Bab 4 PENGUMPULAN DATA dan ANALISIS
4.1.
Metodologi Pemecahan Masalah
Dalam melakukan penelitian mengenai masalah yang terjadi di PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk diperlukan metodologi penelitian yang menunjukkan langkah – langkah yang dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut, metodologinya dapat dilihat sebagai berikut : Pengamatan Awal Membuat Profil dan Proses Bisnis Perusahaan Proses pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan karyawan dari perusahaan disertai dengan melakukan studi literatur pada dokumentasi milik perusahaan
Perumusan Masalah Melakukan pendataan masalah-masalah yang ada perusahaan khususnya pada bagian risiko kredit, sehingga dapat diperoleh perumusan masalah yang akan diteliti. Proses pendataan masalah dilakukan dengan melakukan wawancara dengan karyawan perusahaan khusunya pada divisi manajemen risiko
Pengumpulan Data Menentukan data-data yang diperlukan untuk melakukan analisa terhadap masalah yang dihadapi. Pengumpulan data dilakukan dengan melalui proses observasi, wawancara dan data sekunder.
Analisa dan Pemecahan Masalah Melakukan analisis mengenai komponen-komponen menyebabkan timbulnya risiko kredit tersebut.
apa
yang
Rekomendasi Memberikan usulan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan PT.Bank Mandiri ( Persero) khusunya pada divisi manajemen risiko untuk menghadapi masalah yang dihadapi. Usulan diberikan sebagai hasil dari proses analisa yang telah dilakukan.
Gambar 4.1 Diagram Alur Metodologi Pemecahan Masalah
29
4.1.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah Proses identifikasi dan perumusan masalah dilakukan dengan cara melakukan studi lapangan yaitu melalui wawancara dengan para ahli di Unit Manajemen Risiko PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk. Studi literatur juga dilakukan dengan mempelajari literatur-literatur terkait berupa data-data internal yang tidak dipublikasi, dan data perusahaan yang dipublikasi berupa laporan keuangan tahunan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. serta informasi lain yang didapat dari internet. Sehingga diperoleh masalah yang akan dipecahkan yaitu “ Analisis Proses Pemilihan Debitur Dalam Pemberian Kredit “.
4.1.1.1 Manajemen Risiko PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/6/PBI/2006 tentang penerapan manajemen risiko secara konsolidasi dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang mencakup : a. Pengawasan efektif Dewan Komisiaris dan Direksi; b. Kecukupan kebijakan, prosedur dan peneteapan limit; c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Dalam organisasi manajemen risiko PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk membagi tanggungjawabnya kepada Dewan Komisaris, Dewan Direksi kemudian memfokuskan kepada bisnis unit yaitu Direktorat Manajemen Risiko. Dewan Direksi bertugas menetapkan risiko selera dari bank dan risiko kebijakan dibawah bimbingan Dewan Komisaris. Risk Management Commite yang merupakan sub-grup dari Risk & Capital Commite adalah grup manajemen senior yang bertanggung jawab memberi dukungan kepada Presiden Direktur terhadap identifikasi, pengukuran, monitoring dan kontrol risiko dari kegiatan aktifitas bank.
30
Tabel 4.1 Struktur Organisasi manajemen Risiko pada PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk
Bank Mandiri telah membangun Risk Profile Repport ( RPR ) untuk mengevaluasi serta menyusun risiko bank baik dari segi luasnya persaingan pasar bank ataupun dari segi prespektif bisnis unit. RPR memaparkan risiko yang tidak dapat dipisahkan dari masing-masing bisnis dan kontrol sistem dari 8 tipe risiko (risiko pasar, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko operationalm risiko hukum, risiko strategis, resiko reputasi dan risiko pelaksanaan). Bank Mandiri telah mendirikan direktorat yang terpusat untuk manajemen risiko pada
tahun
2001.
Aktivitas
yang
dilakukan
pada
direktorat
ini
adalah
mengelompokan risiko berdasarkan bebarapa kategori, yaitu : 1.
Risiko pasar dan likuiditas , yang merupakan suatu risiko dari pergerakan harga pasar yang berlawanan dengan keinginan yang berlaku bagi instrumen umum. Pergerakan yang belawanan dengan keinginan disini maksudnya adalah pergerakan harga yang merugikan bank. Risiko pasar umumnya terdiri dari 4 faktor utama, yaitu : •
Risiko suku bunga ( interest rate risk )
•
Risiko posisi ekuitas ( equity position risk )
31
2.
•
Risiko valuta asing ( foreign exchange risk )
•
Risiko posisi komoditas ( commodity position risk )
Risiko kredit, yang merupakan risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat atau tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya.
3.
Risiko operasional, yang merupakan risiko-risiko yang terdapat dalam kegiatan operasional sehari-hari perusahaan yang baik secara langsung maupun tidak langsung muncul dari ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, orang, dan sistem atau dari kejadian di luar kendali perusahaan, termasuk bencana alam. Risiko Operasional berdasarkan kesepakatan Basel II dibagi menjadi 5 kategori , yaitu sebagai berikut : 1.
Risiko proses internal ( internal process risk ), yang terkait dengan kegagalan dari suatu proses bank atau prosedur.
2.
Risiko sumber daya manusia ( people risk ), berhubungan dengan karyawan dari suatu bank. Bank sebagaimana perusahaan lain sering menyatakan bahwa aktiva paling berharga adalah karyawan mereka. Tetapi pada banyak kasus karyawan menjadi sumber umum dari peristiwa – peristiwa risiko operasional.
3.
Risiko Hukum (Legal Risk), yang meliputi peningkatan kerugian akibat adanya perubahan pada tindakan hukum yang tidak tepat dan adanya praktek dan dokumen hukum yang tidak terdeteksi.
4.
Risiko Eksternal (External Risk), yang timbul dari akibat adanya peristiwa yang terjadi yang berada diluar kekuasaan langsung dari bank, seperti bencana alam, terorisme, pemogokan masal, krisi ekonomi, dll.
5.
Risiko Sistem (System Risk), risiko yang berhubungan dengan penggunaan sistem dan teknologi.
32
4.1.1.2 Proses Perkreditan PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk. Proses perkreditan di Bank Mandiri , terutama pada proses persetujuan kredit sudah dibuat sedemikian rupa sehingga keputusan yang dibuat dapat dianalisis lebih cepat dengan mengimplementasikan prinsip four – eye. Dimana setiap keputusan kredit memerlukan otorisasi dari pejabat yang berwenang dari sisi pengelolaan risiko kredit dan dari sisi unit bisnis. Struktur dari Risk & Capital Commitee (RCC) sudah diiperluas agar dapat bersama-sama menjalankan ketiga sub-committee dalam Risk & Capital Commitee, yaitu : Asset & Liability, Credit Policy dan Capital & Investment yang tidak lain bertujuan agar terjalin integrasi dalam risk management governance Bank Mandiri. Bank Mandiri juga telah mengimplementasikan pengkondisian ulang dan restruktur proses peminjaman, yang bertujuan untuk menghindari konflik kepentingan dan kebutuhan. Bank Mandiri telah mendirikan suatu unit organisasi untuk
dapat
mengkaji
program
restrukturisasi
yang
berhubungan
dengan
peminjaman. Kebijakan yang dilakukan oleh Bank Mandiri tidak menghapus risiko, akan tetapi Bank Mandiri berusaha memastikan bahwa risiko yang mungkin muncul dapat disesuaikan dengan tingkat risiko yang dapat diterima oleh perusahaan. Bank Mandiri mengukur, memonitor dan mengatur risiko kredit untuk masingmasing dan peminjam dan juga pada tingkat portofolio. Bank Mandiri telah mengimplementasikan sistem untuk corporate credit rating, consumer scoring, RAPM ( Risk Adjusted Performance Management), RAROC ( Risk-adjusted Return on Capital ). Bank Mandiri juga mengikuti struktur dan standarisasi proses persetujuan kredit yang didalamnya terkandung prosedur yang cukup komprehensif untuk penilaian kredit. Bank Mandiri telah merevisi prosedur kreditnya di tahun 2005, yaitu dengan melampirkan Credit Approval Process Guidence dan beberapa kebijakan baru lainnya. Beberapa kebijakan tersebut antara lain adalah :
33
1.
Persetujuan kredit Proses
persetujuan
kredit
berdasarkan
dari
prinsip
four-eye,
membutuhkan persetujuan dari bisnis unit terkait dan grup risiko kredit. Walau bagaimana pun, sebelumnya suatu proses persetujuan kredit berada di bawah pengawasan bisnis unit terkait dan unit risiko manajemen Bank Mandiri. Pada bulan Juni 2005, setiap proposal pengajuan kredit, baik itu ditolak ataupun diterima berada dibawah pengawasan Komite Persetujuan Kredit yang merupakan bagian dari unit manajemen risiko. Faktor yang harus dipertimbangkan dan tercakup dalam proses persetujuan kredit antara lain : a. Prinsip mengenal nasabah ( know your customer ) yang harus dipatuhi secara ketat. Bank melarang memberi kredit kepada debitur yang latar belakang dan kegiatan usahanya tidak jelas atau meragukan. Prinsip mengenal nasabah ini mencakup juga kemauan (karakter) dan kemampuan untuk melunasi kredit. b. Tujuan
kredit
dan
sumber
pembiayaan.
Bank
tidak
boleh
mengandalkan jaminan atau garansi, yang hanya berfungsi sebagai pengaman lapis kedua apabila debitur gagal melunasi pinjamannya. Sehingga bank harus mempersyaratkan agar kolateral yang dijaminan ditutup asuransi secukupnya. c. Profil risiko terkini dari debitur dan agunan serta tingkat sensitifitasnya terhadap perkembangan kondisi ekonomi dan pasar. d. Analisis kemampuan untuk membayar kembali, yang ditunjukkan oleh perkembangankeuangan historis dan proyeksi arus kas dengan berbagai risiko. e. Posisi debitur dalam industri tertentu, serta kemampuan bisnis debitur maupun kondisi sektor ekonomi debitur. f. Persyaratan kredit yang diajukan, termasuk limit dan perjanjian yang dirancang untuk membatasi perubahan eksposur debitur di masa yang akan datang.
34
2.
Pengesahan Kredit Sebelumnya pengesahan kredit dilakukan berdasarkan tugas individual
pada organisasi yang relevan. Pada bulan Juni 2005, pengesahan kredit dilakukan oleh pejabat yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan, kompetensi dan integritas individual tersebut. Pejabat yang terpisah dari satuan kerja pemutus kredit harus melakukan pengkajian ulang. Untuk keperluan pengkajian ini, Bank dapat menyusun dan menggunakan check-list khusus untuk keperluan tersebut. 3.
Loan Collectibility Berdasarkan PBI 7/2/2005 , Bank Mandiri telah mengadopsi kebijakan
baru dari Bank Indonesia. Kebijakan ini menyangkut diantaranya konsep kesatuan / satu proyek untuk menentukan suatu keputusan pinjaman. •
Kebijakan Kredit Bank Mandiri telah membangun suatu kebijakan kredit dan acuan prosedur
yang lebih spesifik untuk melakukan analisa kredit, persetujan kredit, supervisi kredit, dan restrukturisasi kredit. Sehingga Bank Mandiri telah menetapkan standar penilaian kredit melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Manual kebijakan kredit bank sekurangnya harus memuat alat kontrol antara lain sebagai berikut : −
Cakupan pemberian kredit
−
Standar penetapan rating kredit
−
Jenis fasilitas yang ditawarkan, penetapan suku bunga profitabilitas
−
Pedoman pengelolaan portofolio kredit
−
Syarat permohonan kredit
−
Jenis kredit yang tidak diinginkan bank
−
Persyaratan serta kriteria jaminan kredit
−
Standar penilaian kolateral dan persyaratan bagi penilai
Sedangkan prosedur kredit harus menekankan proses penilaian kredit yang fokus pada risiko yang terkait antara lain pada jenis usahanya, besarnya limit kredit yang diberikan, dan lamanya jangka waktu pinjaman. Semakin besar limit atau semakin lama jangka waktu kredit, semakin besar pula risiko yang akan terjadi.
35
•
Pengawasan Pinjaman Setiap pinjaman akan dimonitor / diawasi untuk bisnis yang sesuai dalam
periode tertentu melalui kelancaran pembayaran atau cicilan pada setiap bulannya. Unit manajemen bisnis dan manajemen risiko keduanya tergabung dalam suatu proses, yang tidak lain tidak bukan adalah untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya pinjaman yang lebih buruk dan mempersiapkan langkah-langkah antisipasinya.
4.1.1.3 Risiko Perkreditan PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk. Penyebab utama masalah bank yang serius berkaitan langsung dengan standar pemberian kredit yang lunak dan longgar, manajemen risiko portofolio kredit yang lemah, dan kurangnya perhatian terhadap perubahan ekonomi atau kondisi lingkungan lainnya, yang pada giliran berikutnya dapat membuat sebuah kredit kepada counterparty menjadi bermasalah. Praktik pengelolaan risiko kredit disusun untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam bisnis kredit, serta untuk menjamin independensi dan integritas proses pengelolaan risiko. Terjadinya kredit bermasalah dan kredit macet, akan mengurangi pendapatan bank, menjadikan bank tidak solvent, bahkan mengikis modal bank. Oleh karena itu manajemen risiko menjadi fokus utama pada bank dengan ukuran kegiatan usaha kecil dan sedang. Risiko kredit berdasarkan Workbook level I Global Association of Risk Professionals ( 2005 : A.16 ) risiko kredit didefinisikan sebagai : “risk of losses associated with the possibility that a counterparty will fail to meet its obligations”. Dengan kata lain bahwa debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan, atau turunnya kualitas debitur atau pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi.
36
Kebangkrutan Nasabah
Gagal bayar
Kesulitan keuangan nasabah
Potensi Gagal Bayar
Ambang batas kriteria kesehatan tidak dipenuhi
Penurunan Peringkat Nasabah
Penurunan kinerja nasabah
Pelanggaran kontrak
Kelemahan kontrak kredit
Potensi pelanggaran kontrak
Risiko Kredit
Gambar 4.2. Kerangka risiko kredit
4.1.1.4 Jenis – Jenis Risiko Kredit Berdasarkan counterparty risiko kredit dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : a. Risiko kredit Pemerintahan ( sovereign credit risk ) Risiko ini terkait dengan pemerintahan suatu negara yang tidak mampu untuk membayar pokok dan bunga pinjamannya pada saat jatuh tempo. Pinjaman yang dilakukan pemerintah terdiri dari pinjaman bilateral antara negara peminjam dengan satu pihak kreditur dan pinjaman multilateral yaitu antara negara dengan beberapa pihak kreditur. b. Risiko kredit korporat ( corporate credit risk ) Merupakan risiko gagal bayar dari perusahaan yang menerbitkan surat utang, gagal bayar dari perusahaan yang telah memperoleh kredit, serta gagal bayar dari perusahaan yang telah memperoleh penyertaan modal. c. Risiko kredit konsumen ( retail customer credit risk ) Risiko kredit yang terkait dengan ketidakmampuan debitur perorangan dalam menyelesaikan pembayaran kreditnya.
37
4.1.2 Perkembangan Kondisi Makro Perekonomian Jawa Barat Pada tahun 2005, perekonomian Jawa barat tumbuh sebesar 0.88 %, mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang masih berlanjut ini ditopang oleh sektorsektor ekonomi dominan (leading sector) dalam perekonomian Jawa Barat, yang relatif masih dapat mempertahankan produktivitasnya dari tekanan beberapa faktor yang kurang kondusif, seperti kenaikan harga BBM yang terjadi di tahun 2005, meningkatnya suku bunga, dan faktor eksternal berupa kenaikan harga minyak dunia, serta cenderung melemahnya nilai tukar rupiah pada triwulan III-2005. Peningkatan investasi pada triwulan ini masih terkait dengan pembangunan infrastruktur dan properti. Di samping itu, peningkatan kegiatan investasi didorong pula oleh meningkatnya kegiatan perluasan pabrik/kapasitas produksi pada industri otomotif. Perkembangan investasi di tahun 2005 diindikasikan pula oleh perkembangan kredit perbankan, yang menunjukkan adanya peningkatan penyaluran kredit investasi oleh sektor-sektor ekonomi dominan di Jawa Barat, seperti industri pengolahan; industri perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor konstruksi dan bangunan. Pertumbuhan yang positif pada tahun 2005 menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Barat masih dapat berkembang secara berkesinambungan. Untuk menjaga perkembangan tersebut serta dalam rangka pencapaian laju pertumbuhan Jawa Barat sebesar 4,8 , antara lain memerlukan efisiensi investasi dalam perekonomian. Pencapaian target tersebut seyogyanya dapat mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan, sehingga kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat di setiap kabupaten./kota dapat diperkecil.
4.1.3 Sektor Ekonomi Dominan ( Leading Sectors ) 4.1.3.1 Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan sampai dengan tahun 2005 masih terus tumbuh seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sektor ini tumbuh 0,1 % dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan sektor tersebut
38
antara lain disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku. Sampai dengan triwulan III – 2005, sektor industri pengolahan masih didominasi oleh subsektor industri tanpa migas dengan pangsa mencapai 97 %. Hal ini menunjukkan bahwa produksi industri tanpa migas masih berpengaruh besar terhadap kinerja sektor industri pengolahan. Pertumbuhan pada subsektor industri tanpa migas terutama didorong oleh peningkatan produksi pada industri angkutan, mesin dan peralatannya; industri tekstil; barang kulit dan alas kaki; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; serta industri makanan, minuman dan tembakau.
4.1.3.2 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Di tahun 2005, Sektor perdaganga, hotel dan restoran ( PHR ) mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yankni 2,24 %. Pertumbuhan pada sektor ini didorong oleh kenaikan nilai penjualan pada semua subsektor dengan kontribusi terbesar masih didominasi subsektor perdagangan besar dan eceran, diikuti oleh restoran dan kemudian hotel. Pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran antara lain terkait dengan peningkatan volume pedagangan produk pertanian Jawa Barat, khusunya beras. Komoditas ini bukan saja diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan beras Jawa Barat, tetapi juga untuk memenuhi permintaan beras di luar Jawa Barat.
4.1.3.3 Sektor Pertanian Sektor pertanian kembali tumbuh positif ditahun 2005 sebesar 0,64 %, setelah sebelumnya mengalami penurunan10,53 %. Secara umum, sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor tanaman bahan makanan, khususnya padi, dengan pangsa pada tahun 2005 ini terhadap sektor pertanian mencapai 70 %, kemudian diikuti oleh subsektor perternakan dengan pangsa sebesar 15 %.
4.1.3.4 Sektor Lainnya Di tahun 2005, sektor jasa masih tumbuh positif, yang didorong oleh peningkatan nilai tambah jasa pemerintahan umum dan jasa swasta. Sektor
39
bangunan/konstruksi masih terus mengalami pertumbuhan positif, sejalan dengan terus berkembanganya pembangunan infrastuktur dan properti di Jawa Baarat. Pembangunan properti khusnya, dikawasan perkotaan, masih terus berlanjut meliputi properti residentsial maupun properti komersial. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan engalami pertumbuhan positif tertinggi di tahun 2005, yang didorong oleh kenaikan nilai tambah produksi pada semua subsektor, terutama subsektor sewa bangunan dan diikuti sektor bank, jasa perusahaan dan subsektor lembaga keuangan lainnya.
4.2.
Penerapan Model Konseptual Terhadap Pemecahan Masalah
4.2.1 Metode Penilaian Kredit ( Credit – Scoring Models ) Skoring menurut Mark Schreiner dalam Journal of Microfinance Risk Management (November 2000 : p.3 ) “A credit-scoring model is a formula that puts weights on different characteristics of a borrower, a lender, and a loan.” Sehingga bisa dikatakan bahwa skoring adalah sebuah alat matematis yang dipergunakan untuk memprediksikan kualitas dari sebuah pinjaman (loan) berdasarkan pada analisa statistika dari ribuan nasabah peminjam, yang baik dan yang tidak baik di masa lalu, karena pada tahap ini dilakukan pembobotan dengan karakteristik yang berbeda-beda terhadap peminjam, pemberi pinjaman dan pinjaman itu sendiri. Tujuan dari evaluasi ini adalah menemukan karakteristik signifikan kelompok peminjam yang dapat dipercaya dari yang tidak dapat dipercaya. Kombinasi dari kriteria itu seperti umur, status perkawinan, profesi, riwayat kredit yang lalu dan beberapa kriteria lain, lebih menggambarkan pada angka yang disebut skor. Skor yang tinggi menggambarkan probabilitas tinggi dalam permasalahan pinjaman. Skor itu sendiri tidak terkait dengan penerimaan atau penurunan jumlah sebuah pinjaman atau juga pinjaman yang terbayar tepat sesuai waktunya. Ia hanya dapat memprediksi bahwa pinjaman dari sebuah kelompok anggota dengan skor tinggi akan mempunyai kelayakan pinjaman lebih baik dari pada yang mempunyai skor lebih rendah.
40
Elemen-elemen utama dalam sistem skoring adalah: •
Sebuah kartu skoring, adalah sebuah kartu informasi relevan atas diri si pemohon pinjaman dan informasi usahanya;
•
Sebuah logaritma, yang merupakan proses pendataan matematis dan menghasilkan skor;
•
Perundangan perbankan yang bersifat internal tetang bagaimana skoring dilaksanakan. Perkembangan dari kartu skor dan logaritma adalah sangat mahal dan
merupakan barang yang harus dijaga kerahasiaannya. Selain itu, solusi bahwa semua bank akan melakukannya adalah merupakan hal yang mustahil. Skor ini hanya dapat diprediksikan dalam lingkungan tertentu, dan tidak berlaku bagi lingkungan yang lain. Hal ini menjadi salah satu penguatan bagi piranti lunak (software) untuk menganalisis data. Kartu skor dan logaritma tidak mudah di kirim dari negara yang satu ke negara berkembang yang lain. Piranti ini selalu terkait dengan situasi di mana dia diaplikasikan. Pengamatan terpenting adalah: Kualitas pinjaman-pinjaman di masa mendatang yang diperuntukkan bagi usaha mikro dan kecil sangat tergantung dari skor kepribadian diri peminjam yang akan menggambarkan skor peran usaha mereka. Beberapa indikator akan dikombinasikan guna mendapatkan sebuah pernyataan bila mungkin; dan keputusan yang akan dibuat. Skor akan otomatis beradaptasi dengan hal-hal yang tercangkup disekitarnya karena didasari masukan lokal. Salah satu dari tipe penilaian kredit menurut Michael Crouhy dalam bukunya The Essential of Risk Management ( 2005 : 214) antara lain adalah : • Credit bureau scores, lebih dikenal dengan FICO scores karena metodologi ini dikembangkan oleh Fair Isaac Corporation. FICO credit scores berdasarkan pada informasi dari laporan-laporan kredit masing-masing perusahaan. Mayoritas dari nilai kredit ini berkisar 300 sampai dengan 850 point. Makin tinggi nilai yang didapatkan, makin besar pula kesempatan untuk mendapatkan kredit. Tetapi harus diingat bahwa evaluasi nilai kredit ini bukan satu-satunya faktor penentu pemberian suatu kredit, hanya salah satu proses penyaringan tahap awal dalam
41
pemilihan debitur yang potensial. Dalam membuat suatu kartu skor dapat menggunakan beberapa karakteristik. Semakin banyak karakteristik yang digunakan semakin baik nilai yang akan dicapai dan penilaian tahap awal dalam pemilihan debitur pun akan semakin menyeluruh. Berikut merupakan contoh dari karakteristik yang digunakan dalam kartu skor: Tabel 4.2 Contoh aplikasi kartu skor-1 Years on Job Less than 6 months
6 months to 1 year
Own or Rent
5 Own or buying
14 Rent
Banking
40 Checking account
19 Saving account
22 Major Credit Yes Cards 27 Occupation Retired
Age of Applicant
41 18-25
19 Worst Credit Major derogatory Reference -15
17 No
1 year 7 months to 6 6 years 9 months to 10 years 6 months or years 8 months 10 years 5 months more 20 27 39 All others 26 Checking and savings None account 31 0
11 Professional
Clerical
Sales
Service
All others
36 26-31
27 32-34
18 35-51
12 52-61
27 62 and over
14 Minor deregatory
22 No record
26 One satisfactory
40 No investigation
-4
-2
9
34 Two or more satisfactory 18
0
Sumber : Figure 9-1 The Essential of Risk Management ; Michel Crouchy
Tabel 4.3 Contoh aplikasi kartu skor-2 Criteria and score value A Score B Age of applicant : < 30 years : 3 28 3 30-45 years: 5 39 > 45 years : 8 Marital Status Single : 2 S. 2 Married : 3 M. Divorced : 1 Number of children in house-hold without income 0 :1 1-2 : 5 1 5 >3:2 6 Type of opeartion : addition Total score (output) 10
score “13” or higher score “10” or lower score “11” or “12”
Score
C
Score
High
Low 3
5 79
8
D.
1
0
1
3
8
3 1 1 5
2 10
10
16
5
: the loan will be disbursed (white = auto-accept), : the loan will be declined (black = auto-decline) : (called gray area) loan disbursement depends on either a set of additional rules or a “manual review”, the judgment of loan officer and supervisor.
Sumber : Figure 2. Scoring a profitable tool for SME Lending and Loan Risk Management ; Wolfram Hiemann
42
4.2.2 Matrik BCG Dalam melakukan penelitian mengenai masalah yang terjadi di PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk mengacu pada teori matriks BCG. Matriks BCG membantu suatu perusahaan dengan banyak unit bisnis untuk mengelola posisinya, dengan meneliti posisi pangsa pasar dan kecepatan pertumbuhan industri dari masing-masing unit bisnis relative terhadap seluruh unit bisnis lain dalam perusahaan. Untuk menggunakan matriks BCG, masing-masing unit bisnis perusahaan dipetakan menurut tingkat pertumbuhan pasar (prosentase pertumbuhan penjualan) dan posisi bersaing relatif. Laju pertumbuhan pasar adalah proyeksi laju pertumbuhan penjualan untuk pasar yang dilayani oleh suatu bisnis, biasanya diukur sebagai prosentase kenaikan penjualan atau unit volume pasar. Laju ini berfungsi sebagai indikator daya tarik relatif pasar yang dilayani oleh masing-masing bisnis dalam portofolio bisnis perusahaan. Posisi bersaing relative biasanya dinyatakan sebagai bagian pasar suatu bisnis dibagi dengan bagian pasar pesaing terbesarnya. Jadi, posisi relatif bersaing memberikan dasar untuk membandingkan kekuatan relatif bisnisbisnis dslam portofolio perusahaan dari segi posisi mereka dipasar yang bersangkutan. Posisi pangsa pasar relatif digambarkan pada sumbu X dari matrik BCG, titik tengah sumbu X biasanya ditetapkan untuk nilai 0,50 artinya suatu unit bisnis yang mempunyai pangsa pasar setengah dari perusahaan pemimpin dalam industri. Sumbu Y menggambarkan tingkat pertumbuhan pasar pada umumnya dibedakan berdasarkan klasifikasi tinggi dan rendah. Selanjutnya, setelah semua bisnis unit tersebut dibuatkan plotnya dalam matrik BCG, pengaruhnya dapat dilihat dalam strategi di tingkat korporat secara keseluruhan. Menurut Philip Kotler dalam bukunya yang berjudul Marketing Management : “An Asian Perpective” ( 1996 : 91 ) hasil plot tersebut dapat dibagi kedalam 4 kategori, yaitu : •
Tanda Tanya ( Question Mark ) Unit bisnis dalam kuadran I (satu) mempunyai posisi pangsa pasar relatif rendah, tetapi bersaing dalam industri dengan pertumbuhan tinggi, sebagian besar bisnis dimulai pada kuadran ini, karena perusahaan baru memasuki pasar
43
yang pertumbuhannya tinggi dimana telah ada perusahaan lainnya yang telah memimpin pasar. Pada umumnya kondisi ini memerlukan dana yang tinggi namun hasil masih rendah. Bisnis ini disebut tanda tanya karena perusahaan harus memutuskan apakah memperkuat unit bisnis itu dengan menjalankan strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk) atau menjualnya. •
Bintang ( Star ) Jika bisnis dalam posisi tanda tanya berhasil mengatasi masalahnya, bisnis tersebut akan masuk dalam kategori bintang, hal ini mewakili peluang jangka panjang terbaik untuk pertumbuhan dan profitabilitas. Unit bisnis dengan pangsa pasar relatif tinggi dan tingkat pertumbuhan industri tinggi harus menerima investasi cukup besar untuk mempertahankan atau memperkuat posisi dominannya. Penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produksi dan patungan merupakan strategi yang tepat yang dapat dipertimbangkan untuk unit bisnis ini, namun yang harus diperhatikan bahwa tidak berarti bintang akan memberikan arus kas positis bagi perusahaanm perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih banyak supaya dapat tumbuh dengan cepat dan mampu mengalahkan pesaingnya.
•
Sapi perah ( Cash Cow ) Bila pertumbuhan pasar tahunan turun menjadi kurang dari 10 % sang bintang akan menjadi sapi perahan jika memiliki pangsa pasar yang relatif besar. Atau dengan kata lain perusahaan mempunyai pertumbuhan lambat. Disebut sapi perah karena unit bisnis ini harus dikelola untuk mempertahankan posisi kuatnya, pengembangan produk atau diversifikasi konsentrik adalah strategi yang menarik untuk diterapkan pada unit bisnis ini, tetapi apabila unit bisnis ini pernah mengalami posisi lemah maka penghematan atau divestasi mungkin lebih tepat.
44
•
Anjing ( Dog ) Unit bisnis ini mempunyai posisi pangsa pasar relatif rendah dan bersaing dalam industri dengan pertumbuhan rendah atau tanpa pertumbuhan. Posisi ini disebut anjing dalam portofolio perusahaan. Pada umumnya unit bisnis menghasilkan laba yang rendah bahkan mungkin rugi, karena posisi yang lemah baik internal maupun eksternal. Cash flow yang rendah dan sering negatif disebabkan oleh posisi kompetisi yang lemah. Jika perusahaan memerlukan investasi untuk mempertahankan pangsa pasar pada kuadran ini, mungkin lebih baik baginya untuk melaksanakan divestasi dan investasi direlokasikan untuk membiayai kuadran tanda tanya atau bintang. Setelah menempatkan berbagai posisi bisnisnya ke matrik BCG perusahaan
harus memutuskan apakah portofolio bisnisnya sehat apa tidak. Portofolio yang tidak seimbang adalah yang terlalu banyak mempunya anjing atau tanda tanya dan/atau terlalu sedikit bintang dan sapi perah. Secara diagramatis matrik BCG dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar. 4.3 Matrik BCG
45
4.2.3 EBITDA dan VOLUME BISNIS •
EBITDA (Earning
Before
Interest, Taxes, Depreciation and
Amortization) Dalam menilai suatu kinerja perusahaan, sering kita hanya melihat kepada laba perusahaan tersebut. Padahal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui kinerja suatu perusahaan adalah casf flow, yaitu aliran kas masuk dan keluar dalam suatu perusahaan selama suatu periode tertentu. EBITDA secara definisi adalah laba bersih ditambahkan kembali dengan beban bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi. Pendapatan dan beban bunga, sebagaimana juga beban pajak dikeluarkan dari perhitungan EBITDA untuk lebih memfokuskan sisi kinerja operasional perusahaan, dan bukan pada biaya atau laba diluar operasi perusahaan. Demikian juga dengan depresiasi dan amortisasi. Beban tetap ini termasuk beban non kas, karena perusahaan sesungguhnya tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk biaya itu. Depresiasi hanya merupakan praktek akuntansi untuk mengalokasikan pembelian aktiva tetap (seperti mesin dan bangunan) menjadi biaya sepanjang umur manfaatnya. Dalam penulisan ini digunakan elemen EBITDA sebagai salah satu indikator pengukuran, hal ini dikarenakan hasil dari perhitungan EBITDA adalah keuntungan atau laba/rugi suatu perusahaan sehingga kebih memfokuskan dari sisi kinerja operasional perusahaan, dan dari EBITDA ini bisa dilihat apakah suatu perusahaan dapat memenuhi operasional perusahaannya atau tidak. Maka dalam menilai kinerja emiten akan lebih baik kalau kita melihat pertumbuhan EBITDA-nya dibanding dengan laba bersih, karena akan terhindar dari distorsi praktek akuntansi sebagaimana terjadi dalam laba bersih. Sehingga dalam mengkalkulasikan EBITDA lihat laba operasi yang diperoleh dari laba kotor dikurangi beban operasi, akan terhindar dari beban dan pendapatan bunga, pajak maupun distorsi rugi atau laba kuers, kemudian tambahkan beban depresiasi ke laba operasi untuk mendapatkan EBITDA.
EBITDA = LabaUsaha + Beban Depresiasi
46
•
VOLUME BISNIS
Biasanya perusahaan-perusahaan mengukur volume bisnisnya dari rata- rata tingkat penjualan yang mereka peroleh setiap tahunnya. Sehingga hal ini menjadi patokan dalam penelitian ini dimana data dari volume bisnis diambil dari tingkat penjualan yang diperoleh masing-masing perusahaan setiap tahunnya. 4.2.4 MANAJEMEN RISIKO 4.2.4.1 Definisi Risiko Berdasarkan Workbook level 1 Global Association of Risk Professionals (2005 : A.4) risiko didefinisikan sebagai “ Change of a bad outcome “. Maksudnya adalah suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya. Risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. Risiko dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola dengan semestinya. Sebaliknya risiko yang dikelola dengan baik akan memberikan ruang pada terciptanya peluang untuk memperoleh suatu keuntungan yang lebih besar.
4.2.4.2 Penyebab Timbulnya Risiko Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko ( risk event ) didefinisikan sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi kerugian atau hasil yang tidak diinginkan. Ada 2 hal yang menyebabkan timbulnya risiko, yaitu : •
Kejadian internal : Kejadian yang bersumber dari dalam institusi itu sendiri, seperti : kesalahan sistem, kesalahan manusia, kesalahan prosedur, dan lain-lain.
•
Kejadian eksternal : Kejadian yang bersumber dari luar yang tidak mungkin dapat dihindari, seperti : bencana alam, bencana akibat ulah manusia seperti kerusuhan dan perang, krisis ekonomi, hingga dampak sistematik yang ditimbulkan oleh masalah pada lembaga keuangan atau bank lain.
47
4.2.4.3 Kerugian yang Timbul Akibat Risiko Risk loss merujuk kepada kerugian konsekuensi langsung atau tidak langsung dari adanya risk event. Ada risiko yang terkait langsung dengan potensi kerugian perusahaan, misalnya : gagal bayar, kenaikan suku bunga yang mengakibatkan beban biaya meningkat. Ada juga risiko yang tidak terkait langsung, tetapi dampaknya cepat, misalnya : kematian salah satu direksi sehingga berdampak kepada kualitas manajemen, atau rusaknya sistem informasi pasar yang menyebabkan hilangnya monitoring kebutuhan pasar. Dan juga ada risiko yang tidak terkait langsung, tetapi dampaknya panjang, misalnya : hilangnya reputasi perusahaan, rendahnya kepuasan karyawan menurunkan semangat kerja, ataupun kurangnya usaha hubungan masyarakat perusahaan semakin lama ditinggalkan masyarakat.
4.2.4.4 Identifikasi Risiko Langkah awal pengolahan data dalam perspektif manajemen risiko adalah melakukan identifikasi risiko. Sebagai dasar dalam proses identifikasi risiko harus dipahami terlebih dahulu apa yang menyebabkan timbulnya risiko-risiko tersebut, baik itu berupa pengaruh lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Tipe-tipe risiko menurut Carl Olsson : Tabel 4.4 Jenis-jenis risiko menurut Carl Olsson Jenis Tipe Business risk
Deskripsi adanya perubahan terhadap pangsa pasar perusahaan, konsumen atau produk, perubahan pada lingkungan ekonomi dan politik di mana perusahaan beroperasi
Credit risk
Risiko bahwa pihak ketiga tidak dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan
Sovereign risk
Risiko kredit Pemerintahan terkait dengan Pemerintah suatu Negara yang tidak mampu membayar pokoko dan bunga pinjamannya pada saat jatuh tempo
Market risk
Berkaitan potensi penyimpangan hasil keuangan karena pergerakan variabel pasar selama periode likuidasi dan perusahaan harus secara rutin melakukan penyesuaian nilai terhadap pasar ( market to market ) Kemungkinan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendek atau pengeluaran tak terduga
Liquidity risk
48
Operational risk
Risiko yang ditimbulkan akibat tindakan dari atau oleh orang, proses, infrastruktur atau teknologi yang serupa yamg mempunyai dampak operasional
Accounting risk
Risiko dimana pencatatan keuangan tidak merefleksikan posisi keuangan di organisasi
Country risk
Risiko dimana mata uang suatu negara mempunyai dampak perubahan beda bunga terhadap mata uang yang lainnya
Political risk Industry risk Environmental risk
Risiko yang terjadi akibat perubahan situasi politik suatu negara
Legal/regulatory risk
Systemic risk Reputational risk
4.3.
Risiko yang berhubungan dengan operasional pada suatu industri Risiko yang mengakibatkan kerugian dari kerusakan suatu lingkungan yang disebabkan oleh perbuatan individu atau golongan yang berdampak pada suatu usaha Risiko yang berkaitan dengan kemungkinan munculnya upaya hukum oleh pihak tertentu kepada perusahaan yang dapat mengancam kesehatan, bahkan kelangsungan perusahaan Risiko kehilangan yang terjadi akibat dari adanya kegagalan oleh penghentian prosedur, proses atau sistem dan kontrol bisnis. Risiko yang berkaitan dengan potensi hancurnya nama baik perusahaan karena ketidakmampuan perusahaan mengelola kinerja dan komunikasi dengan pihak eksternal
Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.3.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yaitu: 1. Diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu: a. Informasi dan laporan keuangan perusahaan yang terpublikasi, yang diperoleh
melalui
website
resmi
perusahaan
yaitu:
www.bankmandiri.co.id. b. Wawancara dengan pihak unit manajemen risiko PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. untuk memperoleh data-data internal yang diperlukan terkait dengan proses manajemen risiko perusahaan. c. Studi literatur, baik itu dari buku maupun dari internet. 2. Diperoleh melalui hasil penyebaran kuesioner di perusahaan-perusahaan yang sesuai dengan pemilihan responden yaitu perusahaan berdasarkan sampel yang diberikan oleh Bank Mandiri Kantor Wilayah Bandung.
49
4.3.1.1 Proses Pemilihan Calon Debitur Dalam hal ini Bank Mandiri mempunyai suatu divisi yaitu Change Management Group yang bertugas dalam melakukan riset pasar sesuai dengan kebutuhan Bank Mandiri, sehingga dalam proses pengajuan kredit Bank Mandiri mempunyai persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh calon debitur. Berdasarkan hasil kualifikasi diperoleh 14 calon debitur yang harus dilakukan proses penyaring selanjutnya sehingga dapat diketahui calon debitur yang benar-benar potensial. Ke-14 calon debitur itu adalah : Tabel 4.5. 14 Calon debitur PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Customer PT. Plastikindo PT. Marga Daya PT. Tekstilku PT. Albasi Jinjing CV. Antenaku PT. Berhiber CV. Indoplast CV. Antareja PT. Aemdeka PT. Air Sejati PT. Usaha Tanah PT. Majateks PT. Jabang Tetuka CV. Sibisi
Sektor Usaha Industri Plastik Kontraktor Tekstil Properti Perdagangan Properti Industri Plastik Kontraktor Telkom Air minum Kemasan Air minum Kemasan Kontraktor Tekstil Perdagangan Perdagangan
Sumber : PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk.
4.3.2 Proses Pengolahan Data 4.3.2.1 Implementasi BCG Matrik Penelitian dilakukan untuk mengurangi nilai NPL yang cukup tinggi dalam PT.Bank Mandiri ( Persero ) Tbk dan untuk meminimalisasi risiko kredit yang timbul akibat dari pemilihan calon debitur yang kurang akurat pada tahap awal. Sistem pemilihan calon debitur akan lebih optimal apabila dilakukan penyaring tahap awal sebelum berlanjut kepada proses pemberian kredit. Pada tahap I ini dapat dilakukan penyaringan calon debitur yang potensial dengan cara menganalisa data sekunder dari masing-masing calon debitur tersebut, kemudian dari hasil analisa data sekunder dilakukan pemetaan berdasarkan volume bisnis dan EBITDA dari profil masing-
50
masing calon debitur. Kemudian setelah dilakukan proses penyaringan, hasil pemetaan yang terletak pada kuadran I tersebut disaring lagi dengan cara dilakukan proses rating melalui kuesioner. Pemetaan tersebut dibagi kedalam 4 kuadran, yaitu: •
Zona I : Calon debitur potensial dan menjadi prioritas dalam pemberian kredit.
•
Zona II : Calon debitur potensial dan dapat menjadi calon debitur yang diprioritaskan dalam pemberian kredit
•
Zona III : Calon debitur yang dinilai cukup potensial tetapi masih harus dilakukan peninjauan lebih lanjut.
•
Zona IV :
Calon debitur yang harus dihindari.
Dari hasil pemetaan tersebut dapat diketahui mana calon debitur yang harus dihindari dan calon debitur yang potensial sehingga dalam proses pemberian kredit PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk setidaknya sudah berusaha meminimalisasi risiko kredit dan menekan angka kredit macet. Ke-14 perusahaan itu adalah : Tabel 4.6. Data jumlah penjualan ( volume ) dan EBITDA ke 14 calon debitur
No
Nama Customer
Sektor Usaha
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
PT. Plastikoindo PT. Marga Daya PT. Tekstilku PT. Albasi Jinjing CV. Antenaku PT. Berhiber CV. Indoplast CV. Antareja PT. Aemdeka PT. Air Sejati PT. Usaha Tanah PT. Majateks PT. Jabang Tetuka CV. Sibisi
Industri Plastik Kontraktor Tekstil Properti Perdagangan Properti Industri Plastik Kontraktor Telkom Air minum Kemasan Air minum Kemasan Kontraktor Tekstil Perdagangan Perdagangan
2003 57,344 40,036 77,424 15,363 7,940 36,100 7,271 915 30,499 10,854 21,578 20,494 35,378 22,694
Volume ( dalam juta Rp) 2004 2005 Rata-Rata 70,535 95,295 74,391 38,334 79,172 52,514 124,632 149,717 117,258 99,679 134,566 83,203 8,351 6,952 7,748 46,222 54,857 45,726 8,362 9,617 8,417 992 15,113 5,673 29,408 57,312 39,073 12,356 14,628 12,613 36,323 60,669 39,523 21,867 12,153 18,171 65,948 85,254 62,193 18,495 27,431 22,873
2003 11,984 5,434 6,577 9,134 5,850 25,270 878 98 3,154 6,186 6,707 6,906 5,252 2,920
EBITDA ( dalam juta Rp) 2004 2005 Rata-Rata 20,840 30,875 21,233 5,251 14,509 8,398 12,430 13,052 10,686 18,698 25,243 17,692 5,144 4,308 5,101 23,069 29,112 25,817 1,073 1,328 1,093 301 3,002 1,134 5,161 8,909 5,741 8,074 8,694 7,651 14,343 18,805 13,285 6,689 6,904 6,833 16,073 11,083 10,803 2,187 3,256 2,788
Sumber : PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Setelah dilakukan pemetaan terhadap 14 calon debitur diatas yang mengajukan kredit ke Bank Mandiri berdasarkan data volume dan Ebitda, maka didapatkan matriks sebagai berikut :
51
120,000
90,000
60,000
30,000
-
30,000 6
I
25,000
II
1
Ebitda
20,000
4
15,000 10,000
3
9
13
12 2
5,000
III
11 14
-
IV
7
10 5 8
Volume
Gambar 4.4. Grafik Pemetaan 14 calon debitur berdasarkan volume dan EBITDA
Berdasarkan matriks pemetaan diatas, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.7. Data zona 14 calon debitur setelah dilakukan pemetaan
Zona I 1. PT. Plastikoindo 3. PT. Tekstilku 4. PT. Albasi Jinjing 6. PT. Berhiber 13.PT. Jabang Tetuka
Zona II -
9. PT. Aemdeka
Zona III 2. PT. Marga Daya
Zona IV 5. CV. Antenaku 7. CV. Indoplast 8. CV. Antareja 10. PT. Air Sejati
12.PT. Majateks 14.CV. Sibisi 11. PT. Usaha Tanah
Pada bagan diatas dapat dilihat bahwa perusahaan yang berada pada Zona I merupakan perusahaan-perusahaan yang dinilai potensial dan menjadi calon debitur prioritas dalam pemberian kredit. Sama halnya dengan posisi Bintang (star) pada matrik BCG, dimana pada posisi bintang ini pangsa pasar relatif tinggi dan tingkat pertumbuhan industri tinggi dimana dapat menerima investasi cukup besar untuk mempertahankan atau memperkuat posisi dominannya sehingga secara tidak langsung mengurangi risiko kredit macet. Sedangkan untuk perusahaan yang berada di Zona II merupakan perusahaan yang dinilai cukup potensial dan dapat menjadi calon debitur yang diprioritaskan
52
dalam pemberian kredit, sama juga dengan halnya posisi Tanda Tanya ( question mark ) mempunyai posisi pangsa pasar relatif rendah, tetapi bersaing dalam industri dengan pertumbuhan tinggi, sebagian besar bisnis dimulai pada kuadran ini, karena perusahaan baru memasuki pasar yang pertumbuhannya tinggi dimana telah ada perusahaan lainnya yang telah memimpin pasar. Pada umumnya kondisi ini memerlukan dana yang tinggi namun hasil masih rendah. Perusahaan-perusahaan yang berada di Zona III merupakan calon debitur yang dinilai cukup potensial tetapi masih harus dilakukan peninjauan lebih lanjut. Dimana pada kuadran ini sama halnya dengan posisi Sapi Perah (cash cow) yang mempunyai pangsa pasar yang besar tetapi mempunyai pertumbuhan lambat. Sehingga cukup besar kemungkinan risiko-risiko yang muncul yang dapat mengakibatkan perusahaan tersebut mengalami kekurangan modal akibat dari pertumbuhan yang lambat, dan salah satu risiko yang mungkin terjadi akibat pertumbuhan yang lambat yaitu dapat menyebabkan kredit macet. Sedangkan perusahaan yang berada pada posisi Zona IV merupakan perusahaan yang harus dihindari, hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan pada kuadran ini mempunyai posisi pangsa pasar relatif rendah dan bersaing dalam industri dengan pertumbuhan rendah atau tanpa pertumbuhan. Hal ini terlihat dari kecilnya jumlah volume dan juga ebitdanya. Pada matrik BCG posisi ini disebut Anjing ( dog ) dalam portofolio perusahaan. Pada umumnya unit bisnis menghasilkan laba yang rendah bahkan mungkin rugi, karena posisi yang lemah baik internal maupun eksternal. Cash flow yang rendah dan sering negatif disebabkan oleh posisi kompetisi yang lemah.
4.3.2.2. Instrumen: Kuesioner Selain sampel data dari Change Management Group PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. , pengumpulan data dalam proses penilaian risiko dilakukan melalui penyebaran kuesioner pada jenis perusahaan berdasarkan sampel jenis perusahaan yang diberikan oleh Bank Mandiri, dengan pemilihan responden setingkat manajer pada perusahaan tersebut yang dianggap pakar dan sesuai dengan tujuan kuesioner.
53
Penyebaran kuesioner ini dilakukan untuk melakukan penilaian dampak dan kemungkinan dari risiko-risiko yang sedang dan akan dihadapi oleh Bank Mandiri apabila ada suatu pengajuan kredit. Sebelum dilakukan pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner ini, terlebih dahulu dilakukan penentuan variabel yang akan digunakan dan diperkirakan dapat mempresentasikan risiko-risiko yang dihadapi Bank Mandiri dalam menentukan nasabah potensialnya, khususnya risiko kredit dalam hal ini telah dilakukan brainstorming dengan pihak Bank Mandiri. Pada tahap pengumpulan data baik untuk proses Identifikasi Risiko maupun Penilaian Risiko digunakan instrumen penelitian yaitu kuesioner. Penyebaran kuesioner pada penelitian ini dilakukan untuk memperoleh penilaian dampak dan kemungkinan risiko dari risiko-risiko yang telah diidentifikasi sebelumnya dan memperoleh risiko lainnya yang berpotensi menyebabkan kredit macet dalam pemberian kredit.
4.3.2.2.1 Metode Pengambilan Sampel Penentuan metode pengambilan sampel atau sampling disesuaikan dengan tujuan penelitian dan sumber daya yang tersedia. Metode pengambilan sampel yang akan digunakan adalah Purposive & Judgment Sampling dengan pertimbangan bahwa metode tersebut sesuai dengan sumber daya yang dimiliki, seperti waktu yang tersedia, serta jenis data dan responden yang dicari. Purposive Sampling adalah cara pengambilan sampel dengan mendapatkan informasi dari sumber yang tepat, diantaranya anggota masyarakat yang dipandang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan atau hanya mereka yang dirasa dapat memberikan informasi yang kita butuhkan (para pakar). Judgment Sampling adalah cara pengambilan sampel dengan mendapatkan informasi dari subyek yang dirasa paling dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.
54
4.3.2.2.2 Penentuan Jumlah Sampel Besarnya jumlah sampel yang akan digunakan adalah 38 responden, hal ini dikarenakan tingkat kontrol penelitian yang ketat dari pihak perusahaan. Selain itu pula karena metode pengambilan sampel yang dipilih adalah Purposive & Judgment Sampling, dimana pendapat yang dibutuhkan adalah pendapat para pelaku dan para pakar yang terkait langsung.
4.3.2.2.3 Penentuan Variabel Penentuan variabel dalam kuesioner diawali dengan proses studi literatur dokumen-dokumen internal yang tidak terpublikasi dan laporan perusahaan yang terpublikasi. Variabel dalam kuesioner ini merupakan hasil dari studi literatur yang berupa risiko-risiko yang pada umumnya terjadi pada sebagian besar perusahaan dan beberapa variabel didalamnya merupakan pertanyaan yang diajukan sendiri oleh PT.Bank Mandiri ( Persero ) Tbk. untuk dimasukkan kedalam kuesioner. (Tabel 4.8). Tabel 4.8.
Variabel kuesioner No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Jenis Risiko / Kegiatan Kenaikan harga bahan baku Kesulitan mendapatkan bahan baku Jenis teknologi yang digunakan Ketergantungan terhadap teknologi dari supplier harga yang kurang kompetitif Penduplikasian produk lawan Kurangnya SDM ahli di bidang tersebut Rendahnya daya beli Perang tarif Produk atau layanan baru dari kompetitor Perubahan perundang-undangan Ketidakstabilan sosial, politik, ekonomi negara Ancaman bahaya lingkungan Bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, banjir, dll) Bencana akibat kelalaian manusia ( kebakaran) Fluktuasi nilai mata uang asing Banyaknya pesaing Perubahan selera konsumen Ketidakmampuan perusahaan mengambil tindakan terhadap isu eksternal yang terkait dengan perusahaan Kualitas layanan produk dan konsumen yang buruk Agen pemasaran yang tidak eksklusif Kurangnya publikasi untuk membangun image perusahaan Kualitas pelayanan yang buruk Pemilihan supplier yang tidak tepat Rendahnya tingkat keuntungan Sengketa dalam memenuhi kontrak
55
4.3.2.2.4
Penilaian Risiko
Pada tahap ini dilakukan penetapan bobot risiko, yang dilihat dari tingkat kemungkinan terjadi ( likelihood ) dan dampak ( impact ) dari risiko yang dinilai, serta memilih alat apa yang akan digunakan. Tujuan penilaian risiko adalah untuk mendapatkan daftar risiko yang telah dinilai tingkat dampak dan kemungkinan terjadinya, kemudian diurutkan berdasarkan tingkat risiko secara menyeluruh sehingga diperoleh risiko yang perlu diprioritaskan penanganannya. Secara berkala, misalnya sekurangnya sebulan sekali Bank melakukan hal-hal sebagai berikut : •
Mengukur semua risiko, khususnya risiko murni (pure risk). Tujuan dari risk assesment tidak hanya untuk mengidentifikasi dan memahami risiko, tetapi juga untuk mengurutkannya dalam skala risiko atau tingkat urgensinya. Skala risiko ini diperlukan untuk mengalokasi sumber daya dalam mengelola risiko dimaksud.
•
Memahami semua nilai dari sumber daya fisik, aktiva, dan semua SDM yang sudah
ditetapkan
atau
ditugaskan
untuk
mengambil
risiko
serta
mengendalikannya. Pada saat ini program pengendalian risiko harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari struktur organisasi, deskripsi jabata, MIS, SDM sampai dengan audit intern. Pada tahap ini dilakukan penilaian terhadap risiko-risiko yang ada dalam perusahaan, mencakup penilaian terhadap dampak (impact) apabila suatu risiko terjadi,
serta
kemungkinan
kejadiannya
(likelihood)
suatu
risiko
dengan
menggunakan kuesioner. Menurut Daniel J.Mueller dalam bukunya Measuring Social Attitudes ( 1940 ) perhitungan suatu risiko dapat dilkaukan dengan cara seperti berikut : Tabel 4.9. Level dan deskripsi dimensi Dampak Risiko (Impact)
1 2 3 4 5
Dampak (Impact) Deskripsi Level Minor Dampaknya Sangat Kecil Moderate Dampaknya Kecil Severe Dampaknya Cukup Besar Major Dampaknya Besar Worse Case Dampaknya Sangat Besar
56
Tabel 4.10. Level dan deskripsi dimensi Kemungkinan Tejadi Risiko (Likelihood)
1 2 3 4 5
Kemungkinan (Likelihood) Level Deskripsi Almost Never Tidak terjadi dalam 5 tahun Unlikely Terjadi 1 kali dalam 5 tahun Possible Terjadi 1 kali dalam 2 tahun Likely Terjadi 1-4 kali dalam 1 tahun Almost Certain Terjadi > 5 kali dalam 1 tahun
Hasil dari penyebaran kuesioner tersebut, kemudian dilakukan proses scoring berdasarkan jenis perusahaan. Nilai pertimbangan yang digunakan adalah dari distribusi frekuensi atau kategori penilaian dampak atau kemungkinan yang paling banyak dipilih oleh responden atau dalam bahasa statistik lebih dikenal dengan nilai modus, yang kemudian dibagi dengan banyaknya responden, sehingga mendapatkan suatu nilai yang digunakan sebagai scoring. Semakin tinggi nilai tersebut semakin tinggi pula prioritas penanganan risiko yang bersangkutan pada jenis perusahaan tersebut. Dalam sampel yang diberikan oleh PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk. diperoleh 6 jenis sektor usaha yang berbeda, sehingga penanganan risiko untuk masing-masing perusahaan tersebut pun berbeda. Sehingga perhitungan scoring risiko pun dibedakan berdasarkan sektor usahanya masing-masing. Keenam jenis sektor usaha tersebut adalah : Tabel 4.11. Pembagian jenis sektor usaha calon debitur PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Customer PT. Plastikindo CV. Indoplast PT. Marga Daya CV. Antareja PT. Usaha Tanah PT. Tekstilku PT. Majateks PT. Albasi Jinjing PT. Berhiber PT. Aemdeka PT. Air Sejati CV. Antenaku PT. Jabang Tetuka CV. Sibisi
Sektor Usaha Industri Plastik Industri Plastik Kontraktor Kontraktor Telkom Kontraktor Tekstil Tekstil Properti Properti Air minum Kemasan Air minum Kemasan Perdagangan Perdagangan Perdagangan
57
Berdasarkan hasil penilaian risiko dari masing-masing jenis sektor usaha maka didapat hasil scoring sebagai berikut : Tabel 4.12. Hasil scoring risiko sektor usaha kontraktor Sektor Usaha : Kontraktor No (a)
Uraian risiko
(b) 1 Kenaikan harga bahan baku 2 Kesulitan mendapatkan bahan baku 3 Jenis teknologi yang digunakan 4 Ketergantungan terhadap teknologi dari supplier 5 Harga yang kurang kompetitif 6 Penduplikasian produk lawan 7 Kurangnya SDM ahli dibidang tersebut 8 Rendahnya daya beli 9 Perang tarif 10 Produk atau layanan baru dari kompetitor 11 Perubahan perundang-undangan 12 Ketidakstabilan sosial, politik, ekonomi negara 13 Ancaman bahaya lingkungan 14 Bencana alam ( gempa bumi, gunung meletus, banjir, dll) 15 Bencana akibat kelalaian manusia 16 Fluktuasi nilai mata uang 17 Banyaknya pesaing 18 Perubahan selera konsumen 19 Ketidakmampuan perusahaan mengambil tindakan terhadap isu eksternal yang terkait dengan perusahaan 20 Kualitas layanan produk dan konsumen yang buruk 21 Agen pemasaran yang tidak eksklusif 22 Kurangnya publikasi untuk membangun image perusahaan 23 Kualitas pelayanan yang buruk 24 Pemilihan supplier yang tidak tepat 25 Rendahnya tingkat keuntungan 26 Sengketa dalam memenuhi kontrak
Skala dampak (c) 0.0789 0.0789 0.1316 0.1316 0.1316 0.1053 0.1316 0.0526 0.1316 0.0526 0.1316 0.1316 0.0526 0.0789 0.0789 0.1316 0.0789 0.0526
Skala kemungkinan (d) 0.0789 0.0526 0.1316 0.1316 0.0263 0.0789 0.0526 0.0789 0.1316 0.0789 0.1316 0.1053 0.0526 0.0526 0.0526 0.1316 0.1316 0.1053
0.1053 0.0526 0.0526 0.1316 0.1316 0.0789 0.1316 0.0526
0.0789 0.1053 0.1053 0.0526 0.1053 0.1316 0.1316 0.0789
Nilai (cxd) 0.0062 0.0042 0.0173 0.0173 0.0035 0.0083 0.0069 0.0042 0.0173 0.0042 0.0173 0.0139 0.0028 0.0042 0.0042 0.0173 0.0104 0.0055 0.0083 0.0055 0.0055 0.0069 0.0139 0.0104 0.0173 0.0042 0.2368
Tabel 4.12. diatas merupakan hasil perhitungan scoring risiko dari sektor usaha kontraktor. Nilai scoring risiko dari sektor usaha kontraktor yaitu sebesar 0,2368 hal ini menandakan semakin besar nilai risiko yang didapat semakin besar pula risiko yang dimiliki di sektor usaha tersebut. Dalam lima tahun terakhir, sektor usaha ini cukup berkembang pesat, sehingga persaingan yang cukup ketat merupakan salah satu sebab dimana risiko yang akan terjadi juga tinggi.
58
Tabel 4.13. Hasil scoring risiko sektor usaha tekstil Sektor Usaha : Tekstil No
Uraian risiko
(a) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
(b) Kenaikan harga bahan baku Kesulitan mendapatkan bahan baku Jenis teknologi yang digunakan Ketergantungan terhadap teknologi dari supplier Harga yang kurang kompetitif Penduplikasian produk lawan Kurangnya SDM ahli dibidang tersebut Rendahnya daya beli Perang tarif Produk atau layanan baru dari kompetitor Perubahan perundang-undangan Ketidakstabilan sosial, politik, ekonomi negara Ancaman bahaya lingkungan Bencana alam ( gempa bumi, gunung meletus, banjir, dll) Bencana akibat kelalaian manusia Fluktuasi nilai mata uang Banyaknya pesaing Perubahan selera konsumen Ketidakmampuan perusahaan mengambil tindakan terhadap isu eksternal yang terkait dengan perusahaan Kualitas layanan produk dan konsumen yang buruk Agen pemasaran yang tidak eksklusif Kurangnya publikasi untuk membangun image perusahaan Kualitas pelayanan yang buruk Pemilihan supplier yang tidak tepat Rendahnya tingkat keuntungan Sengketa dalam memenuhi kontrak
20 21 22 23 24 25 26
Skala dampak (c) 0.0789 0.0789 0.1053 0.0526 0.1316 0.1316 0.0789 0.1316 0.1053 0.0789 0.1316 0.1316 0.1053 0.0789 0.1316 0.1316 0.1053 0.1053
Skala kemungkinan (d) 0.0789 0.1053 0.1316 0.1316 0.1053 0.1316 0.1053 0.0789 0.0789 0.1316 0.1316 0.0526 0.0526 0.0263 0.0526 0.1053 0.0789 0.0526
0.0789 0.1316 0.1053 0.1316 0.1316 0.0789 0.0789 0.0526
0.0789 0.0789 0.0789 0.0789 0.0526 0.0263 0.0789 0.0263
Nilai (cxd) 0.0062 0.0083 0.0139 0.0069 0.0139 0.0173 0.0083 0.0104 0.0083 0.0104 0.0173 0.0069 0.0055 0.0021 0.0069 0.0139 0.0083 0.0055 0.0062 0.0104 0.0083 0.0104 0.0069 0.0021 0.0062 0.0014 0.2223
Tabel 4.13. menerangkan hasil dari perhitungan scoring risiko sektor usaha tekstil. Nilai scoring risiko dari sektor usaha ini yaitu sebesar 0,2223 hal ini menandakan semakin besar nilai risiko yang didapat semakin besar pula risiko yang dimiliki di sektor usaha tersebut. Dibandingkan sektor usaha kontraktor, tekstil merupakan jenis usaha yang cukup berisiko. Kalangan perbankan secara perlahan meninggalkan industri tekstil sebagai target ekspansi kredit menyusul kian surutnya daya saing industri ini terhadap produk sejenis terutama dari Cina dan Vietnam.
59
Tabel 4.14 Hasil scoring risiko sektor usaha properti
Sektor Usaha : Properti No (a) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Skala dampak (b) (c) Kenaikan harga bahan baku 0.1316 Kesulitan mendapatkan bahan baku 0.0789 Jenis teknologi yang digunakan 0.0526 Ketergantungan terhadap teknologi dari supplier 0.0526 Harga yang kurang kompetitif 0.1316 Penduplikasian produk lawan 0.0526 Kurangnya SDM ahli dibidang tersebut 0.0526 Rendahnya daya beli 0.1316 Perang tarif 0.1053 Produk atau layanan baru dari kompetitor 0.0789 Perubahan perundang-undangan 0.0526 Ketidakstabilan sosial, politik, ekonomi negara 0.1053 Ancaman bahaya lingkungan 0.1316 Bencana alam ( gempa bumi, gunung meletus, banjir, dll) 0.1053 Bencana akibat kelalaian manusia 0.1316 Fluktuasi nilai mata uang 0.1316 Banyaknya pesaing 0.0789 Perubahan selera konsumen 0.1053 Ketidakmampuan perusahaan mengambil tindakan terhadap 0.1053 isu eksternal yang terkait dengan perusahaan Kualitas layanan produk dan konsumen yang buruk 0.1053 Agen pemasaran yang tidak eksklusif 0.1316 Kurangnya publikasi untuk membangun image perusahaan 0.1053 Kualitas pelayanan yang buruk 0.1316 Pemilihan supplier yang tidak tepat 0.0789 Rendahnya tingkat keuntungan 0.0789 Sengketa dalam memenuhi kontrak 0.0789 Uraian risiko
Skala kemungkinan (d) 0.0789 0.0789 0.0263 0.0263 0.0789 0.0526 0.0263 0.1053 0.0789 0.0526 0.0263 0.0789 0.1053 0.1053 0.1053 0.1053 0.0789 0.1053 0.0526 0.0789 0.1053 0.0526 0.0789 0.0526 0.0789 0.0789
Nilai (cxd) 0.0104 0.0062 0.0014 0.0014 0.0104 0.0028 0.0014 0.0139 0.0083 0.0042 0.0014 0.0083 0.0139 0.0111 0.0139 0.0139 0.0062 0.0111 0.0055 0.0083 0.0139 0.0055 0.0104 0.0042 0.0062 0.0062 0.2001
Nilai scoring pada sektor usaha properti yaitu sebesar 0.2001. Nilai ini bisa dikatakan cukup tinggi diantara keenam sektor usaha lainnya. Meskipun selama semester pertama tahun 2006 kondisi perekonomian secara makro sedang lesu, pembangunan proyek properti komersial seperti apartemen, hotel, mal, gedung perkantoran, dan pusat-pusat perdagangan masih bergairah. Akan tetapi hal tersebut berpotensial menimbulkan risiko dimana tingkat bunga yang cukup tinggi dan daya beli masyarakat yang masih lemah.
60
Tabel 4.15 Hasil scoring risiko sektor usaha plastik
Sektor Usaha : Plastik No
Uraian risiko
(a) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
(b) Kenaikan harga bahan baku Kesulitan mendapatkan bahan baku Jenis teknologi yang digunakan Ketergantungan terhadap teknologi dari supplier Harga yang kurang kompetitif Penduplikasian produk lawan Kurangnya SDM ahli dibidang tersebut Rendahnya daya beli Perang tarif Produk atau layanan baru dari kompetitor Perubahan perundang-undangan Ketidakstabilan sosial, politik, ekonomi negara Ancaman bahaya lingkungan Bencana alam ( gempa bumi, gunung meletus, banjir, dll) Bencana akibat kelalaian manusia Fluktuasi nilai mata uang Banyaknya pesaing Perubahan selera konsumen Ketidakmampuan perusahaan mengambil tindakan terhadap isu eksternal yang terkait dengan perusahaan Kualitas layanan produk dan konsumen yang buruk Agen pemasaran yang tidak eksklusif Kurangnya publikasi untuk membangun image perusahaan Kualitas pelayanan yang buruk Pemilihan supplier yang tidak tepat Rendahnya tingkat keuntungan Sengketa dalam memenuhi kontrak
20 21 22 23 24 25 26
Skala dampak (c) 0.0526 0.0263 0.1053 0.0789 0.0789 0.0526 0.0789 0.1316 0.0263 0.0789 0.1053 0.1053 0.1316 0.0789 0.1053 0.1316 0.0789 0.0789
Skala kemungkinan (d) 0.0789 0.0526 0.0789 0.0526 0.0789 0.0526 0.0789 0.1053 0.0789 0.0526 0.1053 0.0789 0.0526 0.0526 0.1053 0.1053 0.0526 0.0526
0.0526 0.0789 0.1053 0.1053 0.0526 0.1053 0.1316 0.0263
0.0789 0.0789 0.0789 0.0789 0.0789 0.0526 0.0789 0.0526
Nilai (cxd) 0.0042 0.0014 0.0083 0.0042 0.0062 0.0028 0.0062 0.0139 0.0021 0.0042 0.0111 0.0083 0.0069 0.0042 0.0111 0.0139 0.0042 0.0042 0.0042 0.0062 0.0083 0.0083 0.0042 0.0055 0.0104 0.0014 0.1655
Pada sektor usaha plastik, seperti yang terlihat pada Tabel 4.15. memiliki scoring risiko sebesar 0,1655. Pengepakan plastik, memiliki prospek bagus. Meski pemain di bisnis itu cukup banyak, range kualitas yang sangat besar membuat setiap pemain memiliki pasar yang segmented. Dengan kemajuan teknologi yang ada didunia membuat sektor usaha ini juga cukup berkembang dibidang alat-alatnya, sehingga investasi yang diperlukan juga tidak sedikit.
61
Tabel 4.16 Hasil scoring risiko sektor usaha perdagangan
Sektor Usaha : Perdagangan No
Uraian risiko
(a) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
(b) Kenaikan harga bahan baku Kesulitan mendapatkan bahan baku Jenis teknologi yang digunakan Ketergantungan terhadap teknologi dari supplier Harga yang kurang kompetitif Penduplikasian produk lawan Kurangnya SDM ahli dibidang tersebut Rendahnya daya beli Perang tarif Produk atau layanan baru dari kompetitor Perubahan perundang-undangan Ketidakstabilan sosial, politik, ekonomi negara Ancaman bahaya lingkungan Bencana alam ( gempa bumi, gunung meletus, banjir, dll) Bencana alkibat kelalaian manusia Fluktuasi nilai mata uang Banyaknya pesaing Perubahan selera konsumen Ketidakmampuan perusahaan mengambil tindakan terhadap isu eksternal yang terkait dengan perusahaan Kualitas layanan produk dan konsumen yang buruk Agen pemasaran yang tidak eksklusif Kurangnya publikasi untuk membangun image perusahaan Kualitas pelayanan yang buruk Pemilihan supplier yang tidak tepat Rendahnya tingkat keuntungan Sengketa dalam memenuhi kontrak
20 21 22 23 24 25 26
Skala dampak (c) 0.1316 0.0789 0.0789 0.0789 0.1053 0.1053 0.0526 0.1316 0.1316 0.1053 0.1053 0.1053 0.0789 0.0789 0.1053 0.1316 0.1316 0.0789 0.0526
Skala kemungkinan (d) 0.1053 0.0526 0.0789 0.0526 0.0526 0.0526 0.0526 0.0789 0.0526 0.0789 0.0526 0.0526 0.0526 0.0263 0.0526 0.1053 0.1053 0.0526 0.0789
0.0789 0.0789 0.1053 0.0789 0.0789 0.1053 0.0789
0.0526 0.0789 0.0789 0.0526 0.0526 0.0789 0.0263
Nilai (cxd) 0.0139 0.0042 0.0062 0.0042 0.0055 0.0055 0.0028 0.0104 0.0069 0.0083 0.0055 0.0055 0.0042 0.0021 0.0055 0.0139 0.0139 0.0042 0.0042 0.0042 0.0062 0.0083 0.0042 0.0042 0.0083 0.0021 0.1641
Tabel 4.16 merupakan hasil scoring untuk sektor usaha perdagangan, yaitu sebesar 0.1641. Nilai tersebut termasuk nilai yang cukup kecil dibandingkan dengan keenam sektor usaha yang ada pada perhitungan penelitian ini. Semakin kecil nilai scoring yang didapat pada masing-masing sektor usaha, semakin kecil pula risiko yang dimiliki.
62
Tabel 4.17 Hasil scoring risiko sektor usaha air minum dalam kemasan
Sektor Usaha : Air Minum Dalam Kemasan No
Uraian risiko
(a) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
(b) Kenaikan harga bahan baku Kesulitan mendapatkan bahan baku Jenis teknologi yang digunakan Ketergantungan terhadap teknologi dari supplier Harga yang kurang kompetitif Penduplikasian produk lawan Kurangnya SDM ahli dibidang tersebut Rendahnya daya beli Perang tarif Produk atau layanan baru dari kompetitor Perubahan perundang-undangan Ketidakstabilan sosial, politik, ekonomi negara Ancaman bahaya lingkungan Bencana alam ( gempa bumi, gunung meletus, banjir, dll) Bencana akibat kelalaian manusia Fluktuasi nilai mata uang Banyaknya pesaing Perubahan selera konsumen Ketidakmampuan perusahaan mengambil tindakan terhadap isu eksternal yang terkait dengan perusahaan Kualitas layanan produk dan konsumen yang buruk Agen pemasaran yang tidak eksklusif Kurangnya publikasi untuk membangun image perusahaan Kualitas pelayanan yang buruk Pemilihan supplier yang tidak tepat Rendahnya tingkat keuntungan Sengketa dalam memenuhi kontrak
20 21 22 23 24 25 26
Skala dampak
Skala kemungkinan
Nilai
(c) 0.1053 0.0789 0.1053 0.0789 0.1316 0.1316 0.0789 0.1316 0.0789 0.0526 0.1316 0.1053 0.1053 0.0526 0.0526 0.1053 0.1053 0.0526
(d) 0.1053 0.0526 0.0263 0.0526 0.0789 0.0789 0.0526 0.0526 0.0789 0.0526 0.0526 0.0526 0.0789 0.0263 0.0789 0.1316 0.1053 0.0526
(cxd) 0.0111 0.0042 0.0028 0.0042 0.0104 0.0104 0.0042 0.0069 0.0062 0.0028 0.0069 0.0055 0.0083 0.0014 0.0042 0.0139 0.0111 0.0028
0.0526 0.0526 0.1053 0.1053 0.1053 0.0263 0.0789 0.0789
0.0789 0.0526 0.1053 0.1053 0.0526 0.0526 0.0789 0.0526
0.0042 0.0028 0.0111 0.0111 0.0055 0.0014 0.0062 0.0042 0.1634
Sektor usaha air minum dalam kemasan merupakan sektor usaha yang memiliki nilai scoring risiko terkecil, yaitu sebesar 0.1634. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa semakin kecil nilai scoring yang dimiliki, maka semakin kecil pula risiko yang dimiliki pada sektor tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan ada banyak hal yang berpotensi menimbulkan risiko pada sektor ini, khususnya pada sektor usaha air minum dalam kemasan yang merupakan sektor usaha yang mempunyai prospek yang cukup bagus dan tidak memerlukan investasi yang besar.
63
Berdasarkan hasil perhitungan scoring diatas, sehingga apabila diurutkan berdasarkan nilai scoring tertinggi yang berarti jenis sektor usaha yang memiliki nilai risiko yang tinggi adalah sebagai berikut : Tabel 4.18 Hasil scoring risiko 6 sektor usaha calon debitur PT. Bank Mandiri ( Persero) Tbk.
No 1 2 3 4 5 6
Sektor Usaha Air minum dalam kemasan Perdagangan Plastik Properti Tekstil Kontraktor
Scoring 0.1634 0.1641 0.1655 0.2001 0.2223 0.2368
.
Dari perhitungan keenam jenis industri diatas, maka berdasarkan pemetaan terhadap 14 sampel perusahaan PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk. apabila dilihat dari posisi calon debitur potensial dan menjadi prioritas dalam pemberian kredit yaitu pada Zona I, maka didapat hasil scoring risiko perusahaan berdasarkan risiko tertinggi yaitu sebagai berikut : Tabel 4.19 Hasil scoring risiko perusahaan yang berada pada Zona I
No 1 2 3 4 5 6
Nama Perusahaan pada Zona I PT. Aemdeka PT. Jabang Tetuka
Sektor Usaha
Scoring
Air minum dalam kemasan
0.1634 0.1641 0.1655 0.2001 0.2001 0.2223
Perdagangan
PT. Plastikoindo
Plastik
PT. Albasi Jinjing
Properti
PT. Berhiber
Properti
PT. Tekstilku
Tekstil
Berdasarkan Tabel 4.19. nilai risiko yang paling kecil yaitu pada sektor usaha air minum dalam kemasan PT. Aemdeka. Perusahaan air minum dalam kemasan memang memiliki prospek bisnis yang cukup cerah dalam masa jangka panjang, karena kebutuhan akan air minum terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk.
64
Perusahaan yang menggarap bisnis inipun semakin banyak dan terus melakukan ekspansi untuk memperluas jaringan pasar produk – produknya. Dengan kebutuhan masyarakat akan air minum sangat tinggi padahal ketersediaan air yang layak minum dalam arti berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Walaupun demikian salah satu ganjalan dalam bisnis ini adalah maraknya depot air minum isi ulang yang belum tentu dapat dijamin kehigenisannya dan tentu juga dengan murahnya harga yang ditawarkan, serta pemain besar di bisnis ini yang jumlahnya mencapai puluhan perusahaan besar dan menengah. Sementara perusahaan kecil yang juga bergerak di bisnis ini juga mengalami perkembangan yang cukup pesat, sehingga semakin semakin sempitnya pangsa pasar yang ada. Selain itu, Indonesia juga mengimpor produk AMDK dari Perancis, Malaysia, dan Singapura. Kalau pada 1999 nilainya mencapai US$ 0,39 juta, pada 2001 turun menjadi US$0,31 juta. Dan pada 2005 impornya meningkat menjadi US$ 0,99 juta. Perkembangan industri ini juga diiringi dengan berbagai masalah yang timbul bersamaan. Di antaranya, ada beberapa industri ini yang masih belum menerapkan cara-cara berproduksi yang baik dan benar, maraknya penggunaan botol bekas, atau galon merek perusahaan lain, serta adanya pemalsuan penggunaan tanda SNI. Meskipun demikian, walaupun industri ini menduduki posisi scoring risiko dengan risiko terendah bukan berarti industri ini bebas dari risiko. Sektor usaha perdagangan memiliki scoring 0.1641. yang memiliki posisi kedua terkecil yang artinya pula risiko pada jenis industri perdagangan ini bisa dikatakan cukup kecil dibandingkan dengan industri tekstil, properti dan plastik. Pertumbuhan subsektor perdagnagan besar dan eceran khususnya di Jawa Barat antara lain terkait dengan peningkatan volume perdagangan produk pertanian Jawa Barat, khusunya beras. Komoditas ini buka saja diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan beras di Jawa Barat, tetapi juga untuk memenuhi permintaan beras diluar Jawa Barat, terutama untuk konsumsi masyarakat DKI Jakarta. Peningkatan volume perdagangan tersebut tidak terlepas dari meningkatnya permintaan masyarakat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan hasil produksi. Perkembangan subsektor perdagangan besar dan eceran juga sejalan dengan peningkatan jumlah
65
perusahaan yang mengajukan surat ijin usaha perdagangan (SIUP) khususnya di wilayah Jawa Barat. PT. Plastikoindo yang memiliki nilai scoring 0.1655 dimana tingkat risiko yang dimiliki oleh jenis perusahaan yang bergerak di industri plastik ini tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan jenis industri tekstil dan properti. Trend perkembangan industri plastik dan packaging di Indonesia dari tahun ke tahunnya menunjukan tren yang makin meningkat. Industri ini seolah terus berevolusi mengikuti tuntutan pasar yang sama-sama mengalami pertumbuhan. Beragam packaging yang umumnya difungsikan sebagai pembungkus produk itupun tampil makin kreatif.Industri plastik ini. Salah satu risiko yang sering timbul dalam industri ini adalah para klien dari perusahaan plastik ini yang kebanyakan berasalkan dari perusahaan kelas menengah atas sehingga seringkali menuntut pesanannya bisa diselesaikan dengan cepat dan tepat. Hal ini sebenarnya sangat bisa dipahami lantaran mereka memiliki bargaining power yang lebih besar. Wajar pula kiranya jika pada suatu waktu, ketika produksi sedang berjalan, mereka sering meminta untuk mengubah desain packaging pesananya. Tetapi disisi lain hal tersebut dapat menimbulkan suatu risiko dimana apabila disaat produksi sedang berjalan dan tiba-tiba kliennya meminta untuk mengubah desain maka hal tersebut akan menghabiskan modal dari perusahaan plastik tersebut, dan risiko lainnya adalah perkembangan teknologi dan disain plastik ini yang berkembang sangat cepat, sehingga diperlukan modal yang cukup besar baik itu merupa modal kerja maupun SDM iu sendiri. Untuk urutan selanjutnya adalah PT. Berhiber dan PT. Albasi Jinjing yang memiliki nilai 0.20001. Kedua perusahaan ini bergerak dibidang properti. Salah satu penyebab mengapa industri ini memiliki nilai risiko yang cukup tinggi antara lain adalah tingginya tingkat suku bunga yang diikuti seretnya kredit perbankan, ditambah menurunnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sehingga masyarakat lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sandang ketimbang membeli rumah. Tetapi salah satu yang harus menjadi pertimbangan oleh bank bahwa bisnis properti ini akan terus tumbuh walaupun secara perlahan-lahan, meskipun suku bunga bank sekarang masih terbilang tinggi,
66
permintaan dan kebutuhan terhadap rumah tidak akan pernah surut, terutama yang berasal dari masyarakat lapisan menengah bawah. Salah satu penyebabnya adalah didasarkan pada terbentuknya keluarga baru yang akan terus ada setiap tahun. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa PT. Tekstilku yang bergerak dibidang tekstil menduduki peringkat scoring tertinggi yaitu sebesar 0.2223 yang artinya semakin besar nilainya semakin tinggi pula risiko yang dimiliki oleh jenis perusahaan itu. Tingginya risiko pada industri tekstil ini disebabkan oleh banyak faktor, misalnya meningkatnya impor legal secara pesat terutama dari negara Cina dan dijual dengan harga yang murah; maraknya impor tidak legal, dan masalah daya saing. Selain itu pula dari data yang dimiliki oleh PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk. Pada tahun 2004, dari Rp. 2,6 triliun kredit yang dikucurkan oleh Bank Mandiri , nilai NPL-nya 8,4 %. Angka ini tergolong cukup tinggi dimana nilai NPL rata-rata adalah 4,6 %.
67
68
69