Direktorat Perbibitan Ternak DIREKTORAL JENderal peternakan dan kesehatan hewan Kementerian pertanian 2015
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI PERAH DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH (BANDUNG BARAT, KLATEN, MALANG DAN KOTA PADANG PANJANG) TAHUN 2015
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI PERAH DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH (BANDUNG BARAT, KLATEN, MALANG DAN KOTA PADANG PANJANG) TAHUN 2015
DIREKTORAT PERBIBTAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015
KATA PENGANTAR Susu merupakan salah satu pangan strategis yang penuh gizi dan manfaat bagi pertumbuhan dan kelangsungan generasi suatu bangsa. Tantangan terbesar dalam industri persusuan adalah peningkatan produksi susu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang semakin meningkat dengan kesadaran pentingnya konsumsi susu segar serta kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu. Untuk peningkatan produksi susu tidak terlepas dari prasarana dan sarana yang merupakan unsur pendukung utama dalam mencapai keberhasilan usaha ternak perah. Prasarana utama ternak perah meliputi kandang, lahan penggembalaan, sumber air, laboratorium dan listrik. Sedangkan sarana produksi antara lain bibit, pakan, obat hewan, alat angkut, mesin perah dan mesin copper. Penyediaan bibit sapi perah sampai saat ini dilakukan dengan mengimpor dari luar negeri dan dengan melaksanakan seleksi berdasarkan uji zuriat sapi perah. Pada saat ini upaya untuk meningkatkan mutu genetik terus dilakukan antara lain kontes ternak, pembinaan peternak unggulan serta kegiatan penelitian dan pengembangan. Sebagai upaya peningkatan mutu genetik sapi perah serta dalam rangka menghasilkan bibit sapi perah Indonesia telah dilakukan kegiatan uji zuriat. Untuk mendukung usaha budidaya kearah pembibitan sapi perah, pemerintah telah memfasilitasi kelompok-kelompok melalui kegiatan penguatan pembibitan di kabupaten terpilih. Dengan kegiatan ini kelompok peternak yang terlibat harus melaksanakan prinsipprinsip perbibitan. Untuk itu Fasilitasi yang diberikan pemerintah antara lain dalam hal pengadaan sarana rekording, peningkatan SDM melalui pelatihan-pelatihan, bantuan pakan, obat-obatan dan operasional lainnya. Kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan secara berkelanjutan dan diharapkan hasil akhir dari kegiatan ini terbentuknya wilayah sumber bibit sapi perah di empat kabupaten terpilih yaitu Kabupaten Malang, Bandung barat, Klaten dan Kota Padang Panjang. Sebagai acuan pelaksanaan Direktorat Perbibitan Ternak menyusun Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih Tahun 2015. Pedoman Pelaksanaan ini perlu ditindaklanjuti dan dijabarkan lebih lanjut dalam Petunjuk Pelaksanaan di tingkat provinsi dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan di tingkat kabupaten/kota disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Dengan demikian diharapkan terjadi keterkaitan pelaksanaan yang sinergis antara Daerah dengan Pusat. Semoga Pedoman Pelaksanaan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam meningkatkan kelompok pembibit dalam menerapkan prinsip-prinsip pembibitan. Jakarta,
Desember 2014
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,
SYUKUR IWANTORO
i i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
Halaman .................................................................................................
..............................................................................................................
i ii
DAFTAR GAMBAR
...................................................................................................
iii
DAFTAR FORMAT
...................................................................................................
iv
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR :
.............................................
v
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN .............................. DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR :
1
BAB I.
PENDAHULUAN ................................................................................... A. Latar Belakang ................................................................................ B. Kerangka Pikir ................................................................................ C. Maksud, Tujuan dan Sasaran ........................................................ D. Pengertian ........................................................................................ E. Ruang Lingkup .................................................................................
1 1 2 4 5 7
BAB II.
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PEMBIBITAN............................................ A. Sarana ............................................................................................ B. Manajemen Pemeliharaan ................................................................... C. Produksi Bibit ........................................................................................
8 8 9 9
BAB III.
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN ........................................................ A. Persiapan ............................................................................................ B. Pelaksanaan ........................................................................................
12 12 12
BAB IV. BAB V.
PENDANAAN ........................................................................................ PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN ............................................... A. Pembinaan .......................................................................................... B. Pengorganisasian ...............................................................................
15 16 16 16
BAB VI.
PENGENDALIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN ............................. A. Pengendalian ..................................................................................... B. Indikator Keberhasilan ..................................................................
19 19 19
BAB VII.
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN ........................................................ A. Pemantauan ..................................................................................... B. Pelaporan .........................................................................................
20 20 20
BAB IX.
PENUTUP
21
.............................................................................................
ii ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Diagram alir pembentukan wilayah sumber bibit sapi perah
..................... 3
iii iii
DAFTAR FORMAT
Halaman 1.
Format 1. Kartu Rekording Sapi Perah Induk. ....................................
23
2.
Format 2. Kartu Rekording Sapi Perah Induk
24
3.
Format 3. Kartu Rekording Produksi Susu Sapi Perah
4.
……............................. .. ....................
25
Format 4. Kartu Rekording Sapi Perah Anak-Muda
. .........................
26
5.
Format 5. Kartu Rekording Sapi Perah Anak-Muda
. .........................
27
6.
Format 6. Kartu Rekording Sapi Perah Pejantan
.. ...........................
28
7.
Format 7. Kartu Rekording Sapi Perah Pejantan
.. .............................
29
8.
Format 8. Materi Pelatihan Peningkatan SDM Peternak
....................
30
iv iv
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR : 1211/Kpts/F/12/2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI PERAH DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH (BANDUNG BARAT, KLATEN , MALANG DAN KOTA PADANG PANJANG) TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, Menimbang
: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatkan mutu genetik sapi perah serta meningkatkan produksi susu nasional diperlukan suatu upaya pemerintah dalam penyediaan bibit sapi perah secara berkelanjutan. b. Salah satu upaya untuk menghasilkan bibit yang spesikasi berdasarkan potensi yang ada di Indonesia dilakukan Kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/KotaTerpilih (Bandung Barat, Klaten, Malang, dan Kota Padang Panjang) Tahun Anggaran 2015; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b agar dalam pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan baik, serta melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011 perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten Terpilih (Bandung Barat, Klaten, Malang, Kota Pandang Panjang) Tahun Anggaran 2015;
Mengingat
: 1. Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara RI. No. 47 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 4286); 2. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaga Negara RI. No. 5 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 4355);
v
v
3.
Undang-undang RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);
4.
Undang-undang RI Nomor 41 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
5.
Undang-undang RI Nomor 27 Tahun 2014 tentang Angaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumberdaya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5260);
7.
Peraturan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014;
8.
Peraturan Presiden RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214);
9.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
10.
Peraturan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisaasi Kementerian Negara;
11.
Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014 - 2019;
12.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 19/Permentan/OT.140/ 2/2010 tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014;
13.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/OT.140 /10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
vi
vi
14.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 64/Permentan/OT.140 /11/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 48/Permentan/OT.140/7/2011 tentang Pewilayahan Sumber Bibit;
15.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 100/Permentan/ OT.140 /7/2014 tentang Pedoman Pembibitan Sapi perah yang Baik;
vii vii
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI PERAH DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH (BANDUNG BARAT, KLATEN, MALANG dan KOTA PADANG PANJANG) TAHUN ANGGARAN 2015 . Pasal 1 Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih(Bandung Barat, Klaten, Malang dan Kota Pandang Panjang) Tahun Anggaran 2015, seperti tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 2 Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih(Bandung Barat, Klaten, Malang dan Kota Padang Panjang) Tahun Anggaran 2015 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagai dasar bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan Pembibitan Sapi perah Tahun Anggaran 2015. Pasal 3 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 2014 DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,
SYUKUR IWANTORO
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Pertanian; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; 4. SekretarisdanDirekturLingkupDitjenPKH.
viii
viii
LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN NOMOR NOMOR TANGGAL NOMOR TANGGAL TANGGAL
: : ::
:: : :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KEPUTUSAN JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN DIREKTUR HEWAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 1211/Kpts/F/12/2014 KESEHATAN HEWAN 1211/Kpts/F/12/2014 12 Desember 2014 1211/Kpts/F/12/2014 12 Desember 2014 12 Desember 2014
PEDOMAN PELAKSANAAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI PERAH DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI PERAH KABUPATEN/KOTA TERPILIH (KABUPATEN BANDUNG BARAT, DI KLATEN , MALANG DAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI PERAH DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH (KABUPATEN BANDUNG BARAT, KLATEN , MALANG DAN KOTA PADANG PANJANG)TAHUN 2015 (KABUPATEN BANDUNG BARAT, KLATEN , MALANG DAN KOTA PADANG PANJANG)TAHUN 2015 KOTA PADANG PANJANG)TAHUN 2015 BAB I
A. A. A.
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
Latar Belakang Latar Belakang Pembangunan Latar Belakangpersusuan di Indonesia sangat penting karena peranannya yang vital Pembangunan persusuan Indonesia sangat penting karena peranannya yang vital dalam peningkatan kualitasdidan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa di Pembangunan persusuan di Indonesia sangat penting karena peranannya yang vital dalam peningkatan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa di era global sekarang ini. Hal ini terkait dengan komposisi dan kualitas produk dalam peningkatan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa di era global sekarang ini. Hal ini terkait dengan komposisi dan kualitas produk peternakan yang prima terutama untuk kecerdasan dan vitalitas SDM dalam era global sekarang ini.dengan Hal ini terkait dengan komposisi dan kualitas peternakan yang prima terutama untuk kecerdasan dan vitalitas SDM produk dalam menyongsong kompetisi bangsa lain. peternakan yang prima terutama untuk kecerdasan dan vitalitas SDM dalam menyongsong kompetisi dengan bangsa lain. Salah satu sumber pangan asal bangsa hewani lain. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani menyongsong kompetisi dengan Salah satu sumber pangan asal hewani memenuhi kebutuhan protein hewani adalah susu, terutama pada masa balitauntuk dimana kebutuhan utamanya adalah susu Salah satu sumber pangan asal hewani untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah susu, terutama pada masa balita dimana kebutuhan utamanya adalah susu karena pada usia balita tidak dapat digantikan dengan yang lainnya dibandingkan adalah susu, terutama pada masa balita dimana kebutuhan utamanya adalah susu karena pada usia balita tidak dapat digantikan dengan yang lainnya dibandingkan ketika mereka dewasa. Sementara permintaan susu untuk memenuhi kebutuhan karena pada usia balitameningkat tidak dapat digantikan dengan yang rata-rata lainnya dibandingkan ketika mereka dewasa. Sementara permintaan susu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri selama periode 2007-2011 14.78 persen ketika mereka dewasa. Sementara permintaan susu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri meningkat selama periode 2007-2011 rata-rata 14.78 pertahun, namun belum diimbangi dengan produksi susu dalam negeripersen yang konsumsi dalam meningkat selama periode 2007-2011 pertahun, namunnegeri belum diimbangi dengan produksi susurata-rata dalam 14.78 negeri yang pertumbuhannya cenderung menurun. Akibatnya pemenuhan konsumsi susu persen dalam pertahun, namun belum diimbangi dengan produksi susu dalam negeri yang pertumbuhannya cenderung Akibatnya pemenuhan konsumsi susu dalam negeri dipasok dari importasi menurun. susu. pertumbuhannya cenderung Akibatnya pemenuhan konsumsi susu dalam negeri dipasok dari importasi menurun. susu. Banyakdipasok faktor yang menyebabkan negeri dari importasi susu. produksi susu dalam negeri menurun antara lain Banyak faktor yang menyebabkan susu dalam negeri menurun antara lain bibit yang digunakan tidak sesuai produksi dengan kriteria bbit sehingga produksi susunya Banyak faktor yang menyebabkan produksi susu dalam negeri menurun antara lain bibit yang digunakan tidak sesuai dengan kriteria bbit sehingga produksi susunya tidak optimal, atau pakan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan untuk bibit yang digunakan tidak sapi sesuai dengan bbitsementara sehingga produksi susunya tidak optimal, atau pakan yang diberikan tidak sesuai dengan tingkat kebutuhan untuk berproduksi; dan populasi perah yang kriteria menurun kebutuhan tidak optimal, atau pakan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan untuk berproduksi; dan populasi sapi perah yang menurun sementara tingkat kebutuhan yang semakin meningkat, Dengan berbagai pertimbangan teknis maupun non teknis berproduksi; dan populasiDengan sapi yang pertimbangan menurun sementara tingkat kebutuhan yang meningkat, berbagai teknis maupun non teknis maka semakin kebijakan pemerintah telahperah menetapkan Kabupaten Padang Panjang, Bandung yang semakin meningkat, Dengan berbagai pertimbangan teknis maupun non teknis maka pemerintah menetapkan Padang Panjang, Bandung Barat, kebijakan Klaten dan Malang telah sebagai wilayah Kabupaten calon pengembangan perbibitan sapi maka pemerintah menetapkan Padang Panjang, Bandung Barat, Malang telah sebagai wilayah Kabupaten calon pengembangan perbibitan sapi perah kebijakan . Klaten dan Barat, perah . Klaten dan Malang sebagai wilayah calon pengembangan perbibitan sapi Salah . satu pertimbangan ditetapkannya Kabupaten yang dipandang cukup perah Salah satu pertimbangan ditetapkannya Kabupaten yang dipandang memadai sebagai objek pengembangan bibit sapi perah. Disamping itu peternakcukup sapi Salah satu pertimbangan ditetapkannya Kabupaten yang dipandang memadai sebagai objek pengembangan bibit sapi perah. Disamping peternakcukup sapi perah sebagai subjek juga telah mempunyai keterampilan dasarituberusaha sapi memadai sebagai objek pengembangan bibit sapi perah. Disamping itu peternak sapi perah sebagai subjek juga telah mempunyai keterampilan dasar berusaha perah, sehingga akan lebih mudah untuk ditingkatkan menjadi peternak pembibit perah sebagai subjek jugabudidaya telah mempunyai keterampilan dasar berusaha sapi perah, sehingga akan lebih mudah untukperah. ditingkatkan menjadi peternak pembibit disamping usahanya dalam sapi perah, sehingga akan lebih mudah untuk ditingkatkan menjadi peternak pembibit disamping usahanya dalam budidaya sapi perah. 1 disamping usahanya budidaya sapi Pedoman Pelaksanaan Penguatandalam Pembibitan Sapi Perah Di perah. Kabupaten/Kota Terpilih 1 1
1
Dukungan lain yang dianggap penting adalah ketersediaan sumber hijauan pakan yang cukup namun masih perlu ditingkatkan lagi produksinya melalui penerapan teknologi pengolahan dan penyimpanan. Dengan peningkatan pengolahan dan penyimpanan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas nutrisi dan gizi dengan tujuan dapat mengurangi penggunaan pakan konsentrat. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan langkah selanjutnya tetap harus memperhatikan beberapa aspek tersebut diatas disertai penanganan prinsip-prinsip perbibitan yaitu perkawinan, pencatatan, seleksi, afkir. Sehingga pada akhirnya di daerah ini dapat dilahirkan sapi perah bibit yang spesikasi berdasarkan potensi yang ada di Indonesia pada umumnya sekaligus untuk memenuhi produksi susu. Dalam rangka memenuhi ketersediaan bibit sapi perah perlu dilakukan pembibitan dalam suatu kawasan sentra produksi sapi perah yang selama ini sebagian besar dikelola oleh masyarakat, melalui kegiatan penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha pembibitan, serta pengembangan pembibitan sapi perah melalui Village Breeding Centre (VBC), dengan melibatkan kelompok peternak yang difasilitasi oleh pemerintah melalui penguatan usaha kelompok Proses pembibitan tidak hanya memerlukan komitmen peternak dalam menerapkan good breeding practice tetapi juga perlu didukung oleh sarana dan prasarana serta SDM yang memadai, baik petugas rekorder maupun petugas lapang yang akan berkontribusi terhadap pencapai kegiatan serta pembinaan aktif dan bantuan dari pemerintah daerah kabupaten dan provinsi serta dukungan Pemerintah Pusat dan lembaga/stakeholder terkait secara berkelanjutan, sehingga kedepan dapat dikembangkan menjadi wilayah sumber bibit sapi perah . B. Kerangka Pikir Upaya pemerintah daerah (c.q. dinas provinsi dan kabupaten) untuk membangun subsektor peternakan telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan khususnya pada Pasal 13 ayat (1) dan (2) serta Pasal 14 ayat (2) dan (3). Pasal 13 ayat (1) bahwa penyediaan dan pengembangan benih, bibit, dan/atau bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan kemampuan ekonomi kerakyatan. Sedang pada ayat (2) diamanatkan bahwa Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pengembangan usaha pembenihan dan/atau pembibitan dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menjamin ketersediaan benih, bibit dan/atau bakalan. Sedang pada Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa Pemerintah membina pembentukan wilayah sumber bibit pada wilayah yang berpotensi menghasilkan suatu rumpun ternak dengan mutu dan keragaman jenis yang tinggi untuk sifat produksi dan/atau reproduksi; dan ayat (3) bahwa Wilayah sumber bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan jenis dan rumpun ternak, agroklimat, kepadatan penduduk, sosial ekonomi, budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
2 2
Berdasarkan pertimbangan aspek kebijakan, ketersediaan sumber daya, sosialekonomi, dan teknis; Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten pada tahunaspek 2015kebijakan, telah mengalokasikan kegiatandaya, penguatan Berdasarkan pertimbangan ketersediaan sumber sosialpembibitan sapi perah di kabupaten terpilih di: (1) Kabupaten Bandung Barat, ekonomi, dan teknis; Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah provinsi Provinsi Jawa Barat; (2) Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah (3) Kabupaten dan kabupaten pada tahun 2015 telah mengalokasikan kegiatan penguatan Malang, Provinsi dan Kota terpilih Padangdi:Panjang, Provinsi Sumatera Barat; pembibitan sapi Jawa perah Timur di kabupaten (1) Kabupaten Bandung Barat, Kebijakan pembibitan sapi perah oleh pemerintah daerah provinsi dan Provinsi Jawa Barat; (2) Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah (3) Kabupaten kabupaten/kota, perlu mendapat apresiasiBarat; dari Malang, Provinsi merupakan Jawa Timur kebijakan dan Kota mulia Padangdan Panjang, Provinsi Sumatera Pemerintah. Di samping penyusunan kebijakan, juga diperlukan kepastian alokasi Kebijakan pembibitan sapi perah oleh pemerintah daerah provinsi dan dana yang memadai dan berkelanjutan. Padadan periode kegiatan, dukungan kabupaten/kota, merupakan kebijakan mulia perlu awal mendapat apresiasi dari pendanaan dari Pemerintah cukup dominan, namun dengan berjalannya waktu, Pemerintah. Di samping penyusunan kebijakan, juga diperlukan kepastian alokasi dominansi dari pemerintah daerah. dana yangpendanaan memadai berasal dan berkelanjutan. Pada periode awal kegiatan, dukungan pendanaan dariuntuk Pemerintah cukup amanat dominan,salah namun berjalannya waktu, Secara ringkas melaksanakan satudengan pasal dari Undang-Undang dominansi pendanaan berasal dari pemerintah daerah. Nomor 18/2009 melalui kegiatan “Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten Terpilih disusununtuk diagram alur kegiatan sepertisalah terterasatu dalam Gambar 1. Secara ”ringkas melaksanakan amanat pasal dari Undang-Undang Nomor Kawasan18/2009 dengan melalui kegiatan “Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten Wilayah inputkegiatan seperti proses tertera dalam output Gambar 1. dominansi sapi Terpilih ” disusun diagram alur sumber bibit perah
Kawasan dengan dominansi sapi persiapan perah Analisispersiapan potensi wilayah untuk mengetahui potensi pengembangan sapi; Analisis potensi wilayah untuk mengetahui potensi pengembangan sapi;
input proses pelaksanaan
output hasil (t1... tn)
pelaksanaan hasil dan (t1... tn) Program pemuliaan sapi rumpun murni GBP pada usaha pembibitan dengan hasil peningkatan produktivitas dan tersedianya sapi berkualifikasi bibit Program pemuliaan sapi rumpun murni dan GBP pada usaha pembibitan dengan hasil peningkatan produktivitas dan tersedianya sapi berkualifikasi bibit Kelompok Peternak
Wilayah sasaran sumber bibit
sasaran
Kelompok Peternak Dinas Menyusun petunjuk pelaksanaan/teknis dan sosialisasi kegiatan, Dinas Pemilihan peternak yang sepakat Menyusun kelompok petunjuk pelaksanaan/teknis dan bersedia sosialisasiberpartisipasi kegiatan, aktif dalam program pembibitan yang akan dilaksanakan Pemilihan kelompok peternak yang sepakat berpartisipasi aktif dalam program bersedia Pelaksanaan kegiatan sesuai Pedoman pembibitan yang dilaksanakan Pelaksanaan danakan alokasi anggaran Pelaksanaan kegiatan sesuai Pedoman Pelaksanaan dan alokasi anggaran
Gambar 1. Diagram alur pembentukan wilayah sumber bibit sapi perah . Pedoman Penguatan Pembibitan Sapi Perah Disumber Kabupaten/Kota Terpilih GambarPelaksanaan 1. Diagram alur pembentukan wilayah bibit sapi perah .
3 3
3
C.
Maksud, Tujuan dan Sasaran 1.
Maksud Maksud ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan ini adalah sebagai acuan dan arahan bagi pelaksana pusat, provinsi dan kabupaten serta kelompok peternak dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi perah Di Kabupaten Terpilih Tahun 2015, sehingga diperoleh persamaan persepsi tentang target dan sasaran yang harus dicapai oleh para pengelola kegiatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.
2.
3.
4.
Tujuan a.
Memfasilitasi sarana pembibitan.
b.
Meningkatkan pembibitan.
c.
Menumbuhkan dan menstimulasi peternak secara individu kelompok peternak dalam menerapkan prinsip-prinsip pembibitan.
d.
Membentuk kelompok peternak menjadi calon kelompok pembibit.
e.
Mendorong wilayah terpilih sebagai sumber bibit sapi perah .
pengetahuan dan
keterampilan
SDM dalam kegiatan maupun
Keluaran a.
Termanfaatkannya sarana pembibitan.
b.
Terjadinya peningkatan Pengetahuan dan ketrampilan SDM dalam kegiatan pembibitan.
c.
Diterapkannya prinsip-prinsip pembibitan oleh peternak secara individu maupun kelompok.
d.
Terbentuknya kelompok peternak menjadi calon kelompok pembibit
e.
Tersedianya bibit secara berkelanjutan.
f.
Terbentuknya wilayah terpilih sebagai sumber bibit sapi perah.
Sasaran a. Jangka Pendek Terlaksananya penerapan prinsip-prinsip pembibitan sapi perah menurut rumpun oleh kelompok peternak binaan di Kabupaten Bandung Barat, Klaten, Malang dan Kota Padang Panjang. b. Jangka Menengah Terbentuknya kelompok pembibit sapi perah menurut rumpun sapi di kabupaten/kota terpilih, dengan produk utama rumpun sapi berkualifikasi bibit secara kontinyu.
4 4
c. Jangka Panjang 1) Ditetapkannya sebagai wilayah sumber bibit bagi wilayah kabupaten yang sudahmemenuhi persyaratan sebagai wilayah sumber bibit dan terkelolanya sumber bibit sapi perah menurut rumput. 2) Tersedianya bibit sapi perah menurut rumpun di wilayah sumber bibit secara berkelanjutan. D. Pengertian Dalam Pedoman Pelaksanaan ini, yang dimaksud dengan : 1.
Pembibitan adalah kegiatan budidaya untuk menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri atau untuk diperdagangkan.
2.
Bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembang biakkan.
3.
Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar negeri yang telah dikembangbiakan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang telah beradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen setempat.
4.
Ternak Asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari Indonesia, dan proses domestikasinya terjadi di Indonesia.
5.
Rumpun adalah segolongan ternak dari suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada keturunannya.
6.
Silsilah adalah catatan mengenai asal-usul keturunan ternak yang meliputi nama, nomor dan performans dari ternak dan tetua penurunnya.
7.
Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk merubah frekwensi gen/genotipe pada sekelompok ternak dari satu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu.
8.
Seleksi adalah kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan keturunannya melalui pemeriksaan dan atau pengujian berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu dengan menggunakan metoda atau teknologi tertentu.
9.
Wilayah sumber bibit ternak adalah suatu kawasan agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan dan mempunyai potensi untuk pengembangan bibit dari jenis atau rumpun atau galur ternak tertentu.
10. Sertifikasi bibit ternak adalah rangkaian pemberian sertifikat terhadap bibit ternak yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi melalui pemeriksaan lapangan, pengujian laboratorium dan atau pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan. 11. Pengawasan Bibit adalah proses pengawasan mutu bibit yang dilakukan oleh petugas pemerintah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pengawasan bibit ternak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
5
5
12. Petugas adalah orang yang diberi kewenangan untuk melakukan tindak medis kehewanan atau teknis peternakan lainnya. 13. Sapi Kriteria bibit adalah sapi secara performance memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif pada SNI/PTM. 14. Standar Nasional Indonesia bibit ternak adalah spesifikasi teknis bibit ternak yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait. 15. Persyaratan Teknis Minimal yang selanjutnya disebut PTM adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian 16. Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi/kabupaten/kota. 17. Tim Pusat adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan pakar yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Perbibitan. 18. Tim Pembina Provinsi adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Dinas Provinsi dan instansi terkait lainnya yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Provinsi. 19. Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Dinas Kabupaten/Kota dan instansi terkait lainnya yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota. 20. Recording/pencatatan adalah suatu kegiatan yang meliputi identifikasi, pencatatan silsilah, pencatatan produksi dan reproduksi, pencatatan manajemen pemeliharaan dan kesehatan ternak dalam populasi terpilih. 21. Rekorder adalah petugas yang melakukan pencatatan individu ternak. 22. Populasi terpilih adalah kumpulan ternak dengan rumpun sama yang dipelihara dalam satu wilayah yang terdiri atas beberapa kelompok atau gabungan kelompok. 23. Produktivitas adalah kemampuan seekor ternak untuk menghasilkan produksi yang optimal per satuan waktu.
6 6
E. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan ini meliputi : 1. Penerapan prinsip-prinsip pembibitan 2. Persiapan dan pelaksanaan 3. Pendanaan 4. Pembinaan dan pengorganisasian 5. Pengendalian dan indikator keberhasilan 6. Pemantauan dan pelaporan
7
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
7
BAB II PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PEMBIBITAN Bibit adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskannya serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48/2011 tentang Sumber Daya Genetik dan Perbibitan Ternak). Persyaratan bibit yang diedarkan wajib memiliki sertifikat layak bibit yang memuat keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulannya, yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi produk (benih dan/atau bibit ternak). Karena sudah ada pengertian “bibit” dan persyaratan peredarannya yang baku dan mempunyai kekuatan hukum, untuk selanjutnya seluruh masyarakat agar menyamakan persepsi tentang istilah bibit. Hal ini dikarenakan masih banyak khalayak yang menyatakan bahwa bibit adalah ternak yang dapat digunakan untuk perkembangbiakan (induk dan jantan dewasa) tanpa melihat keunggulan genetiknya. Upaya untuk mendapatkan ternak dengan kualifikasi bibit dapat dilakukan melalui pemuliaan. Pengertian pemuliaan adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. Cara untuk mengubah komposisi genetik dapat dilakukan dengan melakukan seleksi dan pengaturan perkawinan. Pengaturan perkawinan dapat dilakukan dalam rumpun murni (within breed) atau antar rumpun/persilangan (between breed). Untuk mempertahankan kemurnian dan menghindari penurunan mutu genetik sapi asli/sapi lokal, pelaku pembibitan harus menerapkan prinsip-prinsip pembibitan sesuai dengan Pedoman Pembibitan Sapi perah yang Baik (Good Breeding Practice/GBP). Halhal yang harus diperhatikan dalam menerapkan prinsip-prinsip pembibitan antara lain : sarana, manajemen pemeliharaan, produksi bibit (perkawinan, recording, seleksi, replacement dan sertifikasi). A.
Sarana Sarana yang harus dimiliki kelompok peternak sehingga dapat menerapkan prinsipprinsip pembibitan antara lain : nomor identitas ternak, timbangan ternak, tongkat ukur, pita ukur, kartu ternak, kandang jepit dan komputer. 1.
Nomor Identitas Ternak Nomor identitas ternak untuk mengidentifikasi (penandaan) ternak sehingga dapat dilakukan pencatatan individu dalam kartu ternak dan seleksi. Nomor identitas ternak dapat berupa ear tag, microchip, kalung dan lainnya.
2.
Timbangan Ternak Timbangan ternak di perlukan untuk mengetahui bobot ternak sapi mulai saat lahir sampai masuk usia bibit sesuai SNI. Bobot ternak sapi tersebut digunakan
8 8
sebagai salah satu dasar seleksi. Timbangan ternak adalah timbangan digital yang spesifik digunakan untuk sapi perah . 3.
Tongkat ukur Tongkat ukur digunakan untuk mengukur tinggi pundak dan panjang badan sapi perah . Tongkat ukur berskala dan spesifik digunakan untuk sapi.
4.
Pita ukur Pita ukur digunakan untuk mengukur lingkar dada dan lingkar scrotum sapi perah . Pita ukur berskala dan spesifik digunakan untuk sapi.
5.
Kartu ternak Kartu ternak digunakan untuk mencatat hasil penimbangan dan pengukuran sekaligus sebagai bukti tertulis yang menggambarkan kondisi ternak sapi. (Format 1)
6.
Kandang Jepit Kandang jepit adalah tempat untuk mengawinkan sapi dan melakukan pemeriksaan lainnya.
7.
Komputer Komputer digunakan untuk mennyimpan dan mengolah data hasil penimbangan dan pengukuran ternak sapi serta data lainnya yang dibutuhkan dalam seleksi calon bibit.
B.
Manajemen Pemeliharaan Manajemen pemeliharaan meliputi pemberian pakan dan minum, pemberian vaksin dan obat-obatan, perkawinan, pembersihan kotoran dan biosecurity. Tatalaksana pemeliharaan juga dibedakan antara pemeliharaan pedet, sapi muda, calon induk dan calon pejantan, induk bunting dan induk melahirkan. Secara rinci manajemen pemeliharaan terdapat pada Pedoman Pembibitan Sapi perah Yang Baik.
C.
Produksi Bibit 1.
Perkawinan Dalam upaya memperoleh bibit sesuai standar, teknik perkawinan perkawinan sapi perah dilakukan dengan perkawinan inseminasi buatan (IB) dan kawin alam. Perkawinan dengan teknik IB dilakukan dengan menggunakan semen beku sesuai dengan SNI, sedangkan kawin alam dilakukan dengan menggunakan pejantan unggul, masih produktif dan satu rumpun
9
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
9
2.
Pencatatan (Rekording) Pencatatan harus dilakukan pada setiap individu ternak secara terartur dan terus menerus serta dimasukkan dalam buku induk regrestrasi. Pencatatan meliputi : a. nomor telinga dan nomor registrasi ternak untuk identifikasi; b. rumpun, identitas ternak, dan sketsa (foto individu ternak); c. silsilah, identitas, dan produktivitas tetua; d. perkawinan(tanggal, kode semen, pemeriksaan kebuntingan (pkb), dan tanggal bunting e. kelahiran (tanggal, berat badan, kemudahan beranak (calving-ease); f.
jenis
kelamin,
tipe
kelahiran,
penyapihan (tanggal dan bobot badan);
g. pengukuran (performa, pertumbuhan, dan produksi susu); h. pakan (jenis dan konsumsi); i.
vaksinasi dan pengobatan (tanggal, dan perlakuan/treatment); dan
j.
mutasi
3. Seleksi Seleksi bibit sapi perah dilakukan sebagai berikut: a. Seleksi pada setiap generasi untuk menentukan ternak yang dipilih minimal memiliki prosentase darah FH sama dengan ternak awal dan memenuhi standar sebagai tetua untuk generasi berikutnya; b. Seleksi sapi perah betina dilakukan berdasarkan prosentase darah minimal 87,5%, dan pertumbuhan (bobot lahir, bobot sapih, dan bobot setahun), data reproduksi, dan data produksi susu, dan c. Seleksi sapi perah jantan dilakukan berdasarkan prosentase darah minimal 93,75%, uji performans (bobot lahir, bobot sapih, dan bobot setahun), uji libido, kualitas semen dan spermatozoa, dan uji zuriat serta pelaksanaan seleksi dilakukan dengan metode independent culling level artinya calon pejantan yang tidak dapat melampaui salah satu kriteria di atas disingkirkan sebagai calon pejantan 3.
Ternak Pengganti (Replacement Stock) Bibit sapi perah untuk pengganti induk/peremajaan diprogram secara teratur setiap tahun.
10 10
4.
Afkir (culling) Ternak dinyatakan afkir apabila tidak memenuhi persyaratan sebagai bibit. Ternak yang tidak memenuhi persyaratan bibit, antara lain induk sudah tidak produktif, keturunan jantan yang tidak terpilih sebagai calon bibit (tidak lolos seleksi) dan anak betina yang pada saat sapih atau pada umur muda menunjukkan tidak memenuhi persyaratan bibit. Ternak afkir harus dikeluarkan untuk dijadikan ternak potong.
5.
Sertifikasi Setiap bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat layak bibit yang memuat keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulan tertentu, dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang telah terakreditasi atau ditunjuk oleh Menteri. Sertifikat bibit dapat dikeluarkan apabila pelaku usaha telah menerapkan sistem manajemen mutu dan bibit yang diproduksi sesuai dengan SNI. Kondisi saat ini menunjukkan belum semua pelaku usaha dapat memenuhi persyaratan untuk mensertifikasikan produknya ke LSPro. Atas dasar hal tersebut, diupayakan dengan penerbitan Surat Keterangan Layak Bibit (SKLB) Ternak, setelah dinilai kesesuaian produk bibit ternak terhadap standar (SNI/PTM/Standar Daerah) yang telah ada. Diharapkan surat keterangan tersebut dapat menjadi awal bagi proses sertifikasi, setelah melalui pembinaan terhadap pelaku usaha ke arah pembibitan secara terus menerus. Secara rinci pengaturan penerbitan SKLB ternak terdapat pada Petunjuk Teknis Surat Keterangan Layak Bibit Ternak.
11
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
11
BAB III PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN Kegiatan Penguatan Pembiitan Sapi perah Tahun 2015 dialokasikan di 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Padang Panjang, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Klaten, Kabupaten Malang. Kegiatan pembibitan dilaksanakan oleh kelompok peternak di kabupaten yang pembinaannya dilakukan secara berjenjang mulai dari pusat sampai dengan daerah. A. Persiapan 1.
Perencanaan Operasional Perencanaan operasional Penguatan Pembiitan Sapi perah Tahun 2015 dituangkan ke dalam Pedoman Pelaksanaan yang disusun oleh Tim Pusat. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) disusun oleh Tim Pembina Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis) pelaksanaan disusun oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan mengacu pada Pedoman Pelaksanaan.
2.
Sosialisasi Kegiatan Sosialisasi kegiatan Penguatan Pembiitan Sapi perah Tahun 2015 dilakukan oleh pelaksana pusat kepada provinsi dan ditindaklanjuti oleh provinsi dan kabupaten kepada kelompok yang menjadi sasaran; yang pelaksanaanya secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dilaksanakan melalui rapat koordinasi dan pembinaan kegiatan Penguatan Pembitan Sapi perah Tahun 2015 secara intensif. Sosialisasi secara tidak langsung dilaksanakan melalui bahan publikasi.
B. Pelaksanaan Secara garis besar kegiatan ini meliputi pengadaan sarana (kandang jepit, kartu ternak, eartag, aplikator, tongkat ukur, pita ukur, komputer, printer, timbangan elektrik dan bibit sapi) yang dibutuhkan oleh kelompok peternak dalam kawasan sapi perah sehingga dapat menerapkan prinsip-prinsip pembibitan. Kegiatan Penguatan Pembitan Sapi perah ketentuan sebagai berikut : 1.
Tahun 2015 dilaksanakan dengan
Lokasi Kelompok Lokasi kelompok terpilih dalam kegiatan ini memenuhi kriteria sebagai berikut : a. b.
12
Berada dalam kawasan padat ternak sapi perah dengan rumpun sama, yang berpotensi menjadi wilayah sumber bibit sapi perah . Didukung oleh ketersediaan sumber pakan lokal dan air, serta bukan merupakan daerah endemis penyakit hewan menular. 12
c. d. e. 2.
Kelompok Peternak Penerima Sarana Pembibitan a. b. c. d. e. f.
3.
Tersedia petugas teknis peternakan dan kesehatan hewan. Mudah dijangkau oleh pelayanan inseminasi buatan dan pelayanan Kesehatan Hewan. Mudah dijangkau oleh petugas untuk melakukan pembinaan
Kelompok aktif dalam usaha peternakan sapi perah . Memiliki minimal 30 induk sapi perah lokal dengan rumpun sama. Diutamakan ada anggota kelompok berpendidikan minimal SLTA/ sederajat. Telah melakukan pencatatan produktivitas (minimal pencatatan perkawinan dan kelahiran). Jumlah anggota minimal 20 orang. Telah/sanggup mengikuti pelatihan di bidang perbibitan.
g.
Sanggup melaksanakan prinsip-prinsip pembibitan yang dibuktikan dengan Surat Pernyataan (masuk dalam kewajiban).
h.
Pengurus dan anggota kelompok tidak bermasalah dengan perbankan.
i.
Telah mengajukan proposal dan mendapat rekomendasi dari kepala dinas provinsi/kabupaten/kota.
Petugas Recording Kriteria Petugas Recording :
4.
a.
Minimal berpendidikan SLTA.
b.
Mampu mengoperasikan komputer.
c.
Telah mengikuti pelatihan recording.
d.
Sanggup melakukan pencatatan.
Tata Cara Seleksi Lokasi dan Kelompok Peternak Proses seleksi calon lokasi dan calon kelompok peternak dilakukan oleh Tim Dinas Provinsi/Kabupaten, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.
Pengadaan Sapi Perah a.
b. c.
Ternak sapi yang diadakan harus memenuhi persyaratan mutu sesuai SNI masing-masing rumpun, yang meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Ternak sapi perah memiliki Surat Keterangan Layak Bibit (SKLB) yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota. Pengadaan ternak sapi diutamakan berasal dari unit Pembibitan dan/atauhasil Kontes Ternak.
13
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
13
6.
Sarana Secara garis besar pengadaan sarana untuk pembibitan sapi perah Di Kabupaten Terpilihberupa : sarana rekording (kartu ternak, eartag dan aplikator, timbangan elektrik, tongkat ukur, pita ukur, komputer dan printer) dan kandang jepit.
7.
Peningkatan SDM Peningkatan SDM dialokasikan bagi petugas maupun peternak antara lain, meliputi : Pelatihan rekording dan Pelatihan Pembibitan Sapi perah yang Baik (Good Breeding Practice/ GBP). Dengan lokasi pelatihan di UPT Perbibitan dan atau yang diselenggarakan oleh Dinas
8.
Operasional Penetapan Wilayah Sumber Bibit Operasional penetapan wilayah sumber bibit dimaksudkan untuk mendorong daerah mengusulkan lokasi yang berpotensi sebagai wilayah sumber bibit untuk ditetapkan menjadi wilayah sumber bibit. Operasional yang dimaksud antara lain mengatur :
9.
a.
Sosialisasi kegiatan perwilayahan sumber bibit
b.
Identifikasi ke wilayah yang berpotensi sebagi wilayah sumber bibit
c.
Koordinasi dengan dinas Provinsi dan Perguruan Tinggi atau Balai Peneltian Teknologi Pertanian (BPTP) setempat dalam rangka penyusunan proposal penetapan wilayah sumber bibit
d.
Konsultasi dan Koordinasi ke Pusat
e.
Monitoring dan evaluasi
Penyusunan Regulasi Regulasi dimaksudkan untuk mendukung keberhasilan kegiatan yang akan dilaksanakan. Regulasi yang dimaksud antara lain mengatur : a.
Program perbibitan yang dilaksanakan oleh dinas (pemurnian, seleksi dll) sampai terbentuknya wilayah sumber bibit;
b.
Pemasukan dan/atau pengeluaran sapi di wilayah kegiatan;
c.
Pengelolaan ternak bantuan di kelompok;
d.
Keberkelanjutanprogram.
10. Administrasi Salah satu keberhasilan kegiatan ditunjukkan oleh pelaksanaan tertib administrasi untuk setiap kegiatan/aktivitas. Pengelolaan administrasi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan.
14 14
BAB IV PENDANAAN
Sumber dana untuk kegiatan Penguatan Pembiitan Sapi perah Di Kabupaten Terpilih Tahun 2015 masing-masing dialokasikan dalam DIPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi fungsi peternakan. Uraian kegiatan dan pendanaan secara rinci terdapat pada masing-masing satker. Secara umum berada dalam jenis belanja barang, sehingga tatakelola pemanfaatan dan pertanggung jawabannya sesuai akun tersebut yang diatur sesuai ketentuan. Pendanaan tersebut berada pada masing-masing SKPD Provinsi sehingga pemanfaatan dana secara tepat dan benar menjadi tanggungjawab masing-masing SKPD provinsi.
15
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
15
BAB V PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN A. Pembinaan Dalam upaya meningkatkan kinerja kelompok peternak,dilakukan pembinaan teknis dan manajemen serta pembinaan kelembagaan. Pembinaan teknis dan manajemen dilakukan dalam rangka penerapan prinsip-prinsip pembibitan antara lain pelaksanaan rekording, seleksi dan pemeliharaan yang mengacu pada GBP sapi perah dan pemuliaan/pemurniaan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas mutu genetik. Sedangkan pembinaan kelembagaan diberikan dalam rangka mengarahkan kelompok peternak berkembang menjadi kelompok pembibit. Pembinaan dilakukan secara berkelanjutan sampai terbentuknya wilayah sumber bibit. B. Pengorganisasian Untuk kelancaran kegiatan ini di tingkat Pusat dibentuk Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, di tingkat Provinsi dibentuk Tim Pembina Provinsi dan pada tingkat Kabupaten dibentuk Tim Teknis Kabupaten. 1.
Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten Terpilih Tahun 2015, Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mempunyai kewajiban sebagai berikut :
2.
a.
Menyusun Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi perah Di Kabupaten Terpilih;
b.
Mengkoordinasikan kegiatan Penguatan Pembibitan Kabupaten Terpilih di tingkat pusat dan daerah;
c.
Melakukan sosialisasi dan pembinaan kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten Terpilih;
d.
Melakukan pemnatauan kegiatan;
e.
Menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten Terpilih kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Sapi Perah
Di
Tim Pembina Provinsi a.
Menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dengan mengacu kepada pedoman pelaksanaan dan disesuaikan dengan kondisi spesifik masingmasing daerah yang ditetapkan oleh kepala Dinas Provinsi;
b.
Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dengan instansi terkait di tingkat provinsi dan kabupaten;
16 16
3.
c.
Melakukan sosialisasi dan pembinaan kegiatan serta penanganan masalah di tingkat provinsi;
d.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi kegiatan;
e.
Menyusun dan melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan di tingkat provinsi.
Tim Teknis Kabupaten Dalam pelaksanaan kegiatan, Tim Teknis Kabupaten, mempunyai kewajiban sebagai berikut :
4.
a.
Menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) kegiatan dengan mengacu kepada Petunjuk pelaksanaan dan disesuaikan dengan kondisi spesifik daerah yang ditetapkan oleh Dinas Kabupaten;
b.
Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dengan dinas provinsi dan instansi terkait di tingkat kabupaten;
c.
Melakukan sosialisasi kegiatan;
d.
Melakukan pendampingan pelaksanaan kegiatan serta penanganan masalah di tingkat kabupaten;
e.
Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan;
f.
Membuat laporan kabupaten.
perkembangan
pelaksanaan
kegiatan
di
tingkat
Kelompok Peternak Kelompok peternak mempunyai kewajiban sebagai berikut : a.
Melakukan pemeliharaan ternak dengan baik dan menerapkan prinsipprinsip pembibitan antara lain melakukan pencatatan/rekording individu ternak (silsilah, penimbangan,pengukuran,perkawinan,dll) dan seleksi yang dibuktikan dengan Surat Pernyataan;
b.
Melakukan perkawinan ternak dengan pejantan/semen beku unggul yang serumpun;
c.
Mengikuti bimbingan dan pembinaan dari Tim Pembina/Tim Teknis;
d.
Bersedia mengikuti kegiatan pembibitan lainnya (uji performans, manajemen pembibitan terpadu, dll);
e.
Tertib administrasi dalam pelaksanaan kegiatan;
f.
Semua aset yang sudah tanggungjawab kelompok.
dilimpahkan
ke
kelompok
merupakan
17
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
17
5.
Petugas Recorder a.
Melakukan pemantauan terhadap pengukuran dan penimbangan performan anak dan individu calon bibit sapi perah yang dilakukan oleh kelompok serta penggunaan kartu ternak;
b.
Melakukan pencatatan dan penghitungan atas hasil pengukuran dan penimbangan performan anak dan individu calon bibit sapi perah yang dilakukan oleh kelompok;
c. Melaporkan hasil pencatatan dan penghitungan kepada Kepala Dinas.
18 18
BAB VI PENGENDALIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN A.
Pengendalian Pengendalian kegiatan dilakukan oleh SKPD yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten. Pengawasan fungsional kegiatan dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Fungsional. Pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan setiap saat selama kegiatan.
B.
Indikator Keberhasilan 1. Indikator Input Tersedianya dana yang di alokasikan pada masing-masing satker provinsi dan kabupaten. 2. Indikator Output a.
Tersedianya sarana recording Di Kabupaten/Kota Terpilih (Kabupaten Bandung Barat, Klaten, Malang dan Kota Pandang Panjang);
b.
Terbentuknya calon kelompok pembibit;
c.
Terlatihnya petugas recording;
d.
Terjaringnya sapi kriteria bibit.
3. Indikator Outcome a.
Terbentuknya kelompok pembibit;
b.
Dihasilkan sapi perah yang memiliki recording;
c.
Meningkatnya populasi sapi kriteria bibit.
4. Indikator Manfaat (Benefit) a.
Terbentuknya wilayah sumber bibit;
b.
Tersedianya sapi bibit.
19
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
19
BAB VII PEMANTAUAN DAN PELAPORAN A. Pemantauan Pemantauan pelaksanaan kegiatan, dimaksudkan untuk mengetahui realisasi fisik dan keuangan. Disamping itu untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kelompok serta memberikan saran alternatif pemecahan masalah. Untuk menjaga transparansi penggunaan dana, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara intensif dan berjenjang. Hasil monitoring dan evaluasi disusun diformulasikan menjadi laporan, yang memuat data dan informasi penting sebagai bahan kebijakan selanjutnya. B. Pelaporan Pelaporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan. Untuk itu perlu ditetapkan mekanisme pelaporan sebagai berikut : 1.
Kelompok wajib membuat laporan pelaksanaan kegiatan 3(tiga) bulan kepada Kepala Dinas Kabupaten melalui Tim Teknis Kabupaten.
2.
Tim Teknis Kabupaten melakukan rekapitulasi seluruh laporan yang diterima dari kelompok dan melaporkan perkembangan kegiatan yang dilakukan 3(tiga) bulan kepada Kepala Dinas Kabupaten dan di teruskan kepada Kepala Dinas Provinsi.
3.
Tim Pembina Provinsi melaporkan perkembangan kegiatan yang dilakukan setiap 3 bulan kepada Kepala Dinas Provinsi yang diteruskan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan c.q. Direktur Perbibitan Ternak.
20 20
BAB VIII PENUTUP Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembiitan Sapi perah Di Kabupaten Terpilih Tahun 2015 ini merupakan acuan untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan dalam mendukung pembibitan ternak di daerah secara berkelanjutan. Dengan Pedoman Pelaksanaan ini semua pelaksana kegiatan dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kelompok peternak dapat melaksanakan seluruh tahapan kegiatan secara baik dan benar menuju tercapainya sasaran yang telah ditetapkan. Hal-hal yang bersifat spesifik dan belum diatur dalam pedoman ini dituangkan lebih lanjut di dalam Juklak dan Juknis dengan memperhatikan potensi dan kondisi masing-masing wilayah. Jakarta, 12 Desember 2014 DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,
SYUKUR IWANTORO
21
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
21
CONTOH KARTU REKORDING SAPI PERAH
Kartu rekording pada masing-masing status fisiologik ternak dibuat dengan format bolak-balik
22
22
Format 1. KARTU REKORDING SAPI PERAH INDUK Foto sapi (sisi kiri)
Foto sapi (depan)
Nama Peternak
:
Nama Kelompok
:
Alamat
:
Desa
:
Kecamatan
:
Kabupaten/Kota
:
RT :
Foto sapi (sisi kanan)
RW :
Provinsi
:
Nomor ternak
:
Rumpun
:
Tanggal lahir
:
Nomor induk
:
Nomor bapak/straw
:
Status reproduksi
:
kawin/belum kawin *)
Bentuk ambing
:
simetris/tidak simetris/puting>4 *)
Warna tubuh dominan
:
hitam-putih/merah-putih*)
Umur (bln)
tanggal
PB (cm)
LD (cm)
TP (cm)
BB (kg)
Keterangan*)
Keterangan : PB : panjang badan; LD : lingkar dada; TP : tinggi pundak BB : bobot badan; *) : diisi apakah dalam status kering/ bunting...bln/menyusui..bln
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
2323
Format 2. KARTU REKORDING SAPI PERAH INDUK Kawin Tgl Kawin
Nomor Pejantan /straw*)
Anak
Rumpun
Tgl Beranak
Nomor
BL (kg)
JK
Keterangan : BL : bobot lahir JK : jenis kelamin (J = jantan; b = betina) *) : untuk kawin dengan IB adalah nomor/kode straw. Induk yg lebih dari 3 kali kawin, perlu dicurigai adanya kemajiran, rendahnya kualitas semen, atau prosedur IB yg tidak tepat. Tanggal
Keterangan
Keterangan : Diisi dengan kejadian seperti : penyakit (tanda-tanda sakit, pengobatan dengan apa, dan hasil pengobatan); keguguran; dijual dan harga jual; mati; dipotong; digaduhkan; kondisi pakan; lainnya
24 24
Format 3. KARTU REKORDINGPRODUKSI SUSU SAPI PERAH Nama peternak Nomor ternak : Laktasi ke :
:
Produksi Susu (kg) Bulan laktasi
Tanggal pengukuran
Sore
Pagi
Jumlah
Kadar Lemak Susu (%)
Bulan – 1 Bulan – 2 Bulan – 3 Bulan – 4 Bulan – 5 Bulan – 6 Bulan – 7 Bulan – 8 Bulan – 9 Bulan – 10 Produksi per Laktasi ( 305 hari ) Cara mengukur produksi susu : 1) Waktu pencatatan produksi susu satu kali setiap bulannya selama satu masa periode laktasi; 2) Pencatatan pertama dimulai hari ke 8 dan paling lambat hari ke 40 setelah beranak; 3) Pencatatan produksi susu dilakukan dua kali yaitu sore dan pagi hari (hari .berikutnya). Apabila dilakukan 3 kali pemerahan dalam 1 hari agar dikoreksi menjadi 2 kali pemerahan; 4) Pendugaan produksi susu dan kadar lemak 305 hari didasarkan pada data produksi susu minimal 10 kali pencatatan selama satu periode laktasi; 5) Satuan ukuran adalah kilogram (kg) untuk produksi susu dan persentase (%) untuk kadar lemak susu dengan ketelitian pencatatan 1 (satu) angka dibelakang koma
25
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
25
Format 4.
KARTU REKORDING SAPI PERAH ANAK – MUDA
Foto sapi (sisi kiri)
Foto sapi (depan)
Nama Peternak
:
Nama Kelompok
:
Alamat
:
Desa
:
Kecamatan
:
Kabupaten/Kota
:
Provinsi
:
Nomor ternak
:
Rumpun
:
Tanggal lahir
:
Nomor induk
:
Nomor bapak/straw
:
Warna tubuh dominan
:
Umur (bln)
tanggal
RT :
Foto sapi (sisi kanan)
RW :
hitam-putih/merah-putih*)
PB (cm)
LD (cm)
TP (cm)
BB (kg)
LS (cm)
Lahir 3 6 12 18 Keterangan : PB : panjang badan; LD: lingkar dada; TP: tinggi pundak BB : bobot badan; LS : lingkar scrotum, hanya untuk sapi jantan
26 26
Format 5. Tanggal
KARTU REKORDING SAPI PERAH ANAK – MUDA Keterangan
Keterangan : Diisi dengan kejadian seperti : penyakit (tanda-tanda sakit, pengobatan dengan apa, dan hasil pengobatan); keguguran; dijual dan harga jual; mati; dipotong; digaduhkan; kondisi pakan; lainnya
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
27 27
Format 6.
KARTU REKORDING SAPI PERAH PEJANTAN
Nama Peternak
:
Nama Kelompok
:
Alamat
:
Desa Kecamatan
: :
Kabupaten/Kota
:
Provinsi
:
Nomor ternak
:
Rumpun
:
Tanggal lahir
:
Nomor induk
:
Rumpun induk
:
Nomor bapak/straw
:
Rumpun bapak Warna tubuh dominan
:
Umur (bln)
Foto sapi (sisi kiri)
RT :
RW :
Foto sapi (sisi kanan)
:
tanggal
PB (cm)
LD (cm)
TP (cm)
BB (kg)
LS (cm)
Keterangan : PB : panjang badan LD : lingkar dada TP : tinggi pundak BB : bobot badan LS : lingkar scrotum
28
28
Format 7.
Tanggal mengawini
Tanggal
KARTU REKORDING SAPI PERAH PEJANTAN
Nomor Betina
Keterangan(diisi a.l. kondisi sapi betina saat dikawini (kurus, sedang, gemuk), kawin pada pagi, siang, sore hari, dll)
Keterangan
Keterangan : Diisi dengan kejadian seperti : penyakit (tanda-tanda sakit, pengobatan dengan apa, dan hasil pengobatan); keguguran; dijual dan harga jual; mati; dipotong; digaduhkan; kondisi pakan; lainnya
29
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
29
Format 8. MATERI PELATIHAN PENINGKATAN SDM PETERNAK NO 1.
MATERI Pemahaman Bibit Ternak : a. Pengenalan Rumpun Sapi b. Melihat silsilah ternak dan
WAKTU (Jam)
TUJUAN PEMBELAJARAN
TEORI
PRAKTEK
JML
3
12
15
3
12
15
3
5
8
KET
- Peternak memahami jenis rumpun sapi - Peternak mengetahui dan memahami cara mendapatkan
performan. c. Pengukuran ternak d. Pencatatan ternak
bibit ternak - Peternak mengetahui dan memahami tentang silsilah Ternak, asal usul, perkawinan, kesehatan dll bibit ternak yang baik dan benar
2.
Manajemen Pemeliharaan
- Peternak mengetahui dan
a. Perkandangan
memahami tata cara memelihara
b. Pakan
bibit ternak yang baik
c. Kesehatan Ternak d. BCS e. Umur ternak 3.
Manajemen Reproduksi meliputi ;
- Peternak
mengetahui kondisi
dan
a. Umur sapih
memhami
reproduksi
b. Umur pertama dikawinkan
individu dan masa produktif
c. Masa kering
ternak.
d. Kesehatan reproduksi 4.
Kapita selekta Jumlah jam (Teori dan Praktek)
2
-
2
11
29
40
Keterangan ; 1. Pemahaman bibit ternak, yang meliputi ; a. Melihat silsilah ternak dan performan antara lain : 1) menerangkan tentang tetua ternak bibit yang dipilih/dipelihara 2) dapat mengetahui tidak terjadi kawin sedarah (Crosbreeding) 3) membedakan ciri-ciri bangsa ternak/strain 4) membedakan bentuk tubuh ternak b. Pengukuran Ternak, meliputi tata cara pengukuran: 1) berat badan 2) tinggi gumba 3) panjang badan 4) lingkar dada
30 30
5) dalam dada 6) lingkarscrotum. c. Pencatatan ternak, meliputi : 1) Catatan bangsa, tetua, asal usul, identitas, dan jenis kelamin ternak. 2) catatan produksi meliputi berat lahir, berat (satu, dua, tiga) bulan, berat sapih, berat dewasa, pemberian susu. 3) catatan reproduksi meliputi waktu pertama kali dikawinkan, umur beranak pertama, masa laktasi (perah), waktu kering kandang, masa lepas sapih. 4) catatan tentang ternak mengenai kesehatan, pemilik dll. 2. Manajemen pemeliharaan ternak, meliputi ; a. Sistem tatalaksana perkandangan antara lain : 1) macam-macam sistem perkandangan (kelebihan dan kekurangan) 2) cara-cara perawatan kandang (kebersihan dan kesehatan). b. Pakan, yang meliputi ; 1) pengolahan lahan pakan dan penyediaannya. 2) tata cara pemberian pakan dan air minum 3) Pengawetan HPT c. Kesehatan ternak, meliputi ; 1) kebersihan kandang dan ternak. 2) pemeriksaan kesehatan secara rutin 3) pemberian obat cacing secara rutin 4) pemberian vitamin dan mineral d. Pengukuran BCS, meliputi ; 1) tatacara pengukuran kondisi tubuh ternak (BCS) 2) Tujuan pengukuran BCS e. Menentukan umur ternak, meliputi ; 1) Dengan cara melihat data/catatan (kartu ternak) 2) Cara melihat dengan gigigeligi ternak/tanduk 3. Manajemen Reproduksi ternak, meliputi ; a.
Umur sapih menerangkan : 1) umur berapa ternak mulai disapih 2) berat badan berapa ternak disapih
b.
Umur mulai bisa dikawinkan pertama kali : 1) umur dan berat badan berapa ternak bisa dikawinkan 2) mulai kapan ternak tersebut bisa dikawinkan
c.
Masa kering kandang, meliputi : 1) kapan mulai seekor ternak mulai dikeringkan. 2) tata cara kering kandang.
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
31
31
d.
Kesehatan Reproduksi, meliputi : 1) siklus dan interval berahi 2) 3) 4) 5)
inseminasi buatan/kawin alam pemeriksaan kebuntingan pemeriksaan alat reproduksi terapi secara hormonal/untuk pengobatan.
4. Kapita selekta, meliputi : a. Tata cara pembuatan laporan b. Sistem pelaporan.
32 32
Catatan :
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Perah Di Kabupaten/Kota Terpilih
33
Catatan :
34
Direktorat Perbibitan Ternak DIREKTORAL JENderal peternakan dan kesehatan hewan Kementerian pertanian