43
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). Rochmat Soemitro (dalam Resmi, 2005:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Soeparman Soemahamidjaja (dalam Resmi, 2005:1) mendefinisikan pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerahnya tanpa imbalan yang langsung dapat dirasakan, yang bersifat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai
44
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah setempat. Unsurunsur yang dimiliki pajak adalah: 1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan unddang-undang serta aturan pelaksanaannya 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaranya pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.2 Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo, pajak jika dilihat dari pemungutannya memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai berikut: 6.
Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. Merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara/daerah sesuai dengan waktunya dalam rangka membiayai seluruh pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat/daerah.
45
7.
Fungsi Regulerend Pajak sebagai alat untuk mengatur/melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerintah pusat/daerah untuk mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan negara/daerah.
2.1.3
Teori – teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:3) mengungkapkan terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasipemberian hak kepada negara untuk memungut pajak antara lain : 1. Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan tersebut. 2. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindunngan) masing- masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. 3. Teori Daya Pikul Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing - masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
46
Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. 4. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. 5. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilan terletak pada akibat pemungut pajak. Pemungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga negara, selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke
masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan. 2.1.4
Kedudukan Hukum Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak mempunyai kedudukan diantara hukum- hukum sebagai berikut : 1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. 2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut : a. Hukum Tata Negara b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
47
c. Hukum Pajak d. Hukum Pidana Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. 2.1.5 Pembagian Jenis Pajak Pajak dapat dikelompokkan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya (Mardiasmo, 2009:5), sebagai berikut : A. Jenis-jenis pajak menurut golongannya adalah sebagai berikut : 1. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. 2. Pajak tidak langsungbeban pajak yang dapat dialihkan kepada orang lain. B. Jenis pajak menurut sifatnya adalah sebagai berikut : 1. Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan Wajib Pajak dari segi kemampuan ekonomi. 2. Pajak objektif adalah pajak yang melihat pada objek pajaknya, tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajaknya. C. Menurut lembaga pemungutnya adalah sebagai berikut: 1. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga pemerintah pusat dan dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 2. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan
48
dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak Daerah terdiri atas: a) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. 2.1.6 Asas Pemungutan Pajak Terdapat tiga asas pemungutan pajak (Tjahjono, 2009:20), antara lain : 8.
Asas Domisili Neagara dimana Wajib Pajak tinggal berhak mengenakan pajak terhadap semua penghasilan Wajib Pajak yang berdomisili di wilayahnya, atas penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam asas ini tidak dibedakan apakah penerima penghasilan tersebut adalah warga negara Indonesia atau bukan warga negara Indonesia.
9.
Asas Sumber Menurut asas ini, pengenaan pajak didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila sumber penghasilan berada di Indonesia maka negara Indonesia berhak memungut pajak kepada setiap warga negara (baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, baik bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia) yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.
49
10. Asas Kebangsaan (nasinalitet) Asas ini menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai hubungan kebangsaan atas suatu negara yang bersangkutan tanpa memandang apakah dia bertempat tinggal di dalam negeri atau di luar negeri. Misalnya, negara Indonesia akan memungut pajak terhadap penghasilan yang diterima oleh setiap orang yang berkebangsaan Indonesia walaupun orang tersebut tidak tinggal di indonesia. 2.1.7 Sistem Pe mungutan Pajak Menurut Waluyo (2011:17) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi: 11. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2.
Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
50
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3.
Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.8 Tata Cara Pe mungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2009:6) tata cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu: 12. Stelsel nyata (riel stelsel) Merupakan pengenaan pajak didasarkan pada obyek pajak (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata punya kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). 13. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajaknya didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan
51
besarnya pajak terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun pajak berjalan tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. 14. Stelsel campuran Stelsel ini mengkombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataannya lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 2.1.9 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2007:96), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah berupa pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain- lain PAD yang sah. Menurut UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dinyatakan bahwa; “Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undan
52
2.1.10 Klasifikasi Pendapatan Daerah Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari: 15. Pajak daerah 16. Retribusi daerah 17. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan. 18. Lain- lain PAD yang sah. Klasifikasi PAD yang terbaru berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terdiri dari: Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaah daerah yang dipisahkan, dan lain- lain pendapatan asli daerah yang sah Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan sesuai dengan undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
53
2.1.11 Pajak Daerah Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 tentang perubahan Undangundang No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang dikutip oleh Abdul Halim “Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah.” (2001:145) Sedangkan pajak daerah itu sendiri menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2.1.12 Jenis – jenis Pajak Daerah Menurut Siahaan (2010:64) pajak kabupaten atau kota yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: 19.
Jenis Pajak Propinsi terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok 20.
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel Pajak Restoran
54
b. Pajak Hiburan c. Pajak Reklame d. Pajak Penerangan Jalan e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan f.
Pajak Parkir
g. Pajak Air Tanah h. Pajak Sarang Burung Walet i.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
j.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis Pajak yangd apat dipungut merupakan gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota. 2.1.13 Tarif Pe mungutan Pajak Daerah Salah satu unsur penghitungan pajak yang akan menentukan besarnya pajak terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah tarif pajak sehingga penentuan besarnya tarif pajak yang diberlakukan pada setiap jenis pajak daerah memegang peranan penting (Siahaan, 2005:62). Menurut Undang- undang Nomor 34 Tahun 2000 tarif pajak daerah ditetapkan sebagai berikut: 1.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen), dengan perhitungan sebagai berikut :
55
a) Pajak kendaraan bermotor terutang = 5% x Nilai jual kendaraan bermotor. b) Pajak kendaraan diatas air terutang = 5% x Nilai jual kendaraan diatas air. 2.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10%(sepuluh persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Bea balik nama kendaraan bermotor terutang = 10% x Nilai jual kendaraan bermotor. b) Bea balik nama kendaraan diatas air terutang =10% x Nilai jual kendaraan diatas air.
3.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak bahan bakar terutang = 5% x Nilai jual bahan bakar sebelum dikenakan PPN.
4.
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan20% (dua puluh persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah terutang = 20% x Nilai perolehan air bawah tanah. b) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan terutang = 20% x Nilai perolehan air permukaan.
5.
Pajak Hotel 10% (sepuluh persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak hotel terutang = 10% x Jumlah pembayaran/penerimaan hotel.
6.
Pajak Restoran 10% (sepuluh persen), dengan perhitungan sebagai berikut: a) Pajak restoran = 10% x Jumlah pembayaran/penerimaan restoran.
56
7.
Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak hiburan terutang = 35% x Jumlah pembayaran/penerimaan hiburan.
8.
Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak reklame terutanng : 25% x Nilai sewa reklame.
9.
Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak penerangan jalan terutang : 10% x Nilai jual tenaga listrik.
10. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak pengambilan bahan galian golongan c = 20% x Nilai jual hasil pengambilan. 11. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen), dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak parker terutang = 20% x Jumlah pembayaran/penerimaan parkir.
Sedangkan menurut Undang- undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Undangundang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tarif pajak daerah ditetapkan sebagai berikut: 1.
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor (termasuk Kendaraan di Atas Air) ditetapkan: a. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi sebesar 2%, dengan perhitungan sebagai berikut :
57
a) Pajak kendaraan bermotor terutang = 1%x Nilai jual kendaraan bermotor. b) Pajak kedaraan bermotor terutang = 2% x Nilai jual kendaraan bermotor. b. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar 10%. a) Pajak kendaraan bermotor terutang = 2% x Nilai jual kendaraan bermotor. b) Pajak kedaraan bermotor terutang = 10% x Nilai jual kendaraan bermotor. 2.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (termasuk Kendaraan di Atas Air) ditetapkan paling tinggi penyerahan pertama sebesar 20%; dan penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Bea balik nama kendaraan bermotor terutang = 20% x Nilai jual kendaraan bermotor. b) Bea balik nama kendaraan bermotor terutang = 1% x Nilai jual kendaraan bermotor.
3.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 10%. Khusus kendaraan angkutan umum, tarif dapat ditetapkan lebih rendah, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor = 10% x Nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan PPN.
4.
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tana h dan Air Permukaan sebesar 20%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah terutang:
58
= 20% x Nilai perolehan air bawah tanah. b) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan terutang : = 20% x Nilai perolehan air permukaan. 5.
Pajak Hotel tetap sebesar 10%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak hotel terutang = 10% x Jumlah pembayaran/penerimaan hotel.
6.
Pajak Restoran tetap sebesar 10%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak restoran terutang = 10% x Jumlah pembayaran/penerimaan restoran.
7.
Pajak Hiburan sebesar 35%, untuk hiburan tertentu tarif dapat mencapai 75%; a) Pajak hiburan terutang = 35% x Jumlah pembayaran/penerimaan hiburan. b) Pajak hiburan terutang = 75% x Jumlah pembayaran/penerimaan hiburan.
8.
Pajak Reklame tetap sebesar 25%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak reklame terutang = 25% x Nilai sewa reklame.
9.
Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak penerangan jalan terutang = 10% x Nilai jual tenaga listrik.
10. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C atau Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebesar 25%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak pengmabilan bahan galian golongan c = 25% x Nilai jual hasil pengambilan. 11. Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak parkir terutang = 30% x Jumlah pembayaran/penerimaan parkir.
59
12. Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10%, dengan perhitungan sebagai berikut: a) Pajak air permukaan terutang = 10% x Nilai perolehan air permukaan. 13. Pajak Rokok ditetapkan paling tinggi 10% dari cukai rokok, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak rokok terutang = 10% x Cukai yang ditetapkan oleh pemerintah. 14. Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi 10%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak sarang burung wallet terutang = 10% x Nilai jual burunng wallet. 15. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Pajak bumi dan bangunan terutang = 0,3% x Nilai jual objek pajak. 16. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%, dengan perhitungan sebagai berikut : a) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan terutang = 5% x Nilai perolehan objek pajak. Menurut Diaz Priantara (2012:583) berdasarkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut: 21. Hasil penerimaan dari pajak kendaraan bermotor dan pajak kendaraan di atas air diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 30%;
60
22. Hasil penerimaan dari bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 30%; 23. Hasil penerimaan dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 70%; 24. Hasil penerimaan dari pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 70%; 25. Hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70%. 2.1.14 Tata Cara Pe mungutan Pajak Daerah Pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajkan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Bayar Tambahan (SKPDKBT). 2.1.15 Dasar Hukum Pajak Daerah Dasar hukum pajak daerah yang berlaku sekarang adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 ini terdapat perluasan basis pajak daerah yang sudah ada,
61
mendaerahkan pajak pusat dan menambah jenis pajak baru. Selain itu terdapat ketentuan bahwa jenis pajak dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai atau disesuaikan dengan kebijakan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 2.1.16 Retribusi Daerah Menurut Mursyidi (2009:135) retribusi dipungut oleh pemerintah daerah karena pemberian ijin atau jasa kepada orang pribadi atau badan. Retribusi menurut Siahaan (2010:5) adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara perorangan. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (28) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berlaku saat ini yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Ada beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut: 26. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
62
27. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. 28. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra pretasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. 29. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. 30. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis yaitu jika tidak
membayar retribusi, tidak akan
memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 2.1.17 Objek Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Objek Retribusi meliputi: 1. Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum terdiri dari: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; f.
Retribusi Pelayanan Pasar;
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
63
i.
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j.
Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; l.
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. 2. Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum terdiri dari: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal; e. Retribusi Tempat Khusus Parkir; f.
Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
g. Retribusi Rumah Potong Hewan; h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan; i.
Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
j.
Retribusi Penyeberangan di Air; dan
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan rua ng,
64
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan; d. Retribusi Izin Trayek; dan e. Retribusi Izin Usaha Perikanan. 2.1.18 Subjek Retribusi Subjek Retribusi Daerah menurut Mardiasmo (2011:18) adalah sebagai berikut: 1. Retribusi
Jasa
Umum
adalah
orang
pribadi
atau
badan
yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. 2. Retribusi
Jasa
Usaha
adalah
orang
pribadi
atau
badan
yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. 3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. 2.1.19 Tata Cara Pe mungutan Retribusi Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga
65
2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). Penagihan retribusi terutang sebagaimana didahalui dengan Surat Teguran. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. 2.1.20 Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Perbedaan antara pajak daerah dan retribusi daerah menurut Siahaan (2005:10) adalah sebagai berikut: Tabel 1 Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Keterangan Kontra Prestasi
Pajak
Retribusi
Tidak dapatditunjuk
Dapat ditunjuk secara
secara langsung.
langsung dan secara individu dan golongan tertentu.
Balas Jasa
Balas jasa pemerintah
Balas jasa
Pemerintah
berlaku untuk umum,
Negara/pemerintah
seluruh rakyat menikmati
berlaku khusus hanya
balas jasa, baik yang
dinikmati oleh pihak
membayar pajak maupun
yang telah melakukan
yang dibebaskan dari
pembayaran retribusi.
pajak.
66
Sifat Pemungutan
Berlaku untuk setiap
Hanya berlaku untuk
orang yang memenuhi
orang tertentu yaitu
syarat untuk dikenakan
yang menikmati jasa
pajak.
pemerintah yang dapat ditunjuk.
Sifat Pelaksanaan
Sifat paksaan pajak
Sifat paksaan pada
adalah yuridis, artinya
retribusi bersifat
bahwa setiap orang yang
ekonomis sehingga
melanggarnya akan
pada hakikatnya
mendapat sanksi
diserahkan pada pihak
hukuman baik berupa
yang bersangkutan
sanksi pidana maupun
untuk membayar atau
denda.
tidak.
LembagaatauBadan
Dapat dipungut oleh
Hanya dapat dipungut
Pemungutan
pemerintah pusat ataupun
oleh pemerintah daerah.
pemerintah daerah.
67
2.2
Rerangka Pe mikiran UU No.28 tahun 2009 Pajak Daerah & Retribusi Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Target& Kontribusi
Gambar 1 Komponen Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)