni (2007: 12) pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, 2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir
19 tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan siswa, dan 4) meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran. Kemudian Isjoni (2007: 15) menegaskan bahwa unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut: (1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, (2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, (3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, (4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, (5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, (6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan (7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. 2.2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Asssisted Individualization (TAI) Teams Asssisted Individualization (TAI) adalah metode pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin (2008: 193) dapat diartikan sebagai kelompok yang dibantu secara individual. Merupakan metode pembelajaran kelompok dimana terdapat seorang siswa yang lebih mampu berperan sebagai assisten yang bertugas membantu secara individual siswa lain yang kurang mampu dalam suatu kelompok. Dalam hal ini pendidik hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar. Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya Pada pembelajaran Teams Asssisted Individualization (TAI) akan memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi yang lebih mengutamakan peran individu tanpa mengorbankan aspek kooperatif. Menurut Slavin dalam Lee (2008: 61) secara umum Teams Asssisted Individualization (TAI) terdiri dari 8 komponen utama yaitu : 1) Kelompok/Tim
20
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Kelompok dalam pembelajaran Teams Asssisted Individualization (TAI) terdiri 4-5 orang siswa yang mewakili bagiannya dari kelas dalam menjalankan aktivitas akademik. Fungsi utama dari Teams adalah membentuk tim agar mengingat materi yang diberikan dan lebih memahami materi yang nantinya digunakan dalam mengerjakan lembar kerja sehingga bisa mengerjakan dengan baik. Dalam hal ini biasanya siswa menggunakan cara pembelajaran diskusi tentang masalah-masalah yang ada, membandingkan soal yang ada, mengoreksi beberapa miskonsepsi jika dalam tim mengalami kesalahan. Anggota kelompok yang mengalami kesulitan belajar dapat bertanya kepada anggota yang telah ditunjuk sebagai assisten atau anggota lain yang lebih tahu. Tes Pengelompokkan Siswa-siswa diberi tes awal program pembelajaran. Hasil dari tes awal digunakan untuk membuat kelompok berdasarkan point yang kita peroleh Materi Kurikulum Pada proses pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat pada kurikulum yang berlaku dengan menerapkan tekhnik dan strategi pemecahan masalah untuk penugasan materi Kelompok belajar Berdasarkan tes pengelompokan maka dibentuk kelompok belajar. Siswa dalam kelompoknya mendengarkan presentasi dari guru dan mengerjakan lembar kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya pada anggota lainnya atau assisten yang telah ditunjuk, kalau belum paham baru meminta penjelasan dari guru Penilaian dan pengakuan tim Setelah diberikan tes kemudian tes tersebut dikoreksi dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu. Tim akan mendapatkan sertifikat/penghargaan atau sejenisnya jika memenuhi atau melampaui kriteria yang telah ditentukan Mengajar Kelompok Materi yang belum dipahami oleh suatu kelompok dapat ditanyakan kepada guru dan guru menjelaskan materi pada kelompok tersebut. Pada saat guru mengajar siswa dapat sambil memahami materi baik secara individual maupun kelompok dengan kebebasan tapi bertanggung jawab. Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam pembelajaran Teams Asssisted Individualization (TAI). Lembar Kerja Pada setiap subkonsep materi pokok diberikan lembar kerja secara individual untuk mengetahui pemahaman bahan atau materi dapat berupa ringkasan materi yang dipelajari di rumah kemudian pertemuan selanjutnya dikerjakan Mengajar Seluruh Kelas Setelah akhir pengajaran pokok bahasan suatu materi guru menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep-konsep yang belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Pada akhir pembelajaran diberikan kesimpulan dari materi.
21 Model pembelajaran Teams Assisted Individualization (TAI) dalam pelaksanaannya terbagi menjadi: 1. Pengelompokkan. Dalam proses pengelompokkan didasarkan pada proses belajar sebelumnya. Dalam hal ini hasil pretes materi yang akan diajarkan 2. Tahap penyajian materi. Pada tahap ini materi pelajaran diperkenalkan melalui penyajian kelas. Pada penyajian materi pelajaran ini dilakukan melalui: a) Pengajaran Kelompok Jika terdapat materi pelajaran yang kurang dipahami dalam suatu kelompok maka kelompok tersebut dapat meminta guru menjelaskan materi yang belum dipahami tersebut, sedangkan kelompok lain yang sudah paham dapat melanjutkan pekerjaannya b) Pengajaran Seluruh Kelas Pengajaran ini dilakukan pada akhir proses pembelajaran. Guru menyimpulkan
penekanan
materi
yang
dianggap
penting
dalam
pembelajaran, keaktifan siswa sangat diharapkan melalui pengajaran ini c) Kegiatan Kelompok Sedangkan
Langkah-langkah
pembelajaran
kooperatif
tipe
Teams
mempelajarai
materi
Asssisted Individualization (TAI) sebagai berikut : 1. Guru
memberikan
tugas
kepada
siswa
untuk
pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. 2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
22 3. Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender. 4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. 5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 6. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). Dari
uraian
di
atas,
dapat
dilihat
kelebihan
Teams
Asssisted
Individualization (TAI) yaitu: 1) Memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi 2) Lebih menekankan kerjasama kelompok 3) Tiap kelompok mempelajari materi yang sama sehingga memudahkan guru dalam penanganannya Selain itu, Teams Asssisted Individualization (TAI) juga memiliki kelemahan yaitu: 1) Lebih banyak membutuhkan waktu dibandingkan dengan metode ceramah
23 2) Siswa dalam satu kelompok mempelajari bagian materi yang sama sehingga
tidak
menutup
kemungkinan
ada
siswa
yang
tidak
mempelajarinya dan hanya bergantung pada teman satu kelompoknya 3) Seorang assisten belum tentu siswa yang benar-benar paling pintar dalam suatu kelompok. 2.2.3
Implementasi
Teams
Assited
Individualization
(TAI)
dalam
Pembelajaran PKn Menurut Lie (2008: 25) model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asssisted Individualization (TAI) memiliki delapan komponen sebagai berikut: 1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4-5 peserta didik. 2) Placement Test, yaitu pemberian pre-tes kepada peserta didik atau melihat rata-rata nilai harian peserta didik agar guru mengetahui kelemahan peserta didik pada bidang tertentu. 3) Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. 4) Teams Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada peserta didik yang nembutuhkan. 5) Teams Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kiteria penghargaan terhadap kelompok
24 yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. 6) Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok. 7) Fact Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh peserta didik. 8) Whole-Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhir waktu pembelajaran dangan strategi pemecahan masalah. Untuk lebih jelas dapat digambarkan sknario model pembelajaran kooperatif tipe Teams Asssisted Individualization (TAI), sebagai berikut:
1. Teams: 4-5 Kelompok
2. Placement Test : Pemberian Pre-tes Kepada Siswa
3. Student Creative : Pelaksanaan Tugas Kelompok 4. Team Student : Bantuan guru kepada individu
5. Teaching Group: Penegasan Materi tertentu
6. Team Scores and Team Recognition: Pemberian skor dan penghargaan.
8. Whole-Class Units: Kesimpulan Materi
7. Fact Test: Tes kecil
2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritis di atas, dapat diajukan hipotesis tindakan ” Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assited
25 Individualization (TAI), aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran PKn di kelas X6 MAN Model Gorontalo dapat ditingkatkan”. 2.4 Indikator Kinerja Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah jika rata-rata peningkatan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran PKn di kelas X6 MAN Model Gorontalo mencapai 75%.