12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut P.J.A. Adriani sebagaimana yang dikutip oleh Zain (2007 : 10), sebagai berikut : Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pengertian lain dari pajak yang dikemukakan oleh Ray, Herschel &. Harace yang dikutip oleh Zain (2007 :11), sebagai berikut : Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
1.Perbedaan Perlakuan antara Akuntansi dan Perpajakan Perlakuan akuntansi terhadap suatu transaksi diatur dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan), sedangkan perlakuan perpajakan diatur dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1994 mengenai pajak penghasilan diganti dengan
13
Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008. Arah dan tujuan penyempurnaan Undang – Undang pajak penghasilan ini adalah untuk meningkatkan keadilan pengenaan pajak; memberi kesederhanaan administrasi perpajakan; memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi; serta menunjang kebijakan pemerintah maupun dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik invetasi langsung diIndonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dibidang – bidang usaha tertentu. 2.Perlakuan terhadap Penghasilan Pada tahun 1997 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan pernyataan Standar Akuntansi No. 46 PSAK No. 46 ini terutama mengatur mengenai pajak Penghasilan Badan (PPH Badan). PSAK yang wajib diterapkan dan mulai berlaku efektif
Januari 1999 untuk perusahaan go public,dan 1 Januari 2001 untuk
perushaan non go – public ini merupakan pendekatan baru dibidang perpajakan tidak saja di Indonesia tapi dinegara maju sekalipun. Menurut Hardi salah seorang akuntan, didalam artikelnya pada tahun 2008 mengatakan bahwa “walaupun akuntansi pajak tangguhan yang diatur dalam PSAK No. 46 sudah berlaku efektif sejak 1 Januari 1999 untuk perusahaan go – public, dan 1 Januari 2001 bagi perusahaan non – go public, namun tidak bisa dipungkiri bahwa sampai dengan saat ini masih ada praktisi akuntansi yang belum familiar dengan PSAK tersebut. Secara Akuntansi penghasilan didefinisikan SAK (1999:16) sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
14
pemasukan
atau
penambahan
aktiva
atau
penurunan
kewajiban
yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Menurut perpajakan, penghasilan merupakan salah satu obyek pajak. Dalam UU NO. 17 Tahun 2000 pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa: “Yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun” Yang membedakan perlakuan akuntansi dan pajak terhadap penghasilan adalah pendekatan sumber dan pertambahan. Akuntansi tidak mengakui arus masuk yang bersumber pada penanaman modal sebagai penghasilan, sedangkan pajak memperlakukannya Menurut UU No. 17 Tahun 2000 ada beberapa jenis penghasilan yang dikenakan PPh final, antara lain: 1.
Penghasilan dari bunga deposito, tabungan, SBI
2.
Penghasilan dari hadiah undian
3.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas dibursa efek
4.
Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
5.
Penghasilan dari sewa harta tetap berwujud
6.
Penghasilan dari jasa konstruksi
15
7.
Penghasilan pada saat transaksi penjualan obligasi yang dilapporkan kebursa efek atas capital gain dan diskonto.
B. Klasifikasi Penghasilan Penghasilan diperoleh dari berbagai macam sumber penghasilan usaha – usaha yang dilakukan individu, penghasilan dapat dikelompokan menjadi empat kelompok : 1. Penghasilan dari pekerjaan atau employment income yang dapat diperoleh lagi antara labour income yakni penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan atau buruh seperti gaji dan upah dan professional income yakni penghasilan yang diterima atau diperoleh kaum profesional seperti dokter, konsultan, ahli hukum, konsultan seperti honorarium dan fee 2. Penghasilan yang berasal dari usaha atau business income, misalnya penghasilan dari suatu rumah tangga, dari perseroan dan bentuk usaha lainya. 3. Penghasilan yang berasal dari modal atau capital income misalnya menerima atau memperoleh bunga, deviden, royalti dan sewa. 4. Penghasilan lain – lain atau other income misalnya menerima hadiah penghargaan serta penghasilan lain yang bersifat tidak rutin.
C. Penghitungan Pajak Penghasilan Menurut Gunadi, 1999, dengan tambahan penjelasan penulis, dalam menghitung PPh yang terutang terdapat beberapa cara yaitu:
16
1. Unitary Taxation, yaitu semua jenis penghasilan dijumlahkan menjadi satu dan dikenakan tarif umum (biasanya bersifat progresif) dan tidak bersifat final. Sistem unitary ini sesuai dengan prinsip pemungutan pajak, yaitu ability to pay (kemampuan membayar) artinya wajib pajak dikenakan beban pajak sebanding/proporsional dengan jumlah penghasilan netto (penghasilan kena pajak) yang diterimanya. Semakin besar ability to pay maka Wajib Pajak tersebut juga akan semakin tinggi membayar pajaknya, demikian sebaliknya. Dengan sistem ini memungkinkan Wajib pajak tidak membayar tidak membayar pajak apabila tidak memperoleh penghasilan netto atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya. 2. Schedular Taxation, yaitu mengenakan pajak atas jenis penghasilan tertentu dengan mengalikan tarif tersendiri atau tunggal (flat rate/tarif sepadan) dan bersifat final. Pada umumnya jumlah pajak dihitung dari jumlah penghasilan bruto bukan berdasarkan penghasilan netto. Bila penghasilan telah dipotong PPh Final, penghasilan tersebut tidak perlu
lagi
digabungkan
dengan
penghasilan
lainnyadalam
Surat
Pemberitahuan (SPT). Pertimbangan yang pergunakan untuk menerapkan sistem shcedular ini karena bersifat sederhana, kemudian administrasi dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Sistem pemungutan PPh yang dianut pada UU PPh pada prinsipnya adalah sistem unitary namun juga terdapat sistem shcedular. Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggung jawabkan pengaruh – pengaruh pajak dan bagaimana pengaruh – pengaruh tersebut harus disajikan
17
dalam laporan keuangan. Ada tiga metode untuk mengalokasikan pajak (Kieso dan Weygant, 2001, p. 1067 – 1068), antara lain: a.
Deffered Methode (Metode Penangguhan)
Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (income statement approach) yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupiun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen. Metode ini lebih menekankan matching principle pada periode terjadinya perbedaan tersebut. b.
Asset-Liability Method (Metode Aktiva – Kewajiban)
Metode ini menggunakan pendekatan neraca (balance sheet approach) yang menekan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan datang pada metode ini terjadi pengakuan pajak tangguhan atas konsekuansi pajak di masa mendatang yang meliputi adanya aktiva pajak tangguhan. c.
Net - of - tax methode (Metode Bersih dari Pajak)
Pada metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya dilakukan penyesuaian atas nilai aktiva atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yangterkait.
18
D. Beda Waktu/Sementara ( Timing Differences- Temporary Differences) Beda waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan pergerseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ketahun lainnya. Perbedaan waktu ini disebabkan karena pada saat realisasi dan atau istilah cash basis atau accrual basis antara akuntansi dan perpajakan, selain itu, perbedaan metode pembebanan yang digunakan juga akan mempengaruhi terjadinya beda waktu. Berbeda dengan perbedaan permanen, perbedaan waktu masih memerlukan beberapa hal yang dipertanyakan sebagai berikut: a. Dalam rangka perbedaan waktu tersebut, apakah diperlukan alokasi pajak interperiode atau tidak memerlukan alokasi pajak interperiode b. Apabila diperlukan alokasi pajak interperiode: 1. Apakah pendekatanya secara komprehensif atau hanya parsial untuk perbedaan waktu tertentu saja. 2. Apakah akan digunakan metode tangguhan (the deferred method) yang berbasis pada tarif pajak yang orisinal, atau metode kewajiban (the liability method) yang berbasis pada tarif pajak yang diharapkan, atau metode pajak neto (the net – of – tax method).
19
.Perbedaan waktu (temporer) dapat berupa: a. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak (taxable amounts) untuk penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled). Apabila taxable temporary differencesdikalikan dengan Tarif PPh (pasal 17), maka akan terdapat future tax liability yang sama dengan deferred tax liability. b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductable temporary differences) adalah perbedaan temporeryang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductable amount) untuk penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled). Apabila deductable temporarydifferencedikalikan dengan Tarif PPh (pasal 17), maka akan terdapat future tax refundable. Jumlah future tax refundable dengan hasil dari kompensasi kerugian yang dikalikan dengan Tarif PPh (pasal 17) merupakan jumlah deferred tax asset.
Berdasarkan PSAK No. 46, perbedaan temporer timbul karena (1) adanya perbedaan waktu (time difference) yang timbul karena pos – pos pendapatan dan beban diakui dalam tahun yang berbeda dalam rangka pelaporan keuangan komersial dan pelaporan pajak; (2) perbedaan lain yang mungkin timbul karena
20
pengurangan DPP untuk aktiva yang disusutkan akibat adanya Ketentuan Khusus UU PPh. Menurut Waluyo (2008: p.215)perbedaan temporer adalah perbedaan antara dasar pengenaan pajak (tax base) dari suatu aset atau kewajiban dengan nilai tercatat pada aset dan kewajiban yang berakibat pada perubahan laba fiskal periode mendatang. Terjadinya perubahan tersebut dapat bertambah atau berkurang pada saat aset dipulihkan atau kewajiban dilunasi atau dibayar. Jadi perbedaan temporer tersebut timbul karena periode pengakuan yang berbeda antara akuntansi dan perpajakan yang mungkin disebabkan karena gangguan metode atau estimasi yang berbeda untuk keperluan akuntansi dan untuk keperluan perpajakan. Perbedaan temporer ini hanya bersifat sementara berarti akan terkoreksi dikemudian hari atau disebut sebagai efek reversal dimasa mendatang, dimana selisih secara total adalah nihil.
E.Beda Tetap (Permanent Differences) Beda tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan dan biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang sifatnya permanent. Jadi selama Undang – Undang Pajak penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 maka suatu penghasilan atau biaya tidak akan diakui untuk selamanya dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak. Beda tetap timbul karena adanya perbedaan biaya dan penghasilan yang diakui menurut standar akuntansi tapi menurut peraturan perpajakan bukan merupakan biaya atau penghasilan. Perbedaan permanen tidak memerlukan Alokasi Pajak Penghasilan
21
Interperiode (Interperiod Income tax Allocation), karena perbedaan tersebut merupakan perbedaan yang mutlak yang tidak ada titik temunya atau saldo tandingannya (counterbalance). Pada perusahaan yang ada Penghasilan Tidak Objek Pajak dan tidak ada biaya Fiskal yang tidak boleh dikurangkan, PPh terutangnya akan menjadi lebih rendah apabila dibandingkan dengan beban PPh yang dihitung berdasarkan Penghasilan sebelum Pajak, sedangkan sebaliknya terhadap perusahaan yang terdapat banyak koreksi Biaya Fiskal yang tidak boleh dikurangkan, PPh terutangnya akan menjadi lebih besar apabila dibandingkan dengan Beban PPh.
F. Definisi Pajak Tangguhan Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (payable) atau terpulihkan (recoverable) pada tahun mendatang sebagai akibat adanya perbedaan perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dari sisa kompensasi kerugian yang dapat dikompensasikan. Pengakuan pajak tangguhan berdampak terhadap berkurangnya laba atau rugi bersih sebagai akibat adanya kemungkinan pengakuan beban pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan (Waluyo, 2008: P.16). Basis pengenaan penghasilan untuk keperluan perhitungan Pajak Penghasilan berbeda dengan basis penghitungan penghasilan untuk keperluan komersial, atau dengan perkataan lain, akibat dari perbedaan rekognisi penghasilan dan biaya, maka akan terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kedua basis tersebut. Pajak penghasilan yang dihitung berbasis pada Penghasilan Kena Pajak yang
22
sesungguhnya dibayar kepada pemerintah, disebut sebagai “PPh terutang- Income Tax Payableatau income Tax Liabilit,”sedangkan pajak penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Pajak, disebut “Beban Pajak Penghasilan – Income Tax Expenseatau Provision for Income Taxes.” Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh Terutang dengan Beban Pajak yang dimaksud, sepanjang menyangkut perbedaan temporer hendaknya dilakukan pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan komersial, dalam akun pajak tangguhan (deferred tax) baik aset pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhan. Jones dan Rhoades mengungkapkan bahwa perbedaan temporer tidak berpengaruh terhadap perhitungan beban pajak (tax expense), tarif pajak efektif atau rekonsiliasi antara tarif pajak efektif dengan tarif pajak berdasarkan undang – undang. Perbedaan temporer tersebut akan menghasilkan baik aset pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan dapat disamakan seperti lebih bayar pajak, yang akan diganti dimasa yang akan datang pada saat pemulihan perbedaan temporer. Kenaikan netto asset pajak tangguhan menyebabkan pengurangan beban pajak perusahaan, sedangkan sebaliknya, kenaikan netto kewajiban pajak tangguhan menyebabkan kenaikan beban pajak perusahaan. Seperti telah diuraikan sebelumnya, aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan terjadi akibat perbedaan temporer antara pembukuan dan pajak, sedangkan perbedaan permanen antara pembukuan dan pajak tidak mempunyai efek, baik terhadap perhitungan beban pajak menurut pembukuan maupun
23
terhadap perhitungan pajak terutang. Oleh karena perbedaan permanen tidak menghasilkan pajak tangguhan, maka perhitungan beban pajak menurut pembukuan dapat juga dilakukan. Dengan berlakunya PSAK No. 46 timbul kewajiban bagi perusahaan untuk menghitung dan mengakui pajak tangguhan (deferred taxes) atas future tax effect (efek pajak masa depan ) dengan maenggunakan pendekatan the assets and liability methode (Metode Aset dan Kewajiban), yang berbeda dengan pendekatan income statement liability methode (Metode Kewajiban Laporan Laba Rugi) yang sebelumnya lazim digunakan oleh perusahaan dalam menghitung pajak tangguhan (Moh. Zain, 2007:193). Pajak tangguhan dapat dibedakan menjadi Aktiva Pajak Tangguhan (deferred tax assets) dan Kewajiban Pajak Tangguhan (deferred tax liabilities) Menurut Moh. Zain (2007:194) baik kewajiban pajak tangguhan maupun Aset Pajak tangguhan dapat terjadi dalam hal – hal sebagai berikut: 1. Apabila penghasilan sebelum pajak – PSP ( Pretax Accounting Income) lebih besar dari penghasilan kena pajak - PKP (Taxable Income), maka beban pajak – BP (Tax Expense)pun akan lebih besar dari pajak terutang – PT (Tax Payable), sehingga akan menghasilakn Kewajiban Pajak Tangguhan dapat dihitung (Deferred taxes Liability). Kewajiban pajak tangguhan dapat dihitung dengan mengalikan perbedaan temporer dengan tarif pajak yang berlaku. 2. Sebaliknya apabila penghasilan sebelum pajak (PSP) lebih kecil dari penghasilan kena pajak (PKP), maka beban pajak (BP) juga lebih kecil dari pajak terutang (PT), sehingga akan menghasilkan Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred
24
Tax Assets). Aktiva dan tarif pajak pada saat perbedaan tersebut pajak tangguhan adalah sama dengan perbedaan temporer dengan tarif pajak pada saat perbedaan tersebut terpulihkan. Tabel 2.1 Rumus Kewajiban Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan Perbedaan Temporer
Perbedaan Temporer x Tarif
Hasilnya
PSP
BP>PT
KewajibanPajak Tangguhan
PSP
BP< PT
Aktiva Pajak Tangguhan
Sumber: Moh. Zain (2007:195) Menurut Kieso dan Weygant, aktiva pajak tangguhan adalah efek pajak tangguhan diakibatkan oleh perbedaan sementara yang dapat dikurangkan dimasa mendatang. Dengan perkataan lain, aktiva pajak tangguhan menggambarkan kenaikan pada pajak yang dapat diminta kembali (atau disimpan) ketahun – tahun berikutnya sebagai hasil dari perbedaan sementara yang dapat dikurangkan yang timbul pada akhir tahun ditahun berjalan. A defered tax asset is the deferred tax consequence attributable to deductable temporary differences. In other words, a deferred tax asset represents the increase in taxes refundable (or saved) in future years as a result of deductible temporary differences existing at the end of the current year. Kewajiban pajak tangguhan adalah efek pajak tangguhan diakibatkan oleh perbedaan sementara yang dapat dipajaki dimasa mendatang. Dengan perkataan lain, kewajiban pajak tangguhan menggambarkan kenaikan pada hutang pajak
25
ketahun – tahun berikutnya sebagai hasil perbedaan sementara yang dapat dipajaki yang timbul pada akhir tahun ditahun berjalan. A deferred tax liability is the deferred tax consequences attributable to taxable temporary differences. In other words, a deferred tax liability represents the increas in taxes payable in future years as a result to taxable temporary differences existing at the end of the current year. GAAP Handbook of policies and procedures, (2001- hal. 783) menyebutkan bahwa penggunaan “the asset and liability method” (selanjutnya disebut the liability method), mengharuskan pendekatannya berorientasi pada neraca, karena pada dasarnya, sasaran yang ingin diperlihatkan disini adalah berapa sesungguhnya taksiran pajak yang akan dibayar pada periode yang akan datang. Untuk keperluan ini, hendaknya diterapkan akuntansi pajak tangguhan yang komprehensif (comprehensive dipertimbangkan
deferred semua
tax efek
accounting), pajak
yang
terhadap
berarti semua
bahwa
harus
penghasilan,
biaya/pengeluaran,keuntungan maupun kerugian, dan hal – hal lain yang menimbulkan perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal.
Penyajian Neraca (Balance Sheet Presentation) Menurut Kieso dan Weygandt, pajak tangguhan dilaporkan dalam neraca sebagai harta dan kewajiban. Pajak tangguhan hendaknya diklasifikasikan sebagai jumlah bersih lancar dan jumlah bersih tidak lancar. Aktiva pajak tangguhan atau kewajiban pajak tangguhan diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau aktiva tidak
26
lancar berdasarkan klasifikasi dari aktiva atau kewajiban yang berhubungan untuk tujuan penyusunan laporan keuangan. Dalam penyajian dineraca, aktiva (kewajiban) pajak tangguhan harus diklasifikasikan untuk jumlah bersih lancar dan tidak lancar. Untuk menentukan jumlah lancar dengan cara menjumlahkan macam- macam aktiva dan kewajiban pajak tangguhan sebagai aktiva lancar; jika hasil bersihnya adalah aktiva, laporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar; jika hasilnya diposisi kewajiban, laporkan dalam kewajiban lancar; sedangkan untuk menentukan jumlah tidak lancar dengan cara menjumlahkan macam – macam aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang dikelompokan sebagai tidak lancar. Jika hasil bersihnya aktiva, maka laporan pada neraca sebagai aktiva tidak lancar, jika sebaliknya maka laporkan sebagai kewajiban tidak lancar.
G. Pengakuan Pajak Tangguhan Selama ini perusahaan mengakui jumlah taksiran pajak penghasilan dilaporan laba rugi sesuai dengan jumlah terutang menurut SPT berdasarkan tax payable method.PSAK No. 46 menggunakan pendekatan neraca (asset- liability methode), yaitu:
1. Pendekatan aktiva Apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat aktiva (nilai buku komersial) lebih besar dari DPP aktiva (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya, untuk tahun mendatang akan ada kewajiban
27
pajak penghasilan yang diakuisebagai kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liability) pada tahun berjalan. Sebaliknya, apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat aktiva (nilai buku komersial) lebih kecil dari DPP aktiva (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada manfaat ekonomi yang akan diperoleh wajib pajak dalam bentuk pengurangan. Pengurangan terhadap laba fiskal di tahun mendatang tersebut diakui sebagai aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) pada tahun berjalan.
2. Pendekatan Kewajiban Apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat kewajiban (nilai buku komersial) lebih besar dari DPP kewajiban (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada manfaat ekonomi yang akan diperoleh wajib pajak dalam bentuk pengurangan. Pengurangan terhadap laba fiskal ditahun mendatang tersebut diakui sebagai aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) pada tahun berjalan. Sebaliknya, apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat kewajiban (nilai buku komersial) lebih kecil dari DPP kewajiban (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada kewajiban pajak penghasilan yang diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan (deferred tax assets) pada tahun berjalan. Dengan berlakunya PSAK No. 46 timbul kewajiban bagi perusahaan untuk menghitung dan mengakui pajak tangguhan (deferred tax) atas future tax
28
effect(efek pajak masa depan) dengan menggunakan pendekatan the assets and liabilitymethod(Metode Aset dan Kewajiban), yang berbeda dengan pendekatan income statement liability method ( Metode Kewajiban Laporan Laba Rugi) yang sebelumnya lazim digunakan oleh perusahaan dalam megnhitung pajak tangguhan (Moh. Zain, 2007:193). Pajak tangguhan dapat dibedakan menjadi Aktiva Pajak Tangguhan (deferred tax liabilities). Menurut PSAK No. 46 , aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recoverable) pada tahun mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporeryang boleh dikurangkan dan sisa kompenasi kerugian. Disisi lain, terdapat kewajiban pajak tangguhan yang merupakan jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk tahun mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. 3. Saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi Saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aktiva pajak tangguhan apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa datang memadai untuk dilakukannya kompensasi atas saldo rugi fiskal.
H. Pengukuran dan Penyajian Pajak Tangguhan Dalam Laporan Keuangan Berdasarkan PSAK No. 46 pengukuran aktiva dan kewajiban pajak tangguhan dapat dilakukan sebagai berikut: Kewajiban (aktiva) pajak kini untuk tahun berjalan dan tahun sebelumnya diakui sebesar jumlah pajak terutang (restitusi pajak),
29
yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku atau yang telah secara substansi berlaku pada tanggal neraca. Kewajiban
(aktiva)
pajak
tangguhan
harus
diukur
dengan
menggunakan tarif pajak yang berlaku pada saat kewajiban dilunasi atau aktiva dipulihkan, yaitu dengan tarif pajak yang telah berlaku atau yang secara substansi berlaku pada tanggal neraca. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan harus mencerminkan konsekuensi pajak untuk pemulihan nilai tercatat aktiva atau penyelesaian kewajiban yang diharapkan perusahaan pada tanggal neraca. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan tidak boleh didiskonto (discounted) Nilai tercatat aktiva pajak tangguhan harus ditinjau kembali (pada tanggal neraca). Dalamhal ini, perusahaan harus menurunkan nilai tercatat
tersebut
apabila
laba
fiskal
tidak
memadai
untuk
mengkompensasi sebagaian atau semua aktiva pajak tangguhan. Penurunan tersebut harus disesuaikan kembali apabila laba fiskal besar kemungkinan memadai untuk mengkompensasi sebagaian atau semua aktiva pajak tangguhan.
30
I. Pertumbuhan Laba 1. Pengertian dan Karakteristik Laba Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik (Baridwan, 1992:55). Pengertian laba secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas biaya – biayanya dalam jangka waktu (periode) tertentu. Laba sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman investasi, serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003:44) Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi pengertian laba didalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba menurut akuntansi. Dalam teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba sebagai suatu kenaikan dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi, laba adalah perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi pada pada waktu dibandingkan dengan biaya – biaya yang dikeluarkan pada periode tertentu (Harahap, 1997). Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba perlembar saham. Unsur – unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya. Dengan mengelompokan unsur – unsur pendapatan dan biaya, akan
31
dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih. Pengukuran laba bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan tetapi penting juga sebagai informasi bagi pembagian laba dan penentuan kebijakan investasi. Oleh karena itu, laba menjadi informasi yang dilihat oleh banyak seperti profesi akuntansi, pengusaha, analis keuangan, pemegang saham, ekonom, fiskus, dan sebagainya (Harahap, 2001:259). Tujuanutamaperusahaanadalahmemaksimalkanlaba.Pengertianlabasecaraoperasion almerupakanperbedaanantarapendapatan
yang
direalisasiyang
timbuldaritransaksiselamasatuperiodedenganbiayayang berkaitandenganpendapatantersebut.Pengertianlabamenurut Harahap (2008:113) “kelebihanpenghasilandiatasbiayaselamasatuperiodeakuntansi”.Sementarapengerti anlabayang dianutolehstrukturakuntansisekaranginiadalahselisihpengukuranpendapatandanbia ya.Besarkecilnyalabasebagaipengukurkenaikansangatbergantungpadaketepatanpe ngukuranpendapatandanbiaya. Menurut
Harahap
(2005:263)
labamerupakanangka
pentingdalamlaporankeuangankarenaberbagaialasanantara
yang lain:
labamerupakandasardalamperhitunganpajak, pedomandalammenentukankebijakaninvestasidanpengambilankeputusan, dasardalamperamalanlabamaupunkejadianekonomiperusahaanlainnya di masa yang
akandatang,
32
dasardalamperhitungandanpenilaianefisiensidalammenjalankanperusahaan, sertasebagaidasardalampenilaianprestasiataukinerjaperusahaan. ChariridanGhozali(2003:214)menyebutkanbahwalabamemilikibeberapak arakteristikantaralainsebagaiberikut: a. Laba didasarkan pada transaksi yang benar – benar terjadi, b.Labadidasarkanpadapostulatperiodisasi, artinyamerupakanperusahaanpadaperiodetertentu, c. Laba
didasarkanpadaprinsippendapatan
pemahamankhusustentangdefinisi,
yang
memerlukan
pengukurandanpengakuan
pendapatan, d. Labamemerlukanpengukurantentangbiayadalambentukbiaya historisyangdikeluarkanperusahaanuntukmendapatkan pendapatantertentu, dan e. labadidasarkanpadaprinsippenandingan
(matching)
antara
pendapatandanbiayayangrelevandanberkaitandengan pendapatantersebut. Perbandingan
yang
tepatataspendapatandanbiayatergambardalamlaporanlabarugi.Penyajianlabamel aluilaporantersebutmerupakanfocuskinerjaperusahaan yangpenting.Kinerjaperusahaanmerupakanhasildariserangkaian denganmengorbankanberbagaisumberdaya.
proses
33
Adapunsalahsatu
parameter
penilaiankinerjaperusahaantersebutadalahpertumbuhanlaba.Pertumbuhanlabadi hitungdengancaramengurangkanlabaperiodesekarangdenganlabaperiodesebelu mnyakemudiandibagidenganlabapadaperiodesebelumnya (WarsididanPramuka, 2000).
Lababersihtahun t – Lababersihtahun t1 PertumbuhanLaba =___________________________________ Lababersihtahun t-1
2. Tujuan Pelaporan Laba Tanpa memperhatikan masalah yang muncul, informasi laba sebenarnya dapat digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan. Tujuan pelapporan laba adalah untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan. Informasi tentang laba perusahaan dapat digunakan: Seabagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian (rate of return on incested capital). Sebagai pengukur prestasi manajemen Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu Negara Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan
34
Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran Sebagai dasar pembagian deviden
3. Kualitas Informasi Laba M. Yusuf, dkk (2002) menyebutkan bahwa informasi laba harus dilihat dalam kaitannya dengan persepsi pengambilan keputusan. Karena kualitas informasi laba ditentukan oleh kemampuannya memotivasi tindakan individu dan membantu pengambilan keputusan yang efektif. Hal ini didukung oleh FASB yang menerbitkan SFAC No. 1 yang menganggap bahwa laba akuntansi merupakan pengukuran yang baik atas prestasi perusahaan dan oleh karena itu laba akuntansi hendaknya dapat digunakan dalam prediksi arus kas dan laba dimasa yang akan datang. J. Laba Sebagai Ukuran Efisiensi Efisiensi operasional suatu perusahaan mempengaruhi (1) aliran deviden di masa kini, dan (2) penggunaan modal yang dinvestasikan untuk menyediakan dividen di masa depan. Oleh sebab itu, para pemegang saham, khususnya pemegang saham biasa, berkepentingan dengan efisiensi manajemen. Satu tafsiran efisiensi yang relevan dengan penilaian efisiensi manajemen ialah : (1) kemampuan relatif untuk memperoleh output maksimal dengan jumlah sumber daya tertentu, suatu output yang konstan dengan jumlah penggunaan sumber daya yang minimal, atau (2) kombinasi sumber daya yang optimal bersama dengan
35
permintaan tertentu akan produk (dan karenanya harga) yang memungkinkan pengembalian maksimal kepada pemilik. Efisiensinya adalah istilah relatif dan hanya memiliki makna apabila dibandingkan dengan yang ideal atau beberapa dasar yang lain. Di samping itu, efisiensi juga bergantung pada sasaran perusahaan, apakah memaksimalkan laba atau menyediakan pengembalian atas investasi yang wajar atau pantas. Jika modal yang digunakan perusahaan adalah konstan dari tahun ke tahun/, angka laba itu sendiri mungkin berguna sebagai ukuran efisiensi
perusahaan. Laba tahun
berjalan dibandingan dibandingkan denga laba tahun sebelumnya, dan sejumlah petimbangan dibuat untuk menetapkan apakah laba tahun tertentu telah mencapai, melampaui, atau gagal mencapai sasaran yang layak. Jika modal yang diinvestasikan berubah dari tahun ke tahun, laba harus dibanding dengan beberapa besaran yang berubah, seperti modal diinvestasikan atau jumlah pendapatan. Dasar lain, untuk membandingkan laba ialah jumlah pendapatan periode tertentu. Tetapi, penggunaan jumlah pendapatan sebagai dasar perbandingan laba memiliki dua kekurangan nyata. Pertama, perbandingan laba bersih terhadap penjualan selama beberapa tahun hanya sahih bila pemanfaatan kapasitas setiap tahun sama besarnya, atau bila kegagalan pemanfaatan kapasitas dianggap sebagai bagian dari ketidakefisienan manajemen. Kedua, perbandingan dengan perusahaan lain sukar dilakukan. Hanya jika perputaran modal (penjualan dibagi modal) sama untuk beberapa perusahaan, nisbah laba terhadap penjualan dapat dibandingkan. Oleh karena itu, tidak mungkin nisbah ini shahih untuk perbandingan antar perusahaan.
36
K. Laba Sebagai Alat Prediksi SFAC No.1, menyatakan, investor, kreditor dan pihak lain yang berkepentingan terhadap penilaian prospek arus kas masuk bersih perusahaan, tetapi mereka sering menggunakan laba untuk menilai daya laba, memprediksi laba di masa depan, atau menilai risiko investasi dalam, atau memberikan pinjaman kepada perusahaan. Jadi, diandaikan ada hubungan antara laba dilaporkan dan arus kas, termasuk kas yang dibagikan kepada pemilik. Penelitian untuk memperoleh bukti empiris mengenai andaian tersebut dilakukan melalui dua arah : (a) menanyakan apakah angka spesifik yang diutamakan investor?, dan (b) menilai prospe perusahaan. Angka spesifik tersebut dinamakan indikator ringkasan, karena dimaksudkan untuk mengikhtisarkan keberhasilan atau kegagalan relatif suatu perusahaan. Laba per saham (earnings per share = EPS) merupakan satu diantara sejumlah indikator tersebut. Penilaian atas nilai EPS untuk meramalkan kebangkrutan adalah arah penelitian yang lain. Bagi perusahaan tertentu, prediksi laba diandaikan lebih relevan untuk meramalkan harga saham di masa datang daripada distribusi dividen jangka pendek. Dan distribusi jangka panjang diasumsikan bergantung pada saldo laba (retained earning) dan faktor pertumbuhan. Oleh sebabitu, ekspektasi tentang laba di masa depan diandaikan akan digunakan banyak investr sebagai faktor utama untuk meramalkan pembagian dividen di masa datang, dan dividen diekspektasi merupakan faktor penting dalam menentukan nilai kini saham atau perusahaan secara keseluruhan.
37
Pemegang obligasi dan kreditor jangka pendek juga berkepentingan dengan laba di masa depan. Semakin besar ekspektasi laba perusahaan di masa depan semakin besar ekspektasi kreditor akan menerima pengembalian tahunan (bunga) dan ekspektasi akan menerima pembayaran pokok pinjaman ketika jatuh tempo. Apakah pengetahuan di masa lalu membantu prediksi laba di masa datang dan, dengan begitu, nilai kini perusahaan? Studi Buckmaster, Copeland, dan Dascher (1977) menunjukkan, laba yang ditentukan berdasarkan biaya historis merupakan prediktor yang lebih unggul daripada laba yang ditetapkan berdasarkan biaya kini. Tetapi, kedua model laba ini lebih baik dariapada laba yang disesuaikan dengan tingkat harga umum. Namun studi ini menyarankan, kedua konsep laba dapat digunakan untuk meramalkan nilai masa depan seri yang sama, terutama atas basis industri. L. Pengukuran dan Pengakuan Laba
Pengukuran terhadap laba merupakan penentuan jumlah rupiah laba yang dicatat dan disajikan dalam laporan keuangan. Pengukuran besarnya laba sangat tergantung pada besarnya pendapatan dan biaya. Karena laba adalah bagian dari pendapatan, maka konsep penghimpunan an realisasi pendapatan juga berlaku untuk laba. Dengan demikian perlakuan akuntansi terhadap laba tidak akan menyimpang dari perlakuan akuntansi terhadap pendapatan.
Oleh karena laba merupakan selisih antara pendapatan dan biaya, secara umum laba diakui sejalan dengan pengakuan pendapatan dan biaya. Dalam Konsep
38
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, IAI (1994) menyebutkan bahwa:
penghasilan (income) akan diakui apabila kenaikan manfaat ekonomi di masa mendatang yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan jumlahnya dapat diukur dengan andal. (paragrap 92)
Secara konseptual ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur laba. Pendekatan tersebut adalah pendekatan transaksi, pendekatan kegiatan dan pendekatan mempertahankan capital/kemakmuran (capital maintenence).
1.
Pendekatan Transaksi
Pendekatan transaksi menganggap bahwa perubahan aktiva / hutang (laba) terjadi hanya karena transaksi, baik internal maupun eksternal. Transaksi eksternal timbul karena adanya transaksi yang melibatkan perubahan aktiva /hutang dengan pihak luar perusahaan. Transaksi internal timbul dari pemakaian atau konversi aktiva dalam perusahaan.
Pada saat transaksi eksternal terjadi, nilai pasar dapat dijadikan dasar untuk mengakui pendapatan. Transaksi internal berasal dari perubahan nilai, yaitu perubahan nilai dari pemakaian atau konversi aktiva. Apabila konversi telah terjadi, maka nilai aktiva lama akan diubah menjadi aktiva baru.konsep atau pendekatan ini sama dengan konsep realisasi pendapatan.
39
Pendekatan ini memiliki beberapa kebaikan yaitu :
1. Komponen laba dapat dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Misalnya : atas dasar, produk /konsumen. 2. Laba operasi dapat dipisahkan dari laba non operasi. 3. Dapat dijadikan dasar dalam penentuan tipe dan kuantitas aktiva dan hutang yang ada pada akhir periode. 4. Efisiensi usaha memerlukan pencatatan transaksi external untuk berbagai tujuan. 5. Berbagai laporan dapat dibuat dan dikaitkan antara laporan yang satu dengan yang lainnya.
2.
Pendekatan Kegiatan
Laba dianggap timbul bila kegiatan tertentu telah dilaksanakan. Jadi laba bisa timbul pada tahap perencanaan, pembelian, produksi, penjualan dan pengumpulan kas. Dalam penerapannya, pendekatan ini merupakan perluasan dari pendekatan transaksi. Hal ini disebabkan pendekatan kegiatan dimulai dengan transaksi sebagai dasar pengukuran. Perbedaannya adalah bahwa pendekatan transaksi didasarkan pada proses pelaporan yang mengukur transaksi dengan pihak luar.
40
Sementara pendekatan kegiatan didasarkan pada konsep peristiwa/ kegiatan dalam arti luas, tidak dibatasi pada kegiatan dengan pihak luar. Meskipun demikian keduanya gagal menunjukan pengukuran laba dalam dunia nyata. Hal ini disebabkan dua pendekatan tersebut di dasarkan pada hubungan struktural yang sama yang tidak ada dalam dunia nyata.
Kebaikan pendekatan kegiatan adalah :
1. Laba yang berasal dari produksi dan penjualan barang memerlukan jenios evaluasi dan prediksi yang berbeda dibandingkan laba yang berasal dari pembelian dan penjualan surat berharga yang ditukar pada usaha memperoleh capital gain. 2. Effisiensi manajemen dapat diukur dengan lebih baik bila laba diklasifikasikan menurut jenis kegiatan yang menjadi tanggung jawab manajemen. 3. Memungkinkan prediksi yang lebih baik karena adanya perbedaan pola perilaku dari jenis kegiatan yang berbeda.
3. Pendekatan Mempertahankan Kemakmuran (Capital Maintenance Concept)
Atas dasar pendekatan ini, laba diukur dan diakui setelah kapital awal dapat dipertahankan. Sebelum membahas pengukuran laba atas dasar konsep mempertahankan kemakmuran/kapital, akan dibicarakan lebih dahulu mengenai konsep laba dan kapital.
41
Dalam konsep mempertahankan kemakmuran, kapital (capital) artian luas dan dalam berbagai bentuknya. Jadi kapital diartikan sebagai sekelompok kekayaan tanpa memperhatikan siapa yang memiliki kekayaan tersebut. Kam (1990) mendefinisikan laba sebagai berikut :
Laba (income) adalah perubahan dalam kapital perusahaan diantara dua titik waktu yang berbeda (awal dan akhir), diluar perubahan karena investasi oleh pemilik dan distribusi kepada pemilik, dimana kapital dinyatakan dalam bentuk nilai (value) dan didasarkan pada skala pengukuran tertentu (p. 194)
Sementara Hendrikson (1989) mengartikan kapital laba sebagai berikut : Laba adalah
aliran
jasa
sepanjangperiode
waktu.
Kapital
adalah
persediaan
kemakmuran (the embodiment of future services), dan laba merupakan aliran kemakmuran yang dapat dinikmati selama satu periode tertentu (p. 142)
Dari pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa atas dasar konsep kapital sebagai tingkat kemakmuran, maka laba merupakan aliran kemakmuran yang dapat di konsumsikan (dinikmati) selama satu periode, tanpa mengurangi tingkat kemakmuran sebelumnya. Dengan demikian laba dapat diukur dari selisih antara tingkat kemakmuran pada akhir periode dengan tingkat kemakmuran pada awal periode [ Laba = total aktiva neto (akhir periode)- kapital yang diinvestasikan (awal periode)]. Konsep pengukuran laba ini disebut dengan konsep mempertahankan kapital/kemakmuran (wealth or capital maintenance concept).
42
Kapital yang digunakan dalam konsep ini adalah kapital neto (net-worth) atau aktiva neto. Kapital dinyatakan dalam bentuk nilai ekonomi pada skala pengukuran tertentu. pengukuran terhadap sangat dipengaruhi oleh nilai (unit pengukur), jenis kapital, dan skala pengukuran. Perbedaan terhadap ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan perbedaan besarnya laba yang diperoleh.
M. Peranan Pengukuran Laba
1. Relevansi konsep laba
a. Laba merupakan dasar untuk perpajakan dan pendistribusian kembali kesejahteraan diantara individual b. Laba sebagai petunjuk bagi kebijakan deviden perusahaan dan penyimpanan. c. Laba sebagai petunjuk investasi dan pembuatan keputusan secara umum
Sifat-sifat laba ekonomi menurut Fischer, Lindahi, dan Hick adalah: a) Physical Income, yaitu konsumen barang dan jasa pribadi yang sebenarnya memberikan kesenangan fisik dan pemenuhan kebutuhan, laba jenis ini tidak dapat diukur. b) Real Income, adalah ungkapan kejadian yang memberikan peningkatan terhadap kesenangan fisik. Ukuran yang digunakan adalah biaya hidup (cost of living)
43
c) Money Income, merupakan hasil uang yang diterima dan dimaksudkan untuk konsumsi dalam memenuhi kebutuhan hidup.
N. Faktor- Faktor yang MempengaruhiPertumbuhanLaba MenurutAngkoso
(2006)
menyebutkanbahwapertumbuhanlabadipengaruhiolehbeberapafactorantara lain: a. Besarnyaperusahaan. Semakinbesarsuatuperusahaan, makaketepatanpertumbuhan laba yang diharapkansemakintinggi. b. Umurperusahaan. Perusahaan
yang
baruberdirikurangmemilikipengalamandalammeningkatkanlaba, sehinggaketepatannyamasihrendah. c. Tingkatleverage. Bilaperusahaanmemilikitingkathutang yang tinggi, maka manajercenderungmemanipulasilabasehinggadapatmengurangi ketepatanpertumbuhanlaba. d. Tingkatpenjualan. Tingkat penjualan di masalalu yang tinggi, semakintinggitingkat
44
penjualan
di
masa
yang
akandatingsehinggapertumbuhanlaba
semakintinggi. e. Perubahanlabamasalalu. Semakinbesarperubahanlabamasalalu, semakintidakpastilaba yang diperoleh di masamendatang.
O. AnalisisPertumbuhanLaba
MenurutAngkoso(2006)
ada
duamacamanalisisuntukmenentukanpertumbuhanlabayaituanalisis fundamental dananalisisteknikal,
tetapidalampenelitianinianalisis
yang
digunakanadalahanalisis fundamental. a. Analisis Fundamental Analisisfundamentalmerupakananalisis berhubungandengankondisikeuanganperusahaan.
yang Dengananalisis
fundamentaldiharapkancalon
investor
akanmengetahuibagaimanaoperasionaldariperusahaan yang nantinyamenjadimilik investor,
apakahsehatatautidak,
apakahmenguntungkanatautidakdansebagainya.Halinipentingkarenanantinyaakanb erhubungandenganhasil
yang
akandiperolehdariinvestasidanrisiko
yang
harusditanggung. Analisisfundamental merupakananalisishistorisataskekuatankeuangandarisuatuperusahaan
yang
45
seringdisebutdengancompanyanalysis.Data yang digunakanadalah data historis, artinya
data
yang
telahterjadidanmencerminkankeadaankeuanganyangsebenarnyapadasaatdianalisis. Dalamcompany analysis paraanalisakanmenganalisislaporankeuanganperusahaan, salahsatunyadenganrasiokeuangan.Para
analis
mencobamemprediksikanpertumbuhanlaba
di
akandatingdenganmengestimasifaktor
fundamental
mempengaruhipertumbuhanlaba
yang
fundamental masa
yang yang akandatang,
yaitukondisiekonomidankondisikeuangan
yang
tercerminmelaluikinerjaperusahaan.
b. AnalisisTeknikal Analisis
teknikalseringdipakaioleh
ataucatatanpasar
investor,
danbiasanya
data yang
digunakanberupagrafik.Analisisiniberupayauntukmemprediksipertumbuhan laba di masa yang akandatang denganmengamatiperubahanlaba di masalalu.Teknikinimengabaikanhal-hal berkaitandenganposisikeuanganperusahaan. P. Model Penelitian Teoritis
yang
46
(PT)
Keterangan: PT: Pajak Tangguhan (X) LB: Laba Bersih (Y)
(LB)