D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 UMUM
2.1.1 Pengertian Jalan Tol Menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, disebutkan bahwa Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Kewenangan penyelenggaraan jalan tol berada pada Pemerintah Pusat. 2.1.2 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol Standar pelayanan minimal jalan tol menurut Peraturan Pemerintah Menteri Pekerjaan Umum NOMOR 392/PRT/M/2005 adalah ukuran yang harus dicapai dalam pelaksanaan penyelenggaraan jalan tol. Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol diselenggarakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna jalan tol. Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol meliputi substansi pelayanan: 1. Kondisi jalan tol, kondisi jalan tol meliputi kekestan yang harus > 0,33 µ untuk semua ruas, untuk nilai ketidakrataan IRI ≤ 4 m/km untuk semua ruas dan dipastikan 100% tidak ada lubang di seluruh ruas jalan tol tersebut. 2. Kecepatan tempuh rata-rata; 3. Aksesibilitas; 4. Mobilitas; 5. Keselamatan; 6. Unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan …..
5
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.2 PERKERASAN LENTUR
Pengertian Konstruksi perkerasan jalan (Basuki, 2012) adalah suatu lapisan agregat yang dipadatkan dengan atau tanpa lapisan pengikat di atas lapisan tanah pada suatu jalur jalan. Apabila konstruksi perkerasan
direncanakan menggunakan lapisan pengikat, maka lapisan pengikat yang
umum digunakan adalah lapisan aspal atau semen. Lapisan dari suatu
perkerasan jalan harus mampu menahan beban yang membebaninya. Setiap lapisan perkerasan mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Konstruksi perkerasan lentur (flexibel pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Pada konstruksi perkerasan lentur bila dibebani, perkerasan tersebut melentur, namun lenturan akan kembali apabila beban sudah hilang. Biaya pada konstruksi perkerasan ini relatif murah, namun perawatan harus dilakukan secara teratur dan berkala sehingga biaya perawatan menjadi mahal. Adapun struktur perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.1,(Croney, 1992):
Sumber : The Design Performance of Road Pavement
Gambar 2.1 Susunan lapisan Perkerasan Lentur
Informasi penting yang paling dasar dibutuhkan untuk menentukan jenis struktur perkerasan adalah (Croney,1992) : a. Pengaruh lingkungan yaitu, Curah hujan dan Temperatur di lokasi pembangunan jalan, b. Data rinci mengenai kondisi tanah, c. Volume lalu lintas yang akan dipikul
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan …..
6
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.3 KINERJA PERKERASAN
Kinerja perkerasan merupakan fungsi dari kemampuan relatif dari perkerasan untuk melayani lalu lintas dalam suatu periode tertentu (Highway Research Board, 1962). Pada awalnya kemampuan relatif perkerasan
tersebut ditentukan hanya berdasarkan pengamatan secara visual dan
pengalaman. Namun, kemudian berkembang, disamping menggunakan
pengamatan visual juga digunakan peralatan survai (alat Naasra-meter, Laser Profilometer, Benkelman Beam, Falling Weight Deflectometer, Mu-meter,
dan British Pendulum) agar pengukuran kondisi/ kinerja perkerasan tersebut lebih objektif dan tidak dipengaruhi oleh subjektivitas surveyor. Kinerja perkerasan jalan ditentukan berdasarkan persyaratan kondisi fungsional dan kondisi struktural. Persyaratan kondisi fungsional menyangkut ketidakrataan, kekesatan permukaan perkerasan, sedangkan persyaratan kondisi struktural menyangkut kekuatan atau daya dukung perkerasan dalam melayani beban dan volume lalu lintas rencana. Evaluasi kondisi yang dilakukan untuk mengukur kinerja perkerasan jalan digunakan untuk membantu dalam penentuan penanganan dalam kegiatan penyelenggaraan jalan (Hicks and Mahoney, 1981). Kinerja perkerasan secara struktural meliputi kekuatan perkerasan, dipandang dari kekuatan memikul dan menyebarkan beban, jalan harus memenuhi syarat-syarat berikut (Sukirman, 1992) : a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ke tanah dasar. b. Kedap terhadap air sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan dibawahnya. c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat cepat dialirkan. d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. Sedangkan jika dipandang dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas perkerasan harus memenuhi syarat, antara lain (Sukirman, 1992):
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan …..
7
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang. b. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip. c. Permukaan tidak mengkilap, tidak membuat mata silau ketika terkena sinar
matahari.
2.4 PARAMETER-PARAMETER KINERJA PERKERASAN
2.4.1 Kerusakan Perkerasan Lentur Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi (Sukirman, 1991) : 1. Retak (cracking) Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan terdiri dari : a.
Retak halus (hair cracking). Retak halus merupakan celah kecil lebih kecil atau sama dengan 3 mm, dengan penyebab bahan perkerasan kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus dapat berkembang menjadi retak buaya.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.2 Retak Halus
b.
Retak Buaya (alligator crack). Retak buaya merupakai retak saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air. Retak buaya dapat dipelihara dengan mempergunakan lapis burda,
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan …..
8
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
burdu, ataupun lataston. Namun perkerasan yang mengalami
retak kulit buaya akibat air yang merembes masuk ke lapis
pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan
mengganti bagian-bagian yang basah serta diganti dengan
bahan yang sesuai. Retak kulit buaya dapat diresapi oleh air
sehingga lama-kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat terlepasnya butir-butir.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.3 Retak buaya
c.
Retak pinggir (edge cracking). Retak pinggir yaitu retak memanjang jalan, dengan atau tanpa bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadimya settlement dibawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh ditepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.4 Retak Pinggir
Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan …..
9
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan
hotmix. Retak ini lama kelamaan akan menjadi besar dan
berlubang. d.
Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack),
retak tersebut terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan.
Retak dapat disebabkan oleh kondisi drainase dibawah bahu
jalan lebih buruk daripada dibawah perkerasan, terjadinya setlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truk/ kendaraan berat dibahu jalan.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.5 Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan
e. Retak sambungan jalan (lane joint cracks), adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukan campuran aspal cair dan pasir kedalam celah-celah yang terjadi.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.6 Retak Sambungan Jalan
f. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 10
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan daya dukung dibawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antara sambungan tidak baik. Perbaikan dilakukan
dengan mengisi celah-celah yang timbul dengan campuran
aspal cair dan pasir. Jika tidak diperbaiki, air dapat meresap
masuk ke dalam lapisan perkerasan melalui celah-celah, butirbutir dapat lepas dan retak bertambah besar.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.7 Retak Sambungan Pelebaran Jalan
g. Retak refleksi (reflection cracks) adalah retak mamanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.8 Retak Refleksi
h. Retak Susut (shrinkage cracks) yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Retak tersebut disebabkan oleh penetrasi aspal yang rendah atau
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 11
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.
Perbaikan dapat dilakukan dengan cara mengisi celah dengan aspal cair dan pasir serta dilapisi dengan burtu.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.9 Retak Susut
i. Retak
selip
(slippage
cracks),
retak
yang
bentuknya
melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi akibat kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dan lapis dibawahnya. Selain itu retak selip dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapis permukaan. Perbaikan untuk mengatasi retak selip yaitu membongkar bagian yang retak dengan lapisan baru.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.10 Retak Selip
2. Distorsi (distortion) Distorsi terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan kurang pada lapisan pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Distorsi terdiri dari (Sukirman, 1991) : a. Alur (ruts) yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat menjadi tempat menggenang air yang jatuh
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 12
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
pada permukaan jalan yang mengakibatkan retak pada lapisan
permukaan. Alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dan campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis. Perbaikan dapat dilakukan
dengan cara memberikan lapisan tambahan dari lapis
permukaan yang sesuai.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.11 Alur
b. Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran akibat
terlalu
tingginya
kadar
aspal,
terlalu
banyak
menggunakan agregat halus, agregat berbentuk bulat atau aspal dengan penetrasi tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap. Kerusakan dapat diperbaiki dengan : Jika lapis permukaan yang berkeriting itu mempunyai lapis pondasi agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan menggaruk kembali, dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis permukaan baru. Jika lapis permukaan dengan bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5 cm, maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi lapis permukaan yang baru. c. Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan/tanpa retak. Penyebab
kerusakan
sama
dengan
kerusakan
keriting.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 13
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Perbaikan dapat dilakukan dengan cara membongkar dan
dilapis kembali.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.12 Sungkur
d. Amblas (grade depressions) terjadi setempat dengan atau tanpa retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya genangan air. Air yang tergenang tersebut dapat meresap kedalam lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang. Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah mengalami setlement. Perbaikan kerusakan tersebut antara lain : Untuk amblas yang ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi
dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, laston. Untuk amblas yang ≥ 5 cm, bagian yang amblas dibongkar
dan dilapis kembali dengan lapis yang sesuai. e. Jembul (upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisnya kembali. 3. Cacat Permukaan (desintegration) Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah (Sukirman, 1991) : a. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Lubang dapat terjadi jika :
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 14
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
aspal rendah, agregat kotor, dan temperatur campuran tidak
Campuran material lapis permukaan jelek, seperti kadar memenuhi persyaratan.
Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca.
dan mengumpul dalam lapis perkerasan.
Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap
Retak-retak yang tidak segera ditangani mengakibatkan air meresap sehingga mengakibatkan lubang-lubang kecil.
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.13 Lubang
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara dibongkar dan dilapisi kembali. Perbaikan yang bersifat permanen disebut juga deep patch (tambalan dalam), yang dilakukan dengan cara membersihkan lubang dari air dan material-material lepas, serta bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya sehingga mencapai lapisan yang kokoh. Berikan lapis tack coat sebagai lapis pengikat. Isikan campuan aspal, lakukan pemadatan. b. Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sam dengan lubang.
Dapat
diperbaiki
dengann
memberikan
lapisan
tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan dan dikeringkan.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 15
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sumber : Kerusakan Perkerasan lentur
Gambar 2.14 Pelepasan butir
c. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping) dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis dibawahnya. Kerusakan tersebut dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapis dengan buras. 2. Pengausan (polished aggregate) Permukaan
jalan
menjadi
licin,
sehingga
membahayakan
kendaraan. Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras atau latasbum. 3. Kegemukan (bleeding or flushing) Kegemukan dapat disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi lapisan penutup. 4. Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression) Penurunan yang terjadi disepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi karena kepadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 16
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4.2
Ketidakrataan Ketidakrataaan jalan merupakan parameter kondisi yang paling banyak digunakan dalam mengawasi perkerasan jalan karena data ketidakrataan jalan relatif mudah untuk diperoleh, objektif dan
berkorelasi, baik dengan biaya operasional kendaraan serta parameter
kondisi yang paling relevan dalam pengukuran prilaku jangka panjang
(Martin,1999 dalam Bab II Ketidakrataan Jalan). Sedangkan definisi ketidakrataan jalan (Peterson, 1987) penyimpangan dari permukaan jalan yang mempengaruhi dinamika bergerak kendaraan, keselamatan, kenyamanan, kecepatan perjalanan serta dampak pada biaya operasional kendaraan. Beberapa penyebab ketidakrataan jalan yaitu beban lalu lintas, efek lingkungan, bahan pembuatan jalan, serta penyimpangan pada proses konstruksi jalan. Ketidakrataan jalan dapat meningkat disebabkan oleh beban lalu lintas dan lingkungan (Fengxuan, 2004). Salah
satu
parameter
ketidakratan
adalah
International
Roughness Index (IRI) yang dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun 1980. IRI digunakan untuk menentukan karakterstik profil memanjang dari jalur yang dilewati oleh roda kendaraan untuk menentukan suatu pengukuran tingkat kekasaran permukaan yang standar. Sedangkan IRI adalah tingkat kerataan permukaan jalan yang dinyatakan dengan jumlah perubahan vertikal permukaan jalan untuk setiap satuan panjang jalan (m/km). (Sayer et. al 1986) telah mengembangkan IRI untuk berbagai umur perkerasan dan kecepatan. Untuk ketidakrataan permukaan jalan baru nilai IRI < 4 m/km yang dapat ditempuh pada kecepatan 100 km/jam dan untuk jalan lama nilai IRI < 6 m/km dengan kecepatan sekitar 80 km/jam. Semakin besar nilai IRI maka tingkat kerusakan jalan semakin besar, seperti pada Gambar 2.15.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 17
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sumber: replotted from Sayers et al., 1986
Gambar 2.15 Skala IRI
Nilai IRI dapat menentukan kinerja perkerasan jalan dilihat dari mantap atau tidaknya jalan tersebut untuk digunakan. Hal ini tentunya berkaitan dengan Lintas Harian Rata-rata (LHR) jalan tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.16 berikut.
Sumber: (setelah Purnomo,2005)
Gambar 2.16 Batasan-Batasan Penanganan Ruas Jalan
Nilai IRI pada setiap permukaan jalan pada umumnya memiliki kecenderungan menaik setiap tahunnya, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.16. Hal itu disebabkan kerusakan jalan semakin hari semakin bertambah karena semakin bertambahnya beban yang
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 18
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
melintasi perkerasan. Penurunan nilai IRI terjadi jika kinerja
fungsional perkerasan bertambah salah satunya dengan cara peningkatan jalan/diadakannya suatu pelapisan ulang terhadap ruas jalan tersebut.
Ketidakrataan
Rusak
Batas Ketidakrataan yang diizinkan
Kurva Kinerja Perkerasan Rehabilitasi
Baik
Tahun atau Baban Kendaraan (Umur/CESA) Sumber: (setelah Purnomo,2005)
Gambar 2.17 Kinerja Fungsional Ketidakrataan Perkerasan
Untuk mengetahui tingkat ketidakrataan permukaan jalan dapat dilakukan dengan pengukuran menggunakan alat Roughometer National
Association
of
Australian State Road
Authorities
(NAASRA). Alat ukur Roughometer NAASRA adalah alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan yang dibuat oleh NAASRA (SNI 033426-1994). Pada penggunaanya alat ini dipasangkan pada kendaraan jenis Station Wagon, apabila tidak ada
maka dapat
diganti dengan menggunakan Jeep 4 wheel drive dan pick up dengan penutup pada baknya (Suwardo & Sugiharto, 2004). Alat ukur NAASRA seperti pada Gambar 2.18.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 19
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sumber : Kajian Perkerasan Jalan
Gambar 2.18 Alat Ukur NAASRA
Dalam survei ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur NAASRA diperlukan alat bantu lainnya seperti : Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat pengukur perbandingan elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, 2 buah beban masing-masing 50 kg dan alat pengukur tekanan ban. Sebelum
melakukan
survei
ketidakrataan,
maka
harus
ditentukan persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur NAASRA terhadap nilai IRI. Peersamaan korelasi
ini
didapatkan dengan membuat seksi percobaan, paling sedikit dilakukan 8 seksi percobaan yang dipilih dari jalan yang permukaannya yang sangat rata sampai yang tidak rata. Panjang seksi percobaan adalah 300 meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian dilakukan profil memanjang dengan alat Dipstick Floor Profiler, selanjutnya menjalankan kendaraan survai dengan kecepatan 30 Km/jam untuk mencatat ketidakrataan permukaan jalan. Gambar 2.19 adalah Dipstik Floor Profiler.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 20
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.19 Dipstick Floor Profiler
2.4.3 Kekesatan Permukaan Jalan Kekesatan permukaaan jalan menurut Canek (2004) dalam Bennet (2007) ada hubunganya dengan tekstur permukaan jalan yaitu kendaraan akan mengalami slip ketika proses pengereman , percepatan serta manuver karena gesekan yang terjadi melebihi batas kekuatan yang dihasilkan oleh roda kendaraan dan permukaan. Oleh karena itu kekesatan permukaan dapat didefinisikan sebagai batas koefisien gesekan antara roda kendaraan terhadap permukaan jalan dan rasio antara gaya horizontal pada proses pengereman, manuver, menikung terhadap gaya vertikal yang terjadi pada roda kendaraan akibat dari beban kendaraan. Sedangkan menurut (Suwardo, 2004) merupakan kondisi tahanan gesek antara permukaan jalan dan ban kendaraan sehingga tidak mengalami selip atau tergelincir baik pada kondisi basah (waktu hujan) ataupun kering. Tahanan gesek pada kondisi kering lebih besar dibandingkan pada saat basah. semakin besar nilai Skid Resistance maka semakin baik pula kekesatan suatu perkerasan.
Tahanan gesek atau nilai
kekesatan yang diperkenankan untuk permukaan jalan adalh > 0,33 µ.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 21
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui nilai
kekesatan permukaan jalan adalah Mu-Meter. Mu-meter terdiri atas 2 buah roda penguji yang dapat berputar bebas, yang dibebani beban statis. Pencatat dalam alat ini merekam grafik kekesatan yang menerus
untuk seluruh panjang permukaan yang diuji. Nilai hasil uji standar
dinyatakan dengan Mu-Number.
Alat Mu-meter terdiri dari sebuah trailer, seperti pada gambar 2.20 yang ditarik oleh sebuah kendaraan penarik atau digabungkan ke dalam kendaraan lain.
Sumber : Kajian Perkerasan Jalan
Gambar 2.20 Alat Mu-Meter
Alat Mu-meter dioprasikan pada kecepatan 65 km/jam, sesuai dengan ketentuan SNI03-6748-2002. Air disiramkan ke atas permukaan yang ada di depan kendaraan penguji pada perkerasan yang akan diuji. Gesekkan menyamping atau gaya friksi antara roda penguji dengan permukaan perkerasan dicatat pada sebuah kertas grafik. 2.5 LALU LINTAS Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul, berarti dari arus lalu lintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh dari : a. Analisa lalu lintas saat ini, sehingga diperoleh data mengenai : - Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 22
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
- Jenis kendaraan beserta jumlah tiap jenisnya.
- Konfigurasi sumbu dari tiap jenis kendaraan.
- Beban masing-masing sumbu kendaraan. b. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain berdasarkan atas analisa ekonomi dan sosial daerah tersebut.
2.5.1 Jenis-jenis Kendaraan Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam, bervariasi
baik ukuran, berat total, konfigurasi dan beban sumbu, daya. Oleh karena itu volume lalu lintas umumnya dikelompokan atas beberapa
kelompok yang masing-masing kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan. Berikut adalah pengelompokan jenis kendaraan berdasarkan 3 refrensi: Tabel 2.1 Pengelompokan Jenis Kendaraan Berdasarkan 3 Refrensi
IRMS, BM BINA MARGA, 1992 MKJI, 1997 1 Sepeda motor, 1 Sepeda motor, 1 Sepeda motor skuter, kendaraan skuter, sepeda (MC), kendaraan roda tiga kumbang dan roda bermotor roda 2 dan 2 3
Sedan, jeep, station 2 wagon opelet, pikup 3 opelet, suburban, kombi, dan mini bus
tiga
3
Sedan, jeep, 2 station wagon opelet, pikup opelet, suburban, kombi, dan mini bus Pikup, mikro truk, dan Mobil Hantaran Bus 3
Kendaraan Ringan (LV): Mobil penumpang, oplet, mikrobus, pickup, bis kecil, truk kecil
Pikup, mikro truk, dan Mobil Hantaran
5a 5b 6 7a 7b 7c
Bus kecil Bus besar Truk 2 as Truk 3 as Truk gandengan Truk Tempelan (Semi trailer)
6 7
Truk 2 sumbu Truk 3 sumbu atau lebih dan gandengan
8
Kendaraan tidak 8 bermotor: Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong.
Kendaraan tidak 8 bermotor: Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong.
5
Kendaraan Berat (LHV): Bis, Truk 2 as, HGV: Truk 3 as, dan truk kombinasi (Truk Gandengan dan Truk Tempelan). Kendaraan Tidak Bermotor (UM)
Sumber : Jurnal Perencanaan Volume Lalu-Lintas Untuk Jalan
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 23
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Untuk menganalisis volume lau lintas jalan, maka data volume
kendaraan yang diperoleh dari PT. Jasa Marga yang dikelompokan menurut golongan tarif tol. Jenis kendaraan berdasarkan golongan menurut Jasa Marga adalah sebagai berikut :
Sumber : Pdt.05-2002-B
Gambar 2.21 Golongan Jenis Kendaraan Bermotor pada Jalan Tol
Keterangan jenis kendaraan pada Gambar 4.2 adalah sebagai berikut : Golongan I
: Sedan, Jip, Pick Up/Truk Kecil dan Bus
Golongan II
: Truk dengan 2 (dua) gandar
Golongan III
: Truk dengan 3 (tiga) gandar
Golongan IV
: Truk dengan 4 (empat) gandar
Golongan V
: Truk dengan 5 (lima) gandar atau lebih
2.5.2 Beban Lalu Lintas Berat kendaraan dilimpahkan pada perkerasan jalan melalui roda kendaraan yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan
mempunyai
konfigurasi
sumbu
yang
berbeda-beda.
Konfigurasi sumbu depan adalah sumbu tunggal, sedangkan konfigurasi sumbu belakang adalah konfigurasi sumbu ganda. Berikut adalah pengelompokan jenis pembebanan tiap golongan kendaraan.
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 24
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.2 Pengelompokan Jenis Pembebanan Tiap Kendaraan.
Gol berdasarkan Tarif TOL
Jenis Kendaraan
Gambar
Keterangan (1) 1 Ton
1.1 MP
(2) 1 Ton I
(1) 4 Ton 1.2 Bus
(2) 6 Ton
(1) 3 Ton 1.2 L Truck
(2) 5 Ton
II (1) 5 Ton 1.2 H Truck (2) 8 Ton
(1) 5 Ton III
1.22 Truck (2) 15 Ton
(1) 5 Ton 1.2-2 Trailer
(2) 8 Ton (3) 8 Ton
IV (1) 5 Ton 1.2-22 Trailer
(2) 8 Ton (3) 15 Ton
(1) 5 Ton 1.22-22 Trailer
(2) 8 Ton (3) 15 Ton
V (1) 5 Ton 1.22-222 Trailer
(2) 8 Ton (3) 20 Ton
Sumber : Pdt.05-2002-B
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 25
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Berikut adalah persamaan untuk mencari angka ekivalen
kendaraan: a.
Angka ekivalen sumbu tunggal roda tunggal E=(
b.
Angka ekivalen sumbu tunggal roda ganda
E=(
c.
) ......................................Persamaan 2.2
Angka ekivalen sumbu ganda roda ganda
E=(
d.
) ......................................Persamaan 2.1
) .....................................Persamaan 2.3
Angka ekivalen sumbu triple roda ganda E=(
) .....................................Persamaan 2.4
Setelah angka ekivalen kendaraan diketahui maka dapat diketahui nilai Cummulative Equivalent Standart axle (CESA). Nilai CESA dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.5 CESA = ∑
.....Persamaan 2.5
Dimana : CESA = Kumulatif ekivalen beban sumbu standar selama umur rencana m
= Jumlah masing-masing jenis kendaraan
365
= Jumlah hari dalam satu tahun
E
= Angka Ekivalen
C
` = Koefisien distribusi kendaraan Tabel 2.2
N
= (1+i)n ..................Persamaan 2.6 i = pertumbuhan lalu lintas n = umur rencana
Koefisien distribusi kendaraan (C) yang diberikan oleh Bina Marga terlihat pada Tabel 2.2
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 26
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.3 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jumlah Lajur 1 2 3 5 6
Kendaraan Ringan*) 1 Arah 2 Arah 1,00 1,00 0,60 0,50 0, 0 0, 0 0,30 0,25 0,20
Kendaraan Berat **) 1 Arah 2 Arah 1,00 1,00 0,70 0,5 0,50 0, 75 0, 5 0, 25 0, 0
Sumber : Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2002-B)
*) Kendaraan ringan < 5 ton, contoh sedan, pick up **) Kendaraan berat > 5 ton, contoh bus, truck, trailer
2.6 STATISTIK Secara etimologis statistik berasal dari bahasa latin yaitu status yang mempunyai persamaan arti dengan kata satate (Bahasa Inggris) yang artinya negara. Pada mulanya statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data) baik data kuantitaif maupun kualitaif. Namun pada perkembangannya arti kata statistik menurut (Sudijono, 2004) hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif). Sedangkan deskripsi stastistik yang digunakan meliputi nilai maximum, nilai minimum, nilai rata-rata, standar deviasi, koefisien variasi, serta nilai korelasi. Penjelasan dari masing-masing deskripsi statistik tersebut adalah sebagai berikut. 1. Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari satu set data. 2. Nilai minimum merupakan nilai terkecil dari satu set data. 3. Nilai rata-rata merupakan jumlah dari keseluruhan dari satu se data yang ada, dibagi dengan jumlah banyaknya data. 4. Standar Deviasi didefinisikan sebagai satuan ukuran penyebaran nilai-niali yang dapat menunjukan berapa besar simpangannya nilai-nilai itu dari nilai rata-rata. Rumus umum dari standar deviasi adalah :
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 27
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
∑
√
Dengan pengertian :
SD
= Standar Deviasi
∑
= jumlah semua deviasi setelah mengalami proses
pengkuadratan terlebih dahulu
............ Persamaan 2.6
N
= Banyaknya data
5. Data Outlier atau pencilan menurut (Ferguson, 1961) adalah suatu data
yang menyimpang dari sekumpulan data yang lain. Dampak dari outlier ini sendiri adalah menyebabkan taksiran interval memiliki rentang yang lebar. Untuk mengetahui apakah data tersebut memiliki data outlier maka data tersebut harus terkendali. Suatu data terkendali jika data tersebut berada dalam kriteria pada Persamaan 2.7 dan 2.8. Batas atas = Niali Rata-rata + 2*Standar Deviasi.....Persamaan 2.7 Batas bawah = Niali Rata-rata - 2*Standar Deviasi.....Persamaan 2.8
Iis Inayah, Risman Cahya Ginanjar, Komparasi Kinerja Perkerasan ….. 28