BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undangundang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tengen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Soemitro dalam Mardiasmo, 2008:1). Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang
dan
jasa-jasa
kolektif
dalam
mencapai
kesejahteraan umum. (Soemahamidjaja dalam Suandy, 2008:9) Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang tidak dapat dipaksakan) terutang oleh wajb pajak yang tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
7
2.1.2 Fungsi Pajak Fungsi pajak dapat dibagi menjadi dua menurut Suandy (2008:15) yaitu: a) Fungsi penerimaan (budgetair) Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. b) Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapau tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak menurut Siti (2013:11) yaitu: a. Official assessment system Sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak bersifat pasif.
8
b. Self assessment system Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan dan menyetor sendiri besarnya pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With holding system Yaitu suatu sistem pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menghitung besarnya pajak terutang oleh wajib pajak setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.
2.1.4 Pengertian Penghasilan dan Pajak Penghasilan 2.1.4.1 Pengertian penghasilan Pengertian penghasilan menurut UU No.28 Tahun 2007 pasal 1 adalah adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh yang dapat digunakan untuk konsumsi dan menambah kekayaan, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dalam bentuk nama dan bentuk apapun. 2.1.4.2 Pajak Penghasilan Pajak penghasilan sesuai dengan pasal 1 Undang Undang pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008 adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima dalam tahun
9
pajak. Oleh karena itu Pajak Penghasilan melekat pada subyeknya. Pajak Penghasilan termasuk salah satu jenis pajak subjektif. Subyek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh
penghasilan.
Dalam
Undang-Undang
Pajak
Penghasilan, subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak. Demikian pula atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, terutang Pajak Penghasilan dan dalam hal ini yang bersifat final. Dalam Pajak Penghasilan, yang menjadi Subjek Pajak adalah orang pribadi yang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia, badan yang terdiri dari sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak, bentuk usaha tetap seperti cabang perusahaan, pabrik, bengkel, proyek konstruksi, komputer, dan lain sebagainya. Sesuai dengan jenisnya, pada Pajak Penghasilan yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
10
2.1.5 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Pajak Penghasilan Pasal 22, selanjutnya disingkat menjadi PPh pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lain, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tetentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. PPh pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan
atau
pemungutan
oleh
pihak-pihak
tertentu.
Pemungutan PPh pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final. (Suandy, 2008:71)
2.1.6 Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Pasal 22 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan:
1) Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang termasuk juga dalam pengertian bndahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama. 2) Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
11
bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain dan semen 3) Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 146/PMK.011/2013, Pemungut PPh pasal 22 adalah: 1) Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; 2) Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; 3) BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah; 4) Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 5) Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya; 6) Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu. 7) Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendra Pajak.
12
8) Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
2.1.7 Kegiatan yang dikenakan dan yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 2.1.7.1 Kegiatan yang dikenakan PPh pasal 22 (Siti, 2013:278) menyatakan bahwa Pemungutan pajak penghasilan pasal 22 dibedakan berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan. Kegiatan yang dikenakan PPh Pasal 22 selanjutnya disebut objek PPh pasal 22) adalah: 1) Impor Barang 2) Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik tingkat Pusat maupun Pemerintsh Daerah 3) Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah 4) Penjualan hasil industri didalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri rokok, kertas, baja dan otomotif 5) Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas
13
6) Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul 7) Penjualan barang yang tergolong sangat mewah 2.1.7.2 Kegiatan yang tidak dikenakan PPh pasal 22 (Siti, 2013:279) menyatakan bahwa Pemungutan PPh pasal 22 dibedakan berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan. Kegiatan yang tidak dikenakan PPh pasal 22 atau dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 (selanjutnya disebut sebagai bukan objek pajak PPh pasal 22) adalah: 1) Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan 2) Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
14
c. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial,
kebudayaan
atau
untuk
kepentingan
penanggulangan bencana d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah 8. barang pindahan h. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan i. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum j. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara k. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; l. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional m. buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya
15
n. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga.
2.1.8
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Kegiatan Impor Barang Besarnya tarif pungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam peraturan terakhir Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 146/PMK.011/2013 pasal 2 yaitu: a) 2,5% dari nilai impor, jika menggunakan Angka Pengenal Impor (API), kecuali 0,5% dari nilai impor, jika menggunakan Angka Pengenal Importir atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu. b) 7,5% dari nilai impor, jika tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (Non API). Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan dibidang impor. Contoh perhitungan: a) Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor. PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Impor
16
b) Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor. PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor c) Yang tidak dikuasai (apabila telah 30 hari barang tidak diproses lebih lanjut atau tidak diambil dari gudang di pelabuhan tempat datangnya barang), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang. PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor
2.1.9
Bea Masuk Pengertian bea masuk menurut (Siti, 2013:2) adalah pungutan atas barang-barang yang dimasukan ke dalam daerah pabean berdasarkan harga/nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah ditentukan. Bea masuk diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang pabean. bea masuk merupakan pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas barang-barang yang memasuki daerah pabean. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Keputusan
17
Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.02/2001 mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri dan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu fungsi utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sebagai pengumpul penerimaan yang merupakan pendapatan negara untuk membiayai pembangunan nasional. Peranan fungsi ini berubah sesuai dengan perubahan situasi perkonomian dan sosial negara. Penerimaan yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa bea masuk yang merupakan pajak atas perdagangan internasional dan cukai yang merupakan pajak spesifik terhadap barang-barang tertentu. Jadi Bea masuk adalah bea yang dikenakan atas barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor, oleh karenanya terutang bea masuk yang bertujuan untuk kepastian penghitungan dan memperlancar pengajuan pemberitahuan pabean oleh importir
2.1.10 Saat Terutang, Pelunasan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Penetapan saat terutang dan pelunasan serta tata cara pemungutan pajak penghasilan pasal 22 mengenai impor barang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 146/PMK.011/2013 PPh 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam
18
hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan untuk Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang oleh pemungut pajak dilaksanakan dengan cara disetor oleh importir yang bersangkutan menggunakan formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak. PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) harus disetor ke Bank Persepsi, atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemungutan pajak. Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
19