24 ANALISIS USAHA PEMBUATAN MINYAK KELAPA SKALA RUMAH TANGGA KELOMPOK WANITA TANI DI DESA PEOHO KECAMATAN WATUBANGGA KABUPATEN KOLAKA Oleh: Putu Arimbawa1 dan Munirwan Zani1 ABSTRACT The purpose of this study was to determine: (a) the motivation of a group of mothers of women farmers in the village Peoho coconut processing into cooking oil, (2) comparison of economic value for the use of coconut cooking oil, and process into copra, and (3 ) marketing margin product sales good coconut cooking oil, and copra. This study was conducted for two months in 2012. Research place in the Village District Peoho Watubangga. Determination of research location in the Village District Peoho Watubangga based on the consideration that this area farmers cultivating coconut trees and there is a group process women farmers coconut oil and coconut into copra. Population samples taken in this study were 15 farmers in the census. The data obtained in the study, tabulated and analyzed by using the analysis as follows: (1) to determine the motivation women famers in palm oil processing solved with qualitative analysis. To determine the economic value of the indicator of the amount of income respondents processing vendor for copra and coconut oil makers use analytics revenue by Soekartawi, (1995). To determine marketing margins coconut solved by using analysis of marketing margins. The results were (1) the motivation of respondents in a coconut processing coconut oil is to meet the needs of the family, keeping the family tradition and enjoy free time, (2) revenues into oil palm processing an average of Rp 1,508,237.94 year -1 or an average of Rp. 9695.13 kg -1 coconut oil. Meanwhile, copra processing revenue on average sebesaRp 2,405,138.90 year-1 or an average of Rp 2710.81 kg -1 copra, (3) there is a marked difference between palm oil processing business income with business income copra processing, whereby revenues processing coconut oil is higher when compared to operating income of copra processing, with a difference of Rp.6984.32 kg -1, and (4) marketing margin of Rp 1.556 kg-1 coconut oil, is greater when compared with copra marketing margin of Rp 950 kg-1. Keywords: palm fruit processing, revenue, women famers
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang kaya akan pohon kelapa, yang tumbuh subur hampir di semua wilayah dari pesisir pantai sampai ke pedalaman. Banyak manfaat yang telah diambil dari pohon kelapa, mulai makanan, minuman, sumber energi, minyak goreng, aneka kerajinan sampai untuk perkakas rumah tangga. Buahnya mulai kelapa muda sampai kelapa tua, daunnya mulai daun yang masih muda maupun tua, batangnya dan mancungnya, dan hampir semua bagian dari pohon. kelapa telah mampu dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Namun, kelapa masih menjadi salah satu asset (kekayaan) bangsa Indonesia yang sampai sekarang ini belum dilihat secara serius, disikapi secara sistematis dan
berkelanjutan. Kecuali, kelapa sawit yang lebih banyak dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan-perusahaan besar. Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang hasilnya digunakan sebagai bahan baku industri. Pada umumnya tanaman kelapa ditanam untuk diambil buahnya. Buah kelapa yang dihasilkan selain sebagai bahan baku gula, kopra, minyak, kelapa juga banyak dijual dalam keadaan segar . Secara dapat umum kelapa (Cocos nucifera L) dikelompokan dalam 3 kelompok yaitu, kelapa genjah, kelapa jangkung (dalam) dan kelapa hibrida. Tipe kelapa tersebut dapat dibedakan secara khas dari segi keragaman tanama seperti halnya tinggi pohon, keadaan bonggol, kecepatan tumbuh, komposisi buah dan morfologinya (Winarno, 1999).
) Masing-masing Staf Pengajar JurusanVolume Agribisnis22Fakultas Pertanian Universitas Kendari AGRIPLUS, Nomor : 01Januari 2012,Haluoleo, ISSN 0854-0128
1
24
25 Khusus untuk minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7 %. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industry, atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat diekstrak dari daging kelapa segar, atau diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan (kopra). Untuk industry kecil yang terbatas kemampuan permodalannya, disarankan mengekstrak minyak dari daging buah kelapa segar. Cara ini mudah dilakukan dan tidak banyak memerlukan biaya. Kelemahannya adalah lebih rendahya rendemen yang diperoleh. Santan merupakan suatu disperse atau suspense cairan dalam cairan, dalam hal ini minyak dalam air, molekul cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistic disebut juga emulsi (Winarno, 1999). Santan juga disebut sebagai hasil ekstraksi kelapa parut dengan menggunakan air. Jika santan tersebut didiamkan, secara perlahan akan terjadi pemisahan bagian yang banyak mengandung minyak dengan bagian yang sedikit mengandung minyak. Bagian yang banyak mengandung minyak disebut krim, sedangkan bagian yang sedikit mengandung minyak disebut skim, oleh karena itu krim dibagian atas sedangkan skim berada dibagian bawah. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak dai bahan yang mengandung minyak. Ada tiga proses pengolehan minyak kelapa yang umumnya dilakukan yaitu: metode ekstraksi, yaitu proses basah (wet peoses), proses kering dengan tekanan dan proses dengan pelarut (solvent). Proses basah ditandai dengan penambahan air, sedangkan proses kering tanpa penambhan air (Wardhanu 2009). Umumnya pada masyarakat petani, proses pembuatan minyak kelapa menggunakan metode cara basah tradisional. Cara basah tradisional ini sangat sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan yang biasa terdapat pada dapur keluarga. Pada cara ini, mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut, kemudian santan dipanaskan untuk menguapkan air dan penggumpalan bagian yang bukan minyak disebut sebagai blondo. Blondo ini dipisahkan dari minyak, kemudian yang terakhir blondo diperas untuk mengeluarkan minyak (I. Santini,
2006). Proses pembuatan minyak kelapa inilah yang menentukan kualitas dari produk yang dihasilkan seperti tidak berbau dan tahan lama. Untuk itu, diperlukan perlakuan tertentu agar produk minyak kelapa yang dihasilkan berkualitas baik. Untuk membuat minyak kelapa dengan kualitas baik dapat diberikan perlakuan dengan cara pemberian ensim atau menggunakan daun pepaya dan ragi roti (Hasbullah, 2008) ke dalam minyak sehingga minyak yang dihasilkan tidak berbau tengik, dan lebih tahan lama. Kabupaten Kolaka merupakan wilayah yang dikelilingi oleh pantai dan sangat berpotensi untuk pengembangan tanaman kelapa. Hal ini terlihat dari seluruh wilayah kecamatan/desa yang hampir secara keseluruhan terdapat tanaman kelapa yang khusus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat petani. Salah satu desa di Kabupaten Kolaka adalah Desa Peoho. Desa Peoho berpenduduk ± 300 KK. Desa tersebut berada di Wilayah Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Dari jumlah tersebut ±200 KK adalah penduduk yang berasal dari Bali telah biasa mengolah buah kelapa tua dijadikan minyak goring dan kopra serta sebagian lagi di jual gelondongan. Dari beberapa manfaat yang diperoleh dari kelapa sebagian besar masyarakat Desa Peoho membuat minyak goreng kelapa dari kelapa tua. Pembuatan minyak kelapa dilakukan oleh wanitatani yang bergabung dalam kelompok. Salah satu kelompok wanita tani pembuat minyak kelapa adalah kelompok wanita tani Dewata. Jumlah anggota kelompok sebanyak 20 orang melakukan usaha membuat minyak kelapa skala rumah tangga. Masing-masing kepala keluarga (KK) yang wanitataninya tergabung dalam kelompok memiliki tanaman kelapa baik di pekarangan rumah maupun tegalan mereka. Saat ini tanaman kelapa yang dimiliki sudah mencapai umur lebih dari 20 tahun. Ratarata produksi buah kelapa tua sebanyak ± 300 buah per hektar per bulan (hasil observasi awal). Dari jumlah tersebut, sebagian besar isteri petani (wanita tani) mengolahnya dalam bentuk minyak kelapa. Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) motivasi kelompok ibu-ibu wanita tani di Desa Peoho mengolah kelapa menjadi minyak
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
26 goring, (2) perbandingan nilai ekonomi (pendapatan) pemanfaatan kelapa untuk minyak goreng, dan di olah menjadi kopra, dan (3) margin pemasaran penjualan kelapa baik produk minyak goreng, maupun kopra.
Tabel 1. Motivasi responden dalam mengolah buah kelapa menjadi minyak kelapa tahun 2012. No
METODE PENELITIAN
1.
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di tahun 2012. Tempat peneltian di Desa Peoho Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka. Penetapan lokasi penelitian di Desa Peoho Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka didasarkan atas pertimbangan bahwa daerah ini petani membudidayakan tanaman kelapa serta terdapat kelompok wanitatani mengolah kelapa menjadi minyak kelapa dan kopra. Populasi sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 15 orang petani (wanitatani) pengolah buah kelapa menjadi minyak kelapa dan kopra yang diambil secara sensus. Data yang diperoleh dalam penelitian, ditabulasi dan dipersentasekan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitasif. Sedangkan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan margin pemasaran produk digunakan analisis pendapatan dan margin pemasaran.
2.
HASIL PENELITIAN A. Motivasi Responden dalam Mengolah Buah Kelapa Berdasarkan hasil penelitian Tabel 1 diketahui bahwa responden memiliki pengalaman berusaha mengolah buah kelapa menjadi minyak kelapa antara 15-30 tahun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa responden dalam mengolah buah kelapa menjadi minyak kelapa merupakan pekerjaan yang sudah sekian lama responden lakukan. Hampir sepanjang kehidupan mereka telah melakukan pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan terkait dengan motivasi responden mengolah buah kelapa menjadi minyak kelapa teridentifikasi sperti terlihat pada Tabel 1.
3.
Motivasi Responden Warisan nenek moyang Mengisi waktu luang Membantu pemenuhan kebutuhan keluarga Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
3
20,0
2
13,3
10 15
66,7 100,0
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa motivasi responden dalam menglah kelapa menjadi minyak kelapa adalah untuk mewariskan kebiasaan anggota keluarga, ingin mengisi waktu luang dan untuk membantu pemenuhan kebutuhan keluarga. Dari tiga motivasi yang teridentifikasi tersebut motivasi yang tertinggi responden mengolah buah kelapa menjadi minyak kelapa adalah untuk pemenuhan kebutuhan keluarga sebesar 10 orang (66,7 persen). Tingginya motivasi responden tersebut dikarenakan sebagian besar responden mengolah buah kelapa menjadi minyak kelapa diperuntukan untuk pemenuhan minyak goreng keluarga dan sebagian untuk dijual kepada pedagang yang ada di desanya. Hasil penjualan minyak goreng tersebut diperuntukan untuk membeli kebutuhan rumah tangga seperti membeli laut pauk atau ditukar dengan beras. Adapun perbandingan hasil pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa goreng yang dijual dan yang dipakai untuk kebutuhan sendiri adalah jika responden dapat memperoleh minyak goreng kelapa sebanyak 4 (empat) liter untuk satu kali pengolahan 1-2 liternya di pakai untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan 2-3 liternya di jual ke pedagang untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang lainnya. Sedangkan bagi responden yang termotivasi sebagian besar karena menggangap pekerjaan membuat minyak kelapa karena warisan keluarga cenderung dan pemanfaatan aktu luang hasil olahan minyak kelapanya lebih
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
27 banyak dipakai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saja. Analisis Pendapatan Usaha Minyak Kelapa dan Kopra 1. Biaya Produksi
Pengolahan
Biaya merupakan jumlah uang tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk melaksanakan kegiatan usahanya. Biaya tersebut memegang peranan penting sehubungan dengan pengambilan keputusan untuk melakukan proses produksi, karena dengan mengetahui jumlah biaya yang dikeluarkan, maka petani dapat menentukan harga pokok dari produksi minyak kelapa dan kopra yang dihasilkannya. Dalam penelitian ini komponen biaya yang diperhitungkan meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya ditentukan oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan, maka jumlah biaya variabel yang dikeluarkan akan semakin besar pula. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Biaya tetap tersebut harus dikeluarkan, baik jumlah produksi yang dihasilkan banyak ataupun sedikit. Biaya variabel yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah biaya riil atau yang langsung dikeluarkan secara tunai oleh petani. Jenis biaya variabel yang dikeluarkan petani dalam proses produksi minyak kelapa, meliputi: biaya pembelian minyak tanah dan kayu bakar. Sedangkan jenis biaya variabel untuk pengolahan kopra, meliputi: biaya pembelian minyak tanah, karung, dan upah tenaga kerja. Biaya bahan baku kelapa gelondongan tidak diperhitungkan, karena kelapa gelondongan yang digunakan merupakan hasil dari usahatani kelapa yang dikelola petani responden sendiri. Biaya tetap yang dikeluarkan, baik usaha pengolahan minyak kelapa maupun kopra merupakan biaya penyusutan peralatan yang dipergunakan untuk menghasilkan produksi minyak kelapa dan kopra. Rincian mengenai besarnya penggunaan biaya oleh petani responden dalam melakukan usaha pengolahan minyak kelapa dan kopra disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Penggunaan Biaya Dalam Pengolahan Minyak Kelapa dan Kopra Oleh Petani Responden di Desa Peoho Tahun 2011 No
Jenis Biaya
Rata-Rata Biaya (Rp/tahun) Minyak Kelapa
1
2
Biaya Variabel -Minyak Tanah - Kayu Bakar -Tenaga Kerja - Karung Jumlah Biaya Tetap - Penyusutan Peralatan Total
Kopra
16.683,3
6.766,7
43.500 0
0 16.000
0 60.183,3
67.133,3 89.900
54.633,3
209.394,4
114.816,6
299.294,4
Tabel 2 menunjukan bahwa biaya total rata-rata yang dikeluarkan petani responden dalam melakukan usaha pengolahan minyak kelapa sebesar Rp 114.816,6/tahun, lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah biaya total ratarata yang dikeluarkan dalam melakukan usaha pengolahan kopra sebesar Rp 299.294,4/tahun. Jika dilihat berdasarkan jenis biaya variabel yang dikeluarkan, maka petani responden pengolah minyak kelapa mengeluarkan biaya sebesar Rp 60.183,3tahun-1, lebih kecil dari biaya variabel yang dikeluarkan dalam pengolahan kopra, yaitu Hal tersebut sebesar Rp 89.900tahun-1. disebabkan dalam usaha pengolahan kopra mengeluarkan tiga jenis biaya, sedangkan dalam pengolahan minyak kelapa hanya mengeluarkan dua jenis biaya dengan jumlah yang lebih kecil. Biaya penyusutan merupakan biaya tetap yang dikeluarkan petani responden dalam mengelola usaha pengolahan minya kelapa dan kopra. Biaya penyusutan yang dikeluarkan adalah biaya penyusutan peralatan yang dipergunakan dalam proses pengolahan minya kelapa dan kopra. Peralatan yang dipergunakan dalam pengolahan minyak kelapa terdiri atas: parang, sutil, wajan, loyang, saringan, jerigen, dan linggis. Sedangkan peralatan yang dipergunakan dalam proses pengolahan kopra terdiri atas: parang, para-para, pencungkil, linggis, gerobak, dan keranjang. Biaya
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
28 penyusutan peralatan usaha pengolahan minyak kelapa rata-rata sebesar Rp 54.633,3/tahun, sedangkan Biaya penyusutan peralatan usaha pengolahan kopra rata-rata sebesar Rp 209.394,4/tahun. Besarnya biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh usaha pengolahan kopra disebabkan banyaknya jenis peralatan yang digunakan dan tingginya nilai beli dari peralatan tersebut. 2. Produksi dan Harga Produksi minyak kelapa dan kopra yang dmaksud dalam penelitian ini adalah jumlah hasil fisik minyak kelapa dan kopra yang diperoleh dari kombinasi penggunaan input dalam proses produksi. Jumlah produksi minyak kelapa dan kopra merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya penerimaan yang diterima petani responden dari usaha pengolahan minyak kelapa dan kopra. Harga merupakan jumlah nilai yang ditukarkan oleh konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa. Dengan demikian bagi seorang produsen harga merupakan faktor utama yang harus diperhatikan, karena harga memegang peranan penting dalam menentukan besar kecilnya keuntungan yang akan diperoleh. Harga produk minyak kelapa dan kopra merupakan harga jual minyak kelapa dan kopra yang diterima petani responden dalam satuan rupiah per kilogram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah produksi minyak kelapa yang dihasilkan petani responden berkisar 97,2 kg – 202,5 kg/tahun atau rata-rata sebanyak 154,44 kg/tahun, dengan harga jual berkisar Rp 10.000 – Rp 11.110/kg atau rata-rata Rp 10.444kg-1. Sedangkan jumlah produksi kopra berkisar 700 kg – 1.000 kgtahun-1 atau rata-rata 887,13 kgtahun-1, dengan harga jual berkisar Rp 3.000 – Rp 3.250kg-1 atau rata-rata Rp 3.050kg-1. Semakin banyak jumlah produksi minyak kelapa dan kopra yang dihasilkan dan semakin tinggi harga jualnya, maka penerimaan yang diperoleh petani responden akan semakin tinggi. Dengan penerimaan yang tinggi maka semua biaya yang dikeluarkan akan dapat ditutupi dan akan memperoleh sejumlah pendapatan.
3. Penerimaan Usaha Penerimaan usaha merupakan jumlah uang tunai yang diterima petani responden dari hasil penjualan minyak kelapa dan kopra. Penerimaan tersebut dihitung dari hasil perkalian antara jumlah produksi yang dijual dengan harga yang berlaku di lokasi penelitian pada saat petani responden melakukan penjualan. Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah penerimaan petani responden sangat ditentukan oleh jumlah dan harga minyak kelapa dan kopra yang dijual. Semakin banyak dan tinggi harga jual, maka penerimaan yang diperoleh akan semakin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan petani responden dari usaha pengolahan minyak kelapa berkisar antara Rp 972.000 – Rp 2.249.775tahun-1 atau rata-rata Rp 1.623.054,6tahun-1. Sedangkan penerimaan petani responden dari usaha pengolahan kopra berkisar antara Rp 2.170.000– Rp 3.000.000tahun-1 atau rata-rata Rp 2.704.433tahun-1. Bervariasinya jumlah penerimaan yang diperoleh petani responden disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah minyak kelapa dan kopra yang dijual dan besarnya harga jual yang diterima masing-masing petani responden. Berdasarkan jumlah penerimaan yang demikian, maka petani responden mampu menutupi semua biaya yang dikeluarkan dalam proses pengolahan minyak kelapa dan kopra, sehingga diperoleh sejumlah pendapatan dari usaha yang dikelola. Data di atas menunjukkan bahwa jumlah penerimaan petani responden yang melakukan pengolahan kopra lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani yang melakukan pengolahan minyak kelapa. Hal ini disebabkan jumlah produksi kopra yang dijual jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah minyak kelapa yang dijual, walaupun harga jual kopra lebih rendah dari harga jual minyak kelapa 4. Pendapatan Usaha Analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang dan yang akan datang dari suatu kegiatan usaha serta mengukur keberhasilan usaha yang telah dicapai. Pendapatan merupakan hasil pengurangan antara penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses pengolahan minyak kelapa dan kopra. Pendapatan yang diperoleh
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
29 dapat memberikan gambaran tentang keadaan usaha pengolahan minyak kelapa dan kopra yang dilakukan petani responden di Desa Peoho Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka. Gambaran mengenai pendapatan usaha petani responden disajikan pada Tabel 3. Tabel
No
1 2 3
3. Pendapatan Rata-Rata Usaha Pengolahan Minyak Kelapa dan Kopra di Desa Peoho Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka Tahun 2011 Uraian Minyak Kopra Kelapa (Rp/tahun) (Rp/tahun) Penerimaan Biaya Total Pendapatan (1 – 2)
1.623.054,6 114.816,7 1.508.237,9
2.704.433,3 299.294,4 2.405.138,9
Tabel 3 menunjukkan bahwa besarnya pendapatan usaha pengolahan minyak kelapa atau rata-rata Rp 1.508.237,9 tahun-1 -1 Rp 125.686,5 bulan . Sedangkan pendapatan usaha pengolahan kopra rata-rata sebesar Rp 2.405.138,9 tahun-1 atau Rp 200.428,2 bulan1 . Dalam perhitungan pendapatan tersebut biaya bahan baku kelapa gelondongan dan biaya tenaga kerja keluarga tidak dimasukan sebagai unsur biaya, karena bahan baku gelapa gelondongan merupakan hasil usahatani petani responden. Berdasarkan hasil analisis pendapatan ini dapat dikemukakan bahwa gambaran mengenai keadaan sekarang dari kegiatan usaha pengolahan minyak kelapa dan kopra yang dilakukan petani responden adalah menguntungkan. Dengan demikian diharapkan usaha pengolahan minyak kelapa dan kopra mampu memberi kontribusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga petani responden di di Desa Peoho Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka.
Analisis Perbedaan Pendapatan Analisis perbedaan pendapatan antara pendapatan usaha pengolahan minyak kelapa dengan pendapatan usaha pengolahan kopra di Desa Peoho Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka dilakukan dengan memperbandingkan antara pendapatan rata-rata per kilogram minyak
kelapa yang diterima petani yang melakukan pengolahan minyak kelapa dengan pendapatan rata-rata per kilogram kopra yang diterima petani yang melakukan pengolahan kopra. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-T (T-Test) dan dalam pengolahan datanya menggunakan software komputer program SPSS. Berdasarkan hasil uji-T diperoleh nilai signifikansi t-hitung sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,05. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa antara pendapatan per kilogram usaha pengolahan minyak kelapa dengan usaha pengolahan kopra terdapat perbedaan yang signifikan atau nyata pada taraf kesalahan % (α = 0,05). Berdasarkan hasil analisis pendapatan yang telah dikemukakan sebelumnya diketahui bahwa pendapatan rata-rata per kilogram usaha pengolahan minyak kelapa lebih tinggi daripada pendapatan rata-rata per kilogram usaha pengolahan kopra. Pendapatan rata-rata per kilogram usaha pengolahan minyak kelapa sebesar Rp 9.695,13, sedangkan pendapatan ratarata per kilogram usaha pengolahan kopra sebesar Rp 2.710,81 dengan selisih Rp 6.984,32 kg-1. Perbedaan pendapatan yang nyata tersebut lebih disebabkan oleh tingginya harga jual produksi minyak kelapa (rata-rata Rp 10.444 kg-1) yang mengakibatkan tingginya penerimaan per kilogram usaha pengolahan minyak kelapa. Sedangkan harga jual produksi kopra hanya sebesar rata-rata Rp 3.050 kg-1 yang mengakibatkan penerimaan per kilogram usaha pengolahan kopra lebih rendah. Walaupun secara keseluruhan jumlah penerimaan usaha pengolahan minyak kelapa lebih rendah daripada pengolahan kopra, namun hal tersebut disebabkan jumlah minyak kelapa yang dijual jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kopra yang dijual petani. Disamping itu biaya produksi total yang dikeluarkan usaha pengolahan minyak kelapa sebesar Rp 114.816,7 tahun-1, lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya produksi total yang dikeluarkan usaha pengolahan kopra yaitu sebesar Rp 299.294,4.
B. Analisis Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen (harga
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128
30 eceran) dengan jumlah yang diterima produsen (harga petani) atas suatu produk pertanian yang diperjualbelikan. Besar kecilnya marjin pemasaran dipengaruhi oleh biaya pemasaran dan keuntungan yang diterima setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Harga eceran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah harga jual minyak kelapa dan kopra di tingkat pasar Kabupaten Kolaka, sedangkan harga produsen (harga petani) adalah harga minyak kelapa dan kopra yang diterima petani responden pada saat menjual hasil produksinya di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga jual minyak kelapa yang diterima petani responden rata-rata sebesar Rp 10.444 kg-1, sedangkan harga jual minyak kelapa yang berlaku di tingkat pasar Kabupaten Kolaka ratarataRp 12.000 kg-1. Sementara untuk produksi kopra, harga yang diterima petani responden ratarata sebesar Rp 3.050 kg-1, sedangkan harga jual kopra yang berlaku di tingkat pasar Kabupaten Kolaka rata-rata Rp 4.000 kg-1. Berdasarkan data tersebut diperoleh bahwa marjin pemasaran minyak kelapa sebesar Rp 1.556 kg-1, sedangkan marjin pemasaran kopra sebesar Rp 950 kg-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa marjin pemasaran minyak kelapa lebih tinggi daripada marjin pemasaran minyak kelapa dengan selisih Rp 606 kg-1. Berdasarkan data tersebut dapat pula diketahui efisiensi pemasaran minyak kelapa dan kopra di lokasi penelitian. Efisiensi pemasaran tersebut dapat dilihat dari besarnya persentase bagian harga yang diterima petani dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen (harga eceran). Jika persentase bagian harga yang diterima petani lebih dari 50% maka pemasaran telah efisien, dan sebaliknya jika persentase bagian harga yang diterima petani kurang atau sama dengan 50% berarti pemasaran tidak efisien. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa persentase bagian harga yang diterima petani dalam pemasaran minyak kelapa sebesar 87,03%, sedangkan persentase bagian harga yang diterima petani dalam pemasaran kopra sebesar 76,25%. Data tersebut menunjukkan bahwa persentase bagian harga yang diterima petani, baik untuk minyak kelapa maupun kopra lebih dari 50%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemasaran minyak kelapa dan kopra di lokasi penelitian telah efisien,
namun pemasaran minyak kelapa lebih efisien jika dibandingkan dengan pemasaran kopra.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Motivasi responden dalam mengolah kelapa menjadi minyak kelapa adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menjaga tradisi keluarga dan memanfaatkan waktu luang. 2. Pendapatan usaha pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa rata-rata sebesar -1 atau rata-rata Rp 1.508.237,94 tahun Rp 9.695,13kg-1 minyak kelapa. Sedangkan pendapatan usaha pengolahan kopra rata-rata sebesaRp 2.405.138,90 tahun-1 atau rata-rata Rp 2.710,81 kg-1 kopra. 3. Terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan usaha pengolahan minyak kelapa dengan pendapatan usaha pengolahan kopra, dimana pendapatan usaha pengolahan minyak kelapa lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan usaha pengolahan kopra, dengan selisih Rp 6.984,32 kg-1. 4. Marjin pemasaran minyak kelapa sebesar Rp 1.556 kg-1, lebih besar jika dibandingkan dengan marjin pemasaran kopra sebesar Rp 950 kg-1.
Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa pengolahan minyak kelapa dan kopra dapat memberikan nilai manfaat dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Untuk itu diharapkan dapat terus mengembangkan usahanya dengan skala usaha yang lebih besar. Disamping itu, masih perlu adanya pelatihan bagi responden dalam rangka perbaikan kualitas produk minyak kelapa. DAFTAR PUSTAKA Hasbullah,
2008. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
31 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung II BPP Teknologi . Jakarta. http://www.ristek.go.id.
Simamora, Henry, 2000, Akuntansi Bisnis Pengambilan Keputusan Bisnis, Jakarta
Hermanto, F., 1996. Ilmu Ekonomi, Penebar Swadaya. Jakarta.
Santini, I., 2006, Teknologi Minyak Kelapa, MAPI
Marom,
Soekartawi, 1995. Ilmu Usaha Tani, Penelitian Untuk Pengembangan petani Kecil, ,Bina Aksara , Jakarta.
Chairul, 2002, Sistem Akuntansi Perusahaan Dagang. Jakarta
M. Faozi, 2009, Peluang Pasar Produk dari Kelapa Indonesia: Analisa Dampak dari Menipisnya Cadangan Minyak Bumi dan Perubahan Iklim. http://www.mmfaozi.com/peluangpasar-produk-dari-kelapa-indonesiaanalisa-dampak-dari-menipisnyacadangan-minyak-bumi-danperubahan-iklim/ [diakses, 24 Agustus 2012]
Sudjana 1996. Pengantar Statistika, Universitas Indonesia. Jakarta. Swastha, Basu, 2005, Manajemen Perusahaan, Jakarta Wardhanu, A. P,. 2009, Kelapa, Teknologi Pengolahan Kelapa, Politeknik Ketapang. Winarno, 1999. Aneka Produk Olahan Kelapa, Swadaya. Jakarta.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 0854-0128