BAB 2
BAHAN DAN METODE
2.1 Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan
dalam
penentuan
lokasi
sampling
untuk
pengambilan
sampel
makrozoobenthos adalah Purposive Sampling pada lima stasiun pengamatan. Pada masing-masing stasiun dilakukan 15 kali ulangan pengambilan sampel yaitu 5 ulangan pada setiap pinggiran sungai dan 5 ulangan pada bagian tengah sungai.
2.2 Deskripsi Area
Disepanjang hilir sungai Padang banyak terdapat aktifitas manusia, diantaranya adalah: kawasan perkebunan, pengerukan pasir, limbah rumah tangga (domestik), dan dermaga kapal-kapal nelayan bersandar. Banyaknya aktifitas manusia ini akan mempengaruhi faktor fisik kimia perairan yang juga akan mempengaruhi keberadaan makrozoobenthos.
Di kawasan hilir sungai ini juga ditemukan muara sungai yang merupakan tempat bertemunya antara air sungai dengan air laut. Pada hilir sungai ini pengambilan sampel dilakukan pada lima stasiun sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Stasiun 1
Daerah ini merupakan kawasan perkebunan sawit. Kawasan ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh pupuk di sekitar perkebunan. Secara geografis stasiun ini terletak pada 030 21’ 45,6” LU – 0990 24’ 20,4” BT. Substrat pada stasiun ini merupakan lumpur berpasir. Kedalaman berkisar antara 30 cm-150 cm, vegetasi disekitar pinggiran sungai berupa rumput-rumputan dan sawit.
Gambar 2.1 Foto areal penelitian pada stasiun 1 (kawasan perkebunan)
2.2.2 Stasiun 2
Stasiun ini merupakan tempat pengerukan pasir dengan menggunakan mesin sederhana. Mesin sederhana tersebut menggunakan air sebagai pendingin dan akan membuangnya kembali ke badan sungai. Secara geografis terletak diantara 030 22’ 01,00” LU- 0990 24’ 32,1” BT. Substrat pada stasiun ini merupakan lumpur berpasir. Kedalaman berkisar 100 cm- 300 cm, vegetasi di sekitar pinggiran sungai berupa rumput-rumputan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Foto areal penelitian pada stasiun 2 (kawasan pengerukan pasir)
2.2.3 Stasiun 3
Di sekitar pinggiran sungai terdapat kawasan pemukiman penduduk dan juga sebagai tempat mandi, menyuci, dan kakus. Kawasan ini banyak ditemukan limbah organik rumah tangga. Secara geografis terletak diantara 030 22' 22,3" LU dan 0990 24' 42,1" BT. Substrat pada stasiun ini merupakan lumpur berpasir. Kedalaman berkisar antara 30 cm-150 cm. Vegetasi di sekitar pinggiran sungai berupa rumputrumputan.
Gambar 2.3 Foto areal penelitian pada stasiun 3 (kawasan pemukiman)
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Stasiun 4
Pada stasiun ini terdapat dermaga kapal para nelayan bersandar. Pada kawasan dermaga ini banyak ditemukan limbah minyak dari kapal para nelayan. Secara geografis stasiun ini berada diantara 030 22' 32,7" LU - 0990 24' 48,9" BT. Substrat pada stasiun ini merupakan lumpur berpasir. Kedalaman berkisar 40 cm-150 cm, vegetasi di sekitar pinggiran sungai berupa rumput-rumputan.
Gambar 2.4 Foto areal penelitian pada stasiun 4 (kawasan dermaga)
2.2.5 Stasiun 5
Daerah ini merupakan muara sungai, dimana air tawar bertemu air laut (estuaria). Daerah ini dipengaruhi oleh gelombang pasang surut dan termasuk kawasan perairan payau. Secara geografis terletak diantara 03⁰ 22’ 33,1” LU - 099⁰ 24’ 48,3” BT. Substrat pada stasiun ini adalah lumpur berpasir. Kedalaman berkisar antara 30 cm-120 cm, vegetasi di sekitar pinggiran sungai berupa mangrove umumnya Ipomea pescaprae.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Foto areal penelitian pada stasiun 5 (kawasan muara sungai)
2.3 Pengambilan Sampel Makrozoobenthos
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan surber net yang diletakkan di dasar sungai dan dikeruk substratnya. Sampel yang didapat disortir dari substrat dengan menggunakan Metode Hand Sortir, selanjutnya dibersihkan dengan air dan dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70% sebagai pengawet lalu diberi label, selanjutnya diidentifikasi sampel di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi FMIPA USU dengan menggunakan buku acuan identifikasi seperti Edmonson (1963), Pennak (1978), dan Dharma (1988; 2005).
2.4 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan
Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup:
a. Temperatur
Diukur suhu dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air hingga skala konstan kemudian dibaca skalanya.
Universitas Sumatera Utara
b. pH (Derajat Keasaman)
pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan ujung pH meter ke dalam sampel air yang diambil sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.
c.
DO (Disolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metode winkler. Sampel air diambil dari perairan dengan menggunakan botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Bagan kerja terlampir (Lampiran A).
d. BOD5 (Biologycal Oxygen Demand) Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler. Sampel air yang diambil dengan menggunakan botol alkohol. Sampel tersebut diinkubasi selama 5 hari kemudian dilakukan pengukuran kadar oksigennya. Bagan kerja terlampir (Lampiran B).
e.
COD (Chemycal Oxygen Demand)
Pengukuran COD dilakukan dengan metoda refluks di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan. Bagan kerja terlampir (Lampiran C).
f. Kandungan Organik Substrat
Pengukuran kandungan organik substrat dilakukan dengan metoda analisa abu, dengan cara substrat diambil, ditimbang sebanyak 100 gr dan dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 450C sampai beratnya konstan (2-3 hari), substart yang kering digerus di lumpang dan dimabukkan kembali ke dalam oven dan dibiarkan selama 1 jam pada temperatur 450C agar substrat benar-benar kering. Kemudian ditmbang 25 gr dan diabukan dalam tanur dengan temperatur 7000C selama 3,5 jam. Kemudian
Universitas Sumatera Utara
substrat yang tertinggal ditimbang berat akhirnya, dan dihitung kandungan organik substrat dengan rumus: KO = dengan: KO A B
A−B x 100% A
= Kandungan organik = Berat konstan substrat = Berat abu
Analisa kandungan organik substrat dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan. Bagan kerja terlampir (Lampiran D).
g. Kejenuhan Oksigen
Harga Kejenuhan Oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kejenuhan =
O [u ] x 100 % O [t] 2
2
Dimana: O2 [u] = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
O2 [t] = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) sesuai dengan temperatur. (Lampiran E). Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.4.1.
Tabel 2.4.1
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan
Parameter Fisik – Kimia Temperatur Air pH air Kecepatan Arus DO Kejenuhan Oksigen BOD5 COD Kandungan Organik substrat
Satuan 0
C m/det mg/l % mg/l mg/l %
Alat Termometer Air Raksa pH meter air Stopwatch, Gabus, dan Meteran Metoda Winkler Metoda Winkler dan Inkubasi Metoda Refluks Oven dan Tanur
Tempat Pengukuran In-situ In-situ In-situ In-situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Universitas Sumatera Utara
2.5 Analisis Data
Data makrozoobenthos yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wienner, indeks ekuitabilitas, indeks similaritas, dan analisis korelasi dengan persamaan menurut Michael (1984) dan Krebs (1985) sebagai berikut:
a. Kepadatan Populasi (K) K=
Jumlah individu suatu jenis unit sampel
b. Kepadatan Relatif (KR) KR =
Kepadatan Suatu Jenis x 100% Jumlah Kepadatan Seluruh Jenis
c. Frekuensi Kehadiran (FK) FK = dimana nilai FK :
Jumlah ulangan yang ditempati suatu jenis x 100% Jumlah total ulangan
0 – 25% 25 – 50% 50 – 75% > 75%
= sangat jarang = jarang = sering = sangat sering
d. Indeks Diversitas Shannon – Wienner (H’) H’= dimana :H’ pi In pi
∑ pi ln pi
= indeks diversitas Shannon-Wienner = proporsi spesies ke-i = logaritma nature = Σ ni/N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)
dengan nilai H’:
0
6,907
= keanekaragaman rendah = keanekaragaman sedang = keanekaragaman tinggi
Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan nilai indeks diversitas Shannon-Wienner (H’), dimana:
Universitas Sumatera Utara
Dengan nilai H’:
> 2,0 1,6-2,0 1,0-1,6 < 1,0
= Tidak Tercemar = Tercemar Ringan = Tercemar Sedang = Tercemar Berat/Parah
e. Indeks Equitabilitas (E) Indeks equitabilitas (E) = dimana :H’ H maks
H' H max
= indeks diversitas Shannon-Wienner = keanekaragaman spesies maksimum = In S (dimana S banyaknya spesies) dengan nilai E berkisar antara 0-1
f. Indeks Similaritas (IS) IS =
2c x 100% a+b
dengan: a = jumlah spesies pada lokasi a b = jumlah spesies pada lokasi b c = jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b Bila:
IS = 75 – 100% IS = 50 – 75% IS = 25 – 50% IS = ≤ 25%
: sangat mirip : mirip : tidak mirip : sangat tidak mirip
g. Kejenuhan Oksigen
Kejenuhan (%) =
O 2 [u ] x 100 % O2 [t]
Dimana: O2 [u] = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l) O2 [t] = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) sesuai dengan temperatur.
Universitas Sumatera Utara
h. Analisis Korelasi
Analisis korelasi dianalisa menggunakan Analisis Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver.14.00. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik-kimia dengan keanekaragaman benthos.
Bila interval koefisien 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,00
: sangat rendah : rendah : sedang : kuat : sangat kuat
Universitas Sumatera Utara