BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak memiliki unsur-unsur yaitu: 1) Iuran dari rakyat kepada negara. yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2) Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undangundang serta aturan pelaksanaannya. 3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Brotodiharjo (1991: 2) menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
7
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan tidak mendapatkan timbal balik atau kontra prestasi secara langsung.
2.1.2
Jenis Pajak Jenis pajak secara garis besar dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu berdasarkan pihak yang menanggung, berdasarkan pihak yang memungut, dan berdasarkan sifatnya. Jenis pajak berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu (Mardiasmo, 2013: 5): 1) Pajak subjektif Pajak yang memperhatikan kondisi keadaan sang wajib pajak itu sendiri. Dalam hal ini penentuan dalam besarnya pajak harus ada
8
alasan objektif yang berhubungan erat dalam kemampuan membayar wajib pajak atau si pembayar pajak. Contoh: PPh (Pajak Penghasilan). 2) Pajak objektif Pajak
yang dinilai
berdasarkan
objektifitasnya
dan
tanpa
diperhatikannya keadaan diri sang wajib pajak. Contoh: PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), PPnBM (Pajak atas Penjualan Barang Mewah).
2.1.3
Subjek Pajak dan Wajib Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 155) Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah: 1) Orang Pribadi; 2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; 3) Badan; dan 4) Bentuk Usaha Tetap
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi: 1) Subjek pajak dalam negeri yang terdiri dari: (1) Subjek pajak orang pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun
9
pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia. (2) Subjek pajak badan yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintahan. (3) Subjek warisan yaitu warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 2) Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari: (1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; dan (2) Badan yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
10
2.2
Pajak Penghasilan
2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT)
atas
penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak.
2.2.2
Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak Penghasilan diatur pada Pasal 2 Ayat 1 UndangUndang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.: 1) Orang Pribadi yang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. 2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, atau ahli waris. 3) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
11
4) Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Sedangkan pada Pasal 2 Ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan, Subjek Pajak dikelompokkan menjadi dua (2) kelompok, yaitu: 1) Subjek Pajak Dalam Negeri terdiri atas: Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 2) Subjek Pajak Luar Negeri terdiri atas: (1) Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu orang yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. (2) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
12
(3) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 3) Subjek Pajak Badan, yaitu badan yang tidak berkedudukan di Indonesia, yang dimaksud tersebut yaitu: (1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. (2) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Yang bukan termasuk subjek pajak yaitu: 1)
Kantor perwakilan Negara Asing.
2) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat: (1) Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia. (2) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3) Organisasi Internasional, dengan syarat yaitu: a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
13
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian
pinjaman
kepada
pemerintah
yang
dananya berasal dari iuran para anggota. 4)
Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat: a) Bukan warga negara Indonesia. b) Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.2.3 Objek Pajak Penghasilan Yang menjadi objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang termasuk didalamnya yaitu: 1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang; 2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3) Laba usaha;
14
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : (1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada peseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. (2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. (3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun. (4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak – pihak yang bersangkutan dan (5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau
pertambangan.
15
permodalan
dalam
perusahaan
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pengembalian sisa hasil usaha koperasi; 8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah; 12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14) Premi asuransi; 15) Iuran
yang
diterima
atau
diperoleh
perkumpulan
dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; 17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
16
18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 19) Surplus Bank Indonesia. 2.2.4
PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 23 Mardismo (2013: 255) menyebutkan bahwa Pajak Penghasilan pasal 23 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalm negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, penyelenggaraan kegiatan, selain yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Adapun objek pajak penghasilan 23 yaitu: 1) Dividen, dengan nama dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perushaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 2) Bunga termasuk premium, disknto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 3) Royalti; 4) Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebgaimana dimaksud dalam pasal 21;
17
5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan; dan 6) Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Tarif yang dikenakan tehadap Pajak Penghasilan Pasal 23 sesuai dengan Pasal 23 Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagai berikut: (1) Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: a) Dividen b) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; c) Royalti;dan d) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21; (2) Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, atas: a) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan; dan b) imbalan, sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Jasa lain terdiri dari:
18
(3) Jasa penilai (appraisal); (4) Jasa aktuaris; (5) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; (6) Jasa perancang (design); (7) Jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas); kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT); (8) Jasa penunjang di bidang penambangan migas; (9) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; (10) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; (11) Jasa penebangan hutan; (12) Jasa pengolahan limbah; (13) Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing service); (14) Jasa perantara dan/atau keagenan; (15) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI); (16) Jasa
custodian/penyimpanan/penitipan,
kecuali
dilakukan oleh KSEI; (17) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; (18) Jasa mixing film; (19) Jasa sehubungan dengan software komputer;
19
yang
(20) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; (21) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon,
air,
transportas/kendaraan
gas dan/atau
AC,
TV
Kabel,
alat
bangunan,
selain
yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yamg ruang lingkupnya di bidang konstuksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; (22) Jasa maklon; (23) Jasa penyelidikan dan keamanan; (24) Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer; (25) Jasa pengepakan; (26) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian inforamsi; (27) Jasa pembasmian hama; (28) Jasa kebersihan dan cleaning service (29) Jasa catering atau tata boga.
20
2.2.5 PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 26 Mardiasmo (2013: 280) menyebutkan bahwa Pajak Penghasilan pasal 26 adalah pajak atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri (baik rang pribadi maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap. Adapun Objek pajak penghasilan 26 adalah: 1) dividen 2) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; 3) royalti,
sewa,
dan
penghasilan
lain
sehubungan
dengan
penggunaan harta; 4) imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, kegiatan; 5) hadiah, dan penghargaan; 6) pensiun dan pembayaran berkala lainnya; 7) premi swap dan transaksi lindung lainnya dan/atau 8) keuntungan karena pembebasan utang. Tarif yang dikenakan pada Pajak Penghasilan 26 sesuai dengan Pasal 26 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dibedakan atas kelompok objek Pajak Penghasilan pasal 26 seperti berikut: 1) Atas penghasilan yang berupa: a)
dividen
b) bunga
termasuk
premium,
diskonto,
dan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
21
imbalan
c) royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d) imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, kegiatan; e) hadiah, dan penghargaan; f)
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g) premi swap dan transaksi lindung lainnya dan/atau h) keuntungan karena pembebasan utang. dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. 2) Atas Penghasilan yang berupa: a)
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b) Premi Asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri Dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan harta adalah 25% dari harga jual. Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah sebagai berikut: a) Atas premi yang dibayar teranggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayar.
22
b) Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar. c) Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada peruahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar. 3) Atas penghsilan yang berupa penjualan atau pengalihan saham dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya penghasilan neto adalah 25% dari harga jual. 4) Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia. Penanaman kembali tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; b) Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte
23
pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak peruahaan tersebut didirikan; (1) Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan (2) Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial.
2.3 Surat Setoran Pajak Surat Setoran Pajak menurut Mardiasmo (2013: 37) adalah bukti pembayaran
atau
penyetoran
pajak
yang
telah
dilakukan
dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SuratStoran Pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenagatau apabila telah mendapatkan validasi. Tempat pembayaran dan penyetoran pajak dilakakukan di bank ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan Kantor Pos. Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak. Penyetoran pemotongan dan pemungutan diatur sebagai berikut:
24
1) Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. 2) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. 3) Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional sebagaimana dimaksud termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Setiap Keterlambatan pembayaran dikenakan bunga sebesar 2% sebulan, yang dihitung dan tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
2.4 Surat Pemberitahuan Mardiasmo (2013: 31) menjelaskan bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan
25
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan terutang: 1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak: 2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ataubukan objek pajak; 3) Harta dan kewajiban;dan/atau 4) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 5) Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a) pengkreditan Pajak Masukkan terhadap Pajak Keluaran; dan b) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26
Bagi pemotong dan pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannnya. Jenis SPT Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak; 2) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Surat Pemberitahuan (SPT) meliputi: 1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan; 2) SPT Masa yang terdiri dari: a) SPT Masa Pajak Penghasilan; b) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan c) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai. SPT dapat berbentuk: 1) Formulir kertas (hardcopy); atau 2) e-SPT Batas Waktu Penyampaian SPT, Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: 1) untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
27
2) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak; atau 3) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Sanksi terlambat atau tidak menyampaikan SPT, Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan
atau
batas
waktu
perpanjangan
penyampaian
Surat
Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar: 1) Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 2) Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya 3) Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan 4) Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
28