BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1.
Pembelajaran Sejarah a. Hakikat Pembelajaran Pengertian belajar menurut Hamalik (2008) “Merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan” (hlm.36). Sejalan dengan pengertian belajar menurut Slameto bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan , sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (2003). Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, tugas pengajar yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku siswa. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik. Dalam konteks pendidikan, pengajar mengajar supaya siswa dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang siswa. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja, sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan siswa (Wicaksono, dkk., 2015).
8
9 Konsep pembelajaran menurut Sagala (mengutip simpulan Corey, 1986) adalah suatu proses saat lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan adanya turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan (2011: 61). Proses belajar mengajar (pembelajaran) menurut Aqib (2013) adalah: Upaya secara sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Kemampuan mengelola pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru agar terwujud kompetensi profesionalnya. Konsekuensinya, guru harus memiliku pemahaman yang utuh dan tepat terhadap konsepsi belajar dan mengajar (hlm. 66). Mengenai aliran behavioristik pembelajaran menurut Hamdani adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Sedangkan aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari (2011). Adapun menurut Sugandi (2004) “Humanistik mendeskripsikan pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya” (hlm. 9). Isjoni mengatakan bahwa “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur – unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran” (2007: 11). Dari beberapa uraian di atas, maka pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, di mana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
10 b. Pengertian Pembelajaran Sejarah Sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan saintifik setelah siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pada dasarnya, semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan awal yang sudah terbangun dalam wujud skemata. Dari pengetahuan awal dan pengalaman yang ada, siswa menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya dalam rangka mengkontruksi interpretasi pribadi serta makna-maknanya. Makna dibangun ketika guru memberikan permasalahan yang relevan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya, memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri. Untuk membangun makna tersebut, proses belajar mengajar berpusat pada siswa (Hamdani, 2011). Menurut pendapat Tamburaka, kata sejarah berasal dari “Syajarah” yakni berasal dari bahasa Arab yang berarti pohon. Kata ini masuk ke Indonesia sesudah terjadi akulturasi antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam. Selain itu, kata sejarah juga berasal dari bahasa Inggris yakni history yang artinya masa lampau umat manusia. Sedangkan pengertian sejarah adalah cerita perubahan - perubahan, peristiwa - peristiwa atau kejadian masa lampau yang telah diberi tafsir atau alasan dan dikaitkan sehingga membentuk suatu pengertian yang lengkap (2002). Pengertian sejarah menurut Kartodirdjo dapat dibagi menjadi dua pengertian yakni : 1) Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, ialah bangunan yang
disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Uraian atau cerita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang mencakup fakta - fakta terangkaikan untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur. 2) Sejarah dalam arti objektif menunjukkan kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu hanya terjadi sekali dan tidak dapat terulang kembali. Keseluruhan proses itu
11 berlangsung terlepas dari subjek manapun juga. Jadi, objektif dalam arti tidak memuat unsur – unsur subjek (pengarang atau pengamat) (1992). Pembelajaran sejarah menurut Widja adalah mata pelajaran yang berfokus pada peristiwa, waktu dan tempat yang saling berkaitan, Ia menyatakan bahwa dalam pembelajaran sejarah sebaiknya tidak lagi terlalu menekankan pengajaran hafalan fakta seerta afektif doktriner tetapi lebih sarat dengan latihan berfikir historis, kritis, dan analisis (1989). Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran sejarah adalah suatu kombinasi yang sengaja melibatkan unsur - unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan yang dimiliki oleh guru dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk mempelajari tentang peristiwa atau kejadian masa lalu yang kemudian diambil hikmah dari kejadian tersebut untuk kehidupan sekarang dan masa depan. c. Karakteristik Pembelajaran Sejarah Karakteristik kajian sejarah sangat berkaitan dengan peristiwa kehidupan manusia pada masa lampau yang terkait pada dimensi tempat dan waktu tertentu. Dengan kata lain, kajian sejarah merupakan kajian tentang proses kelangsungan dan perubahan (a process of continuity and change) dalam dimensi waktu dan ruang (Arif, 2011). Tujuan ideal dari pendidikan sejarah adalah agar siswa dapat memahami sejarah, memiliki kesadaran sejarah, dan memiliki wawasan sejarah (Ismaun, 2005). Untuk mencapai tujuan ideal seperti itu, maka menurut Hasan (1994) bahwa pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran sejarah perlu dijabarkan menurut taksonomi pendidikan antara lain, menjadi beberapa tujuan yang lebih spesifik sebagai berikut: Pertama, kemampuan kognitif yang dikembangkan dlam pendidikan sejarah antara lain adalah (1) pengetahuan tentang peristiwa sejarah, (2) pemahaman tentang peristiwa sejarah,
(3)
kemampuan
mengklarifikasikan
sumber
sejarah,
(4)
kemampuan melakukan kritik terhadap sumber sejarah, (5) kemampuan merumuskan
informasi
dan
sumber
sejarah,
(6)
kemampuan
12 menghubungkan antarinformasi, (7) kemampuan menggunakan hukum sebab akibat, (8) kemampuan menggunakan berbagai istilah dan konsep dalam sejarah, (9) kemampuan menggunakan berbagai konsep, generalisasi, dan teori dari berbagai disiplin ilmu, (10) kemampuan menafsirkan faktafakta sejarah, (11) kemampuan menarik pelajaran dari suatu peristiwa sejarah, dan (12) kemampuan bercerita tentang peristiwa sejarah. Kedua, kemampuan ranah afektif yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, antara lain: (1) membina dan mengembangkan kesadaran berbangsa, (2) mengembangkan penghargaan terhadap prestasi, (3) memupuk keinginan untuk mengambil teladan dari tokoh-tokoh sejarah, (4) memupuk rasa saling pengertian, (5) mengembangkan inisiatif, dan (6) gemar membaca (Arif, 2011: 122).
d. Sarana Pembelajaran Sejarah Pengembangan strategi belajar mengajar sangat berkaitan erat dengan tersedianya fasilitas dan kelengkapan kegiatan belajar mengajar atau sarana pembelajaran, baik yang bersifat statis (seperti gambar, model, dan lain sebagainya) ataupun yang bersifat dinamis (seperti kehidupan yang nyata di sekitar siswa). Ini berarti, dalam pengembangan strategi pembelajaran sejarah harus sudah diperhitungkan pula fasilitas atau sarana yang ada (perlu diadakan), sebab tanpa memperhitungkan itu semua, suatu strategi yang betapapun direncanakan dengan baik akan tidak efektif pula hasilnya. Oleh karena itu, pengembangan suatu strategi pembelajaran sejarah berkaitan erat dengan usaha membuat perencanaan pembelajaran, di mana segala unsurunsur yang menunjang strategi tersebut diperhitungkan dan dipersiapkan sehingga sasaran yang hendak dicapai melalui suatu strategi dapat terwujud dengan sebaik-baiknya. Pemilihan strategi belajar mengajar itu sebaiknya dilaksanakan atas pertimbangan yang matang, seperti tujuan yang ingin dicapai atau materi pembelajaran yang akan disampaikan. Selain itu, harus memperhatikan juga kemampuan pengajar dan siswa yang memainkan peranan dalam proses belajar mengajar, bentuk kegiatan yang dilakukan,
13 serta sarana dan prasarana yang tersedia. Faktor-faktor tersebut sebenarnya saling mempengaruhisecara bervariasi sehingga setiap peristiwa belajar memiliki
keunikannya
masing-masing.
Keunikan
inilah
yang
mengakibatkan tujuan belajar dapat tercapai secara berbeda antara lingkungan belajar yang satu dengan lingkungan belajar yang lain (Widja, 1989). Menurut Cruickshank (1990) sarana pembelajaran yang mempengaruhi kualitas proses pembelajaran terdiri atas ukuran kelas, luas ruang kelas, suhu udara, cahaya, suara, dan media pembelajaran (Aman, 2009: 67). Media pembelajaran dapat klasifikasi menjadi 4 macam, yakni: (1) media pandang diproyeksikan, seperti: OHP, slide, projector dan filmstrip, (2) media pandang yang tidak diproyeksikan, seperti gambar diam, grafis, model, benda asli, (3) media dengar, seperti piringan hitam, pita kaset dan radio, (4) media pandang dengar, seperti televisi dan film (Bafadal, 2003). Optimalisasi pemanfaatan media pembelajaran dapat mempertinggi kualitas proses dan hasil belajar siswa. Hal ini terjadi karena: (1) penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (2) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa, (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan, (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, karena tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain. Dengan demikian,
optimalisasi
penggunaan
media
pembelajaran
dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran (Sudjana & Rivai, 2002). Menurut Wijaya (1992) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam memanfaatkan media pembelajaran untuk mempertinggi kualitas pembelajaran. Pertama, guru perlu memiliki pemahaman tentang media pembelajaran antara lain jenis dan manfaat media pembelajaran, kriteria memilih dan menggunakan media pembelajaran, menggunakan media
14 sebagai alat bantu mengajar, dan tindak lanjut penggunaan media dalam proses pembelajaran. Kedua, guru harus terampil dalam membuat media pembelajaran untuk keperluan pembelajaran seperti peta, bagan-waktu, gambar-gambar, transparan, dan lain sebagainya. Ketiga, Keterampilan dan pengetahuan dalam memilih keefektifan penggunaan media dalam proses pembelajaran, sehingga penggunaan media tepat waktu dan tepat guna (Aman, 2009: 68). Berdasarkan uraian di atas bahwa sarana pembelajaran merupakan segala sesuatu yang memudahkan terlaksananya kegiatan pembelajaran yang berpengaruh pada kinerja mengajar guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan secara umum dimaknai dengan segala sesuatu yang mendukung kegiatan proses pembelajaran. Termasuk untuk pembelajaran sejarah yang tidak bisa terlepas dari penggunaan media pembelajaran sebagai sarana penyampaian pembelajaran.
2.
Model Pembelajaran Group Investigation (GI) a. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran
kooperatif
pada
dasarnya
merupakan
proses
pembelajaran yang berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil. Diantara anggota saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Berikut merupakan pengertian pembelajaran kooperatif menurut para ahli : 1) Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (1985) Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen (Isjoni, 2007: 12). 2) Pembelajaran Kooperatif menurut Roger, dkk. (1992). Cooperative learning is a group learning activity organized in such a awy that learning is based on the socially structured changed of information learnes in group which each learner is held accountable for his or her own learning and is motivated to increase the learning of others.
15 Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota lain (Huda, 2013: 29). 3) Pembelajaran Kooperatif menurut Abdulhak (2001) Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antara peserta didik itu sendiri (Majid, 2013: 174). Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang mengelompokkan
siswa
dalam
kelompok-kelompok
kecil
untuk
menyelesaikan tugas dalam mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa harus saling membantu temannya satu sama lain dalam memahami pelajaran, saling berdiskusi menyelesaikan tugas, dan saling bertanya antar teman jika belum memahami pelajaran (Novandro, Gunowibowo & Coesamin, 2013). Merujuk dari beberapa pengertian pembelajaran kooperatif di atas pembelajaran kooperatif menurut peneliti adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang proses pembelajarannya dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik dan setiap siswa bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri serta didorong untuk mencapai keberhasilan bersama dalam pembelajaran kelompok. Adapun unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif menurut simpulan Hamdani (2011) adalah sebagai berikut: 1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa “tenggelam atau berenang bersama.” 2) Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam materi yang dihadapi.
16 3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama. 4) Para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab diantara anggota kelompok. 5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. 6) Para siswa berbagi kepemimpinan dan mereka memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar. 7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (hlm. 30-31). Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen
yang
saling
terkait.
Elemen-elemen
pembelajaran
kooperatif menurut Lie (2004) adalah sebagai berikut: 1) Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif, guru senantiasa menciptakan suasana saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan mencapai tujuan, (b) saling ketergantungan menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, (e) saling ketergantungan hadiah. 2) Interaksi tatap muka Dalam bekerja kelompok, siswa sudah pasti diharuskan saling berkomunikasi dengan anggota kelompoknya. Siswa saling bertatap muka untuk berdialog. Dialog yang dilakukan tidak hanya dengan guru. 3) Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatif mewujudkan dirinya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan konsep siswa tentang materi yang diberikan. Guru akan memberitahukan hasil penilaian individu kepada kelompok agar setiap anggota kelompok membatu teman yang nilainya kurang dan membutuhkan bantuan. Nilai anggota kelompok didasarkan pada rata-rata nilai hasil belajar semua anggota kelompok. Oleh karena itu setiap kelompok harus memberikan
17 sumbangan demi kemajuan kelompoknya. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata nilai semua anggota inilah yang dimaksud dengan akuntabilitas individual. 4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi Hubungan antara pribadi dalam kelompok tersebut dapat diwujudkan dengan adanya keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sopan santun, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) (Sugiyanto, 2009: 36-37). Menurut Majid (2013) pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tujuan, yakni : 1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. 2) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang. 3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok. Penerapan pembelajaran kooperatif selalu melibatkan peran penting guru di dalamnya, untuk lebih jelasnya berikut ini langkah-langkah kegiatan guru menurut metode pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Penjelasan Materi, tahapan ini merupakan tahapan penyampaian pokokpokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. 2) Belajar Kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
18 3) Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui teks atau kuis yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya. 4) Pengakuan Tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi (Rusman, 2013). Ada beberapa variasi dalam metode pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) Student Teams Achievement Division (STAD) Model pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin ini merupakan model pembelajaran yang paling sederhana. Guru yang menggunakan model ini mengacu pada pembelajaran kelompok yang setiap minggunya menyajikan informasi akademik baru kepada siswa dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam kelas tertentu
dibentuk
kelompok
secara
heterogen.
Anggota
tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis dengan cara berdiskusi. Penilaian dilakukan secara individual untuk setiap minggunya. 2) Investigasi Kelompok Model pembelajaran yang dikembangkan oleh Thelen ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Pada model ini siswa terlibat dalam perencanaan, baik yang dipelajari maupun hasil penyelidikan. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat dari guru.
19 3) Pendekatan Struktural Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen, dkk. Pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhipola interaksi siswa. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih bercirikan penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual. Dalam model ini ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik contohnya think-pair-share dan numbered-headtogether, serta ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok yaitu contohnya active learning dan time token. 4) Jigsaw Model ini pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson, dkk. yang kemudian diadaptasi oleh Slavin, dkk.. Jigsaw didesain untuk meningkatkan tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya dan pembelajaran orang lain. Selain itu, untuk meningkatkan rasa tanggung jawab, siswa secara mandiri dituntut untuk saling ketergantungan yang positif. Siswa harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompok lain. Pada model ini terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan asal. Sedangkan kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri atas kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topik, kemudian menjelaskan kepada anggota kelompok asal (Hamdani, 2011). b. Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari
20 Universitas Tel Aviv. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih kompleks daripada pendekatan yang lebih berpusat kepada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik (Trianto, 2007). Sebagai suatu model mengajar yang menjadi pilihan peneliti, tentunya peneliti melihat adanya kelebihan-kelebihan dalam model pembelajaran Group Investigation adalah sebagai berikut: (1) siswa yang berpartisipasi dalam GI cenderung berdiskusi dan menyumbangkan ide tertentu, (2) gaya bicara dan kerjasama siswa dapat diobservasi, (3) siswa dapat belajar kooperatif lebih efektif, dengan demikian dapat meningkatkan interaksi sosial siswa, (4) GI dapat mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat ditransfer ke situasi di luar kelas, (5) GI mengijinkan guru untuk lebih informal, (6) GI dapat meningkatkan penampilan dan prestasi belajar siswa. Selain kelebihan yang dipaparkan tersebut, pembelajaran Group Investigation ini juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan-kekurangan tersebut yaitu: (1) GI tidak ditunjang oleh adanya hasil penelitian yang khusus, (2) proyek-proyek kelompok sering melibatkan siswa-siswa yang mampu, (3) GI terkadang memerlukan pengaturan situasi dan kondisi yang berbeda, jenis materi yang berbeda, dan gaya mengajar yang berdeda pula, (4) keadaan kelas tidak selalu memberikan lingkungan fisik yang baik bagi kelompok, dan (5) keberhasilan model GI bergantung pada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja mandiri (Sumarmi, 2012). Model pembelajaran Group Investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial. Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta
21 tanggungjawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran (Rusman, 2013). Killen (1998) memaparkan beberapa ciri esensial investigasi kelompok sebagai pendekatan pembelajaran adalah: 1) Siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki independensi terhadap guru. 2) Kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaanpertanyaan yang telah dirumuskan. 3) Kegiatan
belajar
siswa
akan
selalu
mempersyaratkan
untuk
mengumpulkan sejumlah data, menganalisis, dan mencapai beberapa kesimpulan. 4) Siswa akan menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar. 5) Hasil-hasil dari penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa. (Aunurrahman, 2009: 152-153) Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran Group Investigation menurut Slavin, antara lain: 1) Menguasai kemampuan kelompok Kesuksesan implementasi dari Group Investigation sebelumnya menuntut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial. 2) Perencanaan kooperatif Anggota kelompok mengambil bagian dalam merencanakan berbagai dimensi dan tuntutan dari proyek kelompok. Secara bersama menentukan apa
yang
ingin
diinvestigasikan
sehubungan
dengan
upaya
menyelesaikan masalah yang dihadapi, sumber apa yang dibutuhkan, siapa melakukan apa, dan bagaimana menampilkan proyek yang sudah selesai di hadapan kelas. 3) Peran guru Di dalam kelas yang melaksanakan proyek Group Investigation, guru bertindak sebagai narasumber dan fasilitator. (2008).
22 Sharan, dkk. (1984) membagi langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation meliputi 6 (enam) fase: 1) Memilih topik Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompokkelompok yang berorientasi pada tugas. 2) Perencanaan kooperatif Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. 3) Implementasi Siswa menerapkan rencana yang telah dikembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya memperhatikan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda, baik di dalam atau di luar sekolah. 4) Analisis dan Sintesis Siswa menganalisis dan mensistesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas. 5) Presentasi hasil final Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikan dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa memperoleh perspektif luas pada topik itu. 6) Evaluasi Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama. Siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan (Trianto, 2007: 80).
23 The Network Scientific Inquiry Resources and Connections (2003) mengungkapkan bahwa eksistensi investigasi kelompok sebagai wahana untuk mendorong dan membimbing keterlibatan siswa di dalam proses pembelajaran. Sebagaimana diketahui bahwa keterlibatan siswa di dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat esensial karena siswa adalah sentral dari keseluruhan kegiatan pembelajaran. Oleh sebab itu, kebermaknaan pembelajaran sesungguhnya akan sangat tergantung pada bagaimana
kebutuhan-kebutuhan
siswa
dalam
memperoleh
dan
mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai, serta pengelaman siswa dapat terpenuhi secara optimal melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Keaktifan siswa melalui investigasi kelompok ini diwujudkan di dalam aktivitas saling bertukar pikiran melalui komunikasi yang terbuka dan bebas serta kebersamaan mulai dari kegiatan merencanakan sampai pada pelaksanaan
pemilihan
topik-topik
investigasi.
Kondisi
ini
akan
memberikan dorongan yang besar bagi para siswa untuk belajar menghargai pemikiran-pemikiran dan kemampuan orang lain serta saling melengkapi pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Dengan demikian, bahwa melalui model pembelajaran investigasi kelompok yang di dalamnya sangat menekankan pentingnya komunikasi yang bebas dan saling bertukar pengalaman ini akan memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan jika melakukan tugas secara mandiri (Aunurrahman, 2012: 150-151). 3.
Media Pembelajaran Adobe Director MX a. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Association of Education and Communication Technology (AECT) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Arsyad, 2013). Menurut simpulan Sanjaya, media adalah perantara dari sumber informasi
24 ke penerima informasi, contohnya video, televisi, komputer, dan lain sebagainya. Media pertama kali digunakan sebagai alat bantu penyalur pesan (2012). Dangeng (1989) mengungkapkan bahwa “Media pengajaran adalah komponen strategis penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada si pelajar, apakah itu orang, alat atau bahan” (hlm.160). Hal ini sejalan dengan Hamalik (1991) mengemukakan bahwa “Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah” (hlm.12). Miarso dkk. (1984) memberikan batasan “Media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa” (hlm.48). Menurut Sanjaya, media pembelajaran berguna sebagai alat yang bisa merangsang siswa untuk terjadinya proses belajar. Media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Media tidak hanya berupa alat atau bahan, tetapi juga hal-hal lain yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan. Media tidak hanya berupa TV, radio, komputer, tetapi juga meliputi manusia sebagai sumber belajar atau kegiatan, seperti diskusi, seminar, simulasi, dan lain sebagainya (2008). Secara garis besar, media pembelajaran terbagi atas: 1) Media audio, yaitu media yang hanya dapat didengar atau yang memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara. 2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat dan tidak mengandung unsur suara, seperti gambar, lukisan, foto, dan sebagainya. 3) Media audio-visual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan juga memiliki unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, film, dan lain sebagainya.
25 4) Orang (people), yaitu orang yang menyimpan informasi. Pada dasarnya, setiap orang bisa berperan sebagai sumber belajar, tetapi secara umum dapat dibagi dua kelompok, yaitu: (a) orang yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara profesional, seperti guru, instruktur, konselor, widyaiswara, dan lain-lain, (b) orang yang memiliki profesi, selain tenaga yang berada di lingkungan pendidikan, seperti dokter, atlet, pengacara, arsitek, dan sebagainya. 5) Bahan (materials), yaitu suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran, sperti buku paket, alat peraga, transparansi, film, slide, dan sebagainya. 6) Alat (device), yaitu benda-benda yang berbentuk fisik yang sering disebut dengan perangkat keras, yang berfungsi untuk menyajikan bahan pembelajaran, seperti komputer, radio, televisi, VCD/DVD, dan sebagainya. 7) Teknik (technic), yaitu cara atau prosedur yang digunakan orang dalam memberikan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran, seperti ceramah, diskusi, seminar, simulasi, permaian, dan sejenisnya. 8) Latar (setting), yaitu lingkungan yang berada di dalam sekolah maupun di luar sekolah, baik yang sengaja dirancang maupun yang tidak secara khusus disiapkan untuk pembelajaran, seperti ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor, dan sebagainya. (Hamdani, 2011) Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan membantu mengefektifkan kegiatan pembelajaran dan memperlancar komunikasi antara guru dan siswa. Sebaliknya, jika media yang digunakan kurang tepat dengan materi yang dipelajari, maka pencapaian tujuan belajar akan terhambat.
26 b. Jenis Media Pembelajaran Arsyad mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
membawa
pengaruh-pengaruh
psikologis
terhadap
siswa.
Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media
pembelajaran
juga
dapat
membantu
siswa
meningkatkan
pemahaman, memudahkan penafsiran data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi (2013). Menurut simpulan Gerlach dan Ely (1971) media pembelajaran dapat dibedakan menjadi 5 macam berdasarkan ukuran serta kompleks-tidaknya alat dan perlengkapannya, yaitu: (1) Media tanpa proyeksi dua dimensi, yaitu media yang penggunaannya tanpa menggunakan proyektor dan hanya memiliki 2 ukuran saja, yakni panjang dan lebar. Termasuk kategori ini antara lain: gambar, bagan grafik, poster, peta datar, dan sebagainya. Penggunaan atau penampilannya dan menggunakan papan tulis, papan tempel, dan sebagainya. (2) Media tanpa proyeksi tiga dimensi, yaitu penggunaannya tanpa menggunakan proyektor dan memiliki ukuran panjang, lebar, dan tebal atau tinggi. Termasuk kategori ini antara lain: benda sebenarnya, model, boneka. (3) Media audio, yaitu media yang hanya dapat memberikan rangsangan suara saja seperti radio dan tape recorder. (4) Media dengan proyeksi yaitu media yang penggunaannya menggunakan proyektor seperti: slide, film strip, OHP dan sebagainya. (5) Televisi dan VCD yang pada dasarnya sama, sedangkan perbedaannya adalah jika TV mengirimkan atau memecahkan suara atau gambar, sedangkan VCD yaitu alat untuk merekam, menyimpan dan menampilkan kembali secara serempak suara gambar dari suatu objek (Nafi’ah, 2012: 25).
27 Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar mengajar adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale). Pengaruh media dalam pembelajaran dapat dilihat dari jenjang pengalaman belajar yang akan diterima oleh siswa. Dale menggambar bentuk kerucut, hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai pada lambang verbal (abstrak) (Ali, 2009) . Abstrak
Konkrit Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Menurut Dale Kerucut pengalaman seperti digambarkan di atas dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukakan di atas memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa. Dari gambaran kerangka pengetahuan di atas, maka kedudukan komponen media pengajaran dalam sistem proses belajar
28 mengajar mempunyai fungsi yang sangat penting, sebab tidak semua pengalaman belajar dapat diperoleh secara langsung (Sanjaya, 2012). c. Pemilihan Media Pembelajaran Media pembelajaran memiliki fungsi luas dan penting dalam dunia pendidikan di sekolah. Setiap guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran. Menurut Sadiman dkk. faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan latar belakang dan lingkungan siswa, situasi kondisi setempat dan luas jangkauan yang ingin dilayani. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya harus diterjemahkan dalam norma kriteria keputusan pemilihan (2002). Hakikat dari pemilihan media ini pada akhirnya adalah keputusan untuk memakai, tidak memakai atau mengadaptasi media yang bersangkutan. Adapun kriteria dalam pemilihan media pembelajaran meliputi: (1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media yang dipilih berdasarkan tujuan insrtuksional yang diterpakan secara umum mengacu kepada kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga arah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa seperti menghafal, melakukan kegiatan fisik, dan mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkatan lebih tinggi, (2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi media yang berbeda, contoh film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa, (3) Praktis, luwes dan bertahan, jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber cara lainnya memproduksi, maka tidak perlu dipaksakan. Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada yang ada, mudah diperoleh atau mudah dibuat oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat
29 digunakan di manapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana, (4) Guru terampil menggunakannya, ini merupakan salah satu kriteria utama. Apapun jenis media yang digunakan, guru harus mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Nilai dan manfaat media sangat ditentukan oleh guru yang menggunakannya, (5) Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Oleh karena itu, ada berbagai macam media yang digunakan untuk jenis kelompok besar, kecil, dan perorangan, (6) Mutu tekhnis, pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Contohnya, visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lainnya yang berupa latar belakang (Arsyad, 1997). Menurut Anderson (1994) pemilihan media menjadi rumit karena adanya kecenderungan sementara pengembang yang beranggapan bahwa pemilihan media adalah terpisah dari kegiatan belajar mengajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Dengeng bahwa media merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar dan apapun media yang digunakan sasaran akhirnya adalah untuk memudahkan belajar. Oleh karena itu dalam pemilihan media pembelajaran perlu mempertimbangkan beberapa faktor yaitu tujuan pembelajaran, keefektifan, karakteristik pelajar, ketersediaan biaya, dan kualitas teknis (Suhardi, 2005: 12). d. Fungsi Media Pembelajaran Dunia pendidikan memiliki beberapa unsur yang memiliki ikatan yang tidak dapat
dihilangkan
yaitu metode pembelajaran dan
media
pembelajaran. Media pembelajaran adalah suatu alat pembelajaran yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Metode pembelajaran tidak
akan
berjalan
dengan
maksimal
tanpa
adanya
media
pembelajaran. Untuk pemilihan media pembelajaran usahakan untuk
30 melihat apakah menunjang metode dan membantu mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran memiliki fungsi vital, dan menurut Arsyad (mengutip simpulan Levis & Lents, 1982) fungsi media pembelajaran adalah : 1) Fungsi Atensi Media pembelajaran tersebut menarik dan mampu mengarahkan perhatian siswa mampu berkonsentrasi pada pelajaran yang berkaitan dengan media tersebut. Media yang banyak digunakan untuk menarik atensi murid dengan menggunakan media gambar yang dapat ditampilkan dengan mesin proyektor dan sebagainya. 2) Fungsi Afektif Menggugah semangat belajar siswa dapat menggunakan media khususnya gambar. Dari media ini emosi siswa akan muncul dan daya serap akan semakin baik. Perpaduan antara teks dan gambar dapat menumbuhkan ketertarikan untuk mempelajari. 3) Fungsi Kognitif Media dapat memudahkan siswa untuk merekam kembali kedalam otak tentang apa yang telah didapat melalui beberapa gambar atau visual. Dan dalam memahami teks materi siswa akan lebih mudah, memang ada beberapa materi yang sangat mudah dimengerti dengan menggunakan gambar dari pada menggunakan teks yang banyak. Untuk itu media pembelajaran memudahkan untuk siswa memahami dan mengingat informasi yang diterima. 4) Fungsi Kompensatoris Fungsi ini dari beberapa penelitian merupakan media visual yang sangat bagus untuk membantu siswa yang memiliki kelemahan dalam memahami teks yang ada.
Dengan menggunakan visual akan
memberikan kemudahan untuk mengorganisir informasi yang telah didapat yang akan diteruskan kedalam otak yang nanti akan diterjemahkan menjadi informasi penting (2013: 21).
31 e. Multimedia 1) Pengertian Multimedia Pengertian multimedia menurut Suyanto adalah “Kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari data. Media ini dapat berupa audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik, dan gambar” (2004:19). Menurut Sanjaya, dalam konteks pembelajaran melalui komputer, multimedia dapat diartikan sebagai penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga pengguna dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan terlebih dahulu. Dengan demikian dalam pembelajaran melalui multimedia dengan ditemukannya komputer, guru tidak lagi menyajikan materi pelajaran dengan berbagai alat seperti slide, audio, video, dan lain sebagainya, namun cukup menggunakan satu alat saja yakni komputer. Melalui komputer itulah semua yang diperlukan dapat digabungkan menjadi satu (2012). 2) Unsur-unsur Multimedia Interaktif Menurut Suyanto (2004), unsur-unsur yang terdapat dalam multimedia adalah: teks, grafik, audio, video, dan animasi. a) Teks Teks adalah kata atau kalimat yang dipakai untuk menjelaskan gambar dan simbol. Bentuk data yang paling mudah disimpan dan disampaikan adalah teks. Teks dapat membentuk kata, surat atau narasi dalam multimedia yang menyajikan bahasa. Secara umum ada empat macam teks yaitu teks cetak, teks hasil scan, teks elektronik, dan hypertext. Teks cetak adalah teks yang diketik menggunakan word processor atau teks editor. Teks hasil scan adalah teks yang dimunculkan lewat komputer menggunakan alat scanner. Teks elektronik adalah teks yang ditulis dengan format yang bisa dibaca mesin dan bisa dibaca komputer lalu dikirim secara elektronik
32 melalui jaringan. Hypertext merupakan dasar untuk produksi multimedia virtual yang mengacu ke proses linking dan membuat multimedia menjadi interaksi. b) Grafik Grafik merupakan gambar, foto, baik dalam warna hitam putih maupun berwarna. Format file yang digunakan antara lain Acrobat Touch Up Image (*.PDF, *.AI, *.PDP), BMP (*.BMP, *.RLE), Photoshop (*.PSD, *.PDD), Photoshop DPS/DCS (*.EPS), CompuServ Gif (*.GIF), JPEG (*.JPG, *.JPE), PICT file (*.PIC, *.PCT). Alasan dalam menggunakan gambar dalam multimedia adalah karena lebih menarik perhatian dan dapat mengurangi kebosanan dibandingkan teks. Grafik juga dapat meringkas dan menyajikan data kompleks dengan cara yang baru dan lebih berguna. PICT merupakan format file default Macintosh yang tersedia untuk aplikasi grafik yang dijalankan pada sebuah flatform Macintosh. BMP merupakan format file default untuk Windows. JPEG (Joint Photographic Experts Group) merupakan jenis format file image bitmap yang banyak digunakan untuk image foto realistik. GIF (Grafic Interchange File) merupakan format file terkompresi yang dikembangkan oleh CompuServe untuk digunakan di internet. PSD merupakan format yang digunakan Photoshop untuk menyimpan file yang telah dibuat dan dimanipulasi. c) Audio Audio adalah suara manusia, musik dan spesial efek. Format file disimpan dalam bentuk antara lain Waveform audio, AIFF, MIDI, dan MP3. Waveform Audio merupakan format file audio yang berbentuk digital, dapat dimanipulasi dengan perangkat lunak PC multimedia. AIFF (Audio Interchange File Format) merupakan standar format file audio untuk Mac. MIDI (Musical Instrument Digital Interface) sistem untuk membuat musik berbasis instruksi. MP3 (MPEG Audio Layer) format file untuk menyimpan data suara
33 yang menggunakan skema kompresi yang dikembangkan oleh Motion Picture Expert Group. d) Video Video adalah penggabungan antara bunyi atau suara dengan gambar bergerak (movie). Format file video yang digunakan antara lain AVI, MOV, MPEG, DAT, RM/RAM dan SW. MOV merupakan sebuah sistem multimedia tambahan pada komputer Macintosh dan Windows misalnya digunakan dalam bentuk CDROM. MPEG (Motion Picture Experts Group) adalah skema kompresi dan spesifikasi format file video digital ditandai dengan ekstensi *.mpg atau *.mpeg. AVI (Audio Video Interleave) merupakan format video dan animasi yang digunakan video untuk windows yang berekstensi AVI. Real Video adalah format yang memungkinkan adanya aliran video (on-line video, Internet) pada bandwith yang rendah disimpan dengan ekstensi *.rm atau *.ram. SW (Shockwafe) dikembangkan oleh macromedia disimpan dengan ekstensi *.swf. e) Animasi Animasi merupakan penggunaan komputer untuk menciptakan gerak pada layar. Ada beberapa macam animasi yaitu animasi sel, animasi frame, animasi sprite, animasi lintasan, animasi karakter. Animasi sel adalah potongan animasi yang dibuat dalam sebuah sel atau asetat yang biasanya merupakan lembaran-lembaran yang membentuk sebuah animasi tunggal. Animasi frame adalah animasi yang antara frame satu dengan frame yang lain berbeda yang seakan bergerak dengan kecepatan 24 frame per detik. Animasi sprite adalah animasi yang bergerak mandiri yaitu objek diletakan dan dianimasikan pada bagian puncak grafik dengan latar belakang diam. Animasi lintasan adalah animasi dari objek yang bergerak sepanjang garis kurva yang ditentukan sebagai lintasan. Animasi
34 karakter adalah animasi yang dapat bergerak seperti terbang, berenang, berjalan. Secara garis besar pembuatan multimedia interaktif dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2 Tahapan Pembuatan Multimedia Interaktif (Tim Medikomp, 1994: 23) f.
Adobe Director MX Adobe
Director MX adalah software yang berfungsi menyatukan
berbagai media: image (citra gambar), animasi, video, audio dan text untuk membuat sebuah produk presentasi yang lazim disebut multimedia (Hendratman, 2005). “Adobe Director MX adalah suatu program komputer yang dapat digunakan untuk presentasi multimedia. Program ini ibaratnya wadah bagi program-program komputer yang lain, misalnya photoshop, flash, video sehingga harapannya presentasi yang dihasilkan lebih lengkap” (Marfuatun, Siti, & Budiasih, 2012: 258). Adobe Director MX dapat menggabungkan format bitmap dan vektor, sehingga ketajaman gambar dapat dikendalikan. Director memiliki performance yang baik dan memiliki pengaturan memori dan data yang baik sehingga pengembangan multimedia dengan program Adobe Director MX mampu menghasilkan media pembelajaran yang lebih interaktif dan menarik. Berbagai keunggulan tersebut diharapkan dapat membawa siswa pada pembelajaran yang efektif sehingga mampu meningkatkan hasil belajar sejarah siswa (Hendratman, 2005).
35 1) Tampilan Adobe Director MX Stage
Score
Cast Window
Cast
Gambar 2.3 Tampilan Proses Penggabungan Materi pada Adobe Director MX Keterangan: a) Stage adalah area tampilan hasil akhir untuk pengguna melihat apa yang telah anda buat. Ukuran stage dapat diubah sesuai kebutuhan pada property inspector. Ukuran standarnya adalah 600 x 800 pixel. b) Cast window digunakan untuk menyimpan objek yang akan ditampilkan pada sebuah movie. Sebagai contoh jika ingin memasukkan sebuah file yang dihasilkan oleh program pengolah gambar seperti Photoshop berupa file berekstensi *.jpg dengan fasilitas impor file, maka image tersebut akan ditempatkan pada cast. c) Score adalah tempat mengatur semua jalannya animasi pada movie. Dapat dikatakan Score adalah otak dan jantung dari movie yang dibuat. d) Cast adalah bahan atau aktor dalam proyek Adobe Director MX. Cast dapat berupa file audio, gambar, video, atau beberapa script yang diperlukan untuk membuat proyek. Cast tetap dapat diedit kembali untuk pengaturan lebih lanjut (Syarif, 2003). 2) Script Script berisi perintah-perintah dalam bahasa lingo. Script menurut kegunaannya terdiri dari: (a) Movie script, yaitu berisi handler yang dapat diakses oleh script yang lainnya (b) Behaviour inspector, merupakan tempat untuk membuat dan memodifikasi script (c) Parent script, hanya
36 digunakan
untuk
teknik
pemrograman
OOP
(Object
Oriented
Programming), dan (d) Cast script, hanya berpengaruh pada cast member yang bersangkutan. 3) Linier dan Interaktif Director mempunyai dua jenis movie yaitu yang bersifat linier dan nonlinier (interaktif). (a) Recording adalah proses perekaman posisi sprite. Terbagi atas 5 bagian yaitu step recording, Real-time Recording, Spaceto-ime Recording, Cast-to-Time Recording, dan Tweening (b) Film Loops adalah fasilitas untuk membuat gerakan berulang-ulang dalam satu frame. Kita dapat membuat animasi berulang-ulang tanpa berpindah ke frame selanjutnya, dan (c) Reverse Sequence digunakan untuk menata urutan posisi frame. Penjelasan mengenai
komponen Adobe
Director MX dapat
dimanfaatkan untuk memudahkan dalam memilih komponen mana yang akan dimanfaatkan untuk proses produksi dan disesuaikan dengan karakteristik media pembelajaran yang akan dikembangkan dan diproduksi. Komponenkomponen tersebut merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mengembangkan media pembelajaran dengan menggunakan program Adobe Director MX (Hendratman, 2005).
4.
Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktifitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar, selain hasil belajar kognitif yang diperoleh siswa (Purwanto, 2011).
37 Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Benjamin S. Bloom tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut A.J. Romizowski hasil belajar merupakan keluaran (output) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi
sedangkan
keluarannya
adalah
perbuatan
atau
kinerja
(performance) (Abdurrahman, 2003). Menurut Dimyati dan Mudjiono, “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”(2006: 3). Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilainilai, pengertian-pengertian, dan sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas (Hamalik, 2003). Menurut Jihad dan Haris (2012) untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian, penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Usman (2001) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan salah satu atau ketiga domain yang disebabkan oleh proses belajar dinamakan hasil belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan ketiga domain tersebut yang dialami siswa setelah menjalani proses belajar. Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran yang berupa evaluasi, selain mengukur hasil belajar penilaian dapat juga ditujukan kepada proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang diperoleh siswa akan
38 semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya (Jihad & Haris, 2012). Jadi hasil belajar yaitu berubahnya perilaku siswa meliputi kognitif, afektif, serta psikomotorik. Sehingga setiap pendidik pastinya akan mengharapkan agar hasil belajar siswa meningkat setelah melakukan proses pembelajaran. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010), terdapat beberapa jenis faktor yang mempengaruhihasil belajar, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. 1) Faktor Intern, meliputi: a) Faktor Jasmani Faktor jasmani terdiri atas faktor kesehatan dan cacat tubuh. b) Faktor Psikologis Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong dalam faktor psikologi yang mempengaruhibelajar, yaitu: intelegensi, perhatian, minat, bakat, kematangan dan kesiapan. c) Faktor Kelelahan Kelelahan pada seseorang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. 2) Faktor Ekstern, meliputi: a) Faktor Keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah
39 tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. b) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhibelajar ini adalah mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. c) Faktor Masyarakat Masyarakat sangat berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Faktor ini meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan dalam masyarakat. Faktor-faktor di atas sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Ketika dalam proses belajar siswa tidak memenuhi faktor tersebut dengan baik, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang telah direncanakan, seorang guru harus memperhatikan faktor-faktor diatas agar hasil belajar yang dicapai siswa bisa maksimal. c. Indikator Hasil Belajar Hasil belajar dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga yakni: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. 1) Aspek Kognitif Penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas/tingkat yakni: a) Pengetahuan, dalam hal ini siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih dari fakta-fakta yang sederhana.
40 b) Pemahaman, yaitu siswa diharapkan mampu untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara faktafakta atau konsep. c) Penggunaan/penerapan, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisasi/abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar. d) Analisis, merupakan kemampuan siswa untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar. e) Sintesis, merupakan kemampuan siswa untuk menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. f) Evaluasi, merupakan kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus. 2) Aspek Afektif Tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan, dan emosi. Kratwohl, Bloom, dan Masia mengemukakan taksonomi tujuan ranah kognitif meliputi 5 kategori yaitu
menerima,
merespons,
menilai,
mengorganisasi,
dan
karakterisasi. 3) Aspek Psikomotorik Tujuan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan. Kibler, Barket, dan Miles mengemukakan taksonomi ranah psikomotorik meliputi gerakan tubuh yaang mencolok, ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, perangkat komunikasi nonverbal, dan kemampuan berbicara (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Dalam proses belajar mengajar, tidak hanya aspek kognitif yang harus diperhatikan, melainkan aspek afektif dan psikomotorik. Untuk melihat keberhasilan kedua aspek ini, pendidik dapat melihatnya dari
41 segi sikap dan keterampilan yang dilakukan oleh siswa setelah melakukan proses belajar mengajar.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian ini disusun dengan menggunakan beberapa penelitian terdahulu yang relevan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian relevan yang peneliti gunakan antara lain : 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Nanik Ramini pada tahun 2007 dengan judul “Inovasi Pembelajaran Dengan Penggunaan Macromedia Flash Untuk Peningkatan Penguasaan Konsep Biologi Melalui Metode Group Investigation Di SMA Pancasila I Wonogiri” Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Macromedia Flash dalam metode Group Investigation dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang terlihat dari adanya peningkatan partisipasi aktif siswa dalam diskusi kelompok, terjadi peningkatan kerjasama, kemampuan mengemukakan pendapat dan terjadi peningkatan partisipasi dalam presentasi kelompok dalam kategori baik serta partisipasi belajar dalam diskusi berada dalam kategori tinggi. Peningkatan kualitas proses pembelajaran ini mampu meningkatkan penguasaan konsep materi sistem saraf pada siklus I sebesar 7, 73% dan pada kemampuan akhir sebesar 15,37%. Sistem indera meningkat 22,01% pada siklus II dan 5,37% pada kemampuan akhir. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa: (a) Penggunaan Macromedia Flash melalui metode Group Investigation dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara menyeluruh, (b) Penggunaan Macromedia Flash melalui metode Group Investigation dapat meningkatkan penguasaan konsep biologi pada materi sistem koordinasi manusia. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini yaitu samasama menggunakan media interaktif dan penggunaan model pembelajaran Group Investigation. Perbedaannya pengembangan media yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program Adobe Director MX, sedangkan dalam penelitian tersebut menggunakan program Macromedia Flash. Selain
42 itu, tujuan akhir pada penelitian tersebut ditujukan untuk meningkatkan penguasaan konsep biologi, sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sejarah. 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Arum Anggraeni pada tahun 2013 yang berjudul “Penerapan Media Berbasis Macromedia Flash untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Diklat Kearsipan Kelas XII Administrasi Perkantoran SMK Yos Sudarso Rembang” Penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash bahwa hasil belajar siswa pada pratindakan diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu 68 dengan ketuntasan klasikal sebesar 36,3%. Pada siklus 1 mengalami peningkatan yaitu menjadi 74 dengan ketuntasan klasikal sebesar 63,6%. Pada siklus I belum memenuhi standar ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu sebesar 75%. Pelaksanaan penilitian siklus 2 menunjukkan peningkatan ratarata hasil belajar sebesar 82 dengan ketuntasan klasikal sebesar 86,3%. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini yaitu samasama menggunakan media interaktif dan sama-sama bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar, perbedaannya pengembangan media yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program Adobe Director MX. Selain itu pada penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar mata diklat kearsipan di sekolah SMK, sedangkan dalam penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sejarah di sekolah SMA.
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Norhayati Abd Mukti and Siew Pei Hwa pada tahun 2004 yang berjudul “Malaysian Perspective: Designing Interactive Multimedia Learning Environment for Moral Values Education” (dimuat dalam Jurnal Educational Technology & Society, Vol. VII, No.4). Penelitian tersebut menunjukkan tentang peranan multimedia, “The interactive multimedia courseware reveals an interesting amd exciting tool for teaching and learning. It may be used in class as a demontration tool. On an individual basis it helps to reach pedagogic goals” (Multimedia interaktif sebagai alat yang menarik dan menyenangkan untuk mengajar dan belajar. Ini
43 dapat digunakan di dalam kelas sebagai alat demontrasi. Secara individual, dapat untuk mencapai tujuan pedagogik). Hasil penelitian tersebut yaitu pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif dapat digunakan untuk menerapkan pembelajaran moral kehidupan. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini yaitu samasama menerapkan pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif. Penelitian ini menggunakan multimedia interaktif berbasis Adobe Director MX, sedangkan penelitian tersebut menggunakan pengolahan CITRA. Multimedia interaktif memiliki banyak bentuk yang dari kesemuanya memiliki kelebihan masing-masing yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. 4.
Penelitian yang dilakukan oleh Mai Neo & Ken T.K. Neo pada tahun 2001 yang berjudul “Innovative Teaching: Using Multimedia In a Problem Based Learning Environment” (dimuat dalam Jurnal Educational Technology & Society, Vol. IV, No.4). Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu manfaat penggunaan multimedia berbasis komputer yang memungkinkan siswa untuk lebih melatih kreativitas dan keterampilan berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang didesain dan dikembangkan, bekerja sama untuk memperoleh sekelompok pengalaman dasar, dan untuk menghadapi situasi riil kehidupan dalam memecahkan masalah. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mengakses keterampilan siswa dalam membingkai dan memecahkan masalah dengan menggunakan teknologi multimedia. Para siswa bekerja dalam kelompokkelompok dan setiap kelompok harus memilih topik untuk proyek kelompok, mengembangkan, merancang dan menyajikannya dengan CD-ROM. Siswa kemudian disurvei pada sikap siswa terhadap proyek dan keterampilan siswa sebagai sebuah tim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa sangat positif terhadap proyek, menikmati kerja sama tim, mampu berpikir kritis dan menjadi peserta aktif dalam proses belajar siswa. Relevansi dengan penelitian ini adalah penerapan pembelajaran berbasis multimedia. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sejarah sedangkan penelitian oleh Mai Neo & Ken T.K. Neo ini bertujuan untuk
44 meningkatkan berpikir kritis siswa. Meskipun berbeda tujuan, tetapi penelitian ini sama-sama menggunakan multimedia dalam pembelajaran.
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori serta penelitian relevan yang dikemukakan di atas, maka dapat disusun kerangka berpikir penelitian ini sebagai berikut: Model dan media pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran yang mempunyai arti dalam proses pembelajaran. Semakin tepat memilih model dan media pembelajaran diharapkan makin efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran, oleh karena itu guru perlu memperhatikan dalam memilih model dan media pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Penelitian ini menerapkan model pembelajaran Group Investigation (GI) dan media Adobe Director MX. Model pembelajaran Group Investigation (GI) merupakan model pembelajaran yang mempunyai strategi pembelajaran dengan melibatkan peran siswa secara aktif dari mulai perencanaan sampai evaluasi pembelajaran. Siswa ikut terlibat untuk mengusulkan batasan topik yang akan didiskusikan setiap kelompok, sehingga siswa dapat mengetahui dan memahami materi yang dipelajari. Adobe Director MX merupakan media interaktif yang mampu menyajikan presentasi multimedia untuk mempelajari materi pelajaran. Penggunaan media Adobe Director MX akan menarik perhatian siswa untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru karena media tersebut dirancang dengan tampilan yang baik disertai penggunaan beberapa media yang digabungkan seperti teks, gambar, audio, video, dan animasi. Melalui penerapan model dan media pembelajaran tersebut, siswa dilibatkan untuk lebih memahami materi pelajaran sejarah khususnya pada kompetensi dasar teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia dengan tidak hanya menjadi pendengar ceramah guru saja, tetapi siswa dituntut terlibat aktif di dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa pembelajaran pada kompetensi dasar teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia diduga hasil belajar
45 sejarah siswa akan meningkat apabila disampaikan dengan penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) dan media Adobe Director MX .
Di bawah ini adalah skema alur kerangka berpikir dalam penelitian ini: Guru belum menerapkan model pembelajaran Group Investigation (GI) dan media Adobe Director MX
Kondisi Awal
Tindakan
Mulai diterapkan model pembelajaran Group Investigation (GI) dan media Adobe Director MX
Kondisi Akhir
Diduga penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) dan media Adobe Director MX dapat meningkatkan hasil belajar sejarah siswa
Hasil belajar sejarah siswa rendah
Siklus 1 siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk diskusi sesuai tahapan GI
Siklus berdaur ulang sampai indikator kinerja penelitian tercapai
Gambar 2.4 Skema Alur Kerangka Berpikir
Keterangan Skema: 1. Kondisi awal, menggambarkan kondisi siswa dalam kegiatan pembelajaran sebelum menerapkan model pembelajaran Group Investigation
dan media
Adobe Director MX. Keadaaan ini hasil belajar sejarah siswa masih rendah.
46 2. Melihat kondisi tersebut, maka guru berusaha memperbaiki proses pembelajaran yaitu dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation dan media Adobe Director MX untuk meningkatkan hasil belajar sejarah siswa. 3. Guru menerapkan model pembelajaran Group Investigation dan media Adobe Director MX, sehingga hasil belajar sejarah siswa diduga akan meningkat.
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat disusun hipotesis tindakan sebagai berikut : Penerapan model pembelajaran Group Investigation dan media Adobe Director MX dapat meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas X IIS 1 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.