BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). Menurut Resmi (2011) disebutkan bahwa pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Berdasarkan
beberapa
pengertian
pajak
diatas
dapat
ditarik
kesimpulan bahwa pajak adalah iuran wajib yang dibayarkan ke kas negara, yang pemungutannya diatur dalam undang-undang yang bersifat memaksa, serta tanpa mendapat timbal balik secara langsung kepada Wajib Pajak dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum demi kemakmuran rakyat.
25
26
2. Fungsi Pajak Berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari beberapa definsi, terdapat dua fungsi pajak menurut Resmi (2011) yaitu: a. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak
adalah
sebagai
alat
ukur
mengatur
atau
melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 3. Tarif Pajak Menurut Suandy (2011), secara garis besar perpajakan mengenal 4 (empat) tarif, antara lain sebagai berikut ini: a. Tarif tetap, tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang selalu tetap. b. Tarif proporsional atau sebanding, tarif pajak yang merupakan presentase yang tetap, tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding dengan pengenaan dasar pajaknya. c. Tarif progresif, tarif pajak yang presentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajak meningkat. d. Tarif degresif, tarif pajak yang presentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun presentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang
27
menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. 4. Syarat Pemungutan Pajak Mardiasmo (2011), agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan); b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis); c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat financial); d. Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan; e. Pemungutan pajak harus efisien (syarat financial); dan f. Sistem Pemungutan pajak harus sederhana. 5. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Ilyas dan Burton (2010) dibagi menjadi empat macam, yaitu: a. Official Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang. b. Semiself Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan basarnya pajak seseorang yang terutang.
28
c. Self Assessment System Sistem Pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggungjawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. d. Withholding System Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. 6. Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo (2011) pajak dikelompokkan menjadi beberapa golongan, antara lain: a. Menurut Golongannya terdiri dari: 1) Pajak Langsung Pajak Langsung adalah Pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak Tidak Langsung Pajak Tidak Langsung adalah Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Air Tanah.
29
b. Menurut Sifatnya terdiri dari: 1) Pajak Subyektif Pajak Subyektif adalah Pajak yang berpangkal ada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP). Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak Obyektif Pajak Obyektif adalah Pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP). Contoh: PPN dan Pajak Air Tanah. c. Menurut Lembaga Pemungutan terdiri dari: 1) Pajak Pusat Pajak Pusat adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah Pusat dan digunakan
membiayai
rumah
tangga
negara.
Contoh:
Pajak
Penghasilan (PPh). 2) Pajak Daerah Pajak Daerah adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas: a) Pajak Propinsi Contoh: Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor. b) Pajak Kabupaten/Kota Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Air Tanah.
30
B. Pajak Daerah 1. Pengertian Pajak Daerah Menurut undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa Pajak daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Jenis Pajak Daerah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut: a. Pajak Propinsi, terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor; 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4) Pajak Air Permukaan; 5) Pajak Rokok. b. Pajak tingkat Kabupaten/Kota, terdiri atas: 1) Pajak Hotel; 2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame;
31
5) Pajak Penerangan Jalan; 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir; 8) Pajak Air Tanah; 9) Pajak Sarang Burung Walet; 10) PBB; 11) BPHTB.
C. Pajak Air Tanah 1. Pengertian Pajak Air Tanah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 menjelaskan bahwa air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Pajak air tanah yang selanjutnya disebut dengan pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. 2. Objek dan Subjek Pajak Air Tanah a. Objek Pajak Air Tanah Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah, yang dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah: 1) Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; dan
32
2) Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. b. Subjek Pajak Air Tanah Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. 3. Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah dan Tarif Perhitungan Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah, yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut: a. Jenis sumber air; b. Lokasi sumber air; c. Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air; d. Volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan; e. Kualitas air; dan f. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air. Penggunaan faktor-faktor tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Nilai Perolehan Air Tanah (NPA) adalah nilai air tanah yang telah diambil dan dikenakan pajak yang besarnya dapat dihitung dengan cara mengalikan volume (jumlah pemakaian air) dengan Harga Dasar Air.