96
PERTUMBUHAN CEMPE PERANAKAN ETAWAH PASCA SAPIH PADA POLA PEMELIHARAAN SISTEM KANDANG KELOMPOK DAN KANDANG INDIVIDU Oleh: Rahim Aka1)
ABSTRACT The research was conducted to investigate growth of Etawah Grade kid post-weaning keep under individual and group housing at Girikerto village, sub district of Turi, Sleman. Material consisted of kid post-weaning Etawah grade kept under individual and group housing. Nine kid post-weaning Etawah grade kept under group housing and eight under individual housing kid post-weaning Etawah grade were used sample in this study. Data consisted of feed intake and average daily gain of kid postweaning (ADG). Feed intake and ADG of kid post-weaning were analyzed using Independent Samples T-test. The result showed that there were no significant differences for feed intake and ADG of kid post-weaning were non significantly (P>0.05). It was concluded that growth of Etawah Grade kid under housing group and individual management system were no significant differences. Key words: Kid post-weaning Etawah grade, Growth, Etawah Grade goats, groupand individual housing
PENDAHULUAN Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pengembangan ternak kambing adalah rendahnya produktivitas. Pertambahan berat badan kambing di Indonesia hanya sekitar 30–60 gekor-1 hari-1 (Sutama et al., 1997), sedangkan secara normal kambing dapat mencapai pertambahan berat badan 120–200 g ekor-1hari-1. Rendahnya produktivitas ternak kambingdi Indonesia disebabkan pola pemeliharaannya masih dilakukan secara tradisional yaitu ternak kambing digembalakan (ekstensif) karena dipengaruhi oleh adanya kebiasaan penduduk setempat dan masih tersedianya lahan atau padang penggembalaan yang cukup luas. Menurut Hardjosubroto (1997) yang disitasi Sumadi (2001) menyatakan produktivitas adalah hasil yang diperoleh oleh seekor ternak dalam kurun waktu tertentu dan dinyatakan sebagai fungsi reproduksi dan pertumbuhan. Pertumbuhan pada umumya dinyatakan dengan mengukur kenaikan berat badan dan biasanya dinyatakan sebagai pertambahan berat badan harian atau average daily gain (ADG). 1
Pertumbuhan pada masa pasca sapih lebih mencerminkan kepada kemampuan anak untuk bertumbuh berdasarkan potensi genetiknya. Sehingga pada masa ini pertumbuhan dipengaruhi oleh genetik dan lingkungannya. Faktor lingkungan yang paling besar pengaruhnya adalah pakan dan jenis kelamin (Zambrano,2002). Selain itu faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak adalah faktor manusia sebagai petani peternak yang mengelola ternaknya. Selain itu rendahnya keterampilan dan terbatasnya kemampuan peternak mengadopsi teknologi peternakan menyebabkan produktivitas ternak kambing menjadi rendah. Produksi ternak kambing di Indonesia sebagian besar diusahakan oleh petani peternak kecil di pedesaan. Oleh karena itu usaha peternakan rakyat tetap menjadi tumpuan utama dalam peningkatan populasi sehingga diperlukan upaya-upaya peningkatan produktivitas kambing. Ditingkat petani peternak salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas kambing PE adalah pembentukan kelembagaan dengan penerapan pola pemeliharaan sistem perkampungan ternak atau kandang kelompok. Kelompok tani ternak
)Staf Pengajar Pada Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo,Kendari. AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
96
97
kambing Peranakan Etawah (PE). Sistem kandang kelompok merupakan salah satu paket teknologi yang diterapkan pada kelompok tani ternak bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak di pedesaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan anak kambing PE umur pasca sapih dengan mengukur konsumsi pakan dan pertambahan berat badan harian (PBBH) pada pemeliharaan sistem kandang kelompok dan kandang individu di Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Provinsi DIY. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Girikerto kecamatan Turi kabupaten Sleman. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan sejak bulan Juli sampai dengan bulan September 2007. Materi penelitian Materi Penelitian adalah anak kambing PE pasac sapih yang dipelihara dengan sistem kandang kelompok dan kandang individu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan analitis. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yaitu hasil pengamatan langsung di lapangan. Konsumsi pakan (kg).Diperoleh dengan cara menghitung jumlah bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN) berdasarkan Berat Badan Metabolisme (BBM=Weight0,75). Pengukuran konsumsi pakan yaitu 9 ekor pada kandang kelompok dan 8 ekor pada kandang individu. Pengukuran konsumsi Tabel 1.
pakan dilakukan hanya secara sampling yaitu menghitung konsumsi pakan selama 2 hari setiap bulannya selama penelitian. Pertambahanberat badan harian (PBBH). Cempe pasca sapih dihitung PBBH sejak umur 3 bulan sampai dengan umur 6 bulan yaitu pada kandang kelompok sebanyak 9 ekor dan kandang individu sebanyak 8 ekor. PBBH (ghari-1) dihitung dengan menggunakan rumus menurut Soeparno (1994) : Wt - Wo G = -------------------T Dimana:G = Pertambahan berat badan harian (kg);Wt = Berat akhir (kg); Wo = Berat awal (kg); T = Waktu (hari). Penimbangan berat badan cempe PE umur pasca sapih dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada saat umur 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan dan umur 6 bulan. Untuk membandingkan konsumsi pakan, dan PBBH cempe PE umur pasca sapih (3-6 bulan) pada kedua pola pemeliharaan menggunakan analisis Independent-Samples T test program SPSS 13.0 for Windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Cempe PE Umur Pasca Sapih
Rerata konsumsi BK, PK dan TDN cempe umur pasca sapih pada kedua pola pemeliharaan disajikan pada Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Pakan dan PBBH Cempe Peranakan Etawah Umur Pasca Sapih pada Pola Pemeliharaan yang Berbeda
Parameter Rata-rata konsumsi pakan (gkg-1BB0,75hari-1) Cempe Jantan (3-6 bln) - n (ekor) - BK ns - PK ns - TDN ns - PBBH ns
Kandang Kelompok
Kandang Individu
9 110,77 ± 25,82 18,13 ± 4,86 68,31 ± 19,46 134,81 ± 24,00
8 102,78 ± 19,60 15,92 ± 2,7 59,62 ± 11,90 123,10 ± 14,01
ns
non signifikan; n = Jumlah kambing PE yang dijadikan sampel pengamatan
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
98
Hasil analisis (t-Test) konsumsi BK cempe pasca sapih pada kedua pola pemeliharan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Tabel 1).Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Handoyo (2004) menemukan bahwa konsumsi BK kambing PE jantan lepas sapih adalah 75,23 gkg1 BB0,75hari-1.Arora (1989) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering pakan pada seekor ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain berat badan, temperatur lingkungan dan karakteristik pakan yang meliputi kecernaan, palatabilitas dan keseimbangan nutrien dalam ransum. Jika konsumsi BK dikonversi dalam persentase berat badan maka rata-rata konsumsi BK cempe pasca sapih pada kandang kelompok adalah 4,94% dan kandang individu 4,72% dari berat badan ternak. Konsumsi kambing muda yang sedang tumbuh umumnya lebih tinggi dari ternak dewasa sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih tinggi per unit berat badannya (Tomaszewska et a1., 1993). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukan oleh Devendra dan Burns(1994) bahwa rata-rata konsumsi BK kambing perah di daerah tropis yang diberi makan sekenyangnya, mempunyai konsumsi bahan kering harian dalam kisaran 2,0-4,7% dari berat badannya setara dengan41,1-131,1 gkg-1 BB0,75hari-1 (Devendra dan Burns, 1994). Menurut NRC (1981), kebutuhan BK untuk ternak kambing adalah berkisar 2,5-4,3% dari berat badannya. Hasil analisis (t-Test) konsumsi PK cempe pasca sapih pada kedua pola pemeliharan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Tabel 1) yaitu pada kandang kelompok adalah 18,13 ± 4,8614,75 gkg-1 BB0,75hari-1 dan kandang individu 15,92 ± 2,714,75 g kg-1 BB0,75hari-1. Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian lainnya. Handoyo (2004) mendapatkan konsumsi PK kambing PE jantan lepas sapih adalah 14,75 gkg1 BB0,75hari-1 dan Ranjhan (1981) menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk hidup pokok dan pertumbuhan kambing dengan berat badan 20-25 kg adalah 10,9-12,7% dari konsumsi BK.
Jika mengacu pada kebutuhan PK kambing yang dikemukakan oleh Ranjhan (1981) berkisar 10,9-12,7% dari konsumsi BK maka kebutuhan PK cempe jantan pasca sapih pada kedua pola pemeliharaan sudah terpenuhi. Perbedaan konsumsi protein antara hasil penelitian dengan yang dikemukakan olehHandoyo (2004) dan (Ranjhan,1981) diduga disebabkan perbedaan umur, berat badan, konsumsi bahan kering dan komposisi bahan penyusun ransum. Menurut Edey (1983), kebutuhan protein dipengaruhi oleh fase pertumbuhan, kebuntingan, laktasi, berat, umur, kondisi tubuh dan pertambahan berat badan. Hasil analisis (t-Test) konsumsi TDN cempe pasca sapih pada kedua pola pemeliharan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Tabel 1).Rata-rata konsumsi TDN cempe jantan pada pola pemeliharaan sistem kandang kelompok yaitu 68,31±19,46gkg-1 BB0,75hari-1(61,38% dari konsumsi BK) dan pada kandang individu yaitu 59,62±11,90gkg-1 BB0,75hari-1 (58,03% dari konsumsi BK). Hasil penelitian Handoyo (2004) mendapatkan konsumsi TDN kambing PE jantan lepas sapih adalah 49,82 gkg-1 BB0,75hari-1. Menurut Ranjhan (1981) kebutuhan TDN untuk hidup pokok dan pertumbuhan kambing dengan berat badan 20-25 kg adalah 0,52-0,6 kg ekor1 hari-1(60-65% dari konsumsi BK). Jika mengacu pada kebutuhan TDN kambing yang dikemukakan oleh Ranjhan (1981) bahwa untuk hidup pokok dan pertumbuhan kambing berkisar 0,52-0,6 kg hari-1 atau 60-65% dari konsumsi BK sedangkan rata-rata konsumsi TDN cempe jantan pasca sapih pada pola pemeliharaan kandang kelompok adalah 61,38% dari konsumsi BK, maka kebutuhan TDN-nya sudah terpenuhi, sedangkan pada kandang individu adalah 58,03% dari konsumsi BK maka kebutuhan TDN-nya belum terpenuhi. Perbedaan konsumsi TDN antara hasil penelitian dengan hasil penelitian Ranjhan (1981) dan Handoyo (2004) diduga disebabkan oleh perbedaan konsumsi BK, komposisi bahan penyusun ransum, umur dan pertambahan berat badan. Kebutuhan energi dipengaruhi oleh berat badan, jenis kelamin, umur, bangsa, tingkat pertumbuhan dan produksi, aktivitas dan kondisi lingkungan (NRC, 1981).
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
99
Pertambahan Berat badan Harian (PBBH) Cempe PE umur Pasca Sapih Hasil analisis (t-Test) PBBH cempe PE umur pasca sapih pada kedua pola pemeliharan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Tabel 1). Rata-rata PBBH cempe pasca sapih pada pola pemeliharaan kandang kelompok yaitu 134,81 ± 24,00 gekor-1 hari-1 sedangkan pada kandang individu yaitu 123,10±14,01 gekor-1 hari-1 seperti terlihat pada Tabel 1. Budisatria (2006) melaporkan bahwa PBBH anak kambing jantan dan betina pasca sapih pada zona agrotinggi adalah 88,2 g ekor-1 hari-1 dan 93,9 gekor-1 hari-1. Setiawan dan Tanius (2005) melaporkan bahwa PBBH cempe (anak kambing) PE pasca sapih umur 120-200 hari untuk jantan sebesar 137,5 g ekor-1 hari-1 dan betina 100 gekor-1 hari-1. Pada masa pasca sapih, anak kambing sudah tidak tergantung lagi pada konsumsi susu induk, sehingga PBBH cempe tergantung pada pakan yang dikonsumsi. Rata-rata PBBH pasca sapih cempe jantan pada kedua pola pemeliharaan lebih tinggi daripada PBBH anak kambing jantan yang dilaporkan oleh Budisatria (2006) dan lebih rendah dari PBBH anak kambing PE pasca sapih jantan yang dilaporkan oleh Setiawan dan Tanius (2005). Perbedaan PBBH pasca sapih antara beberapa penelitian tersebut diduga disebabkan perbedaan jumlah konsumsi pakan (BK, PK dan TDN), umur dan berat badan. Soeparno (1994) menyatakan bahwa jenis, komposisi kimia dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ternak. Konsumsi ternak muda yang sedang tumbuh umumnya lebih tinggi dari ternak dewasa sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih tinggi per unit berat badannya (Tomaszewska et a1.,1993). Lebih lanjut dikatakan bahwa kambing jantan menunjukkan peningkatan berat badan dari saat lahir sampai umur 10 bulan. Edey (1983) menyatakan bahwa pertumbuhan pasca sapih sangat ditentukan oleh bangsa, jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan berat sapih serta lingkungan misalnya suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit lainnya.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan cempe (anak kambing) PE umur pasca sapih pada kedua pola pemeliharaan menunjukkanperbedaan yang tidak nyata. DAFTAR PUSTAKA Arora, S.P., 1989. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Budisatria, I.G.S., 2006. Dynamics of Small Ruminant Development in Central Java Indonesia.PhD Thesis. Animal Productions Systems Group. Wageningen University. Devendra C..dan M. Burns., 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB, Bandung. Edey, T. N. 1983.A Course Manual in Tropical Sheep and Goat Production. AUIDP, Canbera. Handoyo, W. 2004. Pertambahan Berat Badan Harian Kambing Peranakan Etawah Jantan Pasca Sapih. Skripsi. Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan UGM.Yogyakarta. NRC. 1981. Nutrient Requirment of Goat Angora, Dairy and Meat Goat in Temperate and Tropical Countries. National Academy Press, Washington DC. Ranjhan, S. K. 1981. Animal Nutrition in Tropic. 2th ed. Vicas Publishing House Pvt Ltd, New Delhi. Setiawan dan Tasius. 2005. Beternak Kambing Perah Peranakan Etawah. Penerbit Swadaya. Jakarta. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan II. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
100
Sumadi, 2001. Estimasi Dinamika Populasi dan Output Kambing eranakan Etawah di Kabupaten Kulonprogo. Buletin Peternakan, Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta,Vol. 25 (4), Pp : 161-171. Sutama I.K., dan I.G.M. Budiarsana. 1997. Kambing Peranakan Ettwah Penghasil Susu Sebagai Sumber Pertumbuhan Baru Sub-Sektor Peternakan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor, Pp : 156-168. Tomaszewska, M.W., IM. Mastika, A. Djajanegara, S. Garner dan T. Wiradarya. 1993. Reproduksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta. Zambrano, 2002. Preweaning growth in WestAfrican goat.Arc. Latinoamericanos de Prod. Anim. 5 (3) : 442-444.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128