19
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Waluyo, 2013:2). Menurut Soemitro (dalam Waluyo, 2013:2) pengertian pajak merupakan iuran kas kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public invetsment.
20
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter yaitu mengatur.
2.1.2
Fungsi pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu (Waluyo, 2010:6) sebagai berikut : 1. Fungsi Penerimaan (budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
2.1.3
Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat, Dan Pemungutannya
Pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok (Resmi, 2013), yaitu : 1. Menurut golongan atau pembebanan Pembagian pajak menurut golongan atau pembebanan masih terbagi menjadi dua yaitu :
21
a) Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : pajak penghasilan b) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : pajak pertambahan nilai 2. Menurut sifat Pembagian pajak menurut sifat dimaksutkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut : a) Pajak subyektif, adalah pajak yang berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak . Contoh : pajak penghasilan. b) Pajak obyektif, adalah pajak yang berdasarkan pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah. 3. Menurut pemungutan dan pengelolaannya, adalah sebagai berikut : a) Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan bea meterai.
22
b) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. contoh : pajak reklame, pajak hiburan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.
2.1.4
Cara Pe mungutan Pajak
Adapun cara pemungutan pajak adalah sebagai berikut : 1. Stelsel pajak Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel, adalah sebagai berikut : a) Stelsel nyata (rill stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b) Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang, sebagai contoh penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak yang berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun.
23
Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c) Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. 2. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi berikut ini : a) Sistem Official Assessment Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut : 1.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus;
2.
Wajib pajak bersifat pasif;
3.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus;
b) Sistem self assessment Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung
jawab
kepada
wajib
pajak
untuk
menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Ciri-cirinya :
24
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak sendiri; 2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri wajib pajak yang terutang; 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi; c) Sistem with holding Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak (Mardiasmo, 2011).
2.1.5
Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar). Besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam persentase (Waluyo, 2013:17). Terdapat 4 (empat) macam tarif pajak (Mardiasmo, 2011:9) yaitu : 1.
Tarif sebanding Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh : untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%.
25
Tarif tetap
2.
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000. Tarif progresif
3.
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : pasal 17 Undang-undang pajak penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi : a.) Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar. b.) Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap. c.) Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil. 4.
Tarif degresif Persentasi tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.
2.1.6
Surat Pembe ritahuan (SPT)
Menurut undang-undang No 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga a tas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, maka surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, obyek
26
pajak dan/atau bukan obyek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan (Sumarsan, 2013:35). Fungsi dari surat pemberitahuan bagi wajib pajak pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagan tahun pajak; b) Penghasilan yang merupakan obyek pajak dan/atau bukan obyek pajak; c) Harta dan kewajiban; dan/atau d) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Bagi pengusaha kena pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a) Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran; dan b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
27
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Dilihat dari saat pelaporannya, SPT dapat dibedakan menjadi SPT masa dan SPT tahunan. Surat pemberitahuan masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak seperti : a) SPT Masa PPh pasal 4 ayat 2; b) SPT Masa PPh pasal 15; c) SPT Masa PPh pasal 19; d) SPT Masa PPh pasal 21 dan pasal 26; e) SPT Masa PPh pasal 23 dan pasal 26; f) SPT Masa PPh pasal 25; g) SPT Masa pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah; h) SPT Masa pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah bagi pemungut; Surat pemberitahuan tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak, seperti : a) SPT Tahunan PPh orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha (1770); b) SPT Tahunan PPh orang pribadi yang memberitahukan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh wajib pajak orang pribadi (1770 Y); c) SPT Tahunan PPh orang pribadi karyawan yang tidak melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha tetapi menerima penghasilan dari suatu pemberi
28
kerja, menerima penghasilan dalam negeri lainnya dan menerima penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan bersifat final (1770 S); d) SPT Tahunan PPh orang pribadi karyawan yang tidak melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha yang penghasilan brutonya tidak melebihi Rp 60 juta per tahun (1770 SS) sesuai SE-21/PJ./2009 dan PP 07/PJ./2009; e) SPT Tahunan PPh wajib pajak badan (1771); f) SPT Tahunan PPh wajib pajak badan yang diijinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahas inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat (1771 $); g) SPT Tahunan PPh wajib pajak badan yang mengajukan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh wajib pajak badan (1771 Y); Menurut undang- undang nomor 16 tahun 2009 pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa batas waktu penyampaian surat pemberitahuan dibedakan menjadi : a. Untuk surat pemberitahuan masa paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak; b. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak; c. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak. Jika pada tanggal 20 bulan berikutnya jatuh pada hari sabtu atau minggu maka pelaporan dilaksanakan sebelum tanggal 20 bulan berikutnya.
29
2.1.7
Surat Setoran Pajak
Berdasarkan undang- undang no 16 tahun 2009 surat setoran pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan denga n menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan (UU 16 tahun 2009). Berdasarkan peraturan menteri keuangan nomor 80/PMK.03/2010 pasal 2 ayat 5, batas waktu penyetoran surat setoran pajak dibatasi paling lama tanggal 10 bulan berikutnya. Apabila tanggal 10 tersebut bertepatan pada hari libur maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Surat setoran pajak terdiri dari 5 rangkap dimana : Lembar 1 untuk arsip wajib pajak; Lembar 2 untuk kantor pelayanan perbendaharaan negara; Lembar 3 untuk dilaporkan oleh wajib pajak ke kantor pelayanan pajak; Lembar 4 untuk bank persepsi/ kantor pos dan giro; Lembar 5 untuk arsip wajib pungut/ pihak lain (bendahara pemerintah/ BUMN).
2.1.8
Pajak Penghasilan
Undang- undang no 7 tahun 1983 yang telah mengalami beberapa perubahan menjadi undang- undang no 7 tahun 1991, undang- undang no 10 tahun 1994, undang- undang no 17 tahun 2000, dan yang terakhir undang- undang no 36 tahun 2008.
30
Menurut undang- undang no 36 tahun 2008 pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa siapa saja yang menjadi subjek pajak adalah: 1. orang pribadi; 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; 3. badan; dan 4. bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Yang tidak termasuk sebagai subjek pajak sesuai dengan undang- undang no 36 tahun 2008 pasal 3 yaitu : a.) kantor perwakilan negara asing; b.) pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; c.) organisasi-organisasi internasional dengan syarat: 1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
31
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; d.) pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Dalam pasal 4 undang- undang pajak penghasilan yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a.) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang- undang ini; b.) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c.) laba usaha; d.) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: e.) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f.) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
32
g.)dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usa ha koperasi; h.) royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i.) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j.) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k.) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l.) keuntungan selisih kurs mata uang asing; m.) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n.) premi asuransi; o.) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p.) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q.) penghasilan dari usaha berbasis syariah; r.) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s.) surplus Bank Indonesia. Tarif pajak penghasilan sesuai dengan pasal 17 undang- undang pajak penghasilan dibedakan menjadi : a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
33
Tabel 1 Tarif Pajak Penghasilan Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000
Tarif Pajak 5% (lima persen)
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
15% (lima belas persen)
di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
25% (dua puluh lima persen)
d atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) Sumber: undang- undang nomor 36 tahun 2008
30% (tiga puluh persen)
b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25%.
2.1.9 Pajak penghasilan pasal 23 Pemotongan pajak penghasilan pasal 23 dikenakan atas penghasilan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya
oleh
pemerintah,
subjek
pajak
dalam
negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap (UU No 36 tahun 2008). Berdasarkan uraian tersebut di atas pemotongan pajak penghasilan pasal 23 dikenakan tarif sebesar : a. 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
34
1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; 2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; 3. royalti; dan 4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e. b.) sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: 1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai pajak penghasilan; dan 2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan. Batas penyetoran pajak penghasilan pasal 23 yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (PMK Nomor 80/PMK.03/2010).
2.1.10 Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 adalah pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi, penghasilan berupa hadiah undian,
penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya
35
yang diterima oleh perusahaan modal ventura, penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, dan penghasilan tertentu lainnya, yang
diatur
dengan
atau
berdasarkan
peraturan
pemerintah
(www.pajak.go.id). Pajak atas penghasilan yang dapat dikenai pajak yang bersifat final (UU 36 Tahun 2008), antara lain : a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya Tarif yang dikenakan pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 sesuai dengan keputusan
menteri keuangan
nomor 120/KMK.03/2002
besarnya
Pajak
Penghasilan yang terutang bagi wajib pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan
36
atau bangunan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final (KMK Nomor 120/KMK.03/2002). Batas waktu penyetoran pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 di atur dalam peraturan menteri keuangan nomor 80/PMK.03/2010 pasal 2 a yat 1 yang menyebutan bahwa
pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh
pernotong pajak penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir (PMK Nomor 80/PMK.03/2010).
2.1.11 Pajak Pertambahan Nilai Dasar hukum pajak pertambahan nilai yaitu undang- undang nomor 42 tahun 2009 merupakan perubahan ketiga atas undang- undang nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai dan atau penjualan atas barang mewah. Berdasarkan undang- undang nomor 42 tahun 2009 pasal 4 pajak pertambahan nilai dikenakan atas : a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha; b. Impor barang kena pajak; c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha; d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; f. Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak;
37
g. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak; h. Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak. Daerah pabean merupakan wilayah republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat- tempat tertentu di zona ekonomi eklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang- undang yang mengatur mengenai kepabeanan. Sedangkan untuk jenis barang yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai meliputi : a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; d. Uang, emas batangan, dan surat berharga. Selain barang yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai, berikut adalah jenis jasa yang juga tidak dikenai pajak pertambahan nilai : a. Jasa pelayanan kesehatan medis; b. Jasa pelayanan sosial; c. Jasa pengiriman surat dengan perangko; d. Jasa keuangan; e. Jasa asuransi;
38
f. Jasa keagamaan; g. Jasa pendidikan; h. Jasa kesenian dan hiburan; i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; k. Jasa tenaga kerja; l. Jasa perhotelan; m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; n. Jasa penyediaan tempat parkir; o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang lo gam; p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; q. Jasa boga atau katering. Tarif pajak pertambahan nilai berdasarkan pasal 7 ayat 1 undang- undang nomor 42 tahun 2009 dijelaskan bahwa pajak pertambahan nilai dikenakan tarif sebesar 10%. Sedangkan tarif pertambahan nilai sebesar 0% dikenakan pada : a. Ekspor barang kena pajak berwujud; b. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud; c. Ekspor jasa kena pajak.
39
2.1.12 Faktur Pajak Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak (Resmi, 2012:52). Fungsi dari faktur pajak sendiri yaitu : 1. sebagai bukti pungut pajak pertambahan nilai yang dibuat oleh pengusaha kena pajak atau direktorat jenderal bea dan cukai, baik secara penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak maupun impor barang kena pajak; 2. sebagai bukti pembayaran pajak pertambahan nilai yang telah dilakukan oleh pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak kepada pengusaha kena pajak atau direktorat bea dan cukai; 3. Sebagai sarana pengawasan administrasi terhadap kewajiban perpajakan. Dokumen- dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai faktur pajak antara lain sebagai berikut : 1.pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari direktorat jenderal bea dan cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut; 2.surat perintah penyerahan barang (SPPB) yang dibuat atau dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu; 3.faktur nota bon penyerahan (PNPB) yang dibuat atau dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan bahan bakar minyak dan atau bukan bahan bakar minyak;
40
4.tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi; 5.tiket, tagihan surat muatan udara (Airway Bill) yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; 6.nota penjualan yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa ke pelabuhan; 7.tanda pembayaran atau kuitansi listrik; 8.pemberitahuan ekspor jasa kena pajak atau barang kena pajak tidak berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemberitahuan ekspor jasa kena pajak atau barang kena pajak tidak berwujud untuk ekspr jasa kena pajak atau barang kena pajak tidak berwujud. 9.Pemberitahuan impor barang (PIB) dan dilampiri dengan surat setoran pajak, surat setoran pabean cukai dan pajak (SSCP), dan atau pungutan pajak oleh direktorat jenderal bea dan cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB untuk impor barang kena pajak; 10.Surat setoran pajak untuk pembayaran pajak pertambahan nilai atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean.
2.1.13 Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan dalam hal berarti merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perpajakan. Tindakan pemberian sanksi
41
kepada pelanggar ketentuan perpajakan sebagai upaya menciptakan kepatuhan wajib pajak. kepatuhan wajib pajak didefinisakan sebagai tingkah laku wajib pajak yang memasukkan dan melaporkan pada waktunya pada informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah yang terutang, dan me mbayar pajak pada waktunya, tanpa adanya tindakan pemaksaan (Supriyati, 2012). Kepatuhan perpajakan dapat diidentifikasikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Menurut pengamatan terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material (Nurmantu, 2003:148). Kepatuhan formal merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang perpajakan. Sedangkan kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang- undang perpajakan. Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang telah ditetapkan oleh direktur jenderal pajak sebagai wajib pajak kriteria tertentu (Sumarsan, 2013:64). Kriteria yang dimaksut adalah sebagai berikut : a. Surat pemberitahuan disampaikan tepat waktu, tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; b. Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir;
42
c. Laporan keuangn di audit oleh akuntan publik atau BPKP dengan pendapat wajar tanpa syarat selama 3 tahun berturut-turut; d. Laporan audit disusun dalam bentuk panjang ( long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
2.2
Rerangka Pe mikiran Peraturan perpajakan : UU No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
Pelaksanaan peraturan perpajakan
Patuh / tidak terhadap peraturan perpajakan Gambar 1 Rerangka pe mikiran
2.3
Penelitian Terdahulu Berdasarkan
penelitian
sebelumnya
menurut
Supriyati
tahun
2012
menyatakan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak yang dilihat dari persepsi WP OP. Kepatuhan wajib pajak timbul tidak dipengaruhi oleh pengetahuan perpajakan namun ditimbulkan adanya faktor lain yaitu sanksi pajak yang ketat, rumitnya peraturan perpajakan
43
memperlemah keinginan untuk belajar pajak, banyaknya asistensi baik yang dilakukan oleh bagian keuangan atau konsultan pajak mempermudah pemenuhan perpajakan tanpa harus mempelajari perpajakan. Selain itu juga dinyatakan bahwa wajib pajak enggan menghitung sendiri pajak terutangnya karena kesibukan wajib pajak sehingga tidak sempat menghitung sendiri pajak terutangnya. Namun fakta yang diperoleh dari responden mahasiswa menyatakan bahwa semakin banyak pengetahuan tentang perpajakan semakin besar pula tingkat kepatuhan wajib pajak. Hal ini didukung kenyataan bahwa bidang akuntansi dan perpajakan sebagai satu kesatuan yang harus dipelajari oleh mahasiswa; belajar pajak bersifat keharusan karena merupakan mata kuliah wajib bidang studi; mahasiswa menganggap belajar pajak penting saat mereka masuk di dunia kerja; mahasiswa menganggap sanksi pajak cukup berat sehingga berusaha menjadi wajib pajak patuh; dan pengetahuan pajak dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti radio, televisi, majalah pajak, surat kabar, internet, buku perpajakan. Hasil pengujian atas pengaruh motivasi terhadap pengetahuan pajak menyatakan bahwa motivasi berpengaruh tidak signifikan terhadap pengetahuan pajak bagi responden wajib pajak orang pribadi baik yang melakukan usaha maupun yang bekerja pada pemberi kerja. Wajib pajak orang pribadi menganggap mempelajari pajak bukan sesuatu yang mengharuskan karena banyaknya tersedia asistensi pihak lain yang akan membantu memenuhi kewajiban perpajakan. Namun hasil ini berbeda dengan responden mahasiswa yang menyatakan motivasi berpengaruh terhadap pengetahuan pajak. Bagi mahasiswa keinginan yang kuat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan baik dalam pembayaran maupu
44
pelaporan pajak akan berdampak pada keinginan untuk mempelajari seluk beluk bidang perpajakan. Adanya motivasi memenuhi kewajiban perpajakan maka semakin besar pula memperoleh pengetahuan perpajakan.