10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Definisi Bank Bank sebagai salah satu elemen penting perekonomian mempunyai beberapa definisi. Menurut Joseph Sinkey dalam Taswan (2010:6) yang dimaksud bank adalah department store of finance yang menyediakan berbagai jasa keuangan. Menurut Dictionary of Banking and financial service by Jerry Rosenberg bahwa yang dimaksud bank adalah lembaga yang menerima simpanan giro, deposito, dan membayar atas dasar dokumen yang ditarik pada orang atau lembaga tertentu, mendiskonto surat berharga memberikan pinjaman dan menanamkan dananya dalam surat berharga. Berdasarkan UU No.10 Tahun 1998 (revisi UU No.14 Tahun 1992) bahwa yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Untuk dapat mengelola suatu bank dengan baik maka dibutuhkan pemahaman terhadap karakteristik bank itu sendiri (Taswan,2010:6) antara lain : a. Bank adalah lembaga yang berperan sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan 10
11
dana (surplus spending unit) dengan mereka yang membutuhkan dana (deficit spending unit) serta berfungsi untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral. b. Bank juga merupakan industri kepercayaan
sehingga
harus
yang kegiatannya mengandalkan selalu
menjaga
kesehatannya.
Pemeliharaannya antara lain dengan pemeliharaan kecukupan modal, kualitas aktiva, manajemen, pencapaian profit dan likuiditas yang cukup. c. Pengelola bank dalam melakukan kegiatannya juga selalu dituntut senantiasa menjaga keseimbangan pemeliharaan likuiditas dengan kebutuhan profitabilitas yang wajar serta modal yang cukup sesuai dengan penanamannya. Hal tersebut perlu dilakukan karena bank dalam usahanya selain menanamkan dana dalam aktiva produktif jugs memberikan komitmen jasa-jasa lainnya yang menghasilkan fee based income (pendapatan non bunga). d. Bank dapat dipandang sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan bagian dari sistem monitor yang mempunyai kedudukan strategis sebagai penunjang pembangunan. e. Secara operasional bank mempunyai ciri khas yaitu aktiva tetapnya relatif rendah, hutang jangka pendeknya lebih banyak jumlahnya dan perbandingan antara aktiva dengan modal (financial leverage) sangat besar. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 dalam Taswan (2010:8) tentang perbankan, bank dibagi menjadi :
12
a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran (tidak boleh mengikuti kliring atau terlibat dalam transaksi giral jadi hanya penghimpunan dana dalam bentuk tabungan dan deposito saja). Jenis bank dilihat dari fungsinya ada beberapa macam : a. Bank Komersial, yaitu bank yang dalam penngumpulan dananya terutama menerima deposito dalam bentuk deposito lancar (giro) dan deposito berjangka dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek. b. Bank Pembangunan, yaitu bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima deposito dalam bentuk deposito berjangka dan atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan jangka panjang dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan. Yang termasuk bank pembangunan di Indonesia adalah Bank Pembangunan Pemerintah, Bank Pembangunan Daerah, Bank Pembangunan Swasta dan Bank Pembangunan Koperasi. c. Bank Tabungan, yaitu bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima deposito dalam bentuk deposito tabungan dan dalam usahanya terutama membungakan dananya dalam kertas berharga. Bank tabungan
13
ini terdiri dari Bank Tabungan Negara, Bank Tabungan Swasta, dan Bank Tabungan Koperasi. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya antara lain : a. Bank Pemerintah Pusat, yaitu bank-bank komersial, bank tabungan atau bank pembangunan yang mayoritas kepemilikannya berada di tangan pemerintah pusat. b. Bank Pemerintah Daerah, yaitu bank-bank komersial, bank tabungan atau bank pembangunan yang mayoritas kepemilikannya berada di tangan pemerintah daerah. c. Bank Swasta Nasional, yaitu bank yang dimiliki oleh warga negara Indonesia. d. Bank Swasta Asing, yaitu bank yang mayoritas kepemilikannya dimiliki oleh pihak asing. e. Bank Swasta Campuran, yaitu bank yang dimiliki oleh swasta domestic dan swasta asing. Jenis bank berdasarkan kegiatan devisa : a. Bank Devisa, yaitu bank yang memperoleh ijin dari Bank Indonesia untuk menjual, membeli dan menyimpan devisa serta menyelenggarakan lalu lintas pembayaran dengan luar negeri. Contoh : Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BCA. b. Bank Non Devisa, yaitu bank yang tidak memperoleh ijin dari Bank Indonesia untuk menjual, membeli dan menyimpan devisa serta
14
menyelenggarakan lalu lintas pembayaran dengan luar negeri. Contoh : Bank BPD tertentu. Jenis bank berdasarkan dominasi pangsa pasarnya : a. Retail Banking, yaitu bank yang dalam kegiatannya mayoritas melayani perorangan, usaha kecil dan koperasi. Contoh Retail banking : BCA, BRI, dan sebagainya. b. Wholesale Banking, bank yang mengandalkan nasabah besar atau nasabah korporasi. Contoh : Bank BNI sebelum krisis 1997 mayoritas kredit diberikan kepada konglomerat. Anthony Saunders (2004) dalam (Taswan,2010:7) menyebutkan bahwa bank mempunyai keunikan sebagai berikut : a. Ada peran monitor to monitor. Bank sebagai lembaga perantara telah menghimpun dana dari deposan dan menempatkannya kembali ke kredit. Deposan akan memonitor bank dan bank memonitor debitur. b. Keputusan pemberian kredit oleh bank akan memberikan efek positif berupa good news. Perusahaan yang menerima kredit bank akan direspon positif oleh pasar, mengingat perusahaan yang telah diseleksi atau dievaluasi dan kemudian layak diberikan kredit adalah perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek yang baik. Loan aggrement memiliki kandungan informasi yang positif sebagai sinyal prospek debitur yang dibiayai oleh bank, karena bank dianggap memiliki privat information yang sangat baik mengenai kondisi debiturnya. Pelaku
15
pasar di bursa pun akan bereaksi sehingga harga saham atau obligasinya bisa meningkat. c. Bank mampu memerankan transfer kekayaan dari yang tua ke yang muda (intergenerational wealth transfer). Generasi tua sudah pensiun, sudah mapan, suka menabung atau tidak produktif lagi, sedangkan generasi muda masih giat berusaha, masih produktif. Yang muda bisa menggunakan dana dari yang tua melalui peminjaman di bank untuk kepentingan yang produktif. d. Bank dapat bertindak sebagai asset transformer. Dalam hal ini bank bisa menerbitkan klaim keuangan berupa surat berharga seperti obligasi, deposito dan lainnnya kemudian menempatkannya dalam bentuk kredit, penyertaan atau yang lain. Bank telah mengubah bentuk sumber dana ke penempatan dana dalam bentuk yang beragam. 2.
Laporan Keuangan Perbankan Tujuan laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 Revisi 2013 yaitu : “Memberikan Informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna Laporan Keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.” Bank harus melakukan evaluasi dan kontrol atas usaha yang dijalankannya. Evaluasi dan kontrol tersebut dilakukan dengan cara melihat bagaimana kondisi keuangan bank tersebut selama periode tertentu, hal ini dilakukan oleh bank secara rutin. Laporan keuangan bank dimaksudkan untuk memberikan informasi berkala mengenai kondisi bank secara
16
menyeluruh, termasuk perkembangan usaha dan kinerja bank. Seluruh informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan bank kepada publik dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Di Indonesia, bank-bank harus memberikan laporan keuangan kepada pihak Bank Indonesia selaku bank sentral yang memiliki wewenang serta kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, laporan keuangan bulanan harus dilaporkan setiap bulan, sedangkan untuk laporan keuangan triwulanan dilakukan masing-masing untuk posisi akhir bulan, yaitu 31 Maret, 30 Juni, 30 September dan 31 Desember tahun yang bersangkutan. Keterlambatan penyampaian serta bentuk laporan yang tidak mengikuti standardisasi yang telah ditetapkan Bank Indonesia akan dikenakan sanksi. Dari laporan keuangan ini, pihak bank dapat mengetahui bagaimana kinerja keuangannya (financial performance) selama periode tertentu. Bank melakukan analisis kinerja bank, yaitu analisis rasio solvabilitas, analisis rasio likuiditas, dan analisis profitabitas atau rentabilitas.
3. Analisis Kinerja Bank Bank harus melakukan analisis kinerja keuangan bank untuk mengetahui bagaimana kondisi keuangannya. Analisis kinerja bank merupakan salah satu bentuk kontrol yang dilakukan oleh bank dalam
17
rangka menjaga kontinuitas usaha bank tersebut. Dengan dilakukannya analisis kinerja keuangan, bank dapat secara cepat melakukan tindakan perbaikan jika ternyata keadaan keuangannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Analisis kinerja bank dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut: a. Analisis Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai utang (baik jangka pendek maupun jangka panjang) serta sumber-sumber lain di luar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki oleh bank. Menurut Dendawijaya (2005:120), analisis rasio solvabilitas didefinisikan sebagai berikut : “Analisis rasio solvabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajibankewajiban jika terjadi likuidasi bank.” Beberapa rasio yang diperhitungkan dalam analisis solvabilitas ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Long term debt to asset ratio. b. Analisis Rasio Likuiditas
18
Bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat harus mampu menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana dari dan kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 yang disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 mengenai perbankan yaitu : “Fungsi utama Perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.” Fungsi ini selain mencerminkan kemampuan bank sebagai lembaga intermediasi, juga berkaitan erat dengan analisis kinerja bank dari segi likuiditasnya. Menurut Dendawijaya (2005:114), analisis rasio likuiditas bank didefinisikan sebagi berikut : “Analisis rasio likuiditas bank adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.” Atau dapat dikatakan likuiditas merupakan kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/simpanan oleh deposan atau penitip dana ataupun untuk memenuhi kebutuhan dana masyarakat dalam bentuk kredit. Suatu bank dikatakan likuid apabila bank tersebut dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya dan dapat membayar kembali semua deposannya serta dapat memenuhi permintaan kredit tanpa terjadi penangguhan.
19
Ada beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai kinerja suatu bank, yaitu Cash Ratio, Reserves Requirement, Loan to Asset Ratio, rasio kewajiban bersih call money dan Loan to Deposit Ratio. c. Analisis Rasio Profitabilitas Sebagai
badan
usaha
yang
profit
oriented,
bank
dalam
menjalankan kegiatannya berusaha untuk memperoleh keuntungan (profit). Profit yang diperoleh oleh bank antara lain berasal dari selisih antara pendapatan bunga (yang berasal dari kredit) dan beban bunga (yang harus dikeluarkan dari penitipan dana oleh masyarakat atau pihak lain) atau yang disebut dengan interest rate spread, serta
fee yang diperoleh atas
pemberian jasa-jasa yang ditawarkan kepada nasabahnya atau yang lebih dikenal dengan fee based income. Jasa-jasa bank yang ditawarkan antara lain transfer, kliring, inkaso, Safe Deposit Box, bank card, bank notes, bank garansi, bank draft, Letter of Credit (L/C), serta jasa-jasa lainnya. Tingkat profitabilitas atau biasa disebut rentabilitas ini juga merupakan salah satu rasio yang dianalisis untuk mengetahui bagaimana kinerja
bank.
Menurut
Dendawijaya
(2005:118),
analisis
rasio
profitabilitas didefinisikan sebagai berikut : “Analisis rasio profitabilitas (rentabilitas) bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank.” Dalam melakukan analisis rasio profitabilitas ini biasanya dicari hubungan timbal balik antar account, yang terdapat pada laporan laba rugi
20
bank dengan account pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. 4. Rentabilitas Rentabilitas atau biasa disebut dengan profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Profitabilitas diukur dengan ROA yang mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh
keuntungan
(laba)
secara
keseluruhan
(Dendawijaya,
2005:119). ROA adalah rasio yang digunakan mengukur kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif dibandingkan dengan total asetnya. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. (Munawir, 2002:247). ROA, Net Profit Margin, dan perputaran aktiva biasanya dianalisis bersamaan, karena pengaruh langsung Net Profit Margin dan total assets turnover ada pada Return On Asset. Net Profit Margin menunjukkan kemampuan memperoleh laba dari setiap penjualan yang diciptakan oleh perusahaan. Sedangkan perputaran aktiva menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu menciptakan penjualan dari aktiva yang dimilikinya (Munawir, 2002:247). Apabila kedua faktor itu meningkat maka ROA juga akan meningkat. Apabila ROA meningkat maka profitabilitas perusahaan
21
meningkat sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham. Dari keenam rasio analisis profitabilitas yang disebutkan sebelumnya, penulis menggunakan Return on Assets (ROA) sebagai rasio profitabilitas yang akan diteliti. Return on Assets (ROA) mengukur efektivitas kinerja bank secara keseluruhan dari pengelolaan keseluruhan aktiva (asset) yang tersedia. Menurut Rose dan Hudgins (2005:151), pengertian Return on Assets (ROA) adalah sebagai berikut : “Return on Assets is primarily an indicator of managerial efficiency; it indicates how capably the management of bank has been converting the institution’s assets into net earnings.” Menurut Hempel dan Simonson (1999:63), definisi Return on Assets (ROA) adalah sebagai berikut : “Return on Assets (ROA) is net income divided by total assets and should reflects bank management’s ability to utilize the bank’s financial and real resources to generate net income. Many regulators believe ROA is the best measure of bank efficiency.” Dari pengertian di atas dikatakan bahwa Return on Assets (ROA) merupakan rasio yang paling baik digunakan untuk mengukur efisiensi bank.
ROA
merefleksikan
kemampuan
manajemen
bank
dalam
mengalokasikan aktivanya untuk menghasilkan laba bersih (net income). Bank Indonesia menetapkan pentingnya penilaian besarnya Return on
22
Assets (ROA) karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank diukur dengan aktiva. Untuk mengetahui besarnya rasio Return on Assets (ROA) digunakan rumus sebagai berikut : ROA
Laba Sebelum Pajak 100 % Total Assets
Semakin tinggi nilai dari rasio Return on Assets (ROA) ini menunjukkan semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut, serta semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aktiva. 5. Capital Adequacy Ratio (CAR) Modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi bank dalam mengembangkan usahanya (Siamat, 2001:99). Permodalan bagi bank sebagaimana perusahaan pada umumnya selain berfungsi sebagai sumber utama pembiayaan terhadap kegiatan operasinalnya juga berperan sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Modal yang dimiliki oleh suatu bank pada dasarnya harus cukup untuk menutupi seluruh risiko usaha yang dihadapi oleh bank. Rasio kecukupan modal merupakan rasio yang bertujuan untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang timbul dari aktivitas yang dilakukannya. Berdasarkan kesepakatan Basel I, rasio permodalan minimum untuk industri perbankan diterapkan sebesar 8 % (Idroes, 2008:40). Permodalan bank yang cukup atau banyak
23
sangat penting karena modal bank dimaksudkan untuk memperlancar operasional sebuah bank (Siamat, 2001:100). Berdasarkan Surat Edaran dari Bank Indonesia No. 13/24/PBI/2011, dalam melakukan perhitungan permodalan, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan Permodalan, Bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan Profil Risiko Bank. Semakin tinggi Risiko Bank, semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko tersebut. Tingkat kecukupan modal pada perbankan diwakilkan dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR). CAR memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko, yang dibiayai dari modal sendiri. Kecukupan modal yang tinggi dan memadai akan meningkatkan volume kredit perbankan. Dendawijiaya (2005) mengungkapkan bahwa, CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Dengan kata lain, Capital Adequacy Ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk
24
menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Untuk mengetahui besarnya Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan rumus sebagai berikut : CAR
Modal Bank 100 % Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
6. Non Performing Loan (NPL) Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan bagi pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit bermasalah. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit (Dendawijaya, 2005:82). Risiko kredit (default risk) juga dapat terjadi akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah dalam mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. (Idroes, 2008:23) NPL merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet) terhadap total kredit yang disalurkan bank semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Bank dalam melakukan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya.
25
Bank melakukan peninjauan dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit (Machsyud Ali, 2004). Dendawijaya (2005:82) menyatakan bahwa, implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya kredit bermasalah dapat berupa sebagai berikut: a. Hilangnya kesempatan untuk memperoleh income (pendapatan) dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi rentabilitas bank. b. Rasio kualitas aktiva produktif atau yang lebih dikenal dengan BDR (Bad Debt Ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang memburuk. c. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akan sangat berpengaruh terhadap CAR (Capital Adequacy Ratio). d. Menurunnya tingkat kesehatan bank. 7. Net Interest Margin (NIM) Berdasarkan ketentuan pada Peraturan Bank Indonesia No. 5/2003, salah satu proksi dari risiko pasar adalah suku bunga, dengan demikian risiko pasar dapat diukur dengan suku bunga pendanaan (funding) dengan suku bunga pinjaman diberikan (lending) atau dalam bentuk absolut, selisih antara total biaya bunga pendanaan dengan total biaya bunga pinjaman yang dalam istilah perbankan disebut Net Interest Margin atau NIM.
26
NIM adalah perbandingan antara interest income dikurangi interest expenses dibagi dengan average interest earning assets (Riyadi, 2004). Net Interest Margin (NIM) penting untuk mengevaluasi kemampuan bank dalam mengelola risiko terhadap suku bunga. Saat suku bunga berubah, pendapatan bunga dan biaya bunga bank akan berubah. Sebagai contoh saat suku bunga naik, baik pendapatan bunga maupun biaya bunga akan naik karena beberapa aset dan liability bank akan dihargai pada tingkat yang lebih tinggi. 8. Efisiensi Operasional (BOPO) BOPO adalah rasio perbandingan antara Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional, semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik knerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan. Besarnya rasio BOPO yang dapat ditolerir oleh perbankan di Indonesia adalah sebesar 93,52%, hal ini sejalan dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dari Rasio ini, dapat diketahui tingkat efisiensi kinerja manajemen suatu bank, jika angka rasio menunjukkan angka diatas 90% dan mendekati 100% ini berarti kinerja bank tersebut menunjukkan tingkat efiensi yang sangat rendah. Tetapi jika rasio ini rendah, misalnya mendekati 75% ini berarti kinerja bank yang bersangkutan menunjukkan tingkat efisiensi yang tinggi (Slamet Riyadi, 2004:141).
27
9. Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah perbandingan antara kredit yang diberikan dengan Dana Pihak Ketiga (giro, tabungan, deposito, dan kewajiban jangka pendek lainnya). Atau Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah berapa besar kredit yang disalurkan kepada nasabah yang berasal dari Dana Pihak Ketiga yang dimiliki oleh bank tersebut. Menurut Lukman Dendawijaya (2005:116), definisi Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Menurut Bank Indonesia, Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, dan deposito dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk antar bank. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP/2011 tanggal 25 Oktober 2011 mengenai tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum, Loan to Deposit Ratio (LDR) didefinisikan sebagai berikut : “ LDR mencerminkan tingkat ekspansivitas bank dalam menyalurkan kredit dan mengukur kemampuan bank dalam menyalurkan kredit sebagai sumber pendapatan nasionalnya.” Semakin tinggi rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) maka tingkat likuiditas bank semakin rendah karena jumlah dana yang berasal dari Dana Pihak Ketiga yang disalurkan untuk kredit semakin besar. Namun, apabila
28
kredit yang disalurkan dari dana yang dihimpun dari masyarakat tersebut sedikit, maka terdapat cukup banyak dana yang menganggur (idle fund) sehingga fungsi bank sebagai lembaga intermediasi rendah. Kedua kondisi ini merupakan hal yang bertentangan, di satu sisi bank sebagai lembaga intermediasi harus dapat memenuhi permintaan kredit para nasabah tanpa adanya penangguhan, namun di sisi lain apabila semakin banyak dana yang disalurkan untuk kredit mengakibatkan rendahnya likuiditas bank. Oleh karena itu, sesuai ketentuan Bank Indonesia maka rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang dianjurkan berkisar antara 80%-110%. Pada rentang angka ini menunjukkan seimbangnya dana masyarakat yang disalurkan untuk kredit dengan jumlah dana yang menganggur (idle fund) yang tidak terlalu besar. Untuk mencari dan mengetahui besarnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk bank umum, didapatkan dengan rumus di bawah ini yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebagai berikut : LDR
Total kredit yang disalurkan 100 % Dana Pihak Ketiga
LDR tersebut menyatakan seberapa besar pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk dapat segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali dananya yang digunakan oleh bank untuk memenuhi permintaan kredit. Jumlah kredit yang disalurkan merupakan kredit yang telah direalisasikan atau dicairkan, namun tidak termasuk kredit yang diberikan kepada bank lain. DPK atau Dana
29
Pihak Ketiga merupakan dana yang dihimpun oleh bank dalam bentuk simpanan giro (Demand Deposit), simpanan tabungan (Saving Deposit), dan simpanan deposito (Time Deposit).
10. Penelitian Sebelumnya Studi mengenai analisis risiko keuangan dalam memprediksi profitabilitas pada industri perbankan yang dilakukan oleh Zainudin dan Jogiyanto
(1999)
menunjukkan
pengaruh
rasio
keuangan
dalam
profitabilitas pada bank-bank di Indonesia, dimana rasio-rasio yang digunakan adalah: CAR, NPL, dan LDR hasilnya menujukkan bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Mawardi (2005) menganalisis “Pengaruh efisiensi operasi (BOPO), risiko kredit (NPL), risiko pasar (NIM), modal (CAR) terhadap kinerja keuangan (ROA) bank umum yang beroperasi di Indonesia yang mempunyai total aset kurang dari 1 triliun rupiah” yang ditunjukkan oleh Direktori Perbankan Indonesia. Periodisasi data yang digunakan adalah 1998 sampai dengan 2001. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi operasi (BOPO) dan risiko kredit (NPL) terhadap kinerja keuangan (ROA) menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan, sedangkan risiko pasar (NIM) menunjukkan pengaruh positif dan modal (CAR) yang tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA).
30
Yuliani (2007), melakukan penelitian mengenai hubungan efisiensi operasional dengan kinerja profitabilitas pada sektor perbankan yang go publik di bursa efek Jakarta. Variabel yang digunakan adalah efisiensi operasional MSDN, BOPO, CAR, LDR, profitabilitas perbankan. Metode analisis data yang digunakan antara lain Analisis Deskriptif, Uji Asumsi Klasik, dan Analisis Regresi Berganda. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa efisiensi operasional MSDN, efisiensi operasioanal LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja profitabilitas perbankan. Sedangkan efisiensi operasional BOPO berpengaruh signifikan negatif. CAR berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja profitabilitas perbankan. Sudiyatno (2010), melakukan analisis mengenai pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), BOPO, CAR, dan LDR terhadap Kinerja Keuangan pada Sektor Perbankan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2005-2008. Variabel yang digunakan yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), BOPO, CAR, LDR, dan ROA. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda (multiple regression analysis model) dengan persamaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Dana pihak ketiga (DPK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bank (ROA). Berarti semakin banyak dana pihak ketiga yangbias dihimpun bank, maka semakin tinggi kinerja bank (ROA).Biaya operasi (BOPO) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja bank (ROA). Berarti semakin tinggi biaya operasional yang
31
dikeluarkan oleh bank, maka akan menurunkan pendapatan operasional bank, sehingga kinerja bank (ROA) turun.Capital Adecuacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Berarti semakin tinggi modal yang ditanam atau diinvestasikan dibank, semakin tinggi ROA.Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja bank (ROA). Berarti pengaruh loan deposit ratio (LDR) terhadap kinerja bank (ROA) sangat kecil sehingga secara statistik tidak signifikan pada level signifikansi kurang dari 5%. Adyani (2011), melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi profitabilitas. Dengan menggunakan metode analisis regresi berganda,
hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
CAR
danFDR
(Financing to Deposit Ratio) tidak berpengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas (ROA)bank. Sedangkan NPF (Non Performing Financing) dan BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas (ROA) bank. Susianis (2012) meneliti efek dari likuiditas yang diukur dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) dan terdapat kritik untuk penelitian ini yaitu penelitian hanya dilakukan pada satu perusahaan perbankan saja. Oleh karena itu menyarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan perluasan sample. Harianto Respati dan Prayudi Eri Yandono (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh variable-variabel CAMEL periode Desember 2000 sampai Juni 2002 yang meliputi CAR, ATM, ETA, NPL, PPAP, LEA, RORA, NPM, NIM, ROA, ROE, BOPO, LDR, CBSTD
32
terhadap laba usaha pada Bank Uum Swasta Nasional serta untuk mengetahui variable mana yang berpengaruh secara dominan. Hasil analisis menunjukkan bahwa empat belas variable tersebut mempunyai hubungan dan pengaruh simultan terhadap laba usaha pada Bank Umum Swasta Nasional. Hasil metode regresi stepwise menghasilka tujuh variable pada CAMEL yaitu ROE, ETA, ROA, NPM, BOPO, NIM, dan LDR berpengaruh signifikan terhadap laba usaha pada Bank Umum Swasta Nasional. Uji t menunjukkan bahwa CAR, ATM, NPL, PPAP, LEA, RORA, dan CBSTD tidak berpengaruh signifikan terhadap laba usaha. Informasi yang didapatkan, ROA mempunyai pengaruh signifikan tidak searah terhadap laba usaha Bank-Bank Umum Swasta Nasional. Kebanyakan rasio ROA minus. Hal ini bisa terjadi karena masih banyaknya NPL tinggi pada periode penelitian. Tan Sau Eng (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh NIM, BOPO, LDR, NPL, dan CAR terhadap ROA Bank Internasional dan Bank Nasional Go Public Periode 2007-2011. Hasil dari penelitian yang dilakukan, NIM, BOPO, LDR, NPL dan CAR secara bersama-sama berpengaruh signifikan sehingga diyakini
memainkan peranan dalam
menentukan perubahan ROA. NIM secara parsial berpengaruh signifikan dan secara positif mendorong peningkatan ROA, hal ini menunjukkan bank masih mengandalkan selisih bunga sebagai sumber pendapatan. Rasio BOPO berperan dan berpengaruh negatif terhadap laba bank tidak didukung oleh hasil
penelitian.
LDR
berpengaruh
signifikan negatif. NPL
33
berpengaruh signifikan dan jika tidak dikelola dengan hati-hati bisa mengurangi ROA. CAR pada penelitian ini tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Jadi dalam penelitian ini variabel yang berpengaruh paling besar terhadap ROA adalah NIM.
B. Rerangka Pemikiran Kinerja bank dapat dilihat dari aspek rentabilitasnya. Rasio rentabilitas adalah rasio yang menghubungkan laba dengan pendapatan yang diperoleh serta investasi. Semakin besar laba yang diperoleh menunjukkan semakin baiknya kinerja bank tersebut. Bank melakukan perhitungan analisis rasio rentabilitas untuk mengetahui bagaimana kinerja keuangan bank. Tingkat rentabilitas dapat diukur dengan menggunakan rasio Net Profit Margin (NPM), rasio Gross Profit Margin , rasio Assets Utilization (AU), rasio Return on Equity (ROE), rasio Earning per Share (EPS), dan rasio Return on Assets (ROA). Dalam penelitian ini tingkat rentabilitas diukur dengan menggunakan rasio Return on Assets (ROA). Berdasarkan konsep teori yang telah diuraikan diatas maka peneliti mencoba menguraikan hubungan antara CAR, NPL, NIM, BOPO, dan LDR terhadap ROA dalam bentuk kerangka pemikiran sebagai berikut:
34
Capital Adequacy Ratio
Non Performing Loan
Net Interest Margin
RENTABILITAS (Return on Assets)
BOPO
Loan to Deposit Ratio
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Berdasarkan rerangka pemikiran di atas, maka faktor dependen dalam penelitian ini adalah ROA, secara konsep baik secara teori maupun empiris seperti juga telah dijelaskan pada Peraturan Bank Indonesia 13/1/PBI/2011 tentang kesehatan bank umum. Selanjutnya konsep kerangka pada variabel Y yang didukung oleh penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa dalam uji statistik, ada beberapa faktor yang mempengaruhi ROA dan ternyata variabel independen yang berkontribusi mempengaruhi variabel dependen Y (ROA) diantaranya adalah CAR, NPL, NIM, BOPO, dan LDR.
35
Kelima variabel independen tersebut berdasarkan peraturan Bank Indonesia dapat dijadikan sebagai indikator penilai kesehatan bank, meskipun indikator-indikator lainnya juga cukup banyak sebagaimana yang telah diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 13/1/PBI/2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum, namun karena keterbatasan waktu, maka peneliti membatasi variabel independen adalah CAR, NPL, NIM, BOPO, dan LDR sedangkan penentuan variabel Y sendiri peneliti tentukan berdasarkan kriteria rasio-rasio yang ada pada peraturan Bank Indonesia. Peneliti mencoba mengaitkan rasio keuangan bank yang sering bersinggungan dengan variabel X (CAR, NPL, NIM, BOPO, dan LDR). Dan berdasarkan hasil uji literatur, maka penulis menjatuhkan pilihan variabel dependen pada ROA.
C. Pengembangan Hipotesis 1. Return On Assets (ROA) Rasio Return on Assets (ROA) menunjukkan seberapa besar penggunaan aktiva yang dimiliki oleh bank dapat memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba atau mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan laba secara keseluruhan. Semakin besar rasio ROA ini maka kualitas bank semakin baik, dan menunjukkan bahwa semakin efektif dan efisien manajemen bank dalam mengelola aktivanya dalam rangka menghasilkan laba.
36
Rasio Return on Assets (ROA) merupakan perbandingan antara pendapatan sebelum pajak (net income before taxes) dengan total aktiva (total assets). Dalam rasio ini ada dua komponen penting yang perlu diketahui, yaitu laba sebelum pajak dan total aktiva. Laba bersih sebelum pajak diperoleh dari laporan laba rugi bank (income statement), sedangkan aktiva total diperoleh dari laporan neraca bank (balance sheet). Seperti dikatakan di atas, penyaluran dana bank dalam bentuk kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh bank untuk mendapatkan laba dan bahwa sebagian besar pendapatan bank berasal dari kegiatan penyaluran dan penghimpunan dana kepada dan dari masyarakat (pihak ketiga). Semakin besar pendapatan memberi indikasi semakin besar pula laba yang diperoleh bank. Kredit yang merupakan bagian dari aktiva produktif, sedikit banyak berpengaruh bagi peningkatan rentabilitas bank, yang diukur dari Return on Assets (ROA). Dari penyaluran kredit tersebut, bank akan memperoleh pendapatan bunga sehingga dengan semakin besarnya jumlah dana yang disalurkan untuk kredit maka pendapatan bunga yang diperoleh juga semakin tinggi, yang pada akhirnya meningkatkan profitabilitas. 2. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return On Assets (ROA) Peranan modal sangatlah penting bagi perusahaan perbankan, selain digunakan untuk kepentingan ekspansi, modal juga dapat digunakan untuk menyerap kerugian kegiatan perusahaan. CAR adalah rasio yang
37
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri selain memperoleh dana dari sumbersumber di luar bank. Angka rasio yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah minimal 8%. Jika rasio CAR sebuah bank di bawah 8% berarti bank tersebut tidak mampu menyerap kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan usaha bank. Sebaliknya, jika rasio CAR di atas 8%, akan menunjukkan bahwa bank tersebut semakin solvable. Dengan meningkatnya solvabilitas
bank
secara
tidak
langsung
akan
berpengaruh
pada
meningkatnya kinerja bank karena kerugian-kerugian yang timbul dapat diserap oleh bank tersebut. Penelitian yang dilakukan Sudiyatno (2010) menyebutkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Semakin tinggi modal yang ditanam semakin tinggi ROA. Demikian pula dengan Yuliani (2007) yang menyatakan CAR berpengaruh signifikan terhadap kinerja profitabilitas perbankan Mawardi (2005) mempunyai pendapat berbeda, penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan CAR tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan tetapi penelitian tersebut dilakukan pada saat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank masih rendah karena adanya krisis perbankan yang menyebabkan bank tidak dapat menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik.
38
Berdasarkan penjelasan dan argument di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1
:
Terdapat pengaruh signifikan CAR terhadap ROA
3. Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap Return On Asset (ROA) Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3 tahun 2003, risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank. Resiko akan selalu identik dengan dunia perbankan. Hal ini disebabkan karena factor situasi lingkungan eksternal dan internal perkembangan usaha perbankan yang semakin pesat. Seperti perusahaan pada umumnya, bisnis perbankan juga dihadapkan pada berbagai resiko, salah satunya adalah resiko kredit. Pada penelitian ini rasio keuanngan yang digunakan sebagai proksi terhadap nilai suatu resiko kredit adalah rasio Non Performing Loan (NPL). Rasio ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank. Dengan jumlah kredit bermasalah yang besar, bukan tidak mungkin suatu bank akan menghadapi masalah yang besar. Penelitian yang dilakukan Wisnu Mawardi (2005) menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan NPL terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2
:
Terdapat pengaruh signifikan NPL terhadap ROA
39
4. Pengaruh Net Interest Margin (NIM) terhadap Return On Asset (ROA) Net Interest Margin adalah perbandingan antara pendapatan bunga bersih dengan rata-rata aktiva produktif. Hal ini menunjukkan bagaimana kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan utamanya dari bunga pinjaman dan bunga dari hasil investasi. Jika NIM suatu bank semakin tinggi, maka semakin baik pula kinerja bank tersebut. Penelitian yang dilakukan Tan Sau Eng (2013) menyebutkan bahwa NIM secara parsial berpengaruh signifikan dan secara positif mendorong peningkatan ROA. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3
5.
:
Terdapat pengaruh signifikan NIM terhadap ROA
Pengaruh BOPO terhadap Return On Asset (ROA) Rasio BOPO digunakan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya. Penelitian yang dilakukan Wisnu Mawardi (2005) menyimpulkan bahwa BOPO berpengaruh negative dan signifikan terhadap kinerja bank yang diproksikan dengan ROA. Semakin besar perbandingan total biaya operasional dengan pendapatan operasional akan berakibat turunnya ROA.
40
Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4
:
Terdapat pengaruh signifikan BOPO terhadap ROA
6. Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Return On Asset (ROA) Loan to Deposit Ratio adalah salah satu rasio yang termasuk rasio likuiditas. Rasio likuiditas sendiri adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Semakin tinggi rasio LDR, maka semakin rendah likuiditas bank tersebut. Tapi apabila LDR rendah, akan menunjukkan kurang efektifitasnya bank dalam menyalurkan kredit. Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio LDR adalah antara 80% hingga 110%. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2007) dengan Sudiyatno (2010) menghasilkan kesimpulan bahwa LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja profitabilitas perbankan. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H5
:
Terdapat pengaruh signifikan LDR terhadap ROA