BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat diajukan dana yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi pajak menurut Andriani (2011:2), menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara, yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat ditunjukkan dan yang digunakan adalah untuk membiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Soemitro (2013:2) mengungkapkan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara yang pemungutannya dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang ada pada prinsipnya tidak mendapat kontra prestasi secara langsung dan sebagai dana yang digunakan untuk pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
6
2.1.2
Pajak Pertambahan Nilai
1) Pengertian Pajak Pertambahan Nilai Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, impor BKP, penyerahan JKP di dalam daerah pabean, pemanfaatan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean atau dalam daerah pabean, ekspor BKP oleh PKP. Pajak pertambahan nilai PPN diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009. Undang-undang PPN mengatur pajak yang diperoleh dari usaha yang dijalankan oleh badan atau PKP. 2) Subjek PPN Subjek pajak pertambahan dikenai pajak apabila melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP bagi pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan JKP didalam daerah pabean, melakukan ekspor BKP, pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang. 3) Pengusaha Kena Pajak (PKP) PKP adalah pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan undang- undang PPN yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk pengusaha kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK), kecuali pengusaha kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
7
4) Pengusaha Kecil Berdasarkan undang-undang PPN No. 42 Tahun 2009 Bab IIA pasal 3A menyatakan
bahwa
pengusaha
kecil
dibebaskan
dari
kewajiban
mengenakan/memungut PPN atas penyerahan BKP atau JKP sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali apabila pengusaha kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut. Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 2.1.3 Barang daan Jasa yang Tidak Dikenai PPN Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan BKP dan JKP, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4A undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 42 tahun 2009 tidak dikenakan PPN, yaitu. 1) Jenis barang yang tidak dikenakan PPN. a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik
8
yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha ketering atau usaha jasa boga. d. Uang, emas batangan dan surat-surat berharga. 2) Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN. a. Jasa dibidang pelayanan kesehatan medik. b. Jasa dibidang pelayanan sosial. c. Jasa dibidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT.Pos Indonesia (Persero). d. Jasa dibidang perbankan, asuransi, dan Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi. e. Jasa dibidang keagamaan. f. Jasa dibidang pendidikan. g. Jasa dibidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa dibidang kesenian yang tidak bersifat komersial,
seperti
pementasan
kesenian
tradisional
yang
diselenggarakan secara cuma-cuma. h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta. j. Jasa dibidang tenaga kerja.
9
k. Jasa dibidang perhotelan. l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara
umum,
meliputi
jenis-jenis
jasa
yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). 3) Pengkreditan pajak masukan. a. Bagi PKP yang menyewakan ruangan dapat mengkreditkan PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung atau ruangan yang disewakan. b. Bagi Pihak yang menyewa ruangan apabila penyewa adalah PKP, maka PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan yang disewa merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar dan apabila ruangan yang disewa mempunyai fungsi ganda misalnya digunakan untuk tempat usaha dan tempat tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha. Misalnya bangunan yang disewa terdiri dari tiga lantai, lantai satu digunakan untuk pertokoan, selebihnya digunakan untuk tempat tinggal. PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan luas ruangan (bangunan) yang digunakan untuk tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.
10
2.1.4 Tarif PPN Berdasarkan undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang pajak PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 42 tahun 2009 bahwa PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). 1) Tarif PPN dan PPnBM a. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen). b. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). c. Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). 2) Dasar pengenaan pajak (DPP) Dasar Pengenaan Pajak (Mardiasmo, 2013:305) adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh KMK. a. Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut undang- undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. b. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP tidak termasuk PPN yang dipungut menurut undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. c. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan
11
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut undang-undang PPN. d. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. e. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai DPP dengan KMK. 3) Nilai lain yang ditetapkan sebagai DPP. a. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. b. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. c. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata. d. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film. e. Persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar. f. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar. g. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual. h. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
12
i. Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. j. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. k. Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. l. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang. 2.1.5
Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur Pajak dapat berupa: 1) Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP dan/atau JKP dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP, pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, pada saat penerimaan pembayaran
dalam
hal
penerimaan
pembayaran
terjadi
sebelum
penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP, pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan atau
13
pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendaharawan pemerintah sebagai pemungut pajak pertambahan nilai. 2) Faktur Pajak Sederhana. Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan atau saat penyerahan JKP atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan atau JKP. 3) Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar dan faktur penjualan yang dapat dipersamakan dengan faktur pajak standar. 2.1.6
Tax Review Tax review adalah proses review dan penilaian kembali atas pemenuhan
kewajiban perpajakan yang sudah dijalankan dalam satu periode terakhir, baik berupa penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak. Dalam konteks pemeriksaan pajak, tax review justru baru merupakan langkah awal yang akan menentukan hasil pemeriksaan. Secara sederhana, kita bisa mengatakan bahwa perbaikan yang dilakukan oleh diri sendiri adalah jauh lebih baik daripada harus diperbaiki oleh pemeriksa pajak. Tax review merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pertanggung jawaban kewajiban perpajakan secara keseluruhan. Dengan melakukan tax review, Wajib Pajak (WP) memiliki kesempatan untuk: 1) melakukan perbaikan sebelum terlambat dan dengan konsekuensi sanksi perpajakan yang jauh lebih ringan; 2) mengidentifiksi berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan;
14
3) membuat berbagai rekonsiliasi antara informasi komersial dan informasi fiskal; 4) memproyeksikan arah pemeriksaan yang nanti akan dilakukan. Dengan demikian WP akan bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik. Dalam banyak hal, WP bahkan bisa membangun berbagai skenario sehubungan dengan perkembangan pemeriksaan; 5) memperkecil kemungkinan-kemungkinan terjadinya audit shocks yang mungkin terjadi selama perkembangan pemeriksaan; 6) mempersiapkan diri menghadapi bukan hanya pemeriksaan pajak, akan tetapi juga berbagai proses lanjutan yang harus ditempuh seperti keberatan atau banding; 7) melakukan alokasi pendanaan untuk kepentingan pemeriksaan sampai ke perkiraan perhitungan sanksi perpajakan yang biasanya material; 8) memproyeksikan manajemen perpajakan untuk periode-periode setelah pemeriksaan dilakukan. Tujuan tax review adalah menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
perundang-undangan
perpajakan.
Tujuan
dari
tax
review
ini
adalah
mempersiapkan WP dalam menghadapi pemeriksaan pajak. Dalam hal pemeriksaan, WP berkewajiban memperlihatkan dan atau menunjukkan buku atau catatan dokumen yang menjadi dasar penghitungan pajak dan dokumen lain yang melengkapi pelaporan pajak. Dengan dilakukannya tax review maka WP dapat dengan segera membenahi pelaporan pajaknya serta membenahi pelaporan keuangan agar lebih memudahkan ketika menghadapi pemeriksaan pajak karena
15
seringkali WP dan pemeriksa pajak mengalami kesalah pahaman atas beberapa koreksi yang dilakukan oleh pemeriksaan pajak. Kesalah pahaman tersebut seperti peraturan perpajakan yang belum diketahui oleh WP maupun kondisi tertentu yang sifatnya kusus karena spesifikasi bisnis yang tidak dipahami oleh fiskus, sehingga mengakibatkan perbedaan pandangan antara fiskus dan wajib pajak dalam penerapan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Sehingga sering kali hasil pemeriksaan pajak menimbulkan beban pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dilaporkan dalam SPT. Hal ini dapat diatasi jika sebelum dilakukannya terjadi pemeriksaan pajak oleh fiskus, perusahaan melakukan tax review sehingga dapat diketahui kondisi yang sebenarnya dari setiap transaksi yang berkaitan dengan perpajakan agar wajib pajak mempunyaii gambaran seberapa besar potensi tax loss atau tax saving yang terjadi di perusahaan. Tax review juga untuk menghindari pengenaan beban pajak dan sanksi pajak yang tidak semestinya oleh fiskus. Ruang lingkup dari tax review ini terdiri dari corporate income tax, employee income tax, withholding tax dan value added tax. 1) Corporate Income Tax a. Analysis of Revenue Analisis penjualan ini bertujuan untuk memverifikasi penjualan yang tersaji dalam laporan keuangan yang dapat dilakukan dengan cara ekualisasi dan uji arus kas. Ekualisasi dapat dilakukan dengan cara mencocokkan penjualan yang tercatat di buku besar dengan penjualan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN kemudian dicocokkan lagi dengan SPT Badan Tahunan. Uji arus kas dilakukan untuk mengetahui aliran kas masuk ke perusahaan yang bersumber dari penjualan
16
dan pelunasan piutang. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua penjualan dan pelunasan piutang sudah tercatat pada buku besar. Dokumen yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan adalah buku besar penjualan dan piutang, SPT Masa PPN, SPT Badan Tahunan dan Rekening Koran atas Bank yang tercatat di neraca. b. Analysis of Expenses Laporan Keuangan Komersial adalah laporan keuangan yang dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan Laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak yang berdasarkan peratuaran perpajakan. Tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak yang bersifat final (UU PPh No 36 Th 2008 pasal 4 ayat 2), dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan (UU PPh No 36 Th 2008 pasal 6 dan pasal 9). Oleh karena itu, diperlukan rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal yang biasa disebut dengan koreksi fiskal. Koreksi Fiskal itu sendiri memiliki pengertian penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan oleh WP yang disebabkan adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan atau biaya antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan menurut pajak. UU PPh Pasal 25 mengatur mengenai besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar oleh WP setelah dikurangi dengan PPh Pasal 21 (untuk WP Orang
17
Pribadi/OP ), PPh Pasal 23, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 24. UU PPh Pasal 25 ayat (6) huruf a menyatakan bahwa wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian maksimal selama lima tahun. Dokumen yang diperlukan untuk memverifikasi besarnya angsuran bulanan tersebut adalah bukti potong PPh Pasal 21 (untuk WP OP), bukti potong PPh Pasal. 23, bukti pungut PPh Pasal 22. 2) Employee Income Tax a. PPh Pasal 21 UU PPh Pasal 21 mengatur mengenai pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP OP dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Ekualisasi diperlukan untuk mencocokkan antara biaya gaji di buku besar dengan yang dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21/26. Dokumen yang diperlukan adalah buku besar (catatan) gaji (imbal jasa) dan SPT Masa PPh Pasal 21/26. b. PPh Pasal 26 UU PPh Pasal 26 mengatur mengenai penghasilan yang diterima atau diperoleh WP luar negeri dari Indonesia, salah satu system yang dianut dalam UU ini yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi WP luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Ekualisasi diperlukan untuk mencocokkan antara biaya gaji di buku besar (untuk WP luar negeri) dengan yang dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21/26. Dokumen yang diperlukan adalah buku besar (catatan) gaji (imbal jasa) dan SPT Masa PPh Pasal 21/26.
18
3) Withholding Tax a. PPh Pasal 23 UU PPh Pasal 23 mengatur mengenai pemotongan atas penghasilan seperti dividen dan royalty yang dibayarkan kepada WP dalam negeri atau BUT. Ekualisasi diperlukan untuk mencocokkan biaya-biaya yang merupakan objek pajak PPh Pasal 23 dengan yang dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 23. Dokumen yang diperlukan adalah buku besar biaya-biaya dan SPT Masa PPh Pasal. 23 b. PPh Pasal 26 UU PPh Pasal 26 mengatur mengenai penghasilan yang diterima atau diperoleh WP luar negeri dari Indonesia, salah satu system yang dianut dalam UU ini yaitu pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi WP luar negeri lainnya. Ekualisasi diperlukan untuk mencocokkan antara biaya-biaya di buku besar (untuk WP luar negeri) dengan yang dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21/26. Dokumen yang diperlukan adalah buku besar biaya-biaya dan SPT Masa PPh Pasal 26. c. PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh Pasal 4 ayat (2) mengatur mengenai penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final, seperti bunga deposito dan hadian undian. Ekualisasi diperlukan untuk mencocokkan biaya-biaya yang merupakan objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) dengan yang dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Dokumen yang diperlukan adalah buku besar biaya-biaya dan SPT Masa PPh Pasal. 4 ayat (2).
19
4) Value Added Tax Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2009 ayat (2) menyatakan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Namun, pada ayat (9) dinyatakan bahwa Pajak Masukan dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Ayat (2b) menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). Tujuan atas review ini adalah untuk memverifikasi apakah faktur pajak standar yang diterima oleh perusahaan sudah memenuhi persyaratan formal dan material. Dalam Faktur Pajak harus mencantumkan hal-hal sebagai berikut. a. Nama, alamat, dan NPWP penjual. b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli. c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga. d. PPN yang dipungut. e. PPnBM yang dipungut. f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak. g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Pasal 9 ayat (8) menyatakan bahwa pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: a. Perolehan BKP atau JKP sebalum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
20
b. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali barang dagangan atau disewakan. d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. e. Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan pada pasal 13 ayat (5). f. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada pasal 13 ayat (6). g. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh. 1) Yohanes William dan Elisa Tjondro (2013) meneliti tentang tax review atas penjualan tanah dan bangunan pada sebuah perusahaan properti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang hasilnya menunjukkan bahwa PT. AX telah menggunakan tarif yang sesuai dengan undang-undang perpajakan. Dalam hal penyetoran dan pelaporannya PT.AX melakukannya dengan tepat waktu. Persamaan dari penelitian sebelumnya adalah sama-sama melakukan tax review, sedangkan perbedaannya adalah penelitian Yohanes William dan Elisa Tjondro menggunakan objek penelitian terhadap penjualan tanah dan bangunan pada sebuah perusahaan properti tetapi penelitian ini
21
menggunakan objek penelitian terhadap PPN pada sebuah perusahaan dagang. 2) Menurut Luh Gita Andani A.P dan I Kadek Sumadi (2014) yang meneliti tentang analisis penerapan tax review atas pajak penghasilan (PPh) badan dan withholding tax pada hotel X yang berlokasi di kerobokan. Penelitian yang dilakukan pada hotel X ini menggunakan teknik analisis data deskriptif komperatif yaitu membandingkan hasil perhitungan PPh badan dan withholding tax tahun pajak 2012 menurut perusahaan dengan perhitungan menurut ketentuan perpajakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hotel X melakukan kesalahan dalam menghitung PPh badan yang terutang sedangkan untuk pemotongan, penyetoran, dan pelaporan withholding tax telah sesuai dengan ketentuan perpajakan. Persamaan dari penelitian sebelumnya adalah sama-sama melakukan tax review, sedangkan perbedaannya adalah penelitian Luh Gita Andani A.P dan I Kadek Sumadi menggunakan objek penelitian terhadap PPh dan withholding tax pada hotel X yang berlokasi di kerobokan tetapi penelitian ini menggunakan objek penelitian terhadap PPN pada sebuah perusahaan dagang. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa masih terdapat banyak perusahaan melakukan kewajiban pemotongan, penyetoran dan pelaporan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan tetapi dalam pemungutan, perhitungan dan penyusunan SPT khususnya SPT Masa PPN atau SPT Tahunan Badan terdapat masih adanya kesalahan seperti halnya dalam pembebanan biaya.
22