JURNAL ILMIAH
DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU MENYONTEK SISWA KELAS III SDN 59 KECAMATAN DUMBO RAYA KOTA GORONTALO Wenny Hulukati, Rustam Husain, dan Yusni Tahir 1 ABSTRAK Permasalahan dalam penelitian ini adalah berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian adalah faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab perilaku menyontek pada siswa kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo. Metode Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deksriptif. Teknik Pengumpulan Data yaitu Angket, Wawancara dan Dokumentasi. Faktor siswa merupakan penyebab siswa menyontek di SDN No. 59 Dumbo Raya masalah siswa masih ragu dalam mengerjakan soal yang diberikan guru. Konsep diri yang positif dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kepercayaan terhadap dirinya sehingga dapat memotivasi seseorang untuk dapat menjadi lebih baik lagi. Penyebab siswa menyontek karena proses kegiatan mengajar tidak dimengerti oleh siswa. Hal ini tentunya merupakan refleksi bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar. Faktor orangtua dan keluarga dalam hal penyebab siswa menyontek dilator belakangi oleh paksaan agar anak memperoleh nilai tinggi dalam pelajaran. Faktor sistem pendidikan berkenaan dengan Muatan dalam kurikulum yang ada sering terjadi tumpang tindih antara satu jenjang ke jenjang lainnya menyebabkan siswa menyontek. Buku yang menjadi sumber belajar siswa sering mengalami perubahan sehingga soal yang disusun guru pun diambil dari buku lainnya. Hal ini menyebabkan siswa menyontek.sebesar 70%.dapat dinyatakan pemahaman siswa meningkat.
Kata Kunci : Perilaku Menyontek
1
Dr. Wenny Hulukati, M.Pd selaku Dosen pada Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan, Dr. Rustam Husain, M.Pd; dan Yusni Tahir selaku guru dan Wali Kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo
Pendidikan merupakan salah satu hal yang diperlukan oleh suatu negara agar negara tersebut dapat berkembang. Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terancam untuk mewujudkan suasana belajat dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Negara Indonesia dituntut untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar tidak ketinggalan dari negara-negara lain, sehingga peningkatan sumberdaya manusia mutlak diperlukan. Begitu juga dengan pendidikan karakter, karena sesungguhnya karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari. Ha ini bisa dilihat bahwa orang-orang dengan karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaanya. Sering menyatakan bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan haruslah menghadai banyak hal di luar kendali, namun karakter manusia tidaklah demikian. Karakter manusia selalu merupakan hasil pilihan sendiri, karena setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Dalam usaha untuk meraih keberhasilan mendapat nilai yang baik dalam ujian atau ulangan ada siswa yang belajar dengan tekun dan ada pula siswa yang tidak belajar, tetapi hanya mengandalkan teman atau berbuat curang misalnya menyontek saat mengikuti ujian. Saat ini, kesadaran setiap siswa didik untuk bersaing dengan cara yang sehat sangatlah sedikit. Hal ini dapat dibuktikan dengan tindakan menyontek yang selalu dilakukan oleh setiap siswa dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perhuruan tinggi. Para siswa lebih mementingkan hasil daripada proses, lebih mementingkan nilai daripada ilmu yang diperoleh. Perilaku menyontek tidak hanya dilakukan saat ujian saja, akan tetapi perilaku menyontek juga sering dilakukan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh para guru. Padahal, ujian merupakan tolak ukur untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap materi yang diberikan oleh guru dan tugas hanya latihan agar siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan. Perilaku menyontek bukan cara yang benar untuk memperoleh nilai tinggi. Perilaku menyontek menjadi masalah karena akan menimbulkan kekaburan dalam pengukuran kemampuan siswa, guru menjadi sulit untuk menentukan penilaian secara objektif. Nilai yang diperoleh tidak dapat membedakan antara siswa yang memperoleh nilai tinggi karena kemampuan dan penguasaannya terhadap materi dengan siswa yang memperolehnya karena menyontek. Menurut Mulyana (Dalam Alawiyah, 2011), perilaku menyontek dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut : menulis contekan di meja atau di telapak tangan, menulis di sobekan kertas yang disembunyikan di lipatan baju, bisa juga dengan melihat buku pedoman atau buku catatan sewaktu ujian. Berdasarkan pengertian di atas, menyontek adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang dan menghalalkan segala cara untuk mencapai nilai yang terbaik dalam ujian atau ulangan pada setiap mata pelajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa menyontek dalam pelaksanaan ujian atau ulangan adalah mengambil jawaban soal-soal ujian dari cara-cara yang tidak dibenarkan dalam tata tertib ujian seperti ndari buku, catatan, hasil pemikiran temannya dan media lain yang kemudian disalin pada lembar jawaban saat ujian berlangsung. Faktor-faktor yang membuat seorang siswa menyontek antara lain yaitu malas belajar, tuntutan dari orang tua untuk memperoleh nilai baik karena orang tua banyak yang menganggap nilai akademis sama dengan kemampuan. Faktor yang lain adalah takut bila mengalami kegagalan dalam meraih prestasi. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti bahwa aktivitas belajar siswa di Kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo yang berjumlah 32 orang ketika diberikan latihan soal
harian terlihat bahwa masih terdapat siswa yang bertanya pada teman sebangkunya. Hal ini tentunya merupakan bagian dari perilaku menyontek. Ditemukan bahwa terdapat 10 orang atau 31.25 % siswa menyontek pada saat latihan soal harian, 10 atau 31.25 % orang lainnya masih melakukan aktivitas bertanya/ menjadi jawaban bagi teman sebangkunya dan 12 orang atau 37.5 % siswa serius mengerjakan soal latihan yang diberikan guru. Tentunya fenomena menandakan bahwa umumnya siswa di Kelas III terdapat perilaku menyontek baik antara teman atau melihat langsung pada buku pelajaran. Melalui penjelasan yang telah diungkapkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Deskripsi faktor-faktor penyebab perilaku menyontek pada siswa kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo. Adapun masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Masih terdapat siswa yang bertanya pada teman sebangkunya 2. Terdapat siswa yang menyontek yakni pada saat ulangan dengan cara melihat buku catatan. 3. Terdapat 10 orang atau 31.25 % siswa menyontek pada saat ulangan harian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian adalah faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab perilaku menyontek pada siswa kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo ? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi faktor-faktor penyebab perilaku menyontek pada siswa kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo. Menyontek sebagai perbuatan curang, tidak jujur, dan tidak legal dalam mendapatkan jawaban pada tes. Menyontek juga dapat didefinisikan sebagai tindakan kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah. Perilaku menyontek dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut : Yaitu 1). Menulis contekan di meja atau telapak tangan, 2) menulis doi sobekan kertas yang disembunyikan di lipatan baju, 3) dan melihat buku pedoman atau buku catatan sewaktu ujian. (Virza, dkk. 2003). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3 menyontek diartikan sebagai mengutip (tulisan dan sebagainya) sebagaimana aslinya atau disebut juga dengan menjiplak. Menyontek memiliki arti yang beraneka macam, akan tetapi biasanya dihubungkan dengan kehidupan sekolah, khususnya bila ada ulangan dan ujian. Biasanya usaha menyontek dimulai pada waktu ulangan dan ujian akan berakhir, namun demikian tidak jarang usaha tersebut telah dimulai sejak ujian dimulai. Perilaku menyontek merupakan fenomena yang sudah lama ada di kalangan pelajar. Menyontek (cheating atau academic cheating) adalah perbuatan curang, tidak jujur, dan tidak legal dalam mendapatkan jawaban pada saat tes tes tertutup. Adapun perilaku menyontek menurut pendapat para ahli sebagai berikut: 1. Athanasou dan Olasehinder (2002:5) mengatakan bahwa menyontek adalah suatu bentuk penipuan dengan melakukan tindakan curang yang akan memberikan keuntungan bagi pelaku penyontek tersebut. 2. Menurut Deighton (Alhadza. 2008:2) , dikatakan sebagai tindakan curang dan penipuan karena menyontek merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan caracara yang tidak adil dan tidak jujur. 3. Menurut Godfrey dan Waugh (2007:3), menyontek adalah ketika ide dan materi yang sebenarnya bukan milik siswa atau mahasiswa yang bersangkutan diakui sebagai hasil karyanya sendiri. Menyontek berarti mengakui karya orang lain sebagai karyanya sendiri dengan cara-cara tertentu seperti menyalin karya orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut.
4. Menurut Pincus dan Schemelkin (2003:194) perilaku menyontek merupakan suatu tindakan curang yang sengaja dilakukan ketika seseorang mencari dan membutuhkan adanya pengakuan atas hasil belajarnya dari orang lain meskipun dengan cara tidak sah seperti memalsukan informasi terutama ketika dilaksanakannya evaluasi akademik. Berdasarkan beberapa pengertian yang diberikan beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa menyontek adalah tindakan atau perilaku yang tidak jujur atau perbuatan curang yang dilakukan seseorang khususnya dalam pelaksanaan ujian ataupun penyelesaian akademis untuk mencapai tujuan tertentu. Faktor-gaktor yang membuat seorang siswa menyontek antara lain yaitu malas belajar, tuntutan dari orang tua untuk memperoleh nilai baik karena orang tua banyak yang menganggap nilai akademis sama dengan kemampuan. Faktor yang lain adalah takut bila mangalami kegagalan dalam meraih prestasi. Menurut Djamarah (2000) Banyak sekali faktor yang mempengaruhi siswa untuk menyontek antara lain : 1. Faktor Diri Siswa Kebiasaan menyontek dapat muncul dari diri sendiri disebabkan karena seorang siswa masih ragu dalam mengerjakan sesuatu. Menyontek juga sudah menjadi kebiasaan dari siswa tersebut. Siswa juga takut terhadap tekanan dari berbagai pihak untuk mendapatkan nilai yang bagus sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang baik, termasuk dengan cara menyontek. 1. Faktor Guru Alasan untuk menyontek juga bisa berasal dari para pendidik. Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga kurang adamya variasi dalam mengajar siswa malas untuk belajar. Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book sehingga siswa beranggapan bahwa apabila jawaban mereka tidak sama dengan buku maka nilai mereka akan berkurang. 2. Faktor Orang Tua atau Keluarga Kebiasaan orang tua dalam memaksakan agar anaknya mendapat nilai yang baiki menyebabkan seorang anak dalam tekanan dan potensi untuk menyontek. Para orang tua lebih mementingkan hasil yang diperoleh anak daripada proses bagaimana anak tersebut memperoleh hasil tersebut. 3. Faktor Sistem Pendidikan Pemerintah selalu memperbaharui kurikulum yang ada, akan tetapi sistem pengajarannya tidak berubah, misalnya tetap terjadi sistem pengajaran dari guru untuk murid. Muatan materi dalam kurikulum yang ada sering terjadi tumpang tindih antara satu jenjang ke jenjang lainnya yang akhitnya menyebabkan para peserta didik menganggap mudah setiap materi yang diberikan. Hal itu bukan menjadikan para peserta didik menjadi dapat menguasai materi melainkan menjasikan peserta didik menjasi bodoh karena kebosanan. Walaupun secara sepintas seorang individu menunjukkan persamaannya dengan individu-individu lainnya, tapi secara lebih mendetail dapat dikatakan hampir tidak ada dua individu yang identik atau tepat sama. Perbedaannya hampir meliputi segenab aspek kehidupan individu. Adapun menurut (Sukmadinata, 2009:32) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu peserta didik yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Keturunan Faktor keturunan/ pembawaan atau heredity merupakan segala ciri , sifat, potensi dan kemampuan yang dimiliki individu karena kelahirannya. Ciri, sifat dan kemampuan-kemampuan tersebut dibawa individu dari kelahirannya, dan diterima sebagai keturunan dari kedua orang tuanya. 2. Faktor lingkungan Perilaku yang diperlihatkan oleh individu bukan sesuatu yang dilakukan sendiri tetapi selalu dalam interaksinya dengan lingkungan. Demikian juga dengan sifat dan kecakapan-kecakapan yang dimiliki individu sebagian besar diperoleh melalui hubungannya dengan lingkungan.
3. Karakteristik Sekolah Dasar Masa usia sekolah dasar sebagaimana yang berlangsung dari usia 6-12 tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar dan untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal. Para pendidik mengenalnya sebagai “masa sekolah” . ini berarti anak menamatkan pendidikan taman kanak-kanak, sebagai lembaga persiapan untuk bersekolah yang sebenarnya. Masa ini disebut sebagai masa “masa matang untuk bersekolah” karena anak seudah mempunyai kecakapan-kecakapan baru yang dapat diberikan oleh sekolah. (Sukmadinata, 2009). Pelayanan bimbingan dan konseling perlu di selenggrakan di Sekolah Dasar agar pribadi dan segenab potensi yang dimiliki murid dapat berkembang secara optimal. Pelayanan tersebut perlu disesuaikan dengan pendidikan di Sekolah dasar, terutama yang menyangkut kekhususan peserta didik, tujuan pendidikan serta kemampuan guru kelas sebagai pelaksana bimbingan. Menurut konsep psikoanalisis sebagian besar dari kehidupan individu terdiri atas bagian yang tidak disadari (ketidaksadaran), hanya sebagian kecil saja yang dapat disadari oleh individu. (Adhiputra,2013). Perkembangan moral menurut Piaget terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut “tahap realisme moral” atau “moralitas oleh pembatasan” dan tahap kedua disebut “tahap moralitas otonomi” atau “moralitas oleh kerjasama atau hubungan timbal balik”. Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan anak mengikuti peraturan yang diberikan oleh mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. Pada tahap kedua, anaka menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebuh. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral. Teori kognitif piaget mengenai perkembangan moral melibatkan prinsip-prinsip dan proses-proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi Piaget perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Berdasarkan hasil observasinya tahapan aturan-aturan permainan yang digunakan anak-anak, piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak-anak tentang moralitas dapat dibedakan atas dua tahap, yaitu: (dalam Syah, 2010:21) Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi penelitian di SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata tentang faktor-faktor penyebab perilaku menyontek pada siswa kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo. Pertimbangan penetapan lokasi tersebut didasarkan bahwa lokasi tersebut mudah dan dapat dijangkau oleh peneliti dalam melakukan proses penelitian untuk pengumpulan data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini dilaksanakan selama + 3 (tiga) bulan yaitu bulan September sampai dengan Desember 2013 mulai dari pengumpulan data sampai penyusunan dan penulisan hasil penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deksriptif. Jenis penelitian seperti ini dipilih untuk memaparkan atau menggambarkan data temuan penelitian dalam bentuk presentasi atau pernyataan-pernyataan dari responden sesuai dengan kenyataan yang ada. Sementara itu untuk mendapatkan data penelitian, peneliti menggunakan teknik Observasi, di mana peneliti menjadi instrumen untuk mendapatkan data penelitian. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk angket. Populasi adalah semua yang terlibat dalam proses pengumpulan data dalam objek penelitian, sebagaimana yang dikemukakan Sudjana (2002:6) bahwa populasi merupakan totalitas semua nilai yang mungkin dari hasil menghitung atau pengukuran, kualitatif maupun kuantitatif mengenai karakteristik tertentu
dari semua anggota perkumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Populasi dalam penelitian ini adalah 32 orang siswa Kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo. Hal ini dipertegas lagi bahwa penentuan sampel tergantung dari kemampuan peneliti (waktu, tenaga dan dana), sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, serta besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti, Arikunto (2002:112). Bertitik tolak dari pendapat di atas, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak jumlah pupulasi, dengan dasar penetapan sampel menggunakan metode penarikan secara ”Purposive Sampling”, yaitu suatu metode penarikan sampel kemudahan yang dilakukan berdasarkan adanya tujuan tertentu dan jumlah yang sudah ditentukan oleh peneliti tanpa menghiraukan dari mana objek tersebut tetapi masih dalam populasi.Sampel diambil sejumlah populasi yakni sejumlah SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo. Sehingganya anggota sampelnya adalah siswa yang menjadi subjek menjadi penelitian berjumlah 32 orang.
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini dan berdasarkan jenis data yang terkumpul digunakan teknik analisis data sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif persentase digunakan untuk faktor-faktor penyebab perilaku menyontek pada siswa yang diukur melalui faktor diri siswa, faktor guru, faktor orang tua atau keluarga dan faktor sistem pendidikan Untuk menghitung persentase dalam bentuk frekuensi digunakan rumus:
Pr
f x100 n
(Arukunto,2009:56)
Dimana: Pr : persentase f : frekuensi n : jumlah sampel Sedangkan untuk menghitung persentase dalam bentuk skor digunakan formula:
Pr
SC x100 SI
(Arukunto,2007:56)
Dimana: Pr : persentase SC : Skor capaian, yaitu merupakan total skor yang diperoleh seluruh responden SI : Skor ideal, yaitu jumlah skor maksimum yang bisa dicapai 2. Mengkonfirmasi persentase (%) skor capaian responden dengan kriteria/standar keberhasilan. Hasil Penelitian Perilaku menyontek masih banyak dilakukan dalam dunia pendidikan Indonesia. Perilaku menyontek terjadi karena masyarakat memiliki pandangan bahwa prestasi belajar tercermin dari pencapaian nilai yang tinggi, sehingga membuat siswa terpaku untuk memperoleh nilai tinggi dengan cara apa pun Masyarakat cenderung semakin permisif sehingga menyebabkan perilaku menyontek semakin sulit dihilangkan.
Faktor siswa merupakan penyebab siswa menyontek di SDN No. 59 Dumbo Raya yaitu masalah siswa masih ragu dalam mengerjakan soal yang diberikan guru. Konsep diri yang positif dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kepercayaan terhadap dirinya sehingga dapat memotivasi seseorang untuk dapat menjadi lebih baik lagi. Penyebab siswa menyontek karena proses kegiatan mengajar tidak dimengerti oleh siswa. Hal ini tentunya merupakan refleksi bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar. Usia siswa sekolah dasar kelas III juga menjadi faktor penyebab siswa menyontek, menurut teori piaget bahwa perkembangan moral siswa pada usia ini memandang bahwa bahwa bila suatu aturan yang dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan, sehingga tuntutan orangtua harus mendapatkan nilai tinggi selalu membayangi siswa bila mendapatkan nilai rendah pasti akan mendapatkan hukuman. Hal inilah yang menjadi penyebab siswa menyontek. Perkembangan moral dan sosial pada siswa usia Sekolah Dasar. Pertama sekali siswa belajar mengikuti aturan-aturan yang ada tanpa tahu alasan mengapa harus mengikuti aturan-0aturan tersebut.Dalam mempelajari moral,ada 4 elemen penting,yaitu peran hukum ,tata karma dan aturan ,peran kata hati,peran perasaan malu serta peran interaksi sosial.Keempat elemen ini penting dalam perkembangan moral; seorang siswa. Perkembangan moral tidak bias dilepaskan dari lingkungan.Ketika kecil lingkungan keluargalah yang berperan,namun begitu memasuki usia sekolah konsep moral mulai berkembang,siswa mengikuti aturanaturan yang ada disertai adanya alasan-alasan tertentu.Misalnya,agar disukai teman sebaya atau orang disekelililngnya siswa mengikuti aturan-aturan yang diharapkan lingkungannya. Dalam perkembangan moral,disiplin mempunyai peran penting. Melalui disiplin siswa beljar berperilaku sesuai dengan kelompok sosialnya. siswa pun belajar perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima dalm masyarakat. Dalam menanamkan disiplin, hukuman dan penghargaan mempunyai andil. Hukuman akan diberikan jika terjadi pelanggaran disiplin, siswa pun belajr memahami mengapa perilakunya salah dan siswa tidak akan mengulangi perilaku tersebut. Demikian pula dengan penghargaan, adanya penghargaan siswa akan belajar mengulangi perilaku yang diterima lingkungannya. pemberian hukuman dan penghargaan atau penanaman disiplin haruslah secara konsisten. Faktor orangtua dan keluarga dalam hal penyebab siswa menyontek dilator belakangi oleh paksaan agar siswa memperoleh nilai tinggi dalam pelajaran. Faktor sistem pendidikan berkenaan dengan Muatan dalam kurikulum yang ada sering terjadi tumpang tindih antara satu jenjang ke jenjang lainnya menyebabkan siswa menyontek. Buku yang menjadi sumber belajar siswa sering mengalami perubahan sehingga soal yang disusun guru pun diambil dari buku lainnya. Hal ini menyebabkan siswa menyontek. Kesimpulan dan Saran Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat dibuatlah kesimpulan sesuai indikator penelitian yaitu: Faktor siswa merupakan penyebab siswa menyontek di SDN No. 59 Dumbo Raya masalah siswa masih ragu dalam mengerjakan soal yang diberikan guru. Konsep diri yang positif dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kepercayaan terhadap dirinya sehingga dapat memotivasi seseorang untuk dapat menjadi lebih baik lagi. Penyebab siswa menyontek karena proses kegiatan mengajar tidak dimengerti oleh siswa. Hal ini tentunya merupakan refleksi bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar. Faktor orangtua dan keluarga dalam hal penyebab siswa menyontek dilator belakangi oleh paksaan agar anak memperoleh nilai tinggi dalam pelajaran. Faktor sistem pendidikan berkenaan dengan Muatan dalam kurikulum yang ada sering terjadi tumpang tindih antara satu jenjang ke jenjang lainnya menyebabkan siswa menyontek. Buku yang menjadi sumber belajar siswa sering mengalami perubahan sehingga soal yang disusun guru pun diambil dari buku lainnya. Hal ini menyebabkan siswa menyontek.
Saran 1. Bagi sekolah bahwa hendaknya dapat memberikan kontribusi yang berharga melibatkan seluruh guru dalam agenda rapat buladan orang tua pencanangan perubahan kurikulum pelaksanaan pembelajaran dapat didukung oleh semua pihak khususnya orangtua dalam mengarahkan dan membimbing anak belajar di rumah. 2. Bagi guru hendaknya lebih mengarahkan pembelajaran melalui bimbingan tanpa melibatkan sistem hafalan kepada siswa serta mengoptimalkan sanksi pada siswa yang menyontek. 3. Bagi peneliti, dapat memperluas wawasan yang berkaitan dengan faktor penyebab siswa menyontek di sekolah sehingga menjadi acuan dalam meningkatkan peran prestasi sebagai guru dalam memajukan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA Alawiyah, 2011. Pengaruh Self Efficacy, Konformitas dan Goal Orientation Terhadap Perilaku Menyontek Siswa MTs Al-Hidayah Bekasi. Skripsi. UN Syarif Hidayatullah. Jakarta Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2012. Psikologi Remaja; Perkembangan Peserta didik. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, S.2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Basri, Hasan, 2004. Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, Cet. 3, Jakarta: Rajawali Deighton dalam Abdullah Alhadza. ”Masalah Perilaku Menyontek (cheating) Di Pendidikan”. http://depdiknas.go.id/jurnal/38. Diakses pada tanggal 25 Januri 2008
Dunia
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam interaksi edukatif Jakarta : Rineka Cipta. J. Athanasou dan O. Olasehinde, ”Male and Female Differences in Self-Report Cheating”.JournalPractical Assessment, Researh and Evaluation.Vol. VIII (5), 2002. J.R. Godfrey dkk. "Measuring Student Perception About Cheating: A Cross-cultural comparison". A Paper presented at the Australian Assosiation for Research in Education Annual Conference. http://www.aare.edu.au/93pap/godfj93079.txt. Diakses pada tanggal 10 November 2007 Jalaluddin, 2002. Psikologi Agama, Cet. Kedua, Jakarta: Raja Grafindo Persada Kasiram, Moh. 2002. Ilmu Jiwa Perkembangan : Bagian Ilmu Jiwa Anak. Surabaya: Usaha Nasional. Kelly, Kate. 2005. Menghentikan Perilaku Buruk Anak, Yogyakarta : Buana Ilmu Populer Khalik, Abdul. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Siswa.http://albertosouza47.blogspot.com/2011/03/faktor-faktor yang mempengaruhi.html. diakses tanggal 13 Oktober 2013.
Ngalim, Purwanto, 2006. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda karya . Ngurah Adipura, A.A. 2013. Bimbingan dan Konseling; Aplikasi di Sekolah dasar dan Taman Kanak-kanak. Cet.Pertama. Yokyakarta: Graha Ilmu Nurihsan, Achmad Juntika. 2012. Strategi Layanan Bimbingan Konseling. Bandung: Refika Aditama Pincus dan L.P. Schemelkin. "Faculty Perception of Academic Dishonesty: A Multidimensional scaling Analysis. Journal of Higher Education. 74, (2), h. 196. 2003 Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Syah, Muhibbin. 2010.Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset Virza Agustin, dkk. Perilaku Menyontek Siswa Sma Negeri Di Kota Padang Serta Upaya Pencegahan Oleh Guru BK. Jurnal Ilmiah Konseling. Universitas Negeri Padang.
15