BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP
7.1.
STIMULAN P2KP
7.1.1.
Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu perbaikan sarana dan
prasarana dasar perumahan dan permukiman masyarakat miskin perkotaan serta perbaikan kualitas rumah keluarga miskin. Program yang dilaksanakan untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan melalui kegiatan perbaikan sarana dan prasarana lingkungan, seperti perbaikan jalan setapak dan perbaikan sarana Mandi-Cuci-Kakus (MCK). Selain itu juga dilakukan perbaikan rumah pada RMKL dan RMKP yang tidak layak huni. Kegiatan terakhir yang dilakukan pada komponen ini adalah santunan kepada jompo dan anak yatim piatu. Pada bantuan dana fisik berupa perbaikan rumah tidak layak huni dilakukan kepada sejumlah RMKL dan RMKP. Perbaikan rumah tersebut seluruhnya dilakukan pada sejumlah 15 RMKL dan RMKP. Total bantuan dana fisik BLM yang disalurkan untuk kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni tersebut berjumlah Rp.6.000.000,00. Tingkat bantuan dana untuk perbaikan rumah tersebut dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (1) rendah, jika dibawah ratarata (
Rp.400.000,00). Jumlah tersebut diperoleh dari penghitungan total bantuan dana untuk perbaikan rumah dibagi dengan jumlah penerima bantuan.
66
Perbaikan rumah tidak layak huni tersebut dilakukan dengan perbaikan pada bagian rumah tertentu pada masing-masing penerima bantuan, seperti perbaikan atap, lantai, atau dinding rumah RMKL dan RMKP. Pada kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni tersebut dilakukan secara bergotong royong oleh penduduk setempat. Berikut jumlah RMKL dan RMKP penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni berdasarkan jumlah bantuan dana yang diterima. Tabel 17. Jumlah RMKL dan RMKP Penerima Bantuan Perbaikan Rumah menurut Jumlah Bantuan Dana, Tahun 2007 (dalam persen) Jumlah Bantuan Dana (Rupiah) Rendah (< 400 000) Sedang (400 000) Tinggi (> 400 000) Total (rumahtangga) Total (%)
RMKL 0 100 0 7 100
RMKP 0 100 0 8 100
Sumber: Laporan P2KP Desa Banjarwaru Tahun 2006
Dari Tabel 17 diketahui jumlah RMKL dan RMKP penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni adalah sebanyak 15 rumahtangga, tujuh pada RMKL dan delapan pada RMKP. Dengan demikian, penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni terbanyak diberikan kepada RMKP. Jumlah bantuan dana yang diterima oleh RMKL dan RMKP tergolong sedang. Hal ini terlihat dari jumlah bantuan yang diterima oleh masing-masing RMKL dan RMKP yang berjumlah Rp.400.000,00 (di sekitar rata-rata). Jumlah dana BLM yang disalurkan untuk perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum berupa perbaikan jalan setapak dan perbaikan sarana MCK seluruhnya berjumlah Rp.19.000.000,00. Dana tersebut tersebar pada enam KSM yang terdapat pada masing-masing RW yang terdapat di Desa Banjarwaru. Karena
67
bantuan dana untuk perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum disalurkan melalui KSM pada masing-masing RW, maka untuk mengetahui tingkat bantuan dana tersebut dilakukan dengan menghitung rata-rata jumlah dana bantuan pada masing-masing KSM. Setelah melakukan penghitungan diketahui rata-rata jumlah dana
bantuan
perbaikan
untuk
masing-masing
KSM
yaitu
sebesar
Rp.3.170.000,00. Kemudian jumlah bantuan dana yang diterima oleh setiap KSM dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (1) rendah, jika di bawah rata-rata, (2) sedang, jika disekitar rata-rata, dan (3) tinggi, jika di atas rata-rata. Berikut daftar mengenai tingkat bantuan dana perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum pada sejumlah enam KSM yang tersebar di enam RW. Tabel 18. Jumlah Bantuan Dana BLM Bantuan Fisik Perbaikan Fasilitas Umum menurut Jumlah Bantuan Dana yang Diterima Setiap KSM Jumlah Bantuan Dana (Rupiah) Rendah (< 3 170 000) Sedang (3 170 000) Tinggi (> 3 170 000) Total (KSM) Total (%)
Jumlah 2 0 4 6 100
Sumber: Laporan P2KP Desa Banjarwaru Tahun 2006
Seperti terlihat pada Tabel 18, dari enam KSM penerima dana bantuan, dua diantaranya menerima dana bantuan di bawah rata-rata, yakni hanya sebesar Rp.2.900.000,00 dan Rp.3.100.000,00. Kedua KSM tersebut adalah KSM Mandiri yang berada di RW 05 dan KSM Tunas Harapan yang berada di RW 02. Sedangkan pada keempat KSM lainnya, yaitu KSM Silih Asih yang berada di RW 01, KSM Saluyu yang berada di RW 03, KSM Kuta Legok yang berada di RW 04, dan KSM Sauyunan yang berada di RW 06 menerima bantuan dana di atas rata-rata dana bantuan dengan kisaran bantuan dana sebesar Rp.3.200.000,00
68
hingga Rp.3.400.000,00. Dengan demikian tingkat bantuan dana BLM untuk perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum tergolong sedang. Dana yang digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum seluruhnya pada masing-masing RW tidak hanya berasal dari dana BLM P2KP, tetapi juga berasal dari dana swadaya masyarakat setempat. Seperti pada pelaksanaan perbaikan rumah tidak layak huni, pelaksanaan perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum tersebut dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat setempat, khususnya dilakukan oleh ART laki-laki dan ART perempuan membantu dalam hal penyediaan konsumsi bagi para laki-laki yang membantu kegiatan tersebut. Namun demikian tidak seluruh RMKL dan RMKP menerima manfaat dari perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum dikarenakan tidak seluruh wilayah di RW 05 mendapatkan bantuan fisik tersebut, seperti yang terjadi di RT 02/05. Kegiatan bantuan terakhir yang diberikan dalam hal bantuan dana fisik P2KP yaitu berupa santunan beras yang dibagikan kepada 35 orang jompo dan anak yatim piatu sejumlah lima liter beras pada masing-masing penerima bantuan. Jumlah dana fisik P2KP yang disalurkan untuk kegiatan ini seluruhnya berjumlah Rp.180.000,00. Jumlah bantuan yang diperoleh oleh masing-masing penerima bantuan santunan tersebut berjumlah sama. Dengan demikian tingkat bantuan dana BLM untuk bantuan santunan tergolong sedang. Jumlah total dari dana BLM yang dialokasikan pada bantuan fisik perbaikan rumah tidak layak huni, perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum dan bantuan sosial adalah sebesar Rp.25.180.000,00.
69
7.1.2.
Tingkat Kemudahan Sistem Alokasi dan Pengembalian Dana Pinjaman Kredit Mikro Melalui
penelusuran
yang
dilakukan
kepada
orang-orang
yang
mendapatkan bantuan pinjaman kredit, diketahui bahwa mereka tidak menemui kesulitan dalam proses mendapatkan pinjaman kredit tersebut. Terlebih dahulu mereka diharuskan mendaftarkan diri sebagai anggota KSM dengan persyaratan yang cukup mudah, yaitu dengan menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga (KK). Setelah itu, mereka cukup dengan mengajukan besarnya jumlah bantuan pinjaman kredit yang diinginkan melalui KSM dimana mereka tergabung di dalamnya. Dengan waktu yang tidak begitu lama, maka pinjaman kredit tersebut mereka peroleh. Pinjaman kredit yang mereka peroleh itu kemudian dapat diangsur setiap bulannya hingga 10 kali angsuran. Sehingga total waktu pengembaliannya seluruhnya adalah 10 bulan. Kemudian besarnya pinjaman kredit tersebut dikenakan biaya administrasi sebesar 1,5 persen per angsuran setiap bulannya. Kedua hal itu tentu saja meringankan beban para penerima pinjaman kredit tersebut, karena biasanya apabila mereka mendapatkan pinjaman kredit dari rentenir yang bunganya mencapai 20 persen hingga 30 persen per bulannya. Selain itu mereka yang terlambat membayar angsuran tiap bulannya tidak dikenakan sanksi apapun. Namun sangat disayangkan, meskipun kemudahan sudah diberikan dalam proses pengembalian pinjaman kredit, tetapi tetap saja masih banyak diantara para penerima pinjaman kredit tersebut yang belum melunasinya hingga saat ini. Hal ini mengakibatkan tidak adanya perguliran dana pada bantuan pinjaman kredit tersebut akibat kredit macet. Sehingga bantuan pinjaman kredit
70
tersebut tidak dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan hanya dapat dilakukan satu tahap perguliran dana bantuan saja. Tentu saja hal ini amat sangat disayangkan, mengingat bantuan pinjaman kredit P2KP ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin melalui penguatan sumber modal. Sehingga dengan terjadinya kredit macet, tentu saja masalah kemiskinan yang terjadi tidak dapat diselesaikan karena penguatan modal ekonomi pada masyarakat yang dimaksud tidak tercapai. Hal ini dapat terjadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi tanggungjawabnya sebagai warga yang taat pada peraturan.
7.1.3.
Tingkat Kesesuaian Jenis Pelatihan dengan Kebutuhan Sasaran P2KP Sebagai salah satu komponen kegiatan P2KP yang termasuk pada
komponen pengembangan masyarakat, kegiatan pelatihan dan pengembangan SDM ini hanya ditujukan kepada para anggota kepengurusan BKM. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja BKM sebagai pelaksana program P2KP. Kegiatan ini telah dilakukan sebanyak tiga kali dan bertempat di aula kantor Desa Banjarwaru. Kegiatan pelatihan dan pengembangan SDM ini tidak sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya seperti yang terdapat pada PJM Pronangkis, karena pada awalnya kegiatan pelatihan ini akan ditujukan kepada warga baik yang telah memiliki usaha sendiri ataupun yang baru akan memulai usaha, melalui kegiatan pelatihan kewirausahaan. Pada pelaksanaannya, kegiatan pelatihan dan pengembangan SDM ini hanya diikuti oleh anggota BKM. Meskipun demikian apabila mengacu pada panduan umum P2KP, kegiatan yang termasuk pada komponen pengembangan masyarakat yaitu pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya BKM dan
71
juga KSM, juga mendorong jaringan kerjasama antar KSM, antar BKM, dan forum BKM dengan pihak lainnya dan penyusunan Perencanaan Jangka Menengah dan Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis) telah berhasil dilakukan.
7.2.
Pengelolaan P2KP
7.2.1.
Tipe Pendekatan BKM dalam Pengelolaan P2KP pada Penentuan Sasaran P2KP Pelaksanaan P2KP terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: tahap
perencanaan dan pelaksanaan. Namun yang akan disoroti pada pembahasan kali ini hanya pada tahap perencanaan P2KP, yaitu pada proses penentuan sasaran penerima bantuan fisik dana BLM dan pada proses pembentukan KSM sebagai wadah para penerima bantuan yang memperoleh bantuan dana pinjaman kredit mikro. Karena diduga ketepatan dalam penentuan sasaran penerima bantuan P2KP akan mempengaruhi tingkat keberhasilan P2KP, khususnya dilihat dari tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP. Bersamaan dengan penentuan sasaran P2KP penerima bantuan fisik, juga dilakukan pembentukan KSM. Pada rembug warga untuk menentukan sasaran penerima bantuan fisik tersebut dihadiri oleh perwakilan dari masyarakat (Ketua RT dan RW), fasilitator, PJOK, wakil kader masyarakat, kepala desa, dan BKM. Jumlah unsur yang hadir pada pertemuan tersebut berjumlah 30 orang yang mewakili masing-masing unsur. Berdasarkan jenis kelamin yang hadir, pertemuan tersebut dihadiri oleh 22 orang laki-laki dan delapan orang perempuan. Dengan demikian dilihat dari komposisi laki-laki dan perempuan yang hadir pada pertemuan tersebut didominasi oleh laki-laki. Hal ini membuktikan adanya
72
subordinasi
perempuan
atas
laki-laki
terhadap
kontrol
pada
program
pembangunan atau yang berhubungan dengan pembuatan kebijakan publik. Pada proses penentuan sasaran P2KP tersebut, khususnya bagi penerima bantuan pemugaran rumah dan santunan beras, dilakukan melalui kegiatan rembug warga pemetaan swadaya profil keluarga miskin. Kriteria rumahtangga miskin yang digunakan adalah kriteria rumahtangga miskin yang keluarkan oleh BKKBN, yaitu rumahtangga yang termasuk keluarga miskin adalah rumahtangga yang masuk dalam kategori Keluarga Pra-KS dan KS I yang sebelumnya juga telah dikonfirmasi dalam rembug warga tingkat RT/RW. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penentuan sasaran penerima bantuan P2KP, khususnya bagi penerima bantuan pemugaran rumah dan bantuan santunan beras tidak menggunakan kriteria lokal sebagaimana yang telah disebutkan pada Pedoman Umum P2KP, meskipun dalam prosesnya BKM melibatkan masyarakat atau secara partisipatif. Sama seperti pada proses penentuan sasaran penerima bantuan fisik P2KP, pada proses pembentukan KSM juga dilaksanakan melalui rembug warga. Pada rembug warga tersebut setiap RT dan RW diwakili oleh ketua RT atau RW masing-masing. Rembug warga tersebut membahas mengenai sosialisasi P2KP, khususnya mengenai maksud dan tujuan serta mekanisme dari kegiatan bantuan pinjaman kredit mikro. Setelah dilakukan rembug warga di tingkat desa untuk membicarakan bantuan pinjaman dana kredit mikro tersebut, selanjutnya menjadi tugas ketua RT atau RW dan para kader masyarakat untuk mempublikasikannya pada warga di wilayahnya masing-masing. Kemudian menindaklanjuti hal tersebut, warga di setiap wilayah yang berminat untuk mendapatkan bantuan
73
tersebut dikumpulkan pada salah satu rumah warga, biasanya di rumah seorang kader atau rumah ketua RT atau RW setempat. Pada pertemuan tersebut dibahas mengenai bantuan pinjaman kredit pada program P2KP untuk selanjutnya bagi mereka yang berminat pada masing-masing RT akan dibentuk KSM disesuaikan dengan sejumlah warga yang berminat. Kemudian untuk memperoleh bantuan pinjaman tersebut, para calon penerima bantuan melengkapi persyaratan yang dibutuhkan dan kemudian menunggu beberapa waktu hingga bantuan tersebut dapat diperoleh. Melihat dari cara BKM dalam menentukan sasaran penerima bantuan fisik P2KP dan pembentukan KSM sebagai wadah bagi para penerima bantuan dana BLM berupa pinjaman kredit mikro dilakukan dengan cara rembug warga yang melibatkan seluruh unsur yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa BKM telah melakukan kedua hal tersebut secara partisipatif. Meskipun tidak secara keseluruhan warga dilibatkan secara langsung, terutama pada rumahtangga miskin, namun pada rembug warga tersebut telah diwakilkan oleh perwakilan warga seperti ketua RT atau RW. Dengan demikian, untuk hal-hal yang menyangkut dengan program pembangunan atau kebijakan publik, rumahtangga miskin tidak memiliki kontrol terhadap hal tersebut. Hanya mereka yang memiliki jabatan tertentu di masyarakat atau mereka yang memiliki pengaruh (tokoh masyarakat) yang dapat akses dan kontrol terhadap hal tersebut.
7.2.2.
Frekuensi Kunjungan Pendampingan Fasilitator Pada program P2KP yang dilaksanakan di Desa Banjarwaru, fasilitator
merupakan pihak dari luar yang ikut membantu terlaksananya program. Fasilitator yang bertugas di Desa Banjarwaru berjumlah dua orang. Fasilitator tersebut tidak
74
hanya bertanggungjawab pada pelaksanaan pendampingan P2KP di satu desa saja, tetapi bertanggungjawab pada beberapa desa sekaligus. Fasilitator banyak berperan dalam proses perencanan P2KP. Fasilitator tersebut telah disiapkan oleh pihak yang bertanggungjawab di tingkat atas P2KP dan bertanggungjawab langsung kepada Konsultan Manajemen Wilayah (KMW). Mereka bertugas mendampingi warga Desa Banjarwaru pada awal mula sosialisasi P2KP kepada warga, pembentukan BKM dan penyusunan PJM Pronangkis juga seharusnya pada pelaksanaan P2KP yang bertugas memantau jalannya P2KP. Pada pelaksanaannya fasilitator tersebut lebih banyak berperan pada saat tahap perencanaan P2KP, yaitu pada saat sosialisasi di tingkat desa dan pada saat penyusunan PJM Pronangkis, serta pada saat rembug warga untuk menentukan sasaran penerima bantuan P2KP. Selanjutnya untuk tahap pelaksanaan, yang lebih banyak berperan adalah BKM sebagai pengelola P2KP di tingkat desa.
7.3.
Ikhtisar Tingkat dana BLM untuk bantuan fisik (perbaikan rumah tidak layak
huni, perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum, dan bantuan sosial), tingkat kemudahan sistem alokasi dan pengembalian dana pinjaman kredit mikro, dan tingkat kesesuaian jenis pelatihan dengan kebutuhan sasaran P2KP merupakan tiga timulan P2KP yang diduga mempengaruhi tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP. Diketahui bahwa tingkat dana BLM untuk bantuan fisik pada ketiga komponen tersebut tergolong sedang, dimana pada ketiganya tingkat bantuan dana yang diperoleh pada masing-masing bantuan tersebut tergolong sedang (jumlah bantuan yang diperoleh di sekitar rata-rata dari total jumlah bantuan dana).
75
Tipe pendekatan BKM dalam pengelolaan P2KP pada penentuan sasaran P2KP yang termasuk pada pengelolaan P2KP juga diduga mempengaruhi tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP pada P2KP. Tipe pendekatan BKM dalam pengelolaan P2KP pada penentuan sasaran P2KP tersebut tergolong tinggi dimana pada kegiatan penentuan sasaran penerima bantuan fisik dan penerima bantuan pinjaman kredit keduanya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur yang ada di masyarakat. Namun demikian pada proses penentuan sasaran penerima bantuan P2KP khususnya pada penerima bantuan fisik tidak menggunakan kriteria miskin berdasarkan ukuran lokal yang disepakati warga, karena kriteria miskin yang digunakan masih menggunakan kriteria miskin yang dikeluarkan oleh BKKBN. Dengan demikian dalam penentuan sasaran penerima bantuan pada P2KP masih menggunakan kriteria miskin seperti pada program penanggulangan kemiskinan yang lainnya. Pada pengelolaan P2KP lainnya yang juga diduga mempengaruhi akses dan kontrol RMKL dan RMKP pada P2KP yaitu frekuensi kunjungan pendampingan fasilitator. Diketahui bahwa fasilitator yang seyogyanya bertugas dan berperan sejak tahap perencanaan dan pelaksanaan P2KP, pada pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru ini para fasilitator yang berjumlah dua orang tersebut hanya berperan pada tahap perencanaan saja, yaitu terdiri dua kegiatan rembug warga. Dua rembug warga tersebut dilakukan pada saat penyusunan PJM Pronangkis dan penentuan sasaran penerima bantuan P2KP, khususnya penerima bantuan fisik. Dengan demikian frekuensi kunjungan pendampingan fasilitator pada pelaksanaan P2KP di desa ini tergolong rendah.