8 KARAKTERISTIK DAN PENGELOLAAN TANAH DARI BATUAN SERPENTINIT PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI LANGGIKIMA, SULAWESI TENGGARA Oleh: M. Tufaila1
ABSTRACT The characteristics of soil derived from serpentinite rocks in oil palm plantations in Langgikima have been studied in terms of their formation and soil classification as well as its management aspects. Samples of soil and rock have been analyzed in terms of their physical, chemical, and mineral characteristics in the laboratory. The results showed that soils from serpentinite rocks are characterized by dull reddish brown to dark reddish brown soil colors, dominant clay textures, acid soil reaction, very low to moderate organic-C, very low to low N total, very low to low available P, very low diminat Ca-exc (exchangable calcium), Mg-exc, K-exc, Na-exc, Al-exc, H-exc, and EC, vert low to low CEC and BS, dominant free Fe (16.30 to 28.90%), 325-545% Fe and 448-1,049% Al accumulation or ferralization, 7792% Si leaching or desilication, sand minerals dominated by opaque minerals and quartz, and clay minerals dominated by goethite, kaolinite, and gibbsite. The soils are classified as the family of Typic Acrustox, Very-fine, Ferruginous, Acid, Isohyperthermic. Therefore, they need specific soil management to improve soil productivity by increasing input of fertilizers and organic matter based on soil characteristics and crop needs. Keywords : soil characteristics, serpentinite rock, soil management, oil palm platation
PENDAHULUAN Kabupaten Konawe Utara termasuk sentra pengembangan kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kecamatan Langgikima yang berada di kabupaten tersebut, memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 4.258,83 ha (BPS, 2012) dan luasannya terus mengalami peningkatan. Pengembangan kelapa sawit secara intensif dilakukan sejak tahun 2006 (Tufaila et al., 2011). Keberhasilan pengembangan kelapa sawit diantaranya sangat dipengaruhi oleh kualitas tanah sebagai media tumbuhnya (Pahan, 2008). Pemahaman yang mendalam mengenai kondisi tanah melalui kajian karakteristik tanah secara menyeluruh sangat membantu menentukan bentuk pengelolaan tanah yang tepat (van Breemen and Buurman, 2003). Tanah yang berkembang pada perkebunan kelapa sawit di Kecamatana Langgikima sebagian besar berasal dari kompleks batuan ultramafik yang mencakup batuan serpentinit (Tufaila et al., 2011). Batuan serpentinit adalah batuan yang kaya dengan mineral serpentin. Mineral serpentin merupakan
ubahan (serpentinase) dari mineral olivin dan atau piroksin dibawah kondisi hidrotermal pada suhu sekitar 200-500oC (Alexander et al., 2007; Palandri dan Reed, 2004). Dari aspek kimiawi, batuan serpentinit termasuk batuan basis yang kaya dengan basa-basa terutama magnesium (Mg). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa batuan serpentinit mengandung MgO berkisar antara 33,10-43,47% (Azer and Khalil, 2005; Farahat, 2008; Senda et al., 2006; Galetskiy et al., 2011). Karakteristik batuan serpentinit yang demikian akan menentukan kekhasan proses pembentukan tubuh tanah yang dihasilkan. Buol et al. (2003) menyebutkan bahwa karakteristik batuan induk mempengaruhi sifat tanah yang terbentuk. Lee et al. (2003) menyebutkan bahwa kandungan Mg yang tinggi pada batuan serpentinit sebagai indikator mudahnya batuan tersebut mengalami pelapukan. Proses pelapukan batuan pada kondisi iklim basah dan suhu tinggi berjalan sangat intensif (Buol et al., 2003). Kondisi curah hujan yang cukup tinggi (> 2000 mm.tahun-1) dengan suhu udara rata-rata tahunan > 22oC (BPS, 2012) memungkinkan pelapukan batuan serpentinit berlansung sangat intensif dan
VolumePertanian 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 )Staf Pengajar JurusanAGRIPLUS, Agroteknologi Fakultas Universitas Haluoleo, Kendari
1
8
9 terbentuk tanah-tanah yang cepat berkembang dengan sifat dan karakteristik tanah yang spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik tanah dari batuan serpentinit yang ditinjau dari aspek pembentukan dan klasifikasi tanah serta implikasinya terhadap pengelolaan tanah pada perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Langgikima. METODE PENELITIAN Pengamatan tanah dilakukan pada tanah yang berbahan induk serpentinit di lokasi perkebunan kelapa sawit dengan kelerengan 08% yang terletak pada kaki lereng. Profil tanah dibuat dan dideskripsi, masing-masing horison diambil tiga contoh tanah (dua contoh tanah untuh dan 1-2 kg tanah terusik) untuk analisis sifat fisika, kimia, dan mineraloginya di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UGM dan Balai Penelitian Tanah Bogor. Contoh batuan serpentinit diambil sekitar 1-2 kg untuk analisis sifat fisik, kimia, dan mineralogi batuan di Laboratorium Bahan Galian Fakultas Teknik UGM dan Laboratorium Kimia Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta. Metode pengamatan tanah di lapangan mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey Staff, 1993), Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004), Buku Lapangan Diskripsi dan Pencuplikan tanah (Schoeneberger et al., 2002), dan Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan (Rayes, 2007). Analisis sampel tanah di laboratorium meliputi sebaran fraksi tanah (pipet), BV (gravimetri, ring) dan BJ (gravimetri, piknometer), kadar air pF 2,54 dan 4,20 (pompa isap tekan), permeabilitas (constant head permeameter), pH H2O dan KCl (elektroda gelas), DHL (konduktivitimeter), C-organik (Walkley-Black), N total (Kjeldahl), P dan K total (HCl 25%), P tersedia (Bray I), K potensial (ekstraksi Morgan); K-dd, Ca-dd, Mg-dd, dan Na-dd (ekstraksi NH4OAc pH 7,0); Al-dd dan Hdd (ekstraksi 1 N KCl), KPK (ekstraksi NH4OAc-pH 7), KB-NH4OAc (pH 7); Fe, Al, dan Si bebas (ekstraksi Dithionit-CitratBikarbonat); Fe, Al, dan Si amorf (ekstraksi Amonium Oksalat); Fe, Al, dan Si kompleks organik (ekstraksi Sodium Piropospat);
mineralogi lempung (XRD) dan pasir (mikroskop polarisasi). Analisis sampel batuan meliputi : pH abrasi (elektroda gelas), BJ (gravimetri, piknometer); oksida Ca, Mg, Mn, P, K, Na, Fe, Al, dan Si total (ekstraksi HNO3 + HF), dan mineralogi batuan (mikroskop polarisasi). Klasifikasi tanah merujuk pada Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010). Metode analisis tanah di laboratorium dan evaluasi sifat kimia tanah mengikuti prosedur yang digunakan oleh Balai Penelitian Tanah (2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik iklim Data iklim 10 tahun (1999-2008) di Langgikima disajikan pada Tabel 1. Menurut system klasifikasi Schmidth-Fergusson (BB = CH > 100 mm.bulan-1; BK = CH < 60 mm bulan1 ) adalah bertipe iklim B, yaitu terdapat 8 bulan basah (BB), dan 2 bulan kering (BK), sedangkan menurut system klasifikasi Oldeman (BB = CH > 200 mm bulan-1; BK = CH < 100 mm bulan-1) bertipe iklim C3, yaitu 6 bulan basah (BB) dan 4 bulan kering (BK). Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.205,44 mm dengan 134 hari hujan, curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 328,34 mm dalam 15 hari hujan, dan terrendah terjadi pada bulan September sebesar 32 mm dalam 3 hari hujan; suhu maksimum tahunan 29,66oC; minimum 26,37oC; suhu rata-rata tahunan 28,02oC; kelembaban udara 74,05%;dan kecepatan angin 26 km.hari-1. Kondisi tanah di lokasi penelitian cukup kering, mengalami kekeringan lebih dari 90 hari (terdapat 4 bulan curah hujan < 100 mm.bulan-1). Suhu tanah diperhitungkan masih lebih dari 22oC dan menurut Wambeke (1992) bahwa selisih suhu tanah musim panas dan musim dingin setara dengan 0,33 x selisih suhu udara musim panas dan dingin, sehingga selisih suhu tanah musim panas dan musim dingin di Langgikima sebesar 1,1oC (< 6oC). Karakteristik suhu dan kelembaban tanah tersebut dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010) termasuk regim suhu tanah isohipertermik dan regim kelembaban tanah ustik. Kondisi iklim seperti ini cukup membantu
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
10 dalam pengembangan tanaman kelapa sawit. Umumnya di daerah tropika basah seperti Indonesia, curah hujan dan suhu udara yang tinggi sangat mendorong terjadinya proses pelapukan dan pencucian hara/basa secara
intensif, sehingga menghasilkan tanah-tanah yang miskin hara/basa yang menyebabkan penurunan produktivitas tanah (Buol et al., 2003).
Tabel 1. Data iklim di daerah Langgikima Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahunan
Suhu max. Suhu min. Suhu rata- Kelembaban CH rata-rata HH (oC) (oC) rata (oC) udara (%) (mm) (hari ujan) 178,89 217,08 298,77 328,34 268,02 296,49 237,78 82,02 32,00 45,94 72,73 147,38 2.205,44
13 11 14 15 14 16 13 5 3 5 8 14 134
28,81 28,77 29,47 29,37 29,29 29,02 30,15 30,43 30,58 30,42 30,22 29,44 29,66
Karakteristik batuan serpentinit Hasil analisis petrografis menunjukkan bahwa batuan serpentinit tersusun atas mineral serpentin jenis lizardit (40-40%) dan antigorit (35-40%), olivin (2-20%), orthopiroksin jenis enstatit (2-3%), brusit (<1%), dan kromit dan opak dapat mencapai sekitar 5%. Batuan serpentinit mempunyai pH-abrasi 8,13-8,24 dan BJ (berat jenis) 2,15-2,30 dengan kandungan SiO2 30,57-31,40%, Al2O3 0,92-1,53%, Fe2O3 7,81-8,37%, MnO 0,08-0,12%, MgO 39,7842,94%, CaO 0,08-1,17%, Na2O 0,6-0,17%, K2O 0,01%, dan P2O5 0,01%. Mineral serpentin yang mendominasi batuan serpentinit tersebut termasuk mineral yang mudah mengalami pelapukan (Hršak et al., 2008; Lee et al., 2001; Lee et al., 2003; Farahat, 2008; Bashir et al., 2009). Dominasi mineral mudah lapuk dan pH
25,59 25,63 26,13 26,23 25,91 26,18 27,05 27,17 26,82 26,98 26,78 25,96 26,37
27,20 27,20 27,80 27,80 27,60 27,60 28,60 28,80 28,70 28,70 28,50 27,70 28,02
72,10 72,61 72,64 72,87 75,31 77,93 75,55 74,19 77,59 74,30 70,95 72,55 74,05
Kecepatan angin (km.hari-1) 22,56 39,59 21,50 17,75 16,97 21,35 20,17 26,74 42,84 31,57 26,57 24,43 26,00
abrasi serta kandungan MgO yang tinggi, dibawah pengaruh curah hujan yang tinggi, mengarahkan terjadi pelapukan batuan yang intensif dan menghasilkan tanah yang mengalami perkembangan lanjut (Certini and Scalenghe, 2006; Schaetzl and Anderson, 2005). Karakteristik tanah Morfologi tanah Profil tanah terletak pada kaki lereng Gunung Tolinku, ketinggian 105 m di atas permukaan laut (dpl), lereng datar (0-8%), terbentuk dari batuan serpentinit berumur kapur awal. Penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit, drainase dan permeabilitas tanah agak cepat, solum tanah tebal dan kedalaman efektif 18/27 cm. Karakteristik morfologi tanah disajikan pada Tabel 1.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
11 Tabel 1. Morfologi tanah yang terbentuk dari batuan serpentinit Horison/Jeluk Uraian (cm) A1 Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4); tekstur lempung; struktur granuler, ukuran sedang, 0-3/8 derajat kuat; konsistensi agak lekat dan liat (basah)–gembur (lembab)–keras (kering); pori mikro (sedikit)–meso (banyak)–makro (sedikit); perakaran halus (cukup banyak)–sedang (sedikit); ripening < 0,7; daya topang 2 kg.m-2; batas baur; bentuk bergelombang; pH (H20) 5,4; pH (KCl) 4,8; beralih ke A2 Coklat kemerahan (5 YR 4/6); lempung; gumpal membulat, sedang, kuat; agak lekat dan 3/8-18/27 liat–gembur–keras; pori mikro (banyak)–meso (cukup banyak)–makro (sedikit); perakaran halus (cukup banyak)–sedang (sedikit); ripening < 0,7; daya topang 3,5 kg.m-2; batas jelas; bentuk bergelombang; kutan dalam pori sangat sedikit; pH (H20) 5,3; pH (KCl) 4,6; beralih ke Boc1 Coklat kemerahan (5 YR 4/6); konsentrasi Fe sangat banyak, ukuran sangat kasar; 18/27-81/89 lempung; gumpal membulat, halus, kuat; lekat dan sangat liat–gembur–keras; pori mikro (sedikit)-meso (cukup banyak)–makro (banyak); perakaran halus (cukup banyak)–sedang (sedikit); ripening < 0,7; daya topang 3 kg.m-2; batas jelas; bentuk bergelombang; kutan dalam pori cukup banyak; pH (H20) 5,1; pH (KCl) 4,8; beralih ke Boc2 81/89- Coklat kemerahan (5 YR 4/6); konsentrasi Fe banyak, ukuran sangat kasar; geluh debuan; 146/158 gumpal membulat, sedang, kuat; agak lekat dan liat–gembur–keras; pori mikro (sedikit)meso (banyak)–makro (cukup banyak); perakaran halus (sedikit)–sedang (sedikit); ripening < 0,7; daya topang 2.5 kg.m-2; batas jelas; bentuk bergelombang; kutan dalam pori sedikit; pH (H20) 5,3; pH (KCl) 4,9; beralih ke Boc3 Coklat kemerahan pudar (5 YR 4/4); konsentrasi Fe cukup banyak, ukuran kasar; lempung; 146/158-200 gumpal menyudut, kasar, kuat; lekat dan sangat liat–gembur–keras; pori mikro (sedikit)– meso (cukup banyak)–makro (cukup banyak); ripening < 0,7; daya topang 3 kg.m-2; kutan dalam pori sedikit; pH (H20) 4,9; pH (KCl) 4,9; belum ada batuan yang mendasari. Karakteristik morfologi tanah tersebut menunjukkan tanah yang berkembang lanjut dan telah mengalami pelapukan intensif yang dicirikan warna tanah yang kemerahan, solum tanah yang tebal, dan didominasi tekstur lempung. Pada jeluk mulai 18/27 cm terdapat akumulasi seskuioksida Fe dan Al yang berbentuk gumpal tidak beraturan dalam jumlah banyak sampai sangat banyak sebagai bentukan redomorfiks akibat oksidasi-reduksi (zona ayunan muka air tanah masa lampau). Hasil analisis laboratorium menjukkan bahwa gumpalan redomorfiks tersebut mengandung Fe2O3 44,74%, Al2O3 17,91%, SiO2 8,76%, dan MnO 0,45%. Kedalaman air tanah saat ini sangat dalam (> 200 cm), diduga dimasa lampau mempunyai kedalaman ayunan muka air tanah pada kedalaman 18/27 cm, adanya gaya tektonik mengakibatkan terjadi pengangkat pada lokasi tersebut dan terjadi penurunan muka air tanah. Karakteristik fisika tanah Karakteristik fisika tanah disajikan pada Tabel 2. Sebaran subfraksi pasir (pasir sangat
halus sampai pasir sangat kasar) pada keenam horison tanah tersebut cukup beragam. Bear (1964) menyebutkan bahwa sebaran subfraksi pasir setiap horison dapat menunjukkan stratifikasi bahan induk suatu horison tanah. Kelima horison tersebut diduga berasal dari batuan induk yang sama tetapi berbeda dalam umur pembentukannya, horison A1 dan A2 berbeda umur pembentukannya dengan horison Boc1, Boc2, dan Boc3. Horison A1 dan A2 diduga berasal dari topografi yang lebih curam, akibat erosi, diendapkan pada lokasi profil tanah tersebut. Proses ini telah berlangsung cukup lama, sehingga kedua horison tersebut telah mengalami proses pedogenik pada tempat baru. Hal ini dibuktikan dengan rasio f.C/c.C horison A1 dan A2 > 1, berarti mempunyai kandungan lempung halus yang lebih tinggi. Lempung halus sifatnya lebih mobil sehingga lebih mudah ditranslokasi dari bagian topografi yang lebih curam. Tekstur tanah seluruh horison adalah lempung (C) kecuali horison Boc2 bertekstur geluh debuan (SiL); dan kelas ukuran butir
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
12 seluruh horison adalah lempungan sangat halus (vfC) kecuali horison Boc2 mempunyai kelas ukuran butir geluhan kasar (cL). Perbedaan tekstur tanah dan kelas ukuran butir menunjukkan perbedaan intensitas pelapukan dan perkembangan tanah setiap horison. Rasio f.C/c.C dan (Sa+Si)/C setiap horison cukup beragam. Perubahan rasio f.C/c.C berdasarkan jeluk tanah sebagai indikator translokasi lempung halus dalam tubuh tanah maupun yang berasal dari topografi yang lebih curam. Perubahan rasio (Sa+Si)/C berdasarkan jeluk tanah sebagai indikator kemudahan lempung ditranslokasi dalam tubuh tanah. Kandungan air tersedia horison permukaan lebih tinggi daripada horison di bawahnya, diduga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang lebih tinggi dan distribusi subfraksi tanah pada horison tersebut. Berat volume (BV) horison permukaan lebih rendah daripada horison di bawahnya; dan total pori dan permeabilitas horison permukaan lebih tinggi daripada horison di bawahnya. Aktifitas perakaran dan kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada horison permukaan memungkinkan terbentuk tanah yang lebih porous. Perbedaan BV, total pori, dan permeabilitas juga dipengaruhi oleh distribusi subfraksi setiap horison. Berat jenis (BJ) setiap horison cukup seragam menunjukkan horison tersebut berasal dari batuan induk dan intensitas pelapukan yan relatif sama. Nilai RR atau indeks kemerahan setiap horison menunjukkan jumlah mineral yang memberi kesan warna kemerahan. Oksida besi dalam tanah mempengaruhi warna tanah kemerahan (Schaetzl and Anderson, 2005). Karakteristik kimia tanah Karakteristik kimia tanah disajikan pada Tabel 3 dan 4. Kelima horison tanah mempunyai pH (H2O) > pH (KCl) yang berarti permukaan partikel tanah masih neto muatan negatif. Reaksi tanah (pH-H2O) seluruh horison tergolong masam, perubahannya berdasarkan jeluk tanah dipengaruhi oleh jumlah kation basa. Kandungan C-organik horison A1 tergolong sedang, horison A2 tergolong rendah, dan horison Boc1 sampai Boc3 tergolong sangat rendah, cenderung terjadi penurunan mengikuti jeluk tanah. Suplai bahan organik pada permukaan tanah mempengaruhi tingginya C-organik pada horison permukaan.
Kandungan N total seluruh horison tergolong sangat rendah dan rasio C/N seluruh horison tergolong sedang. Perubahan kandungan N total dan rasio C/N berdasarkan jeluk tanah dipengaruhi oleh perubahan kandungan Corganik. Kandungan P dan K total seluruh horison tergolong sangat rendah kecuali horison A1 mempunyai P total yang tergolong rendah. Kandungan P dan K total yang demikian rendah sebagai pewarisan sifat dari batuan induknya. Kandungan P tersedia horison A1 dan A2 tergolong sedang, dan horison Boc1 sampai Boc2 tergolong sangat rendah. Kandungan P tersedia horison permukaan lebih tinggi daripada horison di bawahnya, diduga karena adanya tambahan bahan tanah dari topografi yang lebih curam selain itu juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang lebih tinggi daripada horison di bawahnya. Kandungan K potensial seluruh horison tergolong sangat tinggi, diduga sebagian besar K masih terikat dalam ruang heksagonal mineral tanah. Kandungan Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd, dan jumlah kation basa seluruh horison tergolong sangat rendah kecuali kandungan Mg-dd horison A1 dan Boc2 tergolong rendah; KPK seluruh horison tergolong sangat rendah kecuali horison A1 dan A2 tergolong rendah; dan KB seluruh horison tergolong sangat rendah kecuali horison Boc2 tergolong rendah. Hal ini menunjukkan intensifnya pelapukan dan perkembangan tanah sehingga sebagian besar kation basa terlindi ke luar tubuh tanah dan mineral tanah yang terbentuk mempunyai KPK rendah. Kandungan Al-dd horison A1 tergolong rendah, horison A2 tergolong sedang, dan horison Boc1 sampai Boc2 tergolong sangat rendah; dan H-dd seluruh horison tergolong sangat rendah. Pelapukan dan perkembangan tanah serta didukung kondisi tanah yang lebih oksidatif mengarahkan terbentuknya Al oksida bebas yang lebih banyak daripada dalam bentuk Al yang dapat dipertukarkan. Perubahan kandungan Al-dd dan H-dd berdasarkan jeluk tanah dipengaruhi pula oleh perubahan kandungan bahan organik. Daya hantar listrik (DHL) seluruh horison tergolong sangat rendah karena sebagian besar garam-garam terlindih ke luar tubuh tanah. DHL horison permukaan lebih tinggi daripada horison di bawahnya, dipengaruhi
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
13 oleh kandungan Na-dd dan atau pengaruh air kapiler bersama gara-garam menuju horison permukaan. Kandungan besi (Fe) pada kelima horison tanah didominasi oleh Fe dalam dalam bentuk oksida bebas (Fe-d) (16,30-28,90%) dan rasio Fe-d/Fe-t yang tinggi (0,88-0,97) atau 8897% dari Fe-t terdiri atas Fe-d. Hal ini menunjukkan intensifnya pelapukan tanah yang terjadi serta didukung oleh kondisi tanah yang lebih oksidatif sehingga kation-kation yang mempunyai mobilitas rendah seperti Fe lebih banyak terakumulasi dalam bentuk oksida bebas. Kandungan Fe-d, Al-d, Si-d horison Boc1 sampai Boc3 lebih tinggi daripada horison di atasnya, cenderung terjadi peningkatan mengikuti jeluk tanah. Horison Boc merupakan zona ayunan muka air tanah (zona redoks) masa lampau, kation yang terlindi dari horison permukaan, terakumulasi pada zona tersebut. Kandungan Fe, Al, dan Si bentuk amorf dan kompleks organik pada horison permukaan lebih tinggi daripada horison di bawahnya, diduga karena adanya tambahan bahan tanah yang ditranslokasi dari topografi yang lebih curam. Fe, Al, dan Si bentuk amorf dan kompleks organik lebih mudah ditranslokasi daripada bentuk oksida bebas. Bentuk amorf bersifat lebih mobil daripada bentuk oksida bebas (Rasmussen, 2007). Perubahan kandungan Fe, Al, dan Si kompleks organik berdasarkan jeluk tanah juga dipengaruhi oleh perubahan kandungan bahan organik pada setiap horison. Perubahan kandungan Fe-t, Al-t, dan Si-t berdasarkan jeluk tanah terlihat lebih dipengaruhi oleh perubahan kandungan Fe-d, Ald, dan Si-d. Rasio Fe tanah/Fe batuan dan Al tanah/Al batuan > 1, sedangkan rasio Si tanah/Si batuan < 1. Hal ini berarti seluruh horison tanah terjadi akumulasi Fe dan Al sedangkan Si sebagian besar terlindi ke luar tubuh tanah. Rasio Fe tanah/Fe batuan sebesar 3,25-5,45 atau akumulasi Fe dalam tanah sebesar 325-545% dan rasio Al tanah/Al batuan sebesar 4,48-10,49 atau akumulasi Al dalam tanah sebesar 448-1049%. Rasio Si tanah/Si batuan sebesar 0,08-0,23 atau pelindian Si ke luar tubuh tanah sebesar 77-92%. Hal ini menunjukkan bahwa pelapukan batuan serpentinit dalam kondisi basis di bawah curah hujan yang tinggi mengakibatkan pelindian Si ke luar tubuh tanah (desilikasi) dan terjadi
akumulasi residual Fe dan Al (feralisasi). Hal ini menunjukkan bahwa pelapukan batuan serpentinit tanah profil PS-2.3 juga terjadi proses desilikasi dan feralisasi. Persentase akumulasi Al dalam tubuh tanah lebih tinggi daripada akumulasi Fe, karena mobilitas ion Al lebih rendah daripada Fe sehingga lebih mudah terakumulasi daripada Fe. Karakteristik mineral tanah Susunan mineral dalam fraksi pasir horison terpilih terdiri atas opak 46%, kuarsa keruh 34%, kuarsa bening 3%, limonit 10%, hidragilit 4%, dan lapukan mineral 3%. Susunan mineral lempung terdiri atas goetit (4,17 Å; 2,69 Å; 2,43 Å; 2,18 Å) dalam jumlah banyak, kaolinit (7,22 Å; 3,59 Å) dan gibsit (4,86 Å) dalam jumlah sedang, dan magnetit (2,54 Å; 2,09 Å; 1,74 Å; 1,60Å) dalam jumlah sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa pelapukan tanah yang terjadi mengarahkan terbentuknya mineral pasir dan lempung yang didominasi oleh mineral tahan lapuk. Kehadiran mineral tahan lapuk seperti opak, kuarsa, limonit, goetit, kaolinit, gibsit, dan magnetit dalam jumlah yang cukup banyak dalam tanah menunjukkan intensifnya pelapukan yang terjadi (Lee et al., 2001; Velder dan Meunier, 2008). Mineral-mineral pasir tersebut termasuk mineral yang mempunyai cadangan hara yang rendah sedangkan mineral lempungnya mempunyai kemampuan rendah menyimpan cadangan hara (Buol et al., 2003; Schaetzl and Anderson, 2005). Pola hasil XRD mineral lempung horison terpilih disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola hasil XRD mineral lempung horison terpilih pada tanah yang terbentuk dari batuan serpentinit
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
14
mm A1(0-3/8) A2(3/8-18/27) Boc1(18/2781/89) Boc2(81/89146/158) Boc3(146/158200)
f.Si 2-5
c.C 0,2-2
Sa
Si
C
25,3 21,8
12,6 11,1
62,1 67,1
C C
vfC vfC
4,05 7,83
0,20 0,17
Sebaran fraksi tanah (%)
f.C <0,2
µm
0,3 0,3
4,4 3,0
6,6 5,1
8,9 8,2
5,1 5,2
4,8 2,5
6,7 2,5
0,0
1,0
2,0
4,4
4,0
5,7
1,3
2,8
3,2
4,9
3,4
5,9
0,0
1,5
2,3
3,5
2,7
4,4
10,5
pF 4,2 24,03 24,03
5,34 6,08
Kadar air (%) pF 2,54 29,37 30,11
1,1 6,1
12,3 7,6
49,8 59,5
6,7
7,0
10,7
58,5
11,4
19,4
69,2
C
vfC
5,47
0,28
15,61
15,16
0,45
52,2
17,5
3,8
5,0
15,6
75,6
8,8
SiL
cL
1,32
8,59
28,56
24,45
4,11
4,1
10,1
60,9
10,0
19,0
71,0
C
vfC
6,03
0,27
35,98
30,91
5,07
-3
1,20 1,64 1,42
2,39 2,29 2,29
49,79 28,36 37,94
1,46
2,48
41,14
BV
BJ
g.cm
1,43
2,28
Permebilitas -1 (cm.jam )
m.Si 5-20
Total pori (%)
Sebaran subfraksi tanah (%) f.Sa vf.Sa c.Si 0,1-0,2 0,05-0,1 20-50
Air tersedia (%)
m.Sa 0,2-0,5
(Sa+Si)/C
c.Sa 0,5-1
f.C/c.C
vc.Sa 1-2
Kelas ukuran butir
Horison/ Jeluk (cm)
Kelas tekstur
Tabel 2. Karakteristik fisika tanah yang terbentuk dari batuan serpentinit RR
1,96 0,07
6,67 7,50
0,07
7,50
5,41
7,50
0,11
5,00
37,27
Ket. : Sebaran subfraksi : f.C = lempung halus, c.C = lempung kasar; f.Si = debu halus, m.Si = debu sedang, c.Si = debu kasar, vf.Sa = pasir sangat halus, f.Sa = pasir halus, m.Sa = pasir sedang, c.Sa = pasir kasar, vc.Sa = pasir sangat kasar, Kelas tekstur : C = lempung, SiL = geluh debuan; Kelas ukuran butir : vfC = lempung sangat halus, cL = geluh kasar; BV = berat volume, BJ = berat jenis, RR = redness rating (indeks kemerahan)
Tabel 2. Karakteristik kimia tanah yang terbentuk dari batuan serpentinit pH Horison/ Jeluk (cm)
C-org
N total
P2O5 tersedia
Ca-dd
Mg-dd
K-dd
40 39
0,85 0,44
0,67 0,26
1,40
30
0,18
2,26
47
0,46
1,41
30
0,12
KCl
5,4 5,3
4,8 4,6
2,97 1,68
0,21 0,13
14 13
mg.(100 g) 9,04 4 4,86 4
8,20 11,70
5,1
4,8
0,30
0,02
15
6,98
3
5,3
4,9
0,69
0,05
14
7,19
5
4,9
4,9
0,25
0,02
13
5,71
3
-1
% A1(0-3/8) A2(3/8-18/27) Boc1(18/2781/89) Boc2(81/89146/158) Boc3(146/158200)
K2O total
P2O5 total
C/N
H2O
K2O potensial
Na-dd
Jumlah
KPK
KB
cmol(+).kg 0,08 0,07 0,08 0,07
1,67 0,85
8,46 5,96
% 19,74 14,26
cmol(+).kg 0,41 0,16 0,68 0,16
0,22
0,06
0,05
0,51
3,81
13,39
0,01
0,03
0,69
0,09
0,13
1,37
4,89
28,02
0,01
0,02
0,03
0,17
0,06
0,08
0,43
4,74
9,07
0,01
0,00
0,01
-1
Ppm
Al-dd
H-dd -1
DHL
Tabel 3. Karakteristik kimia tanah yang terbentuk dari batuan serpentinit Horison/ Jeluk (cm)
Fe
Dithionit (d) Al Si
Fe
Oksalat (o) Al
Tanah Pyrofosfat (p) Al Si
Si
Fe
Batuan serpentinit
Fe
Total (t) Al
Si
Fe-d/ Fe-t
Fe
17,74 20,45
3,66 3,63
2,72 1,21
0,92 0,88
% A1(0-3/8) A2(3/8-18/27) Boc1(18/2781/89) Boc2(81/89146/158) Boc3(146/158200)
16,30 17,93
2,62 2,54
0,56 0,44
0,33 0,26
0,46 0,28
1,98 0,57
1,10 2,26
0,57 0,81
0,19 0,21
28,90
8,05
3,41
0,15
0,20
0,70
0,72
0,25
0,11
29,77
8,5
4,22
0,97
24,25
6,55
2,62
0,22
0,24
0,69
1,02
0,39
0,13
25,49
7,18
3,44
0,95
24,41
6,39
2,76
0,10
0,18
0,60
0,67
0,25
0,11
25,18
6,82
3,47
0,97
Klasifikasi tanah Horison A sebagai horison permukaan (epipedon) mempunyai ukuran struktur sedang, konsistensi keras, warna tanah mempunyai value 3 dan 4, kroma 4 dan 6, rata-rata imbang kandungan C-organik 2,0% (> 0,6%), dan KB 15,60% (< 50%). Tidak memenuhi syarat konsistensi dan warna untuk epipedon Umbrik dan Molik sehingga lebih dekat diklasifikasikan sebagai epipedon Okrik. Horison B sebagai horison bawah permukaan mempunyai karakteristik seperti rata-rata imbang kandungan lempung 46,9%, bertekstur lempung, kandungan mineral pasir mudah lapuk < 10%, tidak terdapat fragmen batuan, KPK 4,47 cmol(+).kg-1, dan KPK efektif 0,82 cmol(+).kg-1 sehingga lebih dekat diklasifikasikan sebagai horison diagnostik
Si
Fe tanah (t) / Fe batuan
Al tanah (t)/ Al batuan
Si tanah (t)/ Si batuan
5,46 5,46
Al % 0,81 0,81
14,90 14,90
3,25 3,75
4,52 4,48
0,18 0,08
5,46
0,81
14,90
5,45
10,49
0,28
5,46
0,81
14,90
4,67
8,86
0,23
5,46
0,81
14,90
4,61
8,42
0,23
Oksik. Tanah yang memiliki horison oksik yang terletak pada jeluk tersebut diklasifikasikan sebagai ordo Oxisols. Tanah yang diamati mempunyai rejim suhu tanah Isohyperthermic dan rejim kelembaban tanah Ustik sehingga diklasifikasikan sebagai subordo Ustox. Pada jeluk 150 cm dari permukaan tanah seluruh horison mempunyai KPK efektif < 1,5 cmol(+).kg-1 sehingga diklasifikasikan sebagai grup Acrustox. Tanah ini mempunyai rata-rata imbang kandungan C-organik antara permukaan tanah dan jeluk 100 cm adalah < 16 kg.m-2 dan warna hue 5 YR sehingga diklasifikasikan sebagai subgrup Typic Acrustox. Penampang kontrol ordo Oxisols adalah antara jeluk 25 cm dan jeluk 100 cm di bawah permukaan tanah. Penampang kontrol profil PS-
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
-1
dS.m 0,05 0,04
0,01
15 2.3 berada pada horison A2 dan Boc1, mempunyai rata-rata imbang kandungan lempung 68,3%, Fe-d 25,89%, dan pH (H2O) 5,2 sehingga memenuhi syarat sebagai kelas besar butir Veryfine, kelas mineralogi Ferruginous, dan kelas reaksi tanah Acid. Berdasarkan uraian sebelumnya maka tanah ini diklasifikasikan sebagai famili tanah Typic Acrustox, Very-fine, Ferruginous, Acid, Isohyperthermic. Potensi kesuburan dan pengelolaan tanah Hasil penilaian status kesuburan tanah dengan menilai kombinasi status kadar C organik, KTK tanah, kejenuhan basa, kadar P2O5, dan K2O total (PPT, 1982) menunjukkan bahwa tanah yang berkembang dari batuan serpentinit seluruhnya tergolong sangat rendah. Status hara tanah dari batuan serpentinit tergolong rendah sampai sangat rendah seperti N total, P tersedia, K total, KB, dan jumlah basa-basa, pH tanah masam, cadangan mineral mudah lapuk sangat rendah, tanah relatif porous, kandungan lempung yang cukup tinggi, dan mempunyai konsentrasi sesquiksida sangat banyak mulai kedalaman 18/27 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sifat dan karakteristik tanah tersebut mempunyai permasalahan ganda tidak hanya sifat fisiko-kimia tetapi termasuk mineraloginya. Tanaman kelapa sawit yang dikembangkan pada tanah tersebut dihawatirkan terancam kelangsungannya mengingat berat dan kompleksnya faktor pembatas tanaman pada tanah tersebut. Pengelolaan tanah sebaiknya diarahkan yang memberi pengaruh secara menyeluruh terhadap karakteristik tanah. Pengelolaan tanah yang dapat dilakukan adalah (1) penimbunan dengan tanah secara berkala di sekitar pohon tanaman kelapa sawit untuk mepertebal daerah jelajah akar, cara ini serupa dengan sistem surjan yang diterapkan pada tanah yang mempunyai pembatas kedalaman air tanah yang dangkal; (2) penanaman tanaman penutup tanah kelompok leguminosa untuk meningkatkan kandungan N, bahan organik tanah, dan sebagai bentuk konservasi tanah; (3) pengolahan tanah minimum terbatas hanya pada lobang tanam untuk meminimalkan kehilangan tanah permukaan karena sifat tanahnya yang gembur; (4) penggunaan bahan organik untuk meningkatkan KPK tanah dan ketersedian hara serta kemampuan tanah mengikat air; dan (5)
pemupukan N, P, K, Ca, dan Mg serta hara esensial lainnya yang sesuai dengan karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman kelapa sawit sehingga produktivitas tanah dapat dioptimalkan secara berkelanjutan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menyerap unsur hara relatif banyak dari dalam tanah, setiap tahunnya dapat dipanen tandan buah segar (TBS) sekitar 20-30 t ha-1, untuk menghasilkan sebanyak 27 ton TBS, kelapa sawit memerlukan nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur masingmasing sebanyak 190, 26, 257, 43, dan 60 kg (Wigena et al., 2006). Hasil penelitian Wigena et al. (2006) pada tanaman kelapa sawit muda yang dikembangkan di tanah oksisol Desa Tanjung Benuang Provinsi Jambi menunjukkan bahwa penggunaan pupuk slow release majemuk (stick fertilizer) (15% N; 15% P2O5; 15% K2O; 15% SO4; 3% CaO; 1% MgO; 0,25% CuO; 0,25% ZnO; and 0,25% BO2) sebanyak 3 batang per pohon atau setara 600 g per pohon tidak berbeda nyata dengan dosis anjuran (400 g urea + 400 g SP-36 + 400 g KCl + 700 g dolomit per pohon) terhadap produksi tandan buah segar sawit, tetapi penggunaan pupuk slow release lebih menguntungkan secara ekonomis daripada dosis anjuran. Fauzi (2006) mengemukakan bahwa dosis anjuran pemupukan kelapa sawit muda setiap enam bulan sekali adalah urea 0,5 kg, SP36 0,5 – 0,75 kg, KCl 0,25 kg dan dolomit 0,5-1 kg per pohon, sedangkan kelapa sawit produktif adalah urea 0,5-1,5 kg, SP-36 0,5-1 kg, KCl 0,251 kg dan dolomit 0,5-1 kg per pohon.
KESIMPULAN Tanah yang berasal dari batuan serpentinit pada perkebunan kelapa sawit di Langgikima dicirikan oleh warna tanah coklat kemerahan pudar sampai coklat kemerahan gelap, bertekstur dominan lempung, reaksi tanah masam, C-organik sangat rendah sampai sedang, N total sangat rendah, P total dan K total sangat rendah sampai rendah, P tersedia sangat rendah sampai sedang, Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd, Aldd, H-dd, dan DHL dominan sangat rendah, KPK dan KB sangat rendah sampai rendah, dominan Fe bebas (16,30-28,90%), akumulasi Fe 325545% dan Al 448-1.049% atau terjadi feralisasi,
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
16 pelindian Si 77-92% atau desilikasi, mineral pasir didominasi oleh opak dan kuarsa, dan mineral lempung didominasi oleh goethit, kaolinit, dan gibsit. Tanah ini diklasifikasikan sebagai famili tanah Typic Acrustox, Very-fine, Ferruginous, Acid, Isohyperthermic. Pengelolaan tanah pada perkebunan kelapa sawit perlu diarahkan yang memberi pengaruh secara menyeluruh terhadap karakteristik tanah seperti penambahan bahan organik dan pemupukan yang sesuai dengan karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman kelapa sawit sehingga produktivitas tanah dapat ditingkatkan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA Alexander, E. B., R. G. Coleman, T. KeelerWolf, and S. Harrison, 2007. Serpentine Geoecology of Western North America Geology, Soils, and Vegetation. Oxford University press. 512 p. Azer,
M.K. and A.E.S. Khalil, 2005. Petrological and Mineralogical Studies of Pan-African Serpentinites at Bir AlEdeid Area, Central Eastern Desert, Egypt. Journal of African Earth Sciences 43: 525-536.
Balai Penelitian Tanah, 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Edisi 2. Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak. Bogor. BPS, 2012. Kecamatan Langgikima Dalam Angka. BPS Kabupaten Konawe Utara. Bashir, E., S. Naseem, T. Akhtar and K. Shireen, 2009. Characteristics of Ultramafic Rocks and Associated Magnesite Deposits, Nal Area, Khuzdar, Balochistan, Pakistan. Journal of Geology and Mining Research Vol. 1(2) : 034-041.
Classification. The Iowa State University Press. Ames. Certini, G. and R. Scalenghe, 2006. Soil : Basic Concepts and Future Challenger. Cambridge University Press. 330 p. Farahat,
E.S., 2008. Chrome-Spinels in Serpentinites and Talc Carbonates of the El Ideid-El Sodmein Dstrict, Central Eastern Desert, Egypt: Their Metamorphism and Petrogenetic Implications. J. Chemie der ErderGeochemistry 68(2):193-205
Fauzi, Y., 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Penerba Swadaya. Jakarta. Galetskiy, L.S., Ye.A. Remezova1, S.M. Lupinos, D.V. Pruttskov, V.Yu. Korolkov, and O.V. Lazakovich, 2011. Mineral Raw Material Base of Magnesite in Ukraine and Its Future Development. Metallurgical and Mining Industry 3 (5) : 228-234. Hršak, D., G. Sučik, and L. Lazić, 2008. The thermophysical properties of serpentinite. Metalurgija 47 (1) : 29-31. Lee, B.D., R.C. Graham, T.E. Laurent, C. Amrhein, and R.M Creasy, 2001. Spatial Dtribution of Soil Chemical Condition in a Serpentinitic Wetland and Surrounding Landscape. Soil. Sci.Soc.Am.J.65:11831196. Lee, B.D., S. K. Sears, R. C. Graham, C. Amrhein, and H. Vali, 2003. Secondary Mineral Genesis from Chlorite and Serpentine in an Ultramafic Soil Toposequence. Soil Sci. Soc. Am. J. 67:1309–1317. Pahan,
I., 2008. Kelapa Swadaya. 412 h.
Sawit.
Penerbar
Bear, F.E., 1964. Chemistry of The Soil. Reinhold Publishing Corporation New York. 515 p.
Palandri, J.L and M. H. Reed, 2004. Geochemical Models of Metasomatism in Ultramafic Systems: Serpentinization, Rodingitization, and Sea Foor Carbonate Chimney Precipitation. Geochimica et Cosmochimica Acta 68 (5) : 1115-1133.
Buol, S.W., R.J. Southard, R.C. Graham, and P.A. Mcdaniel, 2003. Soil Genesis and
PPT, 1982. TOR TIPE-A Survei Kapabilitas Tanah. Dokumentasi No. 1/1982. Proyek
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
17 P3MT. Badan Litbang Pertanian, Bogor. 50 p.
Agriculture, Natural Resources Conservation Serivice. 332 p.
Rasmussen, C., N. Matsuyama, R. A. Dahlgren, R. J. Southard, and N. Brauer, 2007. Soil Genesis and Mineral Transformation Across an Environmental Gradient on Andesitic Lahar. Soil Sci. Soc. Am. J. 71:225-237.
Tufaila, M., Sunarminto, B.H., Shiddieq, D., and Syukur, A., 2011. Characteristics of Soil Derived from Ultramafic Rocks for Extensification of Oil Palm in Langgikima, North Konawe, Southeast Sulawesi. J. Agrivita 33 (1) : 93-102 p.
Rayes,
Van Breemen, N. and P. Buurman, 2003. Soil Formation Second Edition. Kluwer Academic Publishers. New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow. 419 p.
M.L., 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Andi Yogyakarta.
Senda, R., T. Kachi, and T. Tanaka, 2006. Multiple Records from Osmium, Neodymium, and Strontium Isotope Syastems of the Nikubuchi Ultramafic Complex in The Sambagawa Metamorphic Belt, Central Shikoku, Japan. Geochemical Journal 40:135-148. Schaetzl, R. J., and S. Anderson, 2005. Soils Genesis and Geomorphology. Cambridge University Press. 833 p. Schoeneberger, P.J., D.A. Wysoski, E.C. Benham, and W.D. Broderson, 2002. Field Book for Describing and Sampling Soils, Version 2.0. Nasional Soil Survey Center, Natural Resources Conservation Service, U.S. Departemen of Agriculture.
Velder, B. and A. Meunier. 2008. The Origin of Clay Minerals in Soils and Weathered Rocks. Agata Oelschäger. 406 p. Wambeke, v. A., 1992. Soil of The Tropics : Properties and Appraisal. McGraw-Hill, Inc. New York. 343 p. Wigena, IGP., J. Purnomo, E. Tuherkih, dan A. Saleh, 2006. Pengaruh Pupuk “Slow Release” Majemuk Padat terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit Muda pada Xanthic Hapludox di Merangin, Jambi. Jurnal Tanah dan Iklim, No. 24/2006 :10-21.
Soil Survey Staff, 2010. Keys to Soil Taxonomy. United States Departement of
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128