42
DAMPAK PENGHAPUSAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) TERHADAP PERILAKU USAHATANI PADI DAN PERDAGANGAN BERAS DI INDONESIA: SUATU SIMULASI Oleh: Budiyanto1)
ABSTRACT Rice is one of the staple foods for the Indonesian people, therefore, the Indonesian government’s intervention on the rice market through HPP is considered essential. However, such a policy has been criticized by many experts, so if the policy is deregulated, what’s the effect of such deregulation on the pady-rice farming practices and rice trade in Indonesia. This article analized the time series data from 1981 to 2005 by using the econometrics model that was formulated into a simultaneous equation. The prediction from the model showed that some variables of the paddy-rice farming practices and the rice trade decreased, but such a decrease was relatively small, namely less than 1%. Key words : HPP, pady-rice farming, rice trading
PENDAHULUAN Panganmerupakankebutuhan dasar yang pemenuhannya tidak dapat ditunda-tunda, karena itu permasalahan pangan di berbagai negara meminta perhatian khusus dari bangsa tersebut. Indonesia, yang sebagian besar penduduknya mengkonsumsi pangan pokok beras, maka beras menjadi komoditas strategis politis dalam pembangunan bangsa. Pengalaman tahun 1966 dan 1998 menunjukkan bahwa goncangan politik dapat berubah menjadi krisis politik yang dasyat karena harga beras melonjak tinggi dalam waktu yang singkat (Suryana, Mardianto, Ikhsan, 2001). Selain dinilai sebagai komoditas strategis politis, Amang dan Sawit (1999) menyatakan bahwa beras bagi Indonesia menjadi komoditas unik tidak saja dilihat dari sisi produsen, konsumen, pemerintah tetapi juga pemanfaatan investasi yang dikeluarkan pemerintah. Berdasarkan karakteristik beras dan kondisi tersebut, pemerintah memang selalu dihadapkan pada posisi yang sulit. Di satu sisi pemerintah harus menyediakan beras dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas, dan di sisi lain juga harus memperhatikan (meningkatkan pendapatan) petani padi yang
1
jumlahnya cukup besar (sekitar 21 juta rumahtangga). Melihat kelemahan dalam mekanisme pasar, sejak Orde Baru, pemerintah memandang perlu untuk melakukan intervensi pada pasar beras sehingga apabila terjadi gangguan di pasar tidak terlalu merugikan petani. Dalam rangka pengendalian harga beras, kebijakan harga dirumuskan dalam penetapan harga dasar atau harga pembelian pemerintah. Harga pembelian pemerintah ini hampir setiap tahun direvisi dengan alasan inflasi dan memperbaiki kesejahteraan petani. Di sisi lain, kebanyakan ekonom menganggap bahwa intervensi pemerintah untuk mestabilkan harga bukan suatu gagasan yang baik. Bahkan, ada ekonom yang melihat tak mungkin pemerintah bisa menstabilkan harga dalam suatu periode panjang (Ravallion, 1987 dalam Amang dan Sawit, 1999). Atau ada juga yang berfikir keuntungan sosial dari stabilisasi harga sangat kecil atau bahkan negatif. Selain tidak bermanfaat, beberapa pakar menyebutkan biaya kelembagaan (institutional cost) untuk melakukan pengendalian harga, termasuk korupsi dan kecenderungan yang kuat bahwa kebijakan pengendalian dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang memiliki hak istimewa (vested interest) untuk dapat
)Staf Pengajar PadaAGRIPLUS, Fakultas PertanianUniversitas Haluoleo,Kendari. 420854-0128 Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN
43
menentukan harga lebih tinggi atau lebih rendah, jauh lebih besar daripada manfaat stabilisasi (Anderson dan Hayami, 1986 dalam Amang dan Sawit, 1999). Dalam tulisan ini dilakukan simulasi kebijakan jika pemerintah menghapus atau tidak menetapkan harga gabah pembelian pemerintah. Dengan kata lain, harga gabah dan beras dibiarkan sesuai mekanisme pasar tanpa campurtangan pemerintah. Tujuannya adalah untuk: (1) meramalkan dampak penghapusan kebijakan penetapan harga gabah pembelian pemerintah terhadap kinerja usahatani padi di Indonesia; (2) meramalkan dampak penghapusan kebijakan penetapan harga gabah pembelian pemerintah terhadap kinerja perdagangan beras di Indonesia.
PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS Spesifikasi Model Dalam studi ini dirumuskan model ekonometrika perilaku usahatani padi dan perdagangan beras yang merupakan persamaan simultan yang terdiri dari beberapa persamaan struktural dan persamaan identitas. Perilaku usahatani padi Perilaku usahatani padi dideskripsikan dengan persamaan produksi dan permintaan input pupuk. Model perilaku usahatani padi adalah sebagai berikut: 1. PROD = AP * PUP 2. AP = a0 + a1 HGPR + a2 UTPR + a3 HJPR + a4 CHJ + a5 T + a6 LAP + e1 3. PUP = b0 + b1 LHGPR + b2 JPU + b3 JPT + b4 AIN + b5 IRG + b6 LPUP + e2 4. JPU = c0 + c1 HPUR + c2 HGPR + c3 IRG + c4 LJPU + e3 5. JPT = d0 + d1 HPTR + d2 HGPR + d3 AIN + d4 LJPT + e4 keterangan: PROD = jumlah produksi padi/gabah (kg); AP = luas areal panen padi (ha); HGPR = harga gabah tingkat petani riil (Rp kg-1) (2000=100); HPUR = harga pupuk urea riil (Rpkg-1) (2000=100); UTPR = upah tenaga kerja di sektor pertanian riil (Rpha-1); HJPR = harga
jagung tingkat petani riil (Rp kg-1) (2000=100); CHJ = Jumlah curah hujan (mmtahun-1); IRG = luas areal irigasi (ha); PUP = produktivitas usahatani padi (kgha-1); JPU = jumlah penggunaan pupuk urea (kgha-1); JPT = jumlah penggunaan pupuk TSP (kgha-1); HPTR= harga pupuk TSP riil (Rp kg-1) (2000=100); AIN= luas areal intensifikasi tanam-an padi (ha); LAP = luas areal panen padi tahun sebelumnya (ha); LPUP = produktivitas usahatani padi tahun sebelumnya (kgha-1); LJPU= jumlah penggunaan pupuk urea tahun sebelumnya (kgha-1); LJPT = jumlah penggunaan pupuk TSP tahun sebelumnya (kgha-1); LHGPR= harga gabah tingkat petani riil tahun t-1 (Rp kg-1); T= teknologi (trend waktu). Perdagangan beras Perdagangan beras dalam makalah ini digambarkan dengan persamaan penawaran beras, permintaan beras dan harga beras. Karena export beras tidak setiap tahun dilakukan oleh Indonesia, maka persamaan export tidak dideskripsikan. Model perilaku perdagangan beras disajikan sebagai berikut: 6. QB = 0.65 * (0.9 PROD) 7. MB = f0 + f1 HBR + f2 NTR + f3 POP + f4 LPROD + f6 LMB + e4 8. SB = QB + MB – XB 9. DB = g0 + h1 HBR + g2 HJPR + g3 PPK + g4 POP + g5 LDB + e6 10. HBR = h0 + h1 HPPR + h2 QB + h3 LHBR + e7 11. HGPR = j0 + j1 HBR + j2 SB + j3 LHGPR + e8
keterangan: QB = jumlah produksi beras (kg); MB = jumlah impor beras (kg); HBWR = harga beras dunia riil (Rpkg-1); NTR = nilai tukar rupiah dengan US dolar (RpUS$-1); TM = tarif impor (%); POP = jumlah penduduk (juta jiwa); LPROD = produksi padi tahun t-1 (kg); HBR = harga beras eceran riil (Rpkg-1) (2000=100); HPPR = harga gabah pembelian pemerintah riil (Rpkg-1) (2000=100); XB= jumlah expor beras (kg); SB = jumlah penawaran beras (kg); DB = jumlah permintaan beras (kg); PPK = pendapatan penduduk riil (Rp); LMB = jumlah impor beras tahun t-1(kg); LXB = jumlah expor beras tahun t-1 (kg); LDB = jumlah permintaan beras tahun
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
44
t-1(kg); LHBR = harga beras eceran riil tahun t-1 (Rpkg-1). Metode Pendugaan Model Pendugaan model dilakukan dengan metode 2SLS (Two Stage Least Squares) karena metode 2SLS cocok untuk persamaan simultan yang over identified, dapat digunakan pada jumlah sampel yang relatif sedikit dan tidak sensitif terhadap modifikasi (respesifikasi) model, baik untuk analisis struktural maupun untuk analisis simulasi dan peramalan. Pengolahan data dilakukan menggunakan program software komputer SAS versi 9.1. Simulasi Model Simulasi terutama ditujukan untuk keperluan analisis kebijakan historis (historical policy analysis). Analisis simulasi kebijakan yang dimaksud adalah untuk mengetahui dampak penghapusan kebijakan harga gabah pembelian pemerintah terhadap perilaku usahatani padi dan perdagangan beras di Indonesia. Skenario yang dilakukan adalah: (1) Menyamakan harga beras eceran sama dengan harga beras dunia. (2) Menyamakan nilai variabel harga gabah pembelian pemerintah pada persamaan sama dengan nol. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dan rentang waktu penelitian dari tahun 1981 sampai 2005. Data dalam Penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi terkait yaitu Biro Pusat Statistik (BPS), Badan Urusan Logistik (Bulog), dan Departemen Pertanian, dan beberapa publikasi seperti FAO (Food Agricultural Organization), IRRI (International Rice Research Institute) dan IMF (International Monetary Fund) serta publikasipublikasi lainnya dalam Kusumaningrum (2008).
HASIL PENDUGAAN MODEL Perilaku Usahatani Padi Perilaku usahatani padi dalam hal ini dideskripsikan dengan persamaan produksi padi dan penggunaan pupuk dalam usahatani padi. Hasil estimasi parameter variabel persamaan struktural dalam model perilaku usahatani padi disajikan pada Tabel 1. Persamaan luas areal panen padi Tabel 1 menunjukkan bahwa respon luas areal panen padi berhubungan positif dengan harga gabah di tingkat petani, biaya tenaga kerja dalam usahatani, jumlah curah hujan, teknologi (trend waktu), luas areal panen tahun sebelumnya, dan memberikan respon negatif terhadap harga jagung di tingkat petani. Kecuali respon terhadap biaya tenaga kerja dalam usahatani, semua tanda respon tersebut sesuai harapan. Respon luas areal panen padi diduga berhubungan negatif dengan biaya tenaga kerja dalam usahatani, tetapi hasil estimasi menunjukkan respon positif. Walaupun secara statistik tidak signifikan pada α = 0.05 maupun 0.10; hal ini bisa berarti bahwa semakin meningkat biaya tenaga kerja dalam usahatani maka luas areal panen padi juga semakin meningkat. Dengan demikian dapat diduga bahwa semakin meningkatnya biaya tenaga kerja dalam usahatani selama ini tidak mengurangi keuntungan usahatani padi. Atau dengan kata lain, peningkatan biaya tenaga kerja dalam usahatani lebih kecil dari peningkatan penerimaan usahatani. Koefisien semua variabel penjelas pada persamaan luas areal panen padi, tidak signifikan pada α = 0.05 maupun 0.10; kecuali koefisien variabel luas areal panen tahun sebelumnya. Hal ini dapat diduga bahwa dalam penggunaan lahan sawah, berusahatani tanaman padi adalah yang paling menguntungkan dibanding peruntukan usahatani tanaman pangan lainnya. Elastisitas luas areal panen padi terhadap variabel penjelasnya, semuanya lebih kecil dari 1 (satu) atau inelastic, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
45
Tabel 1. Hasil estimasi parameter dan elastisitas variabel persamaan struktural dalam model perilaku usahatani padi Variabel
Parameter
Persamaan Luas Areal Panen Padi Intersep 7213677 Harga gabah di petani riil 38.7817 Biaya tenaga kerja riil 3.800433 Harga jagung di Petani riil -366.944 Curah hujan 326.8776 Trend waktu 122076.2 Luas areal panen th. lalu 0.007055 Durbin-Watson 1.921085 R-Square 0.93698 Persamaan Produktivitas Usahatani Padi Intersep 1055.779 Harga gabah riil th. lalu 0.080095 Jmlh penggunaan urea -1.66872 Jmlh penggunaan TSP -0.22697 Luas areal intensifikasi 0.000045 Luas areal irigasi 0.000022 Produktivitas th. Lalu 0.685452 Durbin-Watson 1.844042 R-Square 0.9555 Persamaan Jumlah Penggunaan Pupuk Urea Intersep 27.52524 Harga pupuk urea riil -0.03839 Harga gabah di petani riil 0.002804 Luas areal irigasi 0.000015 Penggunaan urea th. lalu 0.555061 Durbin-Watson 2.799226 R-Square 0.77658 Persamaan Jumlah Penggunaan Pupuk TSP Intersep -27.2148 Harga pupuk TSP riil -0.00850 Harga gabah di petani riil 0.011906 Luas areal intensifikasi 8.197E-6 Penggunaan TSP th. lalu 0.297877 Durbin-Watson 2.811827 R-Square 0.9438
Persamaan produktivitas usahatani padi Hasil estimasi menunjukkan bahwa produktivitas usahatani padi memberikan respon positif terhadap harga gabah di tingkat petani, luas areal intensifikasi, luas areal irigasi, dan tingkat produktivitas tahun sebelumnya, tetapi
t -hit
Prob. t
Elastisitas Jgk.Pendek Jgk.Panjang
4.07 0.07 1.57 -0.41 1.81 3.24 0.03
0.0007 0.9435 0.1335 0.6895 0.0874 0.0045 0.9752
0.002917 0.112786 -0.0203138 0.070325 F-Hitung Prob>F
0.002938 0.113587 -0.0204581 0.070825 44.61 <0.0001
1.37 1.00 -0.36 -0.06 0.87 0.26 5.41
0.1868 0.3323 0.7262 0.9540 0.3964 0.7992 <0.0001
0.01539948 0.048957471 -0.07191 -0.22863 -0.00478 -0.01521 0.104907 0.333518 0.023787 0.075624 F-Hitung 64.42 Prob>F <0.0001
1.34 -1.29 0.36 2.01 4.37
0.1941 0.2114 0.7195 0.0584 0.0003
-0.155551 -0.3496 0.01250963 0.028115382 0.376338 0.84582 F-Hitung 17.38 Prob>F <0.0001
-2.25 -0.67 2.06 3.22 1.58
0.0362 0.5135 -0.0395662 -0.05635226 0.0530 0.108598563 0.154671707 0.0043 0.907 1.291198361 0.1289 F-Hitung 83.97 Prob>F <0.0001
memberikan respon negatif terhadap jumlah penggunaan pupuk urea dan TSP. Walaupun secara statistic tidak signifikan pada α = 0.05 maupun 0.10; hal ini bisa bisa diduga bahwa peningkatan dosis penggunaan pupuk urea maupun TSP per tidak lagi dapat meningkatkan
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
46
produktivitas usahatani padi. Seperti pada persamaan luas areal panen padi, elastisitas produksi usahatani padi terhadap variabel penjelasnya, semuanya juga lebih kecil dari 1 (satu) atau inelastic, baik jangka pendek maupun jangka panjang.Kecuali koefisien variabel tingkat produktivitas tahun sebelumnya, koefisien semua variabel penjelas pada persamaan produktivitas usahatani padi, tidak signifikan pada α = 0.05 maupun 0.10. Hal ini dapat diduga bahwa produktivitas usahatani padi lebih ditentukan oleh faktor teknologi. Persamaan jumlah penggunaan pupuk urea Hasil pendugaan parameter pada Tabel 1 diketahui bahwa jumlah penggunaan pupuk urea mempunyai hubungan negatif dengan harga pupuk urea. Sebaliknya, jumlah penggunaan pupuk urea berhubungan positif dengan harga gabah tingkat petani, luas areal irigasi, dan jumlah penggunaan pupuk urea tahun sebelumnya. Pada persamaan jumlah penggunaan pupuk urea, variabel harga pupuk urea dan harga gabah tingkat petani berpengaruh tidak nyata, sedangkan variabel luas areal irigasi berpengaruh nyata pada α = 0.10; dan koefisien jumlah penggunaan pupuk urea tahun sebelumnya berpengaruh nyata pada α = 0.05. Dengan demikian jumlah penggunaan pupuk urea tidak responsif terhadap harga pupuk urea dan harga gabah tingkat petani, tetapi responsive (walaupun relatif kecil) terhadap luas areal irigasi, dengan elastisitas jangka pendek sebesar 0.376338 dan elastisitas jangka panjang sebesar 0.84582. Hal ini berarti bahwa kenaikkan luas areal irigasi sebesar satu persen akan meningkatkan penggunaan pupuk urea masing-masing 0.376338 persen pada jangka pendek dan 0.84582 persen pada jangka panjang. Persamaan jumlah penggunaan pupuk TSP Harga pupuk TSP berhubungan negatif dengan jumlah penggunaan pupuk TSP tetapi tidak signifikan pada α = 0.05 maupun 0.10. Sedangkan harga gabah di tingkat petani dan luas areal intensifikasi berhubungan positif, serta signifikan pada α = 0.10 dan 0.05; dengan jumlah penggunaan pupuk TSP. Begitu juga
variabel jumlah penggunaan pupuk TSP tahun sebelumnya, berhubungan positif. Elastisitas jumlah penggunaan pupuk TSP terhadap harga gabah di tingkat petani, jangka pendek = 0.01250963 dan jangka panjang = 0.028115382. Hal ini berarti bahwa peningkatan harga gabah di tingkat petani sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah penggunaan pupuk TSP sebesar 0.01250963 persen pada jangka pendek dan 0.028115382 persen pada jangka panjang. Sedangkan elastisitas jumlah penggunaan pupuk TSP terhadap luas areal intensifikasi, jangka pendek = 0.376338 dan jangka panjang = 0.84582. Hal ini berarti bahwa peningkatan harga gabah di tingkat petani sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah penggunaan pupuk TSP sebesar 0.376338 persen pada jangka pendek dan 0.84582 persen pada jangka panjang. Perilaku Perdagangan Beras Perilaku perdagangan beras dalam hal ini digambarkan dengan persamaan penawaran beras, permintaan beras dan harga beras. Hasil estimasi parameter variabel persamaan structural dalam model perilaku perdagangan beras disajikan pada Tabel 2. Persamaan impor beras Secara statistik, jumlah impor beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh jumlah harga beras eceran, dan nilai tukar rupiah terhadap US$ pada taraf α < 0.05. Variabel jumlah penduduk, jumlah produksi padi tahun sebelumnya, dan impor beras tahun sebelumnya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah impor beras. Elastisitas impor beras terhadap harga gabah beras eceran, jangka pendek =2.982596878 dan jangka panjang = 2.871940992, yang berarti bahwa peningkatan harga beras eceran sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah impor beras sebesar 2.982596878 persen pada jangka pendek dan 2.871940992 persen pada jangka panjang. Sedangkan elastisitas jumlah impor beras terhadap nilai tukar rupiah, jangka pendek =2.50393620 dan jangka panjang = -2.41103888, yang berarti bahwa jika mata uang rupiah terdepresiasi sebesar sebesar satu persen maka
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
47
jumlah impor beras akan turun sebesar 2.50393620 persen pada jangka pendek dan 2.41103888 persen pada jangka panjang. Persamaan permintan beras Estimasi parameter persamaan permintaan beras mempunyai hubungan negatif dengan harga beras eceran. Sebaliknya, permintaan beras berhubungan positif dengan harga jagung di tingkat petani, pendapatan penduduk, jumlah penduduk, dan jumlah permintaan beras tahun sebelumnya. Variabel harga beras eceran dan harga jagung berpengaruh nyata terhadap jumlah
permintan beras, pada α = 0.05; sedangkan variabel pendapatan penduduk, jumlah penduduk, dan jumlah permintaan beras tahun sebelumnya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah permintan beras. Dengan demikian kenaikkan harga beras eceran satu persen akan menurunkan permintaan beras sebesar 0.27340025 persen pada jangka pendek dan 0.33789076 persen pada jangka panjang. Kenaikan harga jagung sebesar satu persen akan meningkatkan permintaan beras sebesar 0.2249351 persen pada jangka pendek dan 0.2779935 persen pada jangka panjang.
Tabel 2. Hasil estimasi parameter dan elastisitas variabel persamaan struktural dalam model perilaku perdagangan beras Variabel
Parameter
Persamaan Jumlah Impor Beras Intersep Harga beras eceran riil Nilai tukar rupiah Jumlah penduduk Produksi padi th. lalu Jmlh impor beras th. lalu Durbin-Watson R-Square
-6.63E9 3757616 -581154 40.72026 -0.06714 -0.03853 1.666703 0.61965
Persamaan Jumlah Permintaan Beras Intersep -9.311E9 Harga beras eceran riil -4927900 Harga jagung di petani riil 9562239 Pendapatan penduduk 8.567E-7 Jumlah penduduk 166.8063 Permintaan beras th. lalu 0.190862 Durbin-Watson 2.488395 R-Square 0.95152
t –hit
Prob. t
Elastisitas Jgk.Pendek Jgk.Panjang
-1.69 3.85 -3.20 0.88 -0.61 -0.23
0.1083 0.0011 0.0047 0.3914 0.5520 0.8231
2.982596878 -2.50393620 8.18691715 -3.28589615 F-Hitung Prob>F
2.871940992 -2.41103888 7.88317829 -3.16398770 6.19 0.0014
-1.68 -3.26 2.70 0.19 3.24 0.98
0.1097 0.0041 0.0143 0.8535 0.0044 0.3409
-0.27340025 0.2249351 0.00644 1.22635598 F-Hitung Prob>F
-0.33789076 0.2779935 0.007964212 1.515632661 74.59 <0.0001
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
48
Tabel 2. Lanjutan … Variabel
Parameter
Persamaan Harga Beras Eceran Riil Intersep 272.6838 Hrg. pembel.pemrnth. Riil 2.000361 Produksi beras -1.91E-9 Hrg. beras ecer riil th. lalu -0.24092 Durbin-Watson 1.097531 R-Square 0.92156 Persamaan Harga Gabah Tingkat Petani Riil Intersep 820.1934 Harga beras eceran riil 0.325643 Penawaran beras -2.53E-8 Hrg gbah petani riil th. Lalu 0.273281 Durbin-Watson 2.811827 R-Square 0.65433
Persamaan harga beras eceran Harga gabah pembelian pemerintah berhubungan positif dengan harga beras eceran dan berpengaruh signifikan pada α = 0.05. Sedangkan produksi beras dan harga beras eceran tahun sebelumnya berhubungan positif, serta tidak signifikan pada α = 0.05 maupun 0.10. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan harga gabah pembelian pemerintah sebesar satu persen akan meningkatkan harga beras eceran sebesar 1.075115391 persen pada jangka pendek dan 0.866385739 persen pada jangka panjang. Persamaan harga gabah petani Hasil pendugaan parameter diketahui bahwa variabel harga beras eceran berpengaruh positif dan nyata dengan harga gabah di tingkat petani pada α = 0.05. Sedangkan penawaran beras berpengaruh negatif dan nyata dengan harga gabah di tingkat petani pada α = 0.05. Dengan demikian kenaikan harga beras eceran
t -hit
Prob. t
Elastisitas Jgk.Pendek Jgk.Panjang
0.80 4.43 -0.13 -0.92
0.4305 0.0002 1.075115391 0.8998 0.036 0.3665 F-Hitung Prob>F
0.866385739 -0.0290453 82.24 <0.0001
2.68 3.48 -2.09 1.61
0.0141 0.0023 0.565313417 0.0491 -0.858 0.1234 F-Hitung Prob>F
0.77789822 -1.1803131 13.25 <0.0001
sebesar satu persen akan meningkatkan harga gabah di tingkat petani sebesar 0.565313417 pada jangka pendek dan 0.77789822 persen pada jangka panjang. Kenaikan penawaran beras sebesar satu persen akan menurunkan harga gabah di tingkat petani sebesar 0.858pada jangka pendek dan -1.1803131 persen pada jangka panjang. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Validasi Model Perilaku Usahatani Padi dan Perdagangan Beras Indonesia Sebelum melakukan alternatif simulasi kebijakan terlebih dahulu dilakukan validasi model untuk melihat apakah nilai dugaan sesuai dengan nilai aktual masing-masing peubah endogen (Pindyck dan Rubinfield, 1991). Hasil validasi model dengan menggunakan data periode 1981 sampai 2005 disajikan pada Tabel 3.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
49
Tabel 3. Hasil validasi model perilaku produksi usahatani padi dan perdagangan beras di Indonesia tahun 1981 sampai 2005 Variabel
RMSPE
Produksi padi Luas areal panen padi Produktivitas padi Penggunaan pupuk urea Penggunaan pupuk TSP Produksi beras Impor beras Penawaran beras Permintaan beras Harga beras eceran Harga gabah petani
4.9499 2.1564 4.7193 3.4951 5.5221 4.9499 556.20 5.9647 3.8636 8.4419 23.4552
Bias (UM) 0.74 0.00 0.83 0.30 0.02 0.74 0.01 0.08 0.00 0.00 0.00
Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat 10 persamaan dalam model mempunyai nilai RMSPE lebih kecil dari 25 persen, dan hanya 1 persamaan yang mempunyai nilai RMSPE lebih besar dari 100 persen. Berdasarkan kriteria UTheil’s terdapat 10 persamaan dari 11 persamaan mempunyai nilai U lebih kecil dari 0.1; dan hanya terdapat 1 persamaan yang mempunyai nilai U = 0.4245. Dengan demikian jika dilihat secara keseluruhan, model ini cukup baik digunakan sebagai model pendugaan, dan dapat digunakan untuk simulasi alternatif kebijakan. Dampak Penghapusan Kebijakan Harga Gabah Pembelian Pemerintah Terhadap Perilaku Usahatani Padi dan Perdagangan Beras di Indonesia Dampak dihapuskannya kebijakan harga gabah pembelian pemerintah dalam hal ini disimulasikan dengan dua skenario, yaitu: (1) harga beras eceran sama dengan harga beras dunia, yang mana pemerintah tidak melakukan intervensi harga beras, (2) harga gabah pembelian pemerintah sama dengan 0 (nol). Hasil simulasi dampak dihapuskannya kebijakan harga gabah pembelian pemerintah terhadap perubahan nilai rata-rata variabel endogen disajikan pada Tabel 4. Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa hasil skenario pertama, yaitu menetapkan harga beras eceran sama dengan harga beras dunia lebih baik atau lebih logis dibandingkan dengan
Reg (UR) 0.09 0.00 0.07 0.01 0.00 0.09 0.21 0.08 0.00 0.00 0.00
Dist (UD) 0.17 1.00 0.11 0.69 0.98 0.17 0.78 0.55 1.00 1.00 0.95
Var (US) 0.07 0.02 0.05 0.08 0.03 0.07 0.01 0.03 0.01 0.01 0.15
Covar (UC) 0.19 0.98 0.13 0.62 0.96 0.19 0.98 0.60 0.99 0.99 0.80
Koef. U 0.0248 0.0105 0.0233 0.0164 0.0268 0.0248 0.4245 0.0306 0.0206 0.0534 0.0997
menetapkan variabel harga gabah pembelian pemerintah sama dengan nol. Tabel 4 menunjukkan pula bahwa dengan simulasi bahwa harga beras eceran sama dengan harga beras dunia, dampaknya terhadap variabel endogen tidak besar, kecuali variabel impor beras yang menurun sampai 66%. Dengan menyamakan harga beras eceran sama dengan harga beras dunia maka akan menurunkan luas areal panen dan produktivitas usahatani padi. Penurunan produksi padi secara langsung akan menurunkan produksi beras dan selanjutnya akan berdampak pada peningkatan jumlah impor beras Indonesia, karena permintaan beras naik, tetapi yang terjadi sebaliknya jumlah impor juga mengalami penurunan. Hal ini bisa terjadi karena kenaikan permintaan beras akan dipenuhi dari stok beras. Jika stok beras semakin berkurang, akan dilakukan impor dengan jumlah yang besar, akan menyebabkan kenaikan harga eceran beras. Kenaikan harga eceran beras akan berdampak pada kenaikan harga gabah di tingkat petani, dan selanjutnya akan meningkatkan luas areal panen dan produktivitas, sehingga produksi gabah dan beras akan meningkat kembali. Disisi perdagangan beras, dihapuskannya harga gabah pembelian pemerintah maka akan menurunkan penawaran beras dan harga gabah di tingkat petani, tetapi penurunan tersebut relatif kecil. Dengan penurunan harga gabah di tingkat petani maka akan menyebabkan permintaan beras akan meningkat.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
50
Tabel 4. Dampak penghapusan kebijakan harga gabah pembelian pemerintah terhadap perilaku usahatani padi dan perdagangan beras di Indonesia tahun 1981 sampai 2005 Variabel
Satuan
Dasar
Harga beras eceran sama dengan harga beras dunia Produksi padi kg 47720000000 Luas areal panen padi ha 10770643 Produktivitas padi kg/ha 4406.6 Penggunaan pupuk urea kg/ha 185.4 Penggunaan pupuk TSP kg/ha 89.4 Produksi beras kg 27920000000 Impor beras kg 762970000 Penawaran beras kg 28600000000 Permintaan beras kg 25550000000 Harga gabah petani riil Rp/kg 766.5 Harga gabah pembelian pemerintah sama dengan nol Produksi padi kg 47720000000 Luas areal panen padi ha 10770643 Produktivitas padi kg/ha 4406.6 Penggunaan pupuk urea kg/ha 185.4 Penggunaan pupuk TSP kg/ha 89.4 Produksi beras kg 27920000000 Impor beras kg 762970000 Penawaran beras kg 28600000000 Permintaan beras kg 25550000000 Harga beras eceran riil Rp/kg 1419 Harga gabah petani riil Rp/kg 766.5
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil kajian disimpulkan bahwa: (1) Penghapusan kebijakan harga gabah pembelian pemerintah menurunkan nilai variabel-variabel usahatani padi, yaitu menurunkan: luas areal panen, produktivitas usahatani, jumlah penggunaan pupuk urea, dan jumlah penggunaan pupuk TSP per hektar, serta produksi padi. Walaupun demikian, penurunan variabel-variabel tersebut relatif kecil, dibawah 1%.(2) Penghapusan kebijakan harga gabah pembelian pemerintah menurunkan nilai variabel-variabel perdagangan beras, yaitu menurunkan : impor beras yang relatif besar. Penawaran beras dan harga gabah di tingkat petani turun relatif kecil. Tetapi penghapusan
Simulasi
Perubahan (%)
47670000000 10769089 4403.1 185.2 88.7880 27890000000 259360000 28070000000 26350000000 726.6
-0.10 -0.01 -0.08 -0.11 -0.68 -0.11 -66.01 -1.85 3.13 -5.21
46960000000 10755935 4344.9 183.2 83.21 27470000000 -3718000000 23680000000 33010000000 171.9 389.7
-1.59 -0.14 -1.40 -1.19 -6.92 -1.61 -587.31 -17.20 29.20 -87.89 -49.16
kebijakan harga gabah pembelian pemerintah meningkatkan permintaan beras yang relatif kecil juga. Berdasarkan hasil simulasi bahwa dengan dihapuskannya kebijakan harga gabah pembelian pemerintah yang mengakibatkan penurunan yang relatif kecil pada variabel-variabel usahatani padi dan perdagangan beras, maka disarankan agar tidak membebani pemerintah sebaiknya kebijakan tersebut dihapuskan saja. Dengan dihapuskannya kebijakan harga gabah pembelian pemerintah, yang berarti bahwa pemerintah mengurangi intervensinya di pasar beras, maka terbentuknya harga dan kuantitas beras di pasar akan lebih ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan beras. Jika harga beras turun maka petani akan mengusahakan komoditas yang lain, dan sebaliknya. Di sisi konsumen, jika harga
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128
51
meningkat maka konsumen akan mengurangi permintaan beras. Konsumen akan mengganti bahan pangan pokoknya dengan bahan pangan pokok lain, seperti jagung atau ubi. Dengan demikian diversifikasi bahan pangan pokok akan terjadi dengan sendirinya, tanpa harus terus dikampanyekan, yang tidak membawa hasil. Selama harga beras relatif murah maka program diversifikasi pangan pokok tidak akan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Indrawati, S. M. 1997. Kebijaksanaan Harga dan Ketahanan Pangan Nasional. Di dalam: 30 Tahun Peranan Bulog dalam Ketahanan Pangan. Badan urusan Logistik, Jakarta. Intriligator, M. D. 1978. Econometric Model, Techniques, and Applications. Prentice Hall Inc., New Jersey. Kariyasa, K. 2003. Dampak Tarif Impor dan Kinerja Kebijakan Harga Dasar serta Implikasinya terhadap Daya Saing Beras Indonesia di Pasar Dunia. Analisis Kebijakan Pertanian, 1 (4) : 315-330
Amang, B. 1989. Dampak Kebijakan Diversifikasi terhadap Produksi dan Konsumsi Pangan di Indonesia. Majalah Pangan, 1 (1): 41-54.
Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The MacMillan Press Ltd., London.
Amang, B. dan H. Sawit. 1999. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru dan Era Reformasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Marlian, A. H., S. Mardianto dan M. Ariani. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi, dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan Makanan. Jurnal Agro Ekonomi, 22 (2):119-146.
Badan Urusan Logistik. 2006. Statistik Data Operasional Bulog. Http://www.bulog.co.id/stastistikjerb opr.htm. [15 Februari 2007] Biro Pusat Statistik. 1981-2005. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Biro Pusat Statistik. 2005. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Departemen Pertanian. 2000. Perumusan Kebijakan Harga Gabah dan Pupuk dalam Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Handewi, P. S. R. Dan Erwidodo. 1994. Kajian Sistem Permintaan Pangan di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 13 (2):73-89. Hutauruk, J. 1996. Analisis Kebijakan Harga Dasar Padi dan Subsidi Pupuk terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nuryanti, S. 2005. Analisa Keseimbangan Sistem Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 23 (1): 71-81. Pindyck, R. S. dan D. L. Rubinfeild. 1991. Econometric Models and Economic Forcasts. Third Edition. McGarw-Hill Inc., New York. Ritonga, E. 2004. Analisis Keefektifan Kebijakan Harga Dasar Beras. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suryana, A., J. Winoto, B. Krisnamurthi, dkk. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128