PENDAPAT FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG USUL INISIATIF ANGGOTA DPR RI TENTANG PENYELENGGARA PEMILU DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG USUL INISIATIF ANGGOTA DPR-RI TENTANG ENERGI
Dibacakan Oleh : Ir. Sayuti Asyathri
Nomor Anggota: A-152
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saudara Pimpinan dan Para Anggota Dewan yang kami hormati, Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadlirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kita semua, semoga kita memiliki kekuatan dan memperoleh kemudahan dalam menjalankan amanah rakyat dengan sebaik-baiknya.
1
Sidang Dewan yang kami hormati, Hari ini kita masih dalam suasana ‘Idul Fithri. Karena itu, Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI menyampaikan Selamat ‘Idul Fithri 1426H, taqabbalallaahu minnaa wa minkum, minal aidin wal faizin. Semoga puasa ramadlan melahirkan spirit pengendalian diri, kesadaran sosial, dan kesederhanaan hidup yang memantul dalam pelaksanaan tugas-tugas kita semua sebagai wakil rakyat. Amin Yaa Rabbal alamin.
Sidang Dewan yang kami hormati, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk negara yang telah disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam konstitusi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pilihan tersebut juga sekaligus berkaitan dengan kesepakatan untuk menjadi
negara
demokratis,
negara
dimana
kedaulatan
berada
sepenuhnya di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam konstruksi konstitusi yang disepakati tersebut kekuasaan ditata dalam suatu bentuk yang berimbang dan saling mengontrol satu terhadap yang lainnya (yang dikenal dengan prinsip checks and balances) demi menjaga agar kedaulatan rakyat tetap terpelihara dan kekuasaan yang dilaksanakan oleh cabang-cabang kekuasaan tidak
terjerembab
dalam bias yang merubah wataknya menjadi otoritarian maupun fasis. 2
Pilihan sebagai negara demokratis tersebut dari pemilu ke pemilu telah memberikan pelajaran yang sangat berarti bagi kita.
Kita telah
mengalami masa ketika pemilu dilaksanakan sekedar sebagai fornialitas demi
kelangsungan
kekuasaan
status
quo
belaka.
Pelajaran
itu
menyadarkan kita betapa demokrasi formalistik dimasa lalu tidak dapat menjawab tantangan yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita yaitu melembaganya suatu sistem penyelenggaraan negara yang efektif melayani kebutuhan individu dan masyarakat bangsa sedemikian rupa sehingga meniscayakan bangkitnya bangsa Indonesia sebagai bangsa yang maju dan bermartabat.
Sidang Dewan yang kami hormati, Dalam Pasal 22E ayat 5) UUD NRI 1945 ditegaskan bahwa; Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Pesan konstitusi tersebut harus dijabarkan secara konsisten dan konsekwen dimana salah satu aspek yang paling menentukan adalah kemandirian penyelenggara pemilu. Dalam pengertian yang sederhana, sebuah komisi pemilihan umum tersebut harus memiliki integritas sedemikian rupa dalam menjalankan
3
tugas konstitusionalnya. Kemandirian dan integritas tersebut hanya bisa terpelihara apabila ia bebas dari intervensi segala bentuk kekuatan di luar dirinya baik dari kekuatan politik maupun kekuasaan eksekutif dan yudikatif selain dari yang diamanatkan oleh UU untuk kepentingan checks and balances. Dengan demikian KPU tidak menjadi sebuah institusi yang bersifat super body yang tidak bisa dikontrol dan ditindak bila melakukan kesalahan. Harus
diakui
bahwa
penyelenggaraan
pemilu
tahun
2004
menunjukkan bahwa kita mengalami kemajuan yang cukup berarti.. Pemilu tahun 2004 mendapat pujian sebagai pemilu yang lebih demokratis dengan ekses kekerasan yang sangat minim. Namun demikian kita semua sadar babwa pemilu tersebut tidak serta merta bersih dari catatan yang menuntut penyempurnaan. Tuntutan penyempurnaan yang cukup prinsipil adalah berkenaan dengan kenyataan bahwa penyelenggaraan pemilu tahun 2004 memiliki mekanisme kontrol yang sangat lemah. Sejumlah temuan penyimpangan pelaksanaan pemilu tidak dapat ditinndak lanjuti akibat lemahnya eksistensi pengawas pelaksana pemilu dalam sistem kelembagaan pemilihan umum.
4
Penyelewengan perhitungan suara seakan berada diluar jangkauan otoritas KPU, sementara lembaga pengawas yang diharapkan memiliki kemampuan menindak dan menyelesaikan kasus tidak dapat berfungsi baik karena posisi strukturalnya yang merupakan subordinat dari KPU dan tidak memiliki hak dan kewenangan yang memadai untuk mengawasi KPU dan penyelenggaraan pemilu secara umum. Dalam konteks tersebut, KPU seakan hanya menjadi pembuat kebijakan yang bersifat super body tetapi menjadi penonton dari pelaksanaan pemilu yang rawan terhadap berbagai bentuk penyelewengan. Anggota KPU seakan tidak diposisikan memiliki kemampuan profesional untuk melakukan kerja-kerja eksekusi sebagaimana ditugaskan oleh konstitusi tetapi nampak lebih
pada
kompetensi untuk membuat kebijakan dan mengembangkan wacana pembelaan diri. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari kenyataan bahwa telah terjadi kesimpangsiuran fungsi dan wewenang antara KPU dan Sekretaris Jenderal KPU. Kesimpangsiuran tersebut tidak saja terjadi di tingkat pusat akan tetapi sampai pada jenjang-jenjang di bawahnya hingga ke tingkat otoritas penghitungan suara dii TPS-TPS. Lemahnya posisi independensi dan integritas
KPU juga nampak
sangat mencolok dalam sistem penganggaran. Pemerintah masih saja 5
memiliki kekuasaan dominan dan superior dalam mengatur anggaran KPU yang sekaligus mengatur berbagal hal yang seharusuya secara otonom dilaksanakan oleh KPU. Indikasi kelemahan tersebut terlihat ketika KPU harus berulangkali melakukan tawar-menawar pencairan anggaran dari pemerintah baik pada tingkat pusat maupun daerah sehingga menciderai sistem penjadwalan dan perencanaan penyelenggaraan pemilu.
Sidang Dewan yang kami hormati, Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana agar dalam RUU ini dapat ditemukan suatu rumusan yang memasukkan pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu. Pengaturan tersebut harus tetap menjaga agar tidak menimbulkan masalah tafsir konstitusi yang mengamanatkan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis (UUD NRI 1945 pasal 18 ayat 4) yang berarti tidak membatasi bahwa pemilihan tersebut bersifat langsung ataupun tidak
langsung. Persoalannya apakah dengan memasukkan
pilkada dalam rezim pemilu tidak berarti membatasi tafsir amanat konstitusi tersebut bahwa pemilihan kepala daerah secara demokratis hanya dilakukan secara langsung dalam pemilu. Betapapun kita
6
menyadari bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung lebih sesuai dengan semangat demokratisasi pada tingkat lokal. Mengingat bahwa akan berakhirnya periode keanggotaan KPU pada bulan Maret 2006 ini sebagaimana ketentuan UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, maka diharapkan pengangkatan anggota KPU yang baru sudah mengacu pada sebuah UU baru yang mengatur tentang KPU yang lebih sempurna yang diselesaikan jauh hari sebelum pengangkatan tersebut.
Sidang Dewan yang kami hormati, Fraksi PAN mengharapkan kiranya pembahasan UU ini hendaknya dilakukan secara terbuka, transparan serta bersedia mendengar dan mempertimbangkan seluruh masukan dari semua pihak. Sehingga hasil perumusan dapat memperoleh apresiasi publik yang menghendaki hadirnya suatu lembaga penyelenggara pemilu yang dapat menjamin berlangsungnya pemilu yang bukan hanya langsung,, umum, bebas, dan rahasia (luber), tetapi juga aman. Suatu pemilu yang adil dan jujur akan melahirkan kepemimpinan penyelenggara negara yang juga jujur dan adil.
7
Semoga Allah SWT Tuhan Maha Esa membimbing kita sekalian untuk bersama-sama, tolong menolong melahirkan sebuah pemilu yang bersih untuk melahirkan kepemimpinan yang dapat diandalkan membawa bangsa ini menuju kejayaan. Amiin Ya Rabbal Alamin.
8
Selanjutnya Kami bacakan: PENDAPAT FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG USUL INISIATIF ANGGOTA DPR-RI TENTANG ENERGI Saudara Pimpinan dan Para Anggota Dewan yang kami hormati Saat ini kita benar-benar berada dalam ancaman kesulitan energi yang diakibatkan salah urus di masa lalu, sumber minyak kita yang luar biasa itu, pada masa lalu telah dihambur-hamburkan untuk menggenjot devisa dan dipergunakan secara sangat tidak efisien. Menurut data, kita hanya tinggal memiliki ”cadangan terbukti” (proven reserves) sekitar lima milyar barel minyak. Kemampuan produksi minyak mentah sekitar 1,5 juta barel per hari, berarti akan habis sekitar sembilan tahun lagi, apabila tidak ada penemuan yang signifikan. Selain itu menurut studi dan prediksi yang dilakukan berbagai ahli ekonomi energi dan perminyakan dunia, harga minyak pada tahun 2010 akan sangat mahal karena sebagian besar sumur-sumur minyak di luar Timur Tengah, termasuk di Amerika Serikat, Laut Utara, Amerika Latin, dan Indonesia, akan mengering, sementara tingkat permintaan minyak sangat tinggi (sekitar 90-100 juta barel per hari, bandingkan dengan tingkat permintaan pada tahun 2000 ini yang besarnya sekitar 75 juta bph). Padahal di lain pihak, saat ini Indonesia mempunyai cadangan batu bara dan gas yang cukup untuk waktu masingmasing sekitar 50 dan 30 tahun pada tingkat produksi sekarang. Itu pun dengan asumsi tidak ada penemuan baru. 9
Dengan persediaan minyak nasional dan prediksi ketersedian di tingkat
global,
hal
tersebut
di
masa
yang
akan
datang
akan
mengakibatkan kemampuan energi kita akan semakin tertekan, mengingat selama ini pemenuhan energi nasional masih mengandalkan sumber energi tak terbarukan. Padahal energi tak terbarukan, minyak dan gas akan menemui titik kering pada masanya dalam waktu yang relatif tidak lama lagi. Sidang Dewan Yang Kami Hormati Fraksi PAN menemukan adanya inefisiensi dan mismanagement energi yang sekarang masih terus berjalan yaitu: Pertama, kebijakan transportasi kita masih bertumpu pada penggunaan energi minyak dengan meletakkan hampir sebagian besar transportasi barang dan kontainer di sektor jalan raya. Padahal, kita telah memiliki jaringan infra struktur perkeretaapian cukup baik yang jika dioptimalkan pemanfaatannya akan dapat mengurangi kepadatan jalan dan pemborosan minyak. Kita juga menemukan tidak adanya aturan pembatasan kendaraan yang beroperasi di jalan yang mengakibatkan peningkatan secara sangat cepat jumlah kendaraan yang ber-bahan bakar minyak. Kedua, kebijakan desain dan konstruksi pembangkit listrik untuk pemenuhan kebutuhan pabrik dan sektor industri masih mengandalkan minyak solar. Kebijakan ini telah menciptakan ketergantungan kepada bahan bakar minyak yang harganya semakin mahal dan dari jenis energi yang tak terbarukan, sehingga kurang merangsang kebijakan diversifikasi energi. Dengan demikian, dari sisi perencanaan produksi BBM, pemerintah masih menunjukkan sikap kurang peka terhadap konservasi energi tak terbarukan. Pemerintah tidak pernah melakukan sensus kebutuhan riil BBM dalam negeri, sehingga selama ini 10
produksi yang terus bertambah, tidak menyediakan BBM dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Sidang Dewan Yang Kami Hormati Cetak biru atau panduan makro kebijakan energi nasional perlu didesain
ulang.
Paling
tidak,
kalau
memang
sudah
ada,
perlu
penyempurnaan dan konsistensi implementasinya di lapangan, sehingga mampu merangsang pengembangan atau diversifikasi jenis sumber energi nonminyak secara wajar yang dimiliki bangsa ini. Adalah kurang bijaksana untuk menempatkan BBM sebagai sumber pemenuhan energi nasional secara tidak proporsional, sehingga menggiring masyarakat, industri, dan kegiatan ekonomi untuk tergantung pada BBM secara total. Kalau model kebijakan ini diteruskan, maka yang akan rugi adalah masyarakat kita sendiri, terutama generasi yang akan datang, pada saat cadangan minyak sudah kering, sementara pola kehidupan mereka sudah telanjur terdesain untuk menggunakan BBM. Sidang Dewan Yang Kami Hormati Atas dasar kenyataan di atas, F-PAN menanggapi Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Anggota DPR RI tentang Energi sebagai berikut: Pertama, Mengenai Sistem Keamanan Energi Nasional (National Security Energy System) Undang-undang tentang Energi nantinya harus dapat mengatur dan mewadahi pentingnya ketersediaan energi secara nasional dengan memberikan peran serta aktif kepada semua pihak untuk melakukan diversifikasi energi terbarukan. Selain itu hal ihwal yang berkaitan dengan 11
ketersediaan energi terbarukan maupun energi alternatif lainnya harus dilindungi oleh undang-undang dengan merangsang pertumbuhan, sosialisasi, dan penggunaannya. Pemanfaatan energi nuklir untuk keperluan pembangkit listrik yang merupakan opsi energi paling efektif dan efisien, kami pandang perlu untuk diberikan satu bab khusus dalam Undang-undang agar pengembangannya dapat dipacu. Keamanan energi nasional harus memberikan dua unsur keamanan. Pertama, Keamanan akan ketersediaan energi bagi transportasi, industri, dan masyarakat. Kedua, keamanan distribusi energi harus ditopang dengan sistem yang handal, stabil, merata, dan adil. Kedua, Energi Baru dan Terbarukan Krisis minyak dan gas sebagai energi tidak terbarukan, harus dipecahkan dengan menemukan energi baru yang sesuai dengan potensi yang kita miliki, baik potensi yang ditimbulkan oleh letak geografis maupun ketersediaan moda energi terbarukan lainnya, misalnya air, angin, dan lain-lain. Dalam upaya ini, Undang-Undang tentang Energi harus mampu memberikan ruang dan insentif bagi munculnya inovasi penggunaan energi baru dan terbarukan. Ketiga, Harga Energi Harga energi yang diberlakukan kepada masyarakat hendaknya ditetapkan
berdasarkan
kemampuan
masyarakat
dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi dan penyediaan energi yang biaya produksinya berlaku surut. Subsidi yang diperlukan masyarakat miskin adalah subsidi energi itu sendiri, tidak diberikan dalam bentuk bantuan langsung tunai. 12
Keempat, Perencanaan Energi Perencanaan energi harus diikuti dengan sosialisasi. Perencanaan yang hanya diketahui oleh pengambil kebijakan saja, sering mendapat penolakan di masyarakat. Kita memerlukan Pusat Sosialisasi Energi yang diperuntukkan kepada masyarakat luas. Dunia pendidikan kita harus juga dilibatkan secara aktif dalam upaya ini. Kelima, Kepemimpinan Energi Nasional Kepemimpinan Energi nasional adalah faktor yang sangat penting dalam menerapkan kebijakan yang konsisten dan bervisi jangka panjang. Kepemimpinan tersebut juga harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi energi yang kita miliki, sehingg dapat dirancang strategi dan langkah pemanfaatannya secara berkesinambungan. Sidang Dewan Yang Kami Hormati Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dengan mengucapkan
Bismillahirrahmanirrahim,
Fraksi
Partai
Amanat
Nasional menyetujui Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Anggota DPR RI tentang Energi untuk disahkan menjadi Rancangan UndangUndang DPR-RI. Akhirnya atas segala perhatian yang diberikan, Fraksi Partai Amanat Nasional mengucapkan terima kasih banyak. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Jakarta, 14 November 2005 PIMPINAN FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 13
Ketua,
Wakil Sekretaris,
Abdillah Toha
Arbab Paproeka
14