35
3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kesenjangan pembangunan antar wilayah merupakan fenomena universal yang tejadi di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hanya saja yang terjadi di negara maju tidak begitu mengkhawatirkan, karena tingkat kesenjangan pembangunannya tidak terlalu lebar. Berbeda dengan negara berkembang, kesenjangan pembangunan antar wilayah cukup nyata dan kompleks. Kondisi kesenjangan tersebut diperparah dengan adanya kebijakan sentralistik sektoral dan lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi semata. Menurut Hadi (2001) pemerataan pembangunan (equity) bukan berarti identik dengan persamaan pambangunan (equality) tetapi lebih ke arah adanya keseimbangan yang proportional antara kemajuan satu wilayah dengan wilayah lainnya, sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah masing-masing. Proses pembangunan yang dilakukan dengan pendekatan sektoral secara tersentralisasi dari pemerintah pusat dalam berbagai kebijakan investasi serta pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya bagi pencapaian sasaran utama pertumbuhan ekonomi makro yang tinggi, tanpa diimbangi dengan distribusi secara proporsional, telah memicu disparitas pertumbuhan yang amat lebar antar wilayah di Indonesia. Kesenjangan tersebut apabila tidak dieliminir secara hati-hati dalam kebijaksanaan proses pembangunan saat ini dan ke depan dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks (seperti masalah kependudukan, sosial, ekonomi, politik dan lingkungan) dan dalam konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai sebagai suatu bangsa yang utuh. Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu pemahaman mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi faktor biofisik/ karakteristik (sumberdaya alam), sumberdaya buatan (ketersediaan sarana dan prasarana sosial-ekonomi), sumberdaya manusia, sumberdaya sosial, karakteristik struktur ekonomi wilayah, dan kebijakan pemerintah daerah. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah tersebut, maka akan dapat membantu dalam proses penyusunan kebijakan pembangunan daerah khususnya dalam mengurangi tingkat kesenjangan serta dalam rangka mewujudkan pembangunan wilayah yang merata dan berimbang. Atas dasar pemahaman tersebut dibangun kerangka pikir penelitian seperti terlihat pada Gambar 5.
36
Kondisi Existing Kab.Ciamis : Biofisik wilayah beragam PDRB per kapita tidak merata Kebijakan pembangunan kurang bijaksana Sarana dan prasarana sosialekonomi tidak merata
Paradigma Pembangunan masa lalu: Mengutamakan pertumbuhan ekonomi tinggi Sentralistik Sektoral
Terjadinya Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah/ Kecamatan Implikasi Masalah sosial politik Masalah Kependudukan (migrasi/urbanisasi) Menimbulkan potensi konflik Struktur hubungan antar wilayah yang saling memperlemah Disintegrasi bangsa → stabilitas nasional
Teori: Endogenus Geografi Sektor Unggulan Kecamatan dalam Wilayah Pengembangan
Diperlukan Analisis KesenjanganPembangunan Antar Wilayah/ Kecamatan untuk Mengetahui Faktor Penyebab Kesenjangan
Tingkat KesenjanganPemba ngunan Antar Wilayah/ Kecamatan
Tingkat Perkembangan / Hirarki Wilayah/ Kecamatan
Faktor Kebijakan Pembangunan
Faktor Penyebab Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah/ Kecamatan
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
3.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan, kerangka teori dan kerangka pemikiran diatas maka didapat hipotesisnya adalah: Diduga keunggulan komparatif (LQ) dan keunggulan kompetitif (SSA) terdapat pada WP Utara khususnya pada Kecamatan Ciamis yaitu pada sektor perdagangan dan jasa dilihat dari aspek: penerimaan pendapatan, ketersediaan infrastruktur (sarana dan prasarana), penyebaran anggaran pembangunan pada
37
masing-masing SKPD dan intensitas interaksi spasial (arus barang, orang dan informasi). Dimana WP Tengah diduga hanya memiliki sedikit sektor-sektor unggulan. Diduga pada masing-masing WP terutama WP Utara khusunya Kecamatan Ciamis memiliki tingkat perkembangan lebih baik dari pada WP Tengah ataupun WP Selatan oleh karena memiliki sarana dan prasarana yang lebih memadai. Besarnya tingkat kesenjangan diduga WP Utara memiliki tingkat kesenjangan yang tinggi dari WP Tengah dan WP Selatan oleh karena jumlah kecamatan yang ada pada WP Utara terlalu banyak dan faktor geografis yang sulit terjangkau. Diduga faktor penyebab kesenjangan adalah masalah pembangunan yang kurang merata khususnya pada infrastruktur, kesempatan bekerja atau usaha sehingga kelancaran arus barang atau transportasi terganggu dan pendapatan masyarakat tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari hingga pada pengalokasian anggaran infrastruktur pada masing-masing SKPD terutama masing-masing kecamatan tidak sesuai kebutuhan.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Ciamis yang memiliki luas wilayah sekitar 244.479 Ha, letaknya ujung timur bagian selatan (tenggara) propinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2009, Kabupaten Ciamis memiliki 36 Kecamatan, 343 Desa, 7 Kelurahan, 3.772 Rukun Warga dan 12.086 Rukun Tetangga. Kabupaten Ciamis dibagi dalam pewilayahan pembangunan yang merupakan dasar penyusunan agenda pembangunan dan rencana strategis setiap bidang dan program pembangunan dalam rangka penyeimbangan pembangunan antar wilayah. Maksud dan tujuan pewilayahan pembangunan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah secara seimbang antar kawasan dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan berkesinambungan. Dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi wilayah, pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional serta kebijakan pengembangan dan penyebaran penduduk secara seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan, maka wilayah Kabupaten Ciamis dibagi menjadi 3 (tiga) Wilayah Pengembangan (WP), yaitu: WP Utara Kecamatan Ciamis, WP Tengah Kecamatan Banjarsari dan WP Selatan Kecamatan Pangandaran. Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, dari bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan Maret 2012.
3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yakni melakukan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik BPS, Bappeda, Dinas Tata Ruang dan dokumen perencanaan yang dikeluarkan
38
oleh Pemda Kabupaten Ciamis dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian. Selain itu juga digunakan peta administrasi wilayah Kabupaten Ciamis, peta penggunaan lahan, peta jaringan jalan. Adapun rincian dari tujuan, metode, data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5: Tabel 5 Matrik tujuan, metode, data dan sumber data dalam penelitian Tujuan
Metode Analisis
Variabel/Parameter
Menentukan sektor unggulan per wilayah pengembangan Menentukan tingkat perkembangan wilayah
LQ dan Shift Share Analysis (SSA)
PDRB per sektor t0-t1
Analisis Skalogram, Indeks Entropi dan Tipologi Klassen
Menghitung tingkat kesenjangan pembangunan antar wilayah
Indeks Williamson dan Spatial Mean Method
Jumlah sarana dan prasarana wilayah, PDRB Kecamatan, PDRB per kapita kecamatan, laju pertumbuhan ekonomi kecamatan PDRB Kecamatan, Jumlah penduduk per kecamatan
Menentukan faktor penyebab kesenjangan pembangunan antar wilayah
Analisis Regresi Berganda
Indeks Williamson, PDRB/ Kapita, Penduduk, Sarana dan Prasarana; sosial, ekonomi dan perdagangan
Data dan Sumber Data CiamisDalam Angka Tahun 2011 (BPS, Bappeda Kab. Ciamis) Podes Tahun 2008, Ciamis Dalam Angka Tahun 2011 (BPS, Bappeda, Din Capilduk, Tata Ruang Kab. Ciamis) PDRB per kecamatan, Ciamis Dalam Angka Tahun 2011 (BPS, Bappeda, Din Capilduk Kab. Ciamis) Analisis Indeks Williamson, Podes, CiamisDalamAngka(BPS, BappedaKab. Ciamis,Kemkimpraswil)
3.5 MetodeAnalisis 3.5.1 Identifikasi Sektor Unggulan per Wilayah Pengembangan Untuk mengetahui sektor unggulan masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Ciamis dilakukan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Location Quotient (LQ) Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Metode analisis LQ pada penelitian ini menggunakan data PDRB kecamatan dengan 9 sektor (pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa) di Kabupaten Ciamis. Data yang digunakan bersumber dari Bappeda Kabupaten Ciamis tahun 2011. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut: 𝑋𝑖𝑗 𝐿𝑄𝑖𝑗 =
𝑋𝑗
𝑋𝑖. 𝑋..
39
Dimana :
LQij = Indeks Kuosien lokasi kecamatan i untuk sektor j Xij = PDRB sektor j di kecamatan i. Xi = PDRB total di kecamatan i. Xj = PDRB total sektor j di Kabupaten Ciamis X.. = PDRB total seluruh sektor di Kabupaten Ciamis. Kriteria penelitian dalam penentuan ukuran derajat basis adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1), berarti sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan perekonomian wilayah Kabupaten Ciamis. Shift Share Analysis (SSA) Shift share analysis merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis SSA juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Dari hasil analisis SSA akan diperoleh gambaran kinerja aktivitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis, yaitu (Panuju dan Rustiadi 2005): Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/ aktivitas total dalam wilayah. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/ aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ ketakunggulan) suatu sektor/ aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis SSA adalah sebagai berikut:
𝑆𝑆𝐴 =
𝑋..(𝑡1) 𝑋𝑖(𝑡1) 𝑋..(𝑡1) 𝑋𝑖𝑗 (𝑡1) 𝑋𝑖(𝑡1) −1 + − + − 𝑋..(𝑡0) 𝑋𝑖(𝑡0) 𝑋..(𝑡0) 𝑋𝑖𝑗 (𝑡0) 𝑋𝑖(𝑡0) a
b
c
40
Dimana: a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen differential shift X..= Nilai total aktivitas dalam total wilayah X.i= Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah Xij= Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 = titik tahun akhir t0 = titik tahun awal Metode analisis SSA pada penelitian ini menggunakan data PDRB kecamatan atas dasar harga konstan tahun 2000 dengan sembilan sektor di semua kecamatan di Kabupaten Ciamis. Data yang digunakan bersumber dari Bappeda Kabupaten Ciamis tahun 2006 dan 2010. Berdasarkan hasil kedua analisis tersebut, sektor yang memiliki nilai LQ>1 (sektor yang memiliki keunggulan komparatif) dan sektor yang memiliki nilai differential shift lebih besar dari 0 (sektor yang memiliki keunggulan kompetitif). Ditambah sektor yang memiliki nilai proportional shift lebih besar dari 0 ditetapkan sebagai sektor unggulan. 3.5.2 Analisis Perkembangan Wilayah Metode Skalogram Metode ini digunakan untuk menghitung jumlah sarana dan jenis sarana dan pasarana pelayanan yang ada pada suatu pusat aktifitas 40ocial ekonomi. Sarana dan prasaran akan dihitung dalam penelitian ini mencakup fasilitas; perekonomian, pendidikan, kesehatan, penerangan, informasi, ibadah keagamaan yang tersebar pada 36 kecamatan. Dimana jumlah sarana dan jumlah jenis sarana tersebut selalu berkolerasi dengan jumlah penduduk. Dengan pendekatan analisis ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa semakin banyak/ tinggi tingkat penyediaan fasilitas pada suatu lokasi/ wilayah maka wilayah tersebut semakin berkembang dan sebaliknya semakin sedikit jumlah sarana dan prasarana pelayanan/ penyedia pelayanan maka lokasi/ wilayah tersebut dikategorikan terbelakang. Metode Analisis Skalogram dapat diformulasikan (Rustiadi et al. 2003) sebagai berikut: 𝑛 𝑛 I ik − I k min 𝐼𝑃 𝑖 = Ī 𝑖𝑘. ⇾ Ī 𝑖𝑘 = 𝑓𝑘 SD k 𝑗
Dimana; I ik Ī ik
=indeks perkembangan ke-k diwilayah i = nilai indeks perkembangan ke-k yang terkoreksi (terstandarisasi) wilayah ke-i I k min = nilai indeks perkembangan ke-k terkecil (minimum) SD k = standar deviasi perkembangan ke-k IP I = indeks perkembangan wilayah ke-i
41
Indeks Entropy Indeks Entropi juga digunakan untuk melihat hirarki wilayah yaitu mengukur tingkat perkembangan suatu wilayah dan melihat sektor-sektor yang dominan (yang berkembang) pada wilayah tersebut. Data yang dianalisis adalah data PDRB per kecamatan terhadap PDRB kabupaten Tahun 2010. Analisis entropy merupakan model salah satu konsep analisis yang dapat menghitung tingkat keragaman (diversifikasi) komponen aktivitas. Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk: 1) memahami perkembangan suatu wilayah; 2) memahami perkembangan atau kepunahan keanekaragaman hayati; 3) memahami perkembangan aktivitas perusahaan dan 4) memahami perkembangan aktivitas suatu sistem produksi pertanian dan lain-lain (Saefulhakim 2006). Prinsip pengertian indeks entropi ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah, yang berarti wilayah tersebut semakin berkembang atau semakin maju (S= tingkat perkembangan). Persamaan umum entropi ini adalah sebagai berikut: 𝑛
𝑛
𝑺= −
𝑃𝑖𝑗 log 𝑃𝑖𝑗 𝑖=1 𝑗 =𝑖
Dimana:
S adalah tingkat perkembangan Pij adalah proporsi kegiatan I (sektor, komoditas) di wilayah I
yang dihitung dari persamaan Pij = Xij/ΣXij Sedangkan Indeks Entropi (IE) diperoleh dengan membagi nilai entropi (S) dengan nilai entropi maksimumnya, yang dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:
𝐼𝐸 =
𝑆 𝑆 𝑚𝑎𝑥 ′
Dimana S adalah nilai entropi total dan Smax adalah nilai entropi maksimum, dengan nilai IE antara 0 dan 1, jika IE = 1, berarti tingkat keragaman (diversifikasi) suatu komponen aktivitas merata/ berkembang, begitu pula sebaliknya. Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian antar kecamatan di Kabupaten Ciamis, data yang dipakai PDRB ADHK kabupaten dan masing-masing WP dari tahun 2006-20010 sehingga dapat dibandingkan perkembangan perekonomian antar kecamatan tersebut. Jika IE semakin tinggi maka tingkat perkembangan wilayah semakin meningkat atau semakin maju. Tipologi Klassen Alat analisis Tipologi Klassen (Klassen Typology) dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masingmasing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua
42
indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah seperti yang diutarakan oleh Sjafrizal (2008). Melalui analisis ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah ralatif tertinggal (low growth and low income). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kecamatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Daerah cepat-maju dan cepat tumbuh (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran daerah kecamatan dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah kabupaten (g) dan memiliki pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah kabupaten (gk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan gi>g dan gki>gk. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah kecamatan yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah kabupaten (g), tetapi memiliki pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah kabupaten (gk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan gi
gk. Daerah berkembang cepat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk daerah kecamatan yang memiliki pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah kabupaten (g), tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah kecamatan tersebut (gki) lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah kabupaten (gk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan gi>g dan gki
Di Atas
Rata-rata
Di Bawah
Rata – Rata
PDRB per Kapita
Laju Pertumbuhan Ekonomi Di atas Rata-Rata
Di Bawah Rata-Rata
Kuadran I
Kuadran II
Daerah Maju
Daerah Maju Tapi Tertekan
gi > g , gki > gk
gi < g , gki > gk
Kuadran III
Kuadran IV
Daerah Berkembang Cepat
Daerah Relatif Terbelakang
gi > g , gki < gk
gi < g , gki < gk
Gambar 6 Klasifikasi Tipologi Klassen pendekatan daerah
43
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2006 – 2010 dan rata-rata PDRB per kapita tahun 2010 tiap kecamatan di Kabupaten Ciamis. 3.5.3 Analisis Tingkat Kesenjangan Untuk melihat tingkat kesenjangan wilayah digunakan indeks Williamson dan Spatial Mean Method. Indeks Williamson Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson pada tahun 1975 mengembangkan indeks kesenjangan wilayah yang diformulasikan sebagai berikut (Rustiadi 2007): 𝑉𝑤 =
(𝑌𝑖 − 𝑌)2 𝑃𝑖 𝑌
Dimana : Vw= Indeks kesenjangan Williamson Yi= PDRB per kapita WP ke-i Ý = Rata-rata PDRB per kapita WP Pi= fi/n, dimana fi jumlah penduduk WP ke-i dan n adalah total penduduk kabupaten Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika Yi= Ý maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar kecamatan di suatu kabupaten. Dalam analisis ini data yang digunakan adalah PDRB ADHK dan jumlah penduduk tengah tahun tiap kecamatan tahun 2006- 2010, sehingga dihasilkan perkembangan indeks kesenjangan Williamson dari tahun 2006- 2010. Spatial Mean Method Merupakan sepasang koordinat spasial yang menyatakan posisi pusat dari sebaran fenomena tiap wilayah. Nilai koordinat spatial mean/ mean centre (Xc, Yc) merupakan rataan nilai koordinat fenomena yang diukur pada sumbu X dan Y sehingga koordinat mean centre sangat sensitif terhadap nilai ekstrim (Smith 1995). Dalam penentuan koordinat mean centre, sebaiknya dipertimbangkan apakah posisi-posisi pencilan dari sebaran fenomena diikutsertakan dalam perhitungan atau tidak. Data yang dimasukkan dalam analisis adalah data koordinat fasilitas fisik di daerah dan variabel yang mempengaruhinya diformulasikan sebagai berikut:
Xm=
𝑛 𝑖=1 Ƶi.Xc n Ƶi i=1
Ym=
𝑛 𝑖=1 Ƶi.Yc n Ƶi i=1
44
Dimana: Xm=koordinat sumbu X berdasarkan variabel yang mempengaruhinya Ym=koordinat sumbu Y berdasarkan variabel yang mempengaruhinya Xc= koordinat mean centre pada sumbu X Yc= koordinat mean centre pada sumbu Y Zi= variabel yang mempengaruhi kesenjangan 3.5.4 Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Karena kesenjangan antar wilayah dapat dilihat dari indeks perkembangan, tingkat perkembangan ekonomi dan produktivitas suatu wilayah, maka uji regresi dilakukan antara indeks Williamson antar (WP) sebagai variabel tujuan (dependent) terhadap variabel (independent), yaitu: PDRB per kapita, rasio penduduk dengan luas, rasio sekolah, rasio puskesmas, rasio pasar. Adapun persamaan umumnya adalah sebagai berikut : Y=f(X1,X2,X3….Xk.) Dimana: Y = variabel tidak bebas/ respon (dependent) Xi = variabel bebas (independent) Sedangkan model regresi berganda dapat diturunkan menjadi : Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + … + βiX7i + ε Dimana: Yi= Indeks Williamson WP ke i X1= PDRB per kapita WP ke i X2= rasio penduduk dengan luas wilayah WP ke i X3= rasio sekolah SD dengan penduduk WP ke i X4= rasio sekolah SMP dengan penduduk WP ke i X5= rasio sekolah SMA dengan penduduk WP ke i X6= rasio puskesmas dengan penduduk WP ke i X7= rasio pasar dengan penduduk WP ke i βi = koefisien fungsi regresi ε = variabel pengganggu (residual) Y adalah variabel tidak bebas yang nilainya tergantung dari k variabel bebas x1, ….,xk. Untuk variabel bebasnya (Xi); x1i: PDRB per kapita, x2i: jumlah penduduk dengan luas wilayah, x3i: mengenai sarana sekolah SD, x4i: mengenai sarana sekolah SMP ,x5i: mengenai sarana sekolah SMA ,x6i: mengenai sarana puskesmas, x7i: mengenai sarana pasar,… . Di asumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui dan nilai β0,β1, …βk, belum diketahui. Untuk menghasilkan model yang dapat digunakan sebagai penduga yang baik maka beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yaitu: (1) residual (ε) berdistribusi normal dengan rata-rata mendekati 0 (E (εi) = 0); (2) tidak ada korelasi antar residual; (3) varian dari variabel pengganggu εi adalah sama (E(εi2)=σ2) (Nachrowi & Usman 2006; Widarjono 2007). Secara garis besar, alur penelitian dapat dijelaskan dalam kerangka penelitian seperti terlihat pada Gambar 7.
1
Wilayah Kabupaten CIAMIS
Kebijakan Pembangunan Pemerintah Daerah
Kondisi / Potensi Wilayah: SDA, SDM, SD Buatan, SosialEkonomi Wilayah
Data-data Statistik (PODES, Kab. Ciamis Dlm Angka, Suseda, RTRW,PDRB Kecamatan)
Identifikasi Sektor Unggulan per WP (LQ, Shift Share Analysis)
Analisis Tingkat Kesenjangan(Indeks Williamson, Spatial Mean Method)
Karakteristik / Tipologi Wilayah
Tingkat Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah
Analisis Tingkat Perkembangan (Skalogram, Indeks Entropi, Tipologi Klassen)
Tingkat Perkembangan / Hirarki Wilayah
Dokumen Rencana dan Kebijakan Pembangunan
Analisis Kebijakan Pembangunan Daerah
Deskripsi Kebijakan
Analisis Penyebab Kesenjangan (Regresi Berganda)
45
Gambar 7 Kerangka analisis penelitian