253
KUALITAS FISIK DAN KIMIA SILASE RANSUM KOMPLIT BERBAHAN BAKU SAMPAH ORGANIK PASAR Oleh : Nur Santy Asminaya 1)
ABSTRACT The increase of population, industry and human settlements mushroomingca use the narrowing ofagricultural landand the planting offoragefodderandthe growing number ofurban waste. The difficulty offarmerslooking forforageandfodderexpensiveprice willcause somebreedersherdinglivestockin landfills. As a result,animalhealth securityis threatened. This studyaims to determine thephysicaland chemicalqualitycompletesilagerations(SRK)-based organic wastemarket. SRKconsistsof 41% organic wastemarket, 5.2% palm kernelcake, 27% pulpout, 16.7% rice bran, 9% and 0.1% premixonggok. Physicalquality testinginclude: color, smell, taste, and the presence offungiandchemicalqualityinclude:pHismeasuredusing apHmeter. Nutritional quality(through proximateanalysis) include: moisture content, dry matter, crude protein, ash, crudefat, BETN, calcium and phosphorus(AOAC, 1999). The results of physical quality of SRK showedbrownish greencolor, smellsour, acidictasteanda littlefungusis found only on the edge of thesilo. pH of 4.0 showed that SRK has excellentquality. SRK ensilase process on BkandLK reduced total of 62.11% and 1.08% andincrease the content ofPK, SK and Abuamounting to 2.09%, 5.73% and 1.22% Keywords: nutrition, silagerationscomplete, organicwastemarket PENDAHULUAN
Sampah merupakan persoalan perkotaan yang tidak ada habisnya. Jumlah sampah yang ada setiap tahunnya semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk. Persoalan kesehatan hingga isu sosial kerap menimbulkan konflik akibat penanganan sampah yang belum maksimal dan sulitnya mencari lahan tempat pembuangan sampah yang jauh dari pemukiman penduduk. Disisi lain, menjamurnya indutri dan pemukiman penduduk menyebabkan menyempitnya areal pertanian dan penanaman hijauan makanan ternak. Peternak menjadi semakin sulit memperoleh hijauan makanan ternak terutama pada musim kemarau. Harga pakan ternak yang relatif mahal menyebabkan beberapa peternakan rakyat menjadi gulung tikar. Salah satu upaya yang dilakukan peternak agar tetap bertahan dalam krisis tersebut adalah dengan memanfaatkan sampah organik sebagai bahan pakan alternatif yang relatif murah dan tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia. Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, rumah tangga, industri dan sebagainya, yang secara alami mudah terurai oleh aktivitas mikroorganisme. Adanya teknologi fermentasi probiotik, sampah organik seperti pucuk tebu, jerami padi, jerami kedelai, jerami jagung dan limbah industri seperti molases, ampas tebu, dedak padi, ampas tahu, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dan ampas kopi dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Upaya ini dapat menutupi berkurangnya pasokan hijauan sebagai bahan utama pakan ternak, akibat tingginya pengalihan lahan pertanian ke nonpertanian. Di Indonesia, sampah organik berupa sayur-sayuran (kubis, selada air, sawi), daun pisang dan sisa makanan dapat digunakan sebagai pakan kelinci, babi, unggas, sapi dan kambing. Pemberian sampah organik pasar sebagai pakan ternak memiliki keterbatasan diantaranya kadar air yang relatif tinggi menyebabkan sampah organik tersebut tidak tahan disimpan lebih dari sehari sehingga
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03Universitas September 2012,Kendari ISSN 0854-0128 )Staf Pengajar Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Haluoleo,
1
249
250
perlu dilakukan penanganan lebih lanjut dalam bentuk pengawetan. Salah satu bentuk pengawetan yang dapat dilakukan adalah pembuatan silase ransum komplit berbasis sampah sayuran pasar. Terkait dengan hal tersebut maka perlu dikaji kualitas fisik, kimia dan nutrisi yang terdapat dalam silase ransum komplit tersebut sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak terutama pada musim kemarau.
METODE PENELITIAN Materi Penelitian Ampas tahu, dedak padi, onggok, bungkil inti sawit, premix dan sampah organik pasar (kol, kulit kembang kol, sawi putih dan kulit jagung). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi chopper, silo, pH meter dan timbangan analitik. Metode Penelitian Sampah organik pasar yang digunakan adalah sampah sayuran yang diperoleh dari pasar induk Kemang Bogor yang terdiri dari kol, kulit kembang kol, sawi putih dan kulit jagung. Sampah organik tersebut disortir dan dibersihkan dari sampah lainnya kemudian dilayukan selama 24 jam untuk mengurangi kadar airnya, setelah itu dicacah 3-5 cm menggunakan chopper. Sampah organik yang telah dicacah dicampur dengan konsentrat hingga homogen. Jumlah sampah organik yang digunakan sebanyak 41% dari total ransum dan sisanya dipenuhi dari konsentrat (5,2% bungkil inti sawit, 27% ampas tahu, 16,7% dedak padi, 9% onggok dan 0,1% premix). Campuran bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam silo (tong plastik 1200 liter), dipadatkan dan ditutup rapat untuk difermentasi menjadi silase ransum komplit (SRK). SRK tersebut difermentasi secara anaerob selama 4 bulan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas fisik, kimia dan nutrisi silase ransum komplit. Kualitas fisik (melalui pengamatan) meliputi: warna, bau, rasa dan keberadaan jamur dengan cara
memisahkan dan menimbang produk silase yang terkontaminasi jamur pada permukaan silo. Kualitas Kimia meliputi: pH yang diukur menggunakan pH meter. Kualitas nutrisi (melalui analisis proksimat) meliputi: kadar air, bahan kering, protein kasar, abu, lemak kasar, BETN, kalsium dan fosfor (AOAC, 1999).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitias Fisik Hasil pengamatan fisik terhadap SRK berbahan baku sampah organik pasar setelah fermentasi selama 4 bulan menunjukkan warna yang tidak jauh berbeda dari sebelum proses fermentasi yaitu warna hijau kecokalatan. Campuran warna tersebut merupakan pengaruh keanekaragaman bahan yang digunakan pada pembuatan silase seperti : sampah organik pasar (terdiri dari kol, kulit kembang kol, sawi putih dan kulit jagung), ampas tahu, dedak padi, onggok dan bungkil inti sawit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Macaulay (2004) bahwa silase yang berkualitas baik ditunjukkan dengan warna hijau terang sampai kuning atau hijau kecoklatan tergantung materi silase. Kualitas silase yang baik berwarna hijau kecokalatan, tekstur lembut, tidak berlendir, tidak berjamur, memiliki pH yang rendah dan berbau wangi (asam) (Ridla et al., 2007). Tabel 1. Keadaan fisik SRK Penampakan SRK Warna Bau Rasa
fisik Hijau Kecoklatan Asam Keasaman
Sumber: Hasil ujiorganoleptik
SRK yang telah mengalami proses fermentasi selama 4 bulan menunjukkan bau khas fermentasi asam laktat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Saun dan Heinrichs (2008) bahwa silase yang baik akan mempunyai bau seperti susu fermentasi karena mengandung asam laktat, bukan bau
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
253
yang menyengat. Keberadaan jamur pada permukaan silo hanya ditemukan pada bagian tepi penutup silo dengan jumlah yang sangat sedikit. Davies (2007) menyatakan bahwa keberadaan jamur pada produk silase sekitar 10%.
Hal ini sesuai dengan pendapat McCullough (1978) dan Macaulay (2004) yang menyatakan bahwa silase dengan pH 3,2 - 4,2 tergolong pada silase yang berkualitas baik sekali. Nilai pH tersebut juga mengindikasikan bahwa silase ransum komplit sudah layak disimpan. Menurut Ensminger (1980) tercapainya pH 3.5-4.0 merupakan kunci terbentuknya silase yang baik karena hal itu akan mencegah pertumbuhan bakteri termasuk bakteri penyebab kebusukan. Silase yang telah terfermentasi dapat terus bertahan selama beberapa tahun sepanjang silase tidak kontak dengan udara (Bolsen and Sapienza 1993). Sementara Kung dan Shaver (2001) menyatakan bahwa pH silase berhubungan dengan produksi asam laktat pada proses ensilase, pH yang rendah mencerminkan produksi asam laktat yang tinggi.
Kualitas Kimia pH. Nilai pH merupakan salah satu faktor penentu dalam tingkat keberhasilan dari produk fermentasi (Kung dan Neylon, 2001). Kualitas silase yang baik dicapai ketika asam laktat sebagai asam yang dominan diproduksi. Hasil fermentasi sangat efisien ketika penurunan pH silase terjadi dengan cepat. Menurut McCullough (1978) pH silase dapat digolongkan menjadi 4 kriteria yaitu : baik sekali (pH 3.2-4.2), baik (pH 4.2-4.5), sedang (pH 4.5-4.8) dan buruk (pH 4.8). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH SRK berbahan dasar sampah organik pasar setelah fermentasi selama 4 bulan adalah 4,0. Hal ini menunjukkan bahwa silase ransum komplit yang terbentuk mempunyai kualitas fermentasi yang baik sekali.
Kandungan nutrisi Hasil Analisis proksimat terhadap bahan baku penyusun SRK dan SRK sebelum dan sesudah fermentasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kualitas Nutrisi Bahan Penyusun SRK, SRK Sebelum dan Setelah Fermentasi
Sampel
Analisis Proksimat (%) KA 77,19 13,99 12,08 7,25 16,64 8,65
Ampas tahu Dedak Onggok Bungkil Inti Sawit Sampah Organik Pasar SRK sebelum Fermentasi SRK setelah Fermentasi 70,76 4 bulan Keterangan : KA : Kadar Air BK : Bahan Kering PK : protein Kasar SK : Serat Kasar
BK 22,81 86,01 87,92 92,75 83,36 91,35
PK 15,52 12,59 4,09 19,69 20,36 14,09
SK 28,01 12,93 10,62 30,50 24,20 21,12
Abu 3,55 9,18 21,20 4,33 14,89 8,83
LK 14,34 6,05 2,21 9,46 0,89 5,15
BeTN 38,58 59,25 61,87 36,02 39,67 50,82
Ca 0,61 0,20 0,13 0,26 0,55 0,74
P 0,31 1,73 0,27 0,60 0,94 0,71
29,24
16,18
26,85
10,05
4,07
42,85
1,40
1,50
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa setelah proses ensilase kandungan BK dan LK SRK mengalami penurunan. Kandungan BK dan LK menurun sebesar 62,11 % dan 1,08 %. Penurunan ini terjadi kemngkinan disebabkan oleh respirasi selsel tanaman yang masih berlanjut setelah
LK Ca P
: Lemak Kasar : Calsium : Phospor
SRK dimasukkan ke silo. Karbohidrat sederhana dalam campuran SRK diubah menjadi CO2 dan H2O. Tahap ini merupakan proses aerob yang terjadi selama ensilase. Proses fermentasi juga menyebabkan kandungan BK dan LK
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128
252
menurun sebagai akibat dari pemanfaatan karbohidrat terlarut dari bahan baku untuk proses fermentasi dan kelangsungan hidup bakteri asam laktat. Proses fermentasi terjadi pada saat enzim dan bakteri fermentatif anaerob aktif memecah karbohidrat menjadi alkohol, asam laktat, asam butirat, asam karbonat dan pelepasan panas. Bakteri Asam Laktat Homofermentatifmemecah satu molekul glukosa menjadi dua molekul asam laktat. Bakteri Asam laktat Heterofermentatif melalui jalur pentose phosphate memecah satu molekul glukosa menjadi satu molekul CO2,satu molekul ethanol dan satu molekul asam laktat. Peristiwa ini dapat terjadi dalam kondisi anaerob (McDonald, 1981). Penurunan kandungan LK pada SRK kemungkinan juga disebabkan karena komponen LK mudah terfermentasi sehingga dirombak secara enzimatis oleh bakteri asam laktat. Kandungan PK SRK meningkat sebesar 2,09%. Peningkatan kandungan PK ini kemungkinan disebabkan karena karena selama ensilase terjadi proses proteolisis dimana protein diubah menjadi komponen Non Protein Nitrogen (NPN), asam-asam amino bebas, peptida dan amida. (Church, 1991). Selama dalam kondisi anaerob silase memproduksi asam laktat dalam jumlah yang banyak. Asam laktat ini berfungsi untuk mengurangi dan menghambat pertumbuhan serangga, mikroorganisme maupun faktor biokimia lainnya yang dapat menurunkan kualitas nutrisi pakan. Prinsip ensilase menurut Murni dkk., (2008) adalah menciptakan kondisianaerob dan asam dalam waktu singkat dengan cara menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan. Proses ensilase meliputi dua fase yaitu fase aerob dan fase anaerob. Fase aerob terjadi pada saat masih tersedia oksigen. Respirasi sel-sel tanaman yang masih berlanjut selama masih tersedia cukup karbohidrat dan oksigen. Karbohidrat dioksidasi oleh sel tanaman dengan adanya oksigen menjadi CO2,H2O dan panas. Fase
anaerob dimulai jika oksigen dalam silo telah habis. Bakteri anaerob dengan cepat berkembang dan mulai terjadi proses fermentasi. Mikroorganisme yang diharapkan tumbuh dengan cepat adalah bakteri Lactobacillus. Bakteri ini menggunakan WSC dalam menghasilkan asam laktat untuk menurunkan pH silase. Penurunan pH yang cepat membatasi pemecahan protein dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme merugikan seperti enterobacteria dan clostridia (Murni dkk., 2008). Kandungan SK SRK meningkat sebesar 5,73%. Meningkatnya kandungan SK kemungkinan berkaitan dengan peningkatan kandungan nutrien lain. Menurut Ridla (2006), kandungan dinding sel (serat kasar) hijauan yang dibuat silase bisa terjadi peningkatan sebagai akibat dari adanya kehilangan komponen nutrisi yang berubah menjadi gas atau cairan silase (effluent). Jumlah effluent silase bervariasi tergantung dari kadar bakan kering hijauan waktu difermentasikan, dimana semakan tinggi bahan kering bahan jumlah effluent yang diproduksi semakin mengecil. Penurunan kandungan nutrien yang terjadi pada SRK disebabkan karena dalam proses ensilase zat makanan khususnya karbohidrat terlarut dalam kulit ketela pohon dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk proses fermentasi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Hasil pengujian kualitas fisik terhadap SRK menunjukkan warna hijau kecoklatan, bau asam, rasa keasaman dan hanya ditemukan sedikit jamur pada bagian tepi silo. (2) pH SRK sebesar 4,0 menunjukkan kualitas SRK baik sekali. (3) Proses ensilase pada SRK menurunkan kandungan BK dan LK sebesar 62,11 % dan 1,08 % dan meningkatkan kandungan PK, SK dan Abu sebesar 2,09%, 5,73% dan 1,22%.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
253
DAFTAR PUSTAKA Association og Official Analitycal Chemist (AOAC). 1999. Official Methods of Analysis. Ed ke-16. Washington: AOAC International. Bolsen KK, Sapienza. 1993. Teknologi Silase; Penanaman, Pembuatan Dan Pemberiannya Pada Ternak. Kansas : Pioner Seed. Church, D. C. 1991. Digestible Physiology and Nutrition of Ruminants. Vol 1. Digestible Physiology 2nd Edition. O and B Inc. Oregon. Davies, D. 2007. Improving silage quality and reducing CO2 emission. http//www. Improving Ensminger ME. 1980. Animal Science. Denville. Illinois: Interstate Publishing Inc. Kung,
L. and R. Shaver . 2001. Interpretation and use of silage fermentation analysis reports. J. Focus on Forage 13(3).
Macaulay, A. 2004. Evaluating silage quality. http://www1.agric.gov.ab.ca/$depar
tment/ deptdocs.nsf/all/for4909. html (Feb 2008). McCollough, M.E. 1978. Ruminant Nutrient. Rome: Food and Agricultural Organization of Limited Nation. McDonald, P. 1981. The Biochemistry of Silage. John Wiley and Sons, Ltd. New York. Murni, R., Suparjo, Akmal dan B. L. Ginting. 2008. Metode Pengolahan untuk Pakan Ternak. Buku Ajar Pemanfaatan Limbah untuk Paean. Laboaratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Ridla, M. 2006. Pengolahan Biologis Pada Hijauan. Bahan Ajar Jurusan Ilm Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Saun, R.J.V. and A.J. Heinrichs. 2008. Troubleshooting silage problems: How to identify potential problem. Proceddings of the Mid-Atlantic Conference; Pennsylvania, 26 – 26 May 2008. Penn State‟s Collage. pp. 2 – 10.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128