186
BAB VII MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR BAKU LINTAS WILAYAH
7.1 Analisis Sistem Dinamik Analisis sistem dinamik dimulai dengan identifikasi sistem. Identifikasi sistem merupakan tahap yang penting untuk menentukan variabel-variabel dalam sistem. Karena identifikasi sistem adalah mengintepretasikan semua komponen yang berinteraksi ke dalam konsep kotak gelap (black box). Variabel-variabel tersebut terdiri atas variabel output yang dikehendaki, variabel input terkontrol, variabel output yang tidak dikehendaki, variabel input yang tidak terkontrol, dan variabel lingkungan. Informasi dikatagorikan menjadi tiga yaitu peubah input, peubah output dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Pada penelitian ini ada tiga variabel yakni variabel state (pendukung) dalam membangun model konseptual, dan selanjutnya ditentukan variabel non-state (variabel lainnya) yang meliputi variabel penggerak (driving), variabel pembantu (auxiliary), dan variabel tetap (constant) yang melengkapi suatu model (diagram black box). Diagram input output model kebijakan pengelolaan air lintas wilayah yang bersifat holistic dan keberlanjutan berbasis otonomi daerah (Gambar 10). Diagram input-output tersebut mengambarkan beberapa permasalahan yang terkait dengan pengelolaan air bersih baik permasalahan lingkungan, jumlah penduduk, pencemaran sampai kepada konflik pengelolaan sumber daya air antar PDAM dan antar daerah. Kebutuhan air bersih mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk, sedangkan produksi air bersih sangat dipengaruhi oleh suplai bahan baku baik kualitas dan kuantitas dari sumber air baku. Input sistem terdiri dari input eksternal dan internal. Input lingkungan bersifat eksternal, mempengaruhi sistem, tetapi tidak dipengaruhi oleh sistem. Pada sistem pengelolaan air bersih lintas wilayah pemenuhan air bersih untuk
187
DKI Jakarta input lingkungan terdiri dari berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah tersebut diantaranya adalah Undang- undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, PP Nomor 38 Tahun 2007 dan Permen PU Nomor 20 Tahun 2006 tentang KNSP-SPAM dan kebijakan pemerintah, pemerintah daerah serta input lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi sistem pengelolaan air bersih. Langkah berikutnya adalah menformulasikan struktur model kebijakan pengelolaan air baku lintas wilayah, adalah: (1) merumuskan batasan model dengan asumsi-asumsi, (2) mengkonstruksi diagram lingkar sebab-akibat (causal loop), (3) menyusun struktur model, dan (4) mengimplementasikan model dengan menggunakan software Powersim. Asumsi yang digunakan dalam formulasi model kebijakan pengelolaan air baku lintas wilayah studi kasus pemenuhan air bersih untuk DKI Jakarta adalah: 1. Keterkaitan antar sektor dilihat berdasarkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial serta kelembagaan. 2. Nilai produksi diperoleh dari jumlah produksi PAM Jaya 2009. 3. Komponen yang digunakan/dianalisis dalam setiap causal loop adalah sektorsektor yang dianalisis sebelumnya. Hal ini untuk menjaga konsistensi terhadap proses analisis. 4. Tingkat pertumbuhan (rate) didasarkan atas tingkat pertumbuhan neto setiap tahun. 5. Pengaruh dinamika pertumbuhan ekonomi tidak diperhitungkan. 6. Nilai laju dan level disesuaikan dengan ketersediaan data pendukung. Untuk memahami struktur dan perilaku sistem yang akan membantu dalam pembentukan model dinamika kuantitatif formal digunakan diagram sebab akibat (causal loop) dan diagram alir (flow diagram). Diagram sebab akibat dibuat dengan cara menentukan variabel penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke variabel akibat, dan
188
garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua variabel saling mempengaruhi. 7.2 Model Dinamik Pengelolaan air baku lintas wilayah Pengembangan model dinamik meliputi (a) sub model pendudk (b) sub model kebutuhan air (c) sub model suplai dan distribusi air (d)
sub model
ekonomi yang didasarkan hasil analisis ism, mds dan analisa konten dan analisis supply demand. Simulasi dilakukan selama periode waktu 20 tahun dimulai tahun 2012 s.d. 2032, skenario modelnya adalah: (1)
Kebutuhan air bersih per orang/ hari 150 liter, pertumbuhan industri 2%, hotel dan wisata 2%, sosial 1%, dan cakupan layanan 60% penduduk DKI Jakarta.
(2)
Kebutuhan air bersih per orang/hari 150 liter, pertumbuhan industri 0,009%, pertumbuhan hotel dan wisata 1%, sosial 1%, cakupan layanan penduduk 80%.
(3)
Asumsi
pertumbuhan
penduduk
1.35%
(sesuai
dengan
rata-tata
pertumbuhan penduduk selama delapan tahun terakhir). wilayah. Sub sistem sosial yang terkait dengan dinamika kependuduk. Kehidupan sosial masyarakat Jakarta memberikan pengaruh yang besar terhadap kebutuhan air. Ibukota negara dengan pusat pertumbuhan ekonomi memberikan dampak kesejateraaan kepada masyarakat Jakarta walau tingkat pemerataannya masih timpang. Tingkat kesejahteraan yang tidak merata tersebut juga memberikan pengaruh terhadap konsumsi air. Namun dari rata-rata penduduk Jakarta diasumsikan kebutuhan air per orang adalah antara 80 liter sampai 150 liter perhari. Adanya pembangunan kota DKI yang begitu pesat, DKI menjadi daya tarik tersendiri bagi pendatang baru. Pertumbuhan penduduk DKI rata-rata berkisar antar 1,25 sampai 1,45 selama sepuluh tahun terakir ini, dan pertumbuhan penduduk tersebut telah dihitung antara imigrasi dan emigrasi, kelahiran dan kematiannya.
189
Para pendatang baru menempati kawasan kumuh dan padat penduduk, dimana keperluan airnya masih banyak menggunakan air tanah yang nota beneh telah tercemar oleh Bakteri Coli dan detergen. Menurut Endang, bahwa air tanah di DKI telah tercemar oleh Bateri Coliform dan detergen. Pada kawasan yang padat penduduk air tanahnya telah tercemar oleh detergen sedangkan pada kawasan yang dengan kepadatan bangunan air tanahnya tercemar oleh bakteri coliform. Pada kenyataannya kawasan dengan kepadatan bangunan juga padat akan penduduknya.
Gambar 37. Stock flow diagram (SFD) pengelolaan air bersih lintas wilayah. Asumsi yang digunakan dalam pengembangan model pengelolaan air lintas wilayah untuk pemenuhan air bersih DKI Jakarta adalah: 1. Angka pertumbuhan penduduk yaitu sebesar 1,35 %, sudah termasuk angka kelahiran dan kematian serta imigrasi dan emigrasi. 2. Kebutuhan air untuk domestik sebesar 150 liter per hari per orang. 3. Suplai air dari PJT II tidak banyak mengalami peningkatan yaitu sebesar 460 juta m3 per tahun. 4. Kebutuhan air untuk perhotelan dan wisata sebesar 9.960.000 m3/ tahun
190
5. Kebutuahan air untuk industri dan komersil sebesar 61.750.000 m3/tahun. 6. Kebutuhan air untuk lembaga sosial sebesar 31.210.000 m3/tahun 7. Tingkat kehilangan air baku dari PJT II menuju lokasi instalasi pengelolaan air sebesar 50%. 8. Tingkat kebocoran air bersih di instalasi distribusi air sebesar 40% dari produksi. 9. Harga pembelian air baku dari PJT II sebesar Rp 161,2./ m3. 10. Harga beli air curah sebesar Rp 2.550,- / m3. 11. Biaya pengelolaan air per m3 sebesar Rp 2.000,12. Harga jual air rata-rata sebesar Rp 6.000,- m3. Kemauan membayar untuk jasa lingkungan PEMDA DKI sebesar Rp50.000.000.000 (50 milyar rupiah) / tahun yang diberikan kepada Pemda Jabar dan Pemda Tangerang provinsi Banten 7.2.1 Sub Model Penduduk Sub model penduduk yang mengambarkan hubungan beberapa komponen seperti kelahiran, kematian, imigrasi dan emigrasi. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk DKI tahun 2010 sebesar 9.588.198 orang. Adapun sub model penduduk nampak pada Gambar 38 berikut.
Gambar 38. Sub model penduduk DKI Jakarta
191
Keterangan: Openduduk
= jumlah penduduk 2009
Olaju_pert_pdkk
= laju pertumbuhan penduduk
Of_pert_pddk
= angka pertumbuhan penduduk
OAME
= AME penduduk
Opddk_aktual
= penduduk aktual
7.2.2 Sub Model Kebutuhan Air Kebutuhan air untuk penduduk DKI Jakarta sangatlah besar dikarenakan jumlah penduduk DKI yang besar pula. Dengan penduduk yang besar dan juga akitivitas sebagai ibu kota, maka DKI Jakarta membutuh air yang cukup banyak untuk mencukupi kebutuhan dalam aktivitasnya, baik perkatoran, rumah sakit, mall-mall, industri dan universitas serta sekolah. PAM Jaya biasanya membagi dalam dua kelompok yaitu kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik yaitu untuk kebutuhan rumah tangga dan non domestik yaitu untuk kegiatan mall-mall, hotel, kantor, sekolah, universitas dan industri. Namun dalam model ini kami bagi menjadi 4 yaitu kebutuhan untuk rumah tangga (per penduduk), kebutuhan untuk industri, kebutuhan air untuk komersial (hotel-hotel dan mall) dan kebutuhan untuk sosial yaitu rumah sakit dan kantor serta univertas serta yayasan-yayasan sosial lainnya. PAM Jaya merupakan BUMD atau perusahaan pengelola air minum yang bekerja sama denga pihak swasta yaitu PT.Aetra dan PT.Palyja dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta. Sedangkan sumber air bakunya dipasok dari Perum Otorita Jatiluhur atau PJT II yang berada di Purwakarta. PJT II memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta dan sekitarnya. PJT II yang mengelolah air baku dari sumber air DAS Sungai Citarum untuk keperluan pertanian sekitar 80% dari produksinya, industri Kerawang dan Bekasi, kebutuhan PAM Bekasi dan kebutuahan PAM Jaya. Namun untuk
192
memenuhi kebutuhan air bersih wilayah DKI Jakarta, PAM Jaya juga masih membeli air curah dari PAM Tangerang yaitu dari Sungai Cisadane untuk keperluan Wilayah Cengkareng dan sekitarnya. Dalam rangka mengetahui besarnya produksi air bersih dan kebutuhan air bersih masyarakat DKI Jakarta dibangun suatu model pengelolaan air bersih lintas wilayah. Penelitian bertujuan untuk melakukan identifikasi keseimbangan supply demand di DAS yang terkait dengan penyediaan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta, melakukan identifikasi dukungan kebijakan pada pengelolaan sumber daya air di era otonomi daerah, menyusun model kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah yang bersifat holistik yang berkelanjutan dan rekomendasi agenda kebijakan dengan bantuan software powesim.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hasil simulasi sub model penduduk DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan naik membentuk kurva pertumbuhan positif (positive growth). Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk DKI Jakarta baik sebagai akibat dari tingginya tingkat kelahiran maupun tingginya penduduk pendatang. Kenaikan kebutuhan air bersih sebagai sub model juga menunjukkan hal yang sama yaitu mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta. Di sisi lain tidak terjadi peningkatan yang berarti dari sub model suplai air bersih dari sumber air baku yang ada saat ini. Hal tersebut dikarenakan sumber air baku untuk air bersih masih mengandalkan DAS Sungai Citarum atau pasokan dari PJT II dan belum dicarikan sumber air baku dari DAS lainnya atau dari sumber alternatif lainnya misalnya air laut. Walaupun begitu pentingnya masalah air, masih banyak manusia yang tiada peduli dengan keberadaaan air. Air dianggap sesuatu yang gratis tinggal pakai, sudah ada dengan sendirinya tanpa dikelolah pun air akan tetap ada. Namun kenyataannya akhir-akhir ini karena pemanasan global, menyadarkan manusia akan pentingnya pengelolaan air. Air hujan jika tidak dikelolah, maka akan mengalir terus ke laut tanpa ada resapan, sehingga menimbulkan banjir di permukiman penduduk di bantaran sungai. Air hujan yang tidak dikelolah (tanpa ada resapan) maka, air tidak mampu melakukan infiltrasi ke dalam tanah, sehingga kandungan air bawah tanah terus
193
menerus berkurang. Air hujan yang tanpa dikelolah akan mengalir terus kelaut tanpa dapat dimanfaatkan, menteri pekerjaan umum menyatakan air hujan yang tidak dapat dimanfaatkan (mengalir ke laut tanpa terserap tanah) sebesar 91%. Air hujan, air bawah tanah, air sungai dan danau dapat dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, namun harus dikelolah terlebih dahulu. Keberadaan air hujan sangatlah penting, disamping akan mengalir ke sungai, ke sawah untuk kesuburan tanaman, ke kebun untuk kesuburan tanah, dan juga terserap ke tanah dan menjadi air bawah tanah. Banyaknya permukiman, mengakibatkan air minum menjadi masalah yang sangat penting atau akan menjadi masalah jika tanpa dikelolah dengan baik. Dengan banyaknya penduduk maka kebutuhan air minum meningkat. Disisi lain kepadatan penduduk, membuat resapan air hujan ke dalam tanah sangat berkurang, karena lahan terpakai untuk pemukiman, jalan, dan sarana lain. Padatnya lingkungan, sungai yang mengalir di dekat permukiman penduduk tercemar oleh limbah rumah tangga baik limbah cair maupun limbah padat sekalian itu juga tercemar oleh limbah isdustri baik industri besar maupun industri rumah tangga. Sedangkan air sungai menjadi bahan baku air bersih untuk PAM Jaya. Sumber air di daerah hulu, dimana terkenal dengan sumber air yang bersih dan sejuk tanpa polusi, akir-akir ini juga menjadi masalah karena sudah berkurang, dengan dijadikannya daerah tangkapan air menjadi permukiman, vila, dan tempat industri pariwisata seperti hotel dan restauran. Dalam rangka mengatasi hal hal tersebut di atas baik masalah banjir dan air minum diperlukan kebijakan nasional dan juga kebijakan yang bersifat regional. Khususnya masalah air bersih yang sangat tergantung dari air baku, maka perlu kebijakan regional tentang air bersih. Di DKI Jakarta, pasokan air baku untuk air bersih banyak tergantung dari Jawa Barat khususnya Bogor. Berdasarkan hal tersebut perlu kebijakan regional antara Pemda DKI Jakarta, dan Pemda Bogor, bahkan jika perlu dengan Pemda Jabar karena ada beberapa sungai yang mengalir dari daerah Waduk Jatiluhur (Purwakarta) ke DKI Jakarta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 39.
194
Gambar 39. Sub model kebutuhan air baku DKI Jakarta Keterangan: Olaju_kebutuhan domestik
= laju kebutuhan air domestik
Okeb_domestik
=kebutuhan air domestik
Odistribusi
=distribusi
Okeb_htl-wst
=kebutuhan air hotel dan wisata
Olaju_keb-wst
=laju kebutuhan hotel dan wisata
Oke_industri-komsl
=kebutuhan industri dan komersil
Olaju_industri-komsl
=laju industri dan komersil
Of_keb_indt_komsl
=fraksi kebutuhan industri dan komersil
Okeb_sosial
=kebutuhan sosial
Olaju_keb_sosial
=laju kekbutuhan sosial
Of_keb_sosial
=fraksi kebutuhan sosial
7.2.3 Sub Model Suplai air baku dan Distribusi Air bersih Kebutuhan air untuk penduduk DKI Jakarta dan kebutuhan non domestik yaitu untuk industri, mall-mall, rumah sakit dan kantor serta univertas dan sekolah
195
disuplai dari PAM Jaya dan air tanah. Air dari PAM Jaya dibagi menjadi dua operator swasta yaitu wilayah barat oleh PT.Palyja dan wilayah timur oleh PT.Aetra dengan air bakunya disuplai oleh PJT II (Sungai Citarum) serta ditambah dengan air curah dari Cengkareng dan Sungai Cisadane (PDAM Tangerang). Untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang selama ini masih mengalami kekurangan bahkan mengalami krisis air bersih, maka dilakukan skenario kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah untuk memenuhi kebutuhan DKI Jakarta. Beberapa kebijakan tersebut antara lain yaitu dengan mengurangi tingkat kebocoran, program hemat air melalui program 3R serta pemanfaatan secara maksimal sungai yang ada di DKI Jakarta (13 Sungai lainnya). Untuk lebih jelasnya sub-model suplai air dapat dilihat pada Gambar 40.
Gambar 40. Sub model suplai air baku dan distribusi air bersih DKI Jakarta
196
7.2.4 Sub Model Ekonomi Sub sistem ekonomi terkait dengan distribusi air PAM Jaya, jasa lingkungan, pajak air dan lain lain. PAM Jaya membeli air dari PJT II sebesar Rp.161,2 per m3 dengan biaya pengolahan sebesar Rp. 1.500,- dan bahan kimia sebesar Rp. 500 m3. Biaya pengolahan secara keseluruhan terdiri dari biaya pegawai, listrik dan bahan bakar serta biaya kimia. Sedangkan pembelian air curah ke PAM Tangerang sebesar Rp. 2,560 per m3.. Pembelian air baku ke PJT II per m3 sebesar Rp.161,2 dihitung pada air yang ditrima oleh PAM Jaya di instalasi pengolahan air (IPA). Sub model ekonomi nampak pada Gambar 41.
Gambar 41. Sub model ekonomi pengelolaan air baku lintas wilayah Keterangan: PES DKI
= Payment Enviromental Service (50 milyar rupiah)
Fkonservasi
= konservasi (1%)
Biaya pengolahan
= biaya pengolaan air (Rp.1.500/m3)
Harga jual air
= harga jual air rata-rata(Rp. 5.000/m3).
Harga beli air
= harga beli air dari PJT II (Rp. 161/m3).
197
7.3 Validasi Model Hasil verifikasi model melalui studi komperatif dan wawancara mendalam mengidentifikasikan suatu proses pemahaman pendekatan sistem dalam pengelolaan air baku lintas wilayah berkelanjutan. Secara keseluruhan model pengelolaan air baku lintas wilayah menyerupai kondisi nyata kebijakan pengelolaan air baku lintas wilayah berkelanjutan untuk pemenuhan air bersih DKI Jakata. Pengelolaan air bersih dan pemanfaatan sumber air baku masih mengabaikan faktor ekologi sehingga akan mengancam kualitas air, kuantitas air dan juga kontinuitas air dimasa mendatang. Pengelolaan wilayah sungai dan pemanfaatan sumber air baku untuk air bersih masih mengedepankan faktor ekonomi, didalam eksploitasi air masih terdapat konflik dalam pembagian keuntungan antara pihak swasta dan pihak PAM Jaya. Pada dimensi sosial, masyarakat belum banyak dilibatkan dalam perencanaan dan kebijakan pengelolaan sumber daya air termasuk air baku untuk air minum. Uji
validitas
dilakukan
untuk
mengetahui
apakah
model
yang
dikembangkan dapat diterima dan dibenarkan secara akademik. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana model tersebut dapat menirukan fakta, apakah model menyerupai fakta atau tidak. Uji validitas dilakukan dua kali yaitu pengujian validitas struktur dan validitas kinerja.
a.
Uji Validitas Struktur Uji validasi struktur untuk mengetahui struktur model dengan konsep teori
empirik (Muhammadi, 2001). Secara empirik peningkatan kebutuhan air bersih dipengaruhi oleh peningkatan atau perkembangan jumlah penduduk, industri dan hotel dan wisata. Peningkatan jumlah penduduk akan meningakatkan kebutuhan air bersih domestik, peningkatan jumlah penduduk juga mengakibatkan peningkatan ragam aktivitias di perkantoran, komersil dan industri, hotel dan pariwisata, dimana aktivitas-aktivitas tersebut membutuhkan air. Jumlah penduduk akan dipengaruhi pertambahan penduduk yang berasal dari kelahiran (natalitas) dan imigrasi; serta pengurangan penduduk yang berasal dari kematian (mortalitas) dan emigrasi. Faktor yang menjadi pendorong terhadap peningkatan imigrasi adalah pertumbuhan industri, pusat bisnis, dan fasilitas komersil. Tingkat
198
kepadatan penduduk, kebersihan dan kesehatan lingkungan serta daya dukung lingkungan akan menjadi faktor pembatas yang dapat menekan pertumbuhan penduduk (Meadow, 1987). Hasil simulasi terhadap sub model dinamik kebutuhan air bersih meperlihatkan bahwa perkembangan produksi air bersih berkaitan erat dengan distribusi (suplai air bersih) dan pola kebutuhan air bersih mirip dengan pola pertumbuhan penduduk yakni pertumbuhan yang cepat pada awalnya dan kemudian melambat membentuk asimtotis menuju nilai konstan tertentu. Berdasarkan hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan air dan suplai air mengikuti pertumbuhan limit to growth (Meadows, 1987), dengan demikian struktur model yang dikembangkan ini dapat dikategorikan menjadi sruktur model yang valid (Barlas, 1996).
b. Uji validitas kinerja Validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuannya untuk memperoleh keyakinan sejauh mana “kinerja” sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah menvalidasi kinerja model dengan data empiris, untuk melihat sejauh mana perilaku output model sesuai dengan perilaku data empirik (Muhammadi, 2001). Prosedur uji konsistensi adalah dua langkah berikut: Pertama, mengeluarkan output simulasi, khususnya hasil simulasi dari variabel utama (reference model), kemudian dibandingkan dengan pola perilaku empirik. Membandingkan secara visual lebih dulu, jika ada penyimpang yang menonjol, kemudian memperbaiki variabel dan parameter model berdasarkan hasil penelusuran terhadap sebab-sebab penyimpangan itu. Kedua, jika secara visual pola output simulasi sudah mengikuti pola data aktual, maka untuk memperoleh keyakinan dilakukan uji statistik. Melakukan uji statistik untuk melihat penyimpangan antara output simulasi dengan data aktual dengan AME (Muhammadi, 2001). AME (absolute means error) adalah penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual. Dalam penelitian ini pengujian validitas kinerja terhadap model yang dikembangkan menggunakan uji AME. Pengujian validitas kinerja dilakukan terhadap sub penduduk dan sub model distribusi air yang menjadi
199
comodel-nya, variabel yang diuji adalah jumlah penduduk yang menjadi peran utama kebutuhan air. Dilakukan penyempurnaan maka hasil simulasi terhadap kedua sub model menunjukkan adanya kemiripan antara hasil simulasi dengan data empiris dengan menggunakan konsep yang dikembangkan oleh Anis, Shamin dan Middlebrooks (1997). Dengan menggunakan rumus perhitungan AME diperoleh nilai masingmasing sebesar 0.01 dengan demikian
nilai tersebut berada pada batas
penerimaan (5-10%), (Barlas, 1996). Jika digunakan data jumlah penduduk selama lima tahun sejak 2004 s.d 2009 sebagai pembandingnya, maka hasil perhitungan uji validitas kinerja dengan menggunakan metode AME diperoleh nilai di bawah batas maksimum 10% (Tabel 37). Hasil perhitungan AME terhadap distribusi air hasil simulasi dengan jumlah distribusi air bersih aktual nampak pada Gambar 42. 500.000.000
400.000.000
300.000.000 AME_distribusi distrib_ak tual distribusi ak tua l
200.000.000
100.000.000
04
05
06
07
08
09
Gambar 42. Perbandingan distribusi simulasi dan distribusi aktual Keterangan :100.000.000 = jumlah m3 air yang didistribusikan. 04, ---09
= tahun simulasi 2004.
200
Tabel 38. Perbandingan distribusi simulasi dan distribusi actual Time
distrib_aktual
distribusi
AME_distribusi
01 Jan 2004
270.910.000,00
275.333.000,00
0,02
01 Jan 2005
267.080.000,00
275.358.055,33
0,03
01 Jan 2006
261.860.000,00
275.383.112,94
0,05
01 Jan 2007
242.800.000,00
275.408.172,82
0,13
01 Jan 2008
266.050.000,00
275.433.234,99
0,04
01 Jan 2009
266.050.000,00
275.458.299,44
0,04
Gambar 42 dan Tabel 38 di atas menunjukkan bahwa hasil uji validasi antara distribusi simulasi kinerja model dengan distribusi aktual masih dibawah sepuluh persen (10%), artinya model valid dan
dapat diterima. Sedangkan
perbandingan jumlah penduduk simulasi dan jumlah penduduk aktual DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 43 dan Tabel 39 berikut dibawah ini:
8.000.000
6.000.000 pe nduduk pddk _a k tua l AME_pe nduduk
4.000.000
2.000.000
0 04
05
06
07
08
09
Gambar 43. Perbandingan jumlah penduduk simulasi dan jumlah penduduk aktual DKI Jakarta Keterangan:
2.000.000 = jumlah penduduk. 04 = tahun simulasi 2004.
201
Hasil uji validasi antara penduduk simulasi dengan penduduk aktual nampak Gambar 33 di atas menunjukkan AME penduduk di bawah sepuluh persen artinya dapat diterima. Jika penduduk aktual pada tahun 2009 sebesar 9.223.000 orang maka berdasarkan simulasi model dinamik menunjukkan angka 9.330.728 dengan selisih sebesar 0.01. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka model dinamik yang dikembangkan dapat dinyatakan valid secara struktur dan dapat diterima secara akademik, (Barlas, 1996). Tabel 39. Perbandingan penduduk simulasi dan aktual DKI Jakarta Time
7.4
penduduk
pddk_aktual
AME_penduduk
01 Jan 2004
8.725.630,00
8.725.630,00
0,0
01 Jan 2005
8.843.426,01
8.864.519,00
0,0
01 Jan 2006
8.962.812,26
8.961.680,00
0,0
01 Jan 2007
9.083.810,22
9.064.000,00
0,0
01 Jan 2008
9.206.441,66
9.146.000,00
0,01
01 Jan 2009
9.330.728,62
9.223.000,00
0,01
Skenario Kebijakan Dalam sekanario pesimis, laju pertumbuhan suplai air untuk PJT II sebesar
1,25 dimana laju aktualnya hampir nol persen (0.009%). Sedangkan untuk kebocoran 40%, dan inefisiensi atau kehilangan air baku 50 % dimana inefisiensi atau kehilangan air baku aktual sebesar 50%.
202
Tabel 39. Skenario model kebijakan Skenario Pesimis
Keterangan 1.
Pertumbuhan penduduk meningkat 1,34 %
2.
Pertumbuhan industri 2 %
3.
Pertumbuhan perhotelan 2 %
4.
Pertumbuhan sosial 1%
5.
Kebocoran air bersih 40%
6.
Kehilangan air baku 50 %
7.
Tidak ada program PES
8.
Tidak ada kebijakan 3R (reduce, reuse dan recycle)
9.
Tidak ada program BKT
10.
Tidak ada program pemanfaatan 13 Sungai lainnya
11. Moderat
Tidak ada program Desalinasi
1.
Pertumbuhan penduduk meningkat 1,25 %
2.
Pertumbuhan industri 1 %
3.
Pertumbuhan perhotelan 1 %
4.
Pertumbuhan sosial 0,5 %
5.
Kebocoran air bersih 35 %
6.
Kehilangan air baku 50 %
7.
Tidak ada program PES
8.
Tidak ada kebijakan reduce, reuse dan recycle dalam pemanfaatan air baku
9.
Tidak ada program BKT
10.
Tidak ada program pemanfaatan 13 Sungai lainnya
Optimis
11.
Tidak ada program Desalinasi
1.
Pertumbuhan penduduk meningkat 1,25 %
2.
Pertumbuhan industri 0 %
3.
Pertumbuhan perhotelan 0,5 %
203
Skenario
Keterangan 4.
Pertumbuhan sosial 0,5 %
5.
Kebocoran 15 % pada tahun 2032.
6.
Kehilangan 10 %
7.
PES untuk Pemda Jabar dan Banten Rp. 50 M/
tahun. 8.
Kebijakan reduce, reuse dan recycle dalam pemanfaatan air sebesar 30 % dari air terpakai
9.
BKT
dengan kapasitas 150 juta m3/ tahun
(pertumubuhan 0,01). 10.
13 Sungai dab Sumber lain dengan kapasita 4 juta m3 (pertumbuhan 0,01) melalui kerjasama dengan pemda lainnya.
11.
Desalinasi kapasitas 2,5 juta m3 (pertumbuhan 0.005%).
7.4.1 Skenario pesimis Kebutuhan air di DKI Jakarta terus meningkat jika kondisi yang ada tidak dikendalikan atau tidak dilakukan intervensi. Kondisi aktual saat ini terkait dengan pengelolaan air bersih terlihat pada Tabel 42, sekenario (pesimis) yaitu pertumbuhan penduduk meningkat 1,34 %, pertumbuhan industri 2 %, pertumbuhan perhotelan
2 %, pertumbuhan sosial 1%, kebocoran 40%,
kehilangan air baku dari PJT II ke instansi pengelola air (IPA/WTP) sebesar 50%. Dalam sekenario pesimis berarti kondisi yang ada tidak dilakukan intervensi baik berupa kebijakan terkait dengan managament supply maupun management demand, baik teknis maupun non teknis.. 7.4.2 Skenario Moderat Sekenario
moderat
disusun
dengan
mempetimbangkan
program
pemerintah yang terkait dengan MDGs. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM dan peraturan lainnya serta
204
skenario pengembangan SPAM, sasaran dari Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) melalui perpipaan, non perpipaan terlindungi, antara lain sebagai berikut: •
Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau dengan peningkatan cakupan pelayanan melalui sistem pemipaan yang semula 18 % pada tahun 2004 menjadi 32 % pada tahun 2009 dan selanjutnya meningkat menjadi 60 % pada tahun 2015.
•
Tercapainya peningkatan efesiensi dan cakupan pelayanan air dengan menekan tingkat kehilangan air direncanakan hingga pada angka 20% dengan melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha.
•
Penurunan presentase cakupan pelayanan air minum dengan sistem non permipaan terlindungi dari tahun 2004 sebesar 37,47% menjadi 33% pada tahun 2009 dan 20 % pada tahun 2015, sehingga presentase penggunaan SPAM melalui sistem non-perpipaan tidak terlindung semakain menurun dari tahun ke tahun. Adapun hasil simulasi dari sknario moderat dapat dilihat pada Gambar 44 berikut ini:
Gambar 44. Stock flow diagram (SFD) skenario moderat pengelolaan air lintas wilayah.
205
Gambar 44 di atas menunjukkan bahwa pengelolaan air lintas wilayah dengan skenario moderat (sesuai dengan rencana pemerintah DKI Jakarta), umtuk memenuhi kebutuhan air bersih DKI Jakarta masih mengandalkan suplai air baku dari PJT II (DAS Citarum) dan suplai air dari PAM Tangerang (DAS Cisadane). Dengan mengandalkan kedua sumber air baku tersebut, DKI Jakarta masih mengalami defisit air bersih pada tahun 2015 sebesar 371.341.040 m3 dan terus menerus defisit air akan mengalmi peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan air bersih. Peningkatan kebutuhan air bersih DKI Jakarta akan mengalmi peningkatan terus menerus sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta dan pertumbuhan hotel, mall serta industri. Tabel 40 .
Time
Gap hasil skenario moderat pengeloaan air baku lintas wilayah
Mtotal_produksi_pam
Mtotal_keb_air_bersih
Mdistribusi
Mgap_neraca_air
Jan 01, 2015
320,666,000.00
627,873,840.50
256,532,800.00
371,341,040.50
Jan 01, 2016
320,694,859.94
635,308,913.51
256,556,465.20
378,752,448.30
Jan 01, 2017
320,723,722.48
642,833,961.80
256,580,132.58
386,253,829.22
Jan 01, 2018
320,752,587.61
650,450,086.29
256,603,802.14
393,846,284.15
Jan 01, 2019
320,781,455.35
658,158,401.45
256,627,473.87
401,530,927.58
Jan 01, 2020
320,810,325.68
665,960,035.46
256,651,147.78
409,308,887.67
Jan 01, 2021
320,839,198.61
673,856,130.39
256,674,823.87
417,181,306.52
Jan 01, 2022
320,868,074.13
681,847,842.37
256,698,502.14
425,149,340.24
Jan 01, 2023
320,896,952.26
689,936,341.80
256,722,182.58
433,214,159.22
Jan 01, 2024
320,925,832.99
698,122,813.43
256,745,865.20
441,376,948.23
Jan 01, 2025
320,954,716.31
706,408,456.65
256,769,550.00
449,638,906.65
Jan 01, 2026
320,983,602.24
714,794,485.60
256,793,236.98
458,001,248.63
Jan 01, 2027
321,012,490.76
723,282,129.38
256,816,926.13
466,465,203.24
Jan 01, 2028
321,041,381.88
731,872,632.20
256,840,617.47
475,032,014.73
Jan 01, 2029
321,070,275.61
740,567,253.64
256,864,310.98
483,702,942.65
206
Tabel 41 di atas menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih untuk DKI Jakarta masih belum dapat dipenuhi sesuai dengan target MDGs. Target MDGs pada tahun 2015 cakupan pelayanan air bersih kota Jakarta sebesar 80% dari jumlah penduduk. Jika tidak dilakukan skenario kebijakan terkait dengan penambahan suplai air baku untuk air bersih, maka target MDGs tidak dapat dipenuhi. 7.4.3 Skenario Optimis Skenario optimis selain menurunkan laju pertumbuhan penduduk sampai kepada angka 1,25, menurunkan nilai kebocoran sampai 15%, dan menurunkan inefiseinsi (kehilangan air baku) sampai dengan 10% dengan program pipanisasi. Jika pipanisasi dilakukan maka tingkat inefisiensi (kehilangan air baku) bisa mencapai 10%, pipanisasi dapat dilakukan terhadap suplai dari PJT II atau dari WTP Curug di daerah Purwakarta, akan menambah 5.000 liter/detik. Selain pipanisai juga dilakukan suatu kebijakan melalui pembayaran jasa lingkungan (PES) oleh Pemda DKI kepada Pemda di sekitar DKI Jakarta (Bodetabek). PES dipergunakan untuk perbaikan lingkungan yaitu dengan memberikan dana sebesar Rp 50.000.000.000,-. PES untuk perbaikan lingkungan, untuk pemeliharaan fungsi hidrologi wilayah tangkapan air di hulu DAS Citarum serta DAS Cisadane yang dikelolah oleh Pemda setempat atau lembaga yang ditunjuk. Hasil skenario optimis yaitu dengan penurunan tingkat kebocoran sampai dengan 10% pada distribusi dan kehilangan air dari sumber air baku (in efisiensi) 10% ditambah dengan program 3R, BKT, desalinasi, pemanfaatan 13 sungai serta sumber lainnya (Sungai Ciliwung dan Pesangrahan serta sumber lainnya) dan dana otda serta skenario PES akan menambah jumlah suplai air baku dan distribusi air besih untuk masyarakat DKI Jakarta, bahkan dapat menutupi kebutuhan air bersih untuk DKI Jakarta. Namun program 13 Sungai (sumber lainnya) dan 3R tersebut dapat dimulai pada tahun 2016 dengan dimulainya kegiatan penyiapan infrastruktur atau sarana dan prasarananya dari tahun 2012.
207
7.5
Hasil Simulasi Model Dinamik
7.5.1 Hasil Simulasi Sub Model Penduduk Jumlah penduduk DKI Jakarta dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian serta jumlah penduduk yang imigrasi dan emigrasi. Namun
pertumbuhan
penduduk tersebut dibatasi oleh daya dukung lahan, artinya akan mengalami titik jenuh dikarenakan daya tampung yang ada. Penduduk DKI Jakarta menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 sebesar 9.588.198 orang dengan tingkat pertumbuhan
sebesar
1,45%.
Hasil
simulasi
pertumbuhan
penduduk
memperlihatkan kecenderungan pertumbuhan positif (positive growth) naik mengikuti kurva eksponen pada tahun 2032 (20 tahun mendatang). Hal ini disebabkan oleh Jakarta sebagai Ibukota negara masih menjadi daya tarik tersendiri bagi pendatang baru. Perpindahan masyarakat Jakarta ke pingiran Jakarta tidak sebanding dengan kelahiran dan pertambahan pendatang baru. Berdasarkan prediksi hasil simulasi penduduk DKI Jakarta setelah dilakukan intervensi yaitu dengan menurunkan angka pertumbuhan sampai kepada angka 1,25 (sekenario optimis) maka jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2029 sebesar 10.959.748 juta orang (Tabel 42).
208
Tabel 42. Simulasi penduduk DKI Jakarta Time
penduduk
01 Jan 2012
8.725.630,00
01 Jan 2013
8.843.426,01
01 Jan 2014
8.962.812,26
01 Jan 2015
9.083.810,22
01 Jan 2016
9.206.441,66
01 Jan 2017
9.330.728,62
01 Jan 2018
9.456.693,46
01 Jan 2019
9.584.358,82
01 Jan 2020
9.713.747,66
01 Jan 2021
9.844.883,26
01 Jan 2022
9.977.789,18
01 Jan 2023
10.112.489,34
01 Jan 2024
10.249.007,94
01 Jan 2025
10.387.369,55
01 Jan 2026
10.527.599,04
01 Jan 2027
10.669.721,62
01 Jan 2028
10.813.762,87
01 Jan 2029
10.959.748,67
01 Jan 2030
11.107.705,27
01 Jan 2031
11.257.659,29
01 Jan 2032
11.409.637,69
Pertumbuhan penduduk DKI masih akan mengalami kenaikan, walau DKI Jakarta telah melakukan pengetatan terhadap pendatang baru namun penduduk DKI Jakarta akan mengalami pertumbuhan dan pertumbuhan penduduk DKI Jakarta walau tidak begitu menonjol sebagaimana yang nampak pada Gambar 39, namun pertumbuhan penduduk DKI dirasakan semakin berat bagi beban pemerintah untuk penyediaan air bersih yang semakin langkah karena penuruna pasokan air baku.
209
pe nduduk
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Keterangan
Sumbu Y = penduduk Sumbu X = tahun
Gambar 45. pertumbuhan penduduk DKI Jakarta
7.5.2 Hasil Simulasi Sub Model Kebutuhan Air Total kebutuhan air bersih DKI Jakarta pada tahun 2012 sebesar 602 juta 3
m dengan perincinan kebutuhan domestik sebesar 477
m3
dan kebutuhan industri
sebesar 61 juta m3, kebutuhan mall dan hotel 21 juta m3, kebutuhan sosial dll sebesar 41 juta m3. Sedangkan berdasarkan hasil simulasi model, pada tahun 2052 kebutuhan air bersih DKI Jakarta akan mencapai 108 milyar m3
dengan
kebutuhan air terbesar adalah untuk keperluan domestik yaitu sebesar 816 juta m3 . Kebutuhan air bersih sebesar itu tidak akan mampu dipenuhi oleh PAM Jaya jika hanya mengandalkan pasokan dari PJT II dan PAM Tangerang sebagaimana yang terjadi saat ini. Jika tidak dilakukan terobosan baru, maka DKI Jakarta akan mengalami krisis air yang sangat mengerihkan. Kekurangan air bersih warga Jakarta dipenuhi dari air selain produksi PAM dan air tanah dangkal serta pembelian air pada gerobak keliling dan air sungai yang kotor dan tidak sehat untuk mencuci baju, mencuci motor dan buang air besar serta air minum kemasan). Kebutuhan air di DKI Jakarta cukup besar, hal tersebut nampak pada Tabel 43.
210
Tabel 43. Kebutuhan air bersih DKI Jakarta (m3)
Time 01 Jan 2012 01 Jan 2013 01 Jan 2014 01 Jan 2015 01 Jan 2016 01 Jan 2017 01 Jan 2018 01 Jan 2019 01 Jan 2020 01 Jan 2021 01 Jan 2022 01 Jan 2023 01 Jan 2024 01 Jan 2025 01 Jan 2026 01 Jan 2027 01 Jan 2028 01 Jan 2029 01 Jan 2030 01 Jan 2031 01 Jan 2032
keb_htl-wst keb_domestik keb_industri-komsl 21.130.000,00 24.299.500,00 27.944.425,00 32.136.088,75 36.956.502,06 42.499.977,37 48.874.973,98 56.206.220,07 64.637.153,09 74.332.726,05 85.482.634,96 98.305.030,20 113.050.784,73 130.008.402,44 149.509.662,80 171.936.112,22 197.726.529,06 227.385.508,42 261.493.334,68 300.717.334,88 345.824.935,11
477.728.242,50 484.177.573,77 490.713.971,02 497.338.609,63 504.052.680,86 510.857.392,05 517.753.966,84 524.743.645,40 531.827.684,61 539.007.358,35 546.283.957,69 553.658.791,12 561.133.184,80 568.708.482,79 576.386.047,31 584.167.258,95 592.053.516,94 600.046.239,42 608.146.863,65 616.356.846,31 624.677.663,74
61.750.000,00 74.100.000,00 88.920.000,00 106.704.000,00 128.044.800,00 153.653.760,00 184.384.512,00 221.261.414,40 265.513.697,28 318.616.436,74 382.339.724,08 458.807.668,90 550.569.202,68 660.683.043,22 792.819.651,86 951.383.582,23 1.141.660.298,68 1.369.992.358,41 1.643.990.830,09 1.972.788.996,11 2.367.346.795,34
keb_sosial 41.500.000,00 47.725.000,00 54.883.750,00 63.116.312,50 72.583.759,38 83.471.323,28 95.992.021,77 110.390.825,04 126.949.448,80 145.991.866,11 167.890.646,03 193.074.242,94 222.035.379,38 255.340.686,28 293.641.789,23 337.688.057,61 388.341.266,25 446.592.456,19 513.581.324,62 590.618.523,31 679.211.301,81
total_keb_air_bersih 602.108.242,50 630.302.073,77 662.462.146,02 699.295.010,88 741.637.742,30 790.482.452,70 847.005.474,59 912.602.104,91 988.927.983,77 1.077.948.387,25 1.181.996.962,76 1.303.845.733,15 1.446.788.551,58 1.614.740.614,73 1.812.357.151,20 2.045.175.011,01 2.319.781.610,93 2.644.016.562,44 3.027.212.353,05 3.480.481.700,62 4.017.060.696,00
Kebutuhan air domestik mencapai 477.728.242 pada tahun 2012 atau 79% dari total kebutuhan air bersih 602.108.242m3. Pada tahun 2032, kebutuhan air bersih industri dan komersil sebesar 2.367.346.795 atau 10% dari total kebutuhan air bersih DKI Jakarta. Bahkan pada tahun 2032 total kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencapai 4.017.060.696m3. Gambar 46 menunjukkan perbandingan prosenstase kebutuhan air di DKI Jakarta.
211
7%
4%
10%
htl wisata domestik industri/komersil sosial 477728242, 79%
Gambar 46. Perbandingan prosentase kebutuhan air bersih DKI Jakarta
PAM Jaya bersama mitranya mampu mensuplai air untuk warga Jakarta sekitar 60% dari total penduduk yang harus dilayani. Sedangkan MDGs mensyaratkan akses air bersih untuk warga kota seperti Jakarta sebesar 80%. Kekurangan air bersih sebesar 40% kebutuhan, dicukupi oleh warga Jakarta dengan pemakaian air sumur dangkal dan air sumur dalam serta air kurang sehat lainnya. Dengan skenario optimis pada tahun 2031 kebutuhan air untuk warga Jakarta terpenuhi, pada saat itu perlu didiskusikan dengan masyarakat melalui konsultasi publik tentang penggunaan air tanah dalam. Mengingat dampak penggunaan air tanah dalam begitu besar terhadap penurunan permukaan tanah,
212
maka solusi terbaik adalah penggunaan air tanah dalam bukan hanya dibatasi tetapi harus diberhentikan (Gambar 47).
900.000.000
otota l distribusi
600.000.000
otota l k e bt a ir a ir_ta na h pam O tota l_produk si_pam
300.000.000
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Gambar 47. Suplai air baku dan kebutuhan air bersih untuk DKI Jakarta Keterangan Sumbu Y : Volume air Sumbu X : Tahun
7.5.3 Hasil Simulasi Sub Model Suplai dan Distribusi Air Suplai air baku dari PJT II (DAS Citarum) sebesar 460 juta m3/tahun. Jika pembangunan pipanisasi tersebut dapat dilaksanakan maka, akan mengurangi kehilangan air di tengah jalan dimana saat ini sekitar ±50% pasukan air baku dari PJT II hilang di tengah jalan. Selain itu pipanisasi akan mengurangi pencemaran limbah di tengah distribusi air baku dari PJT II ke PAM Jaya. Saat ini ada usulan untuk penambahan sumber air dari WTP Curug di Purwakarta, jika hal tersebut dapat dilaksanakan maka akan menambah air 4.000 sampai dengan 5.000 liter per detik atau 160 juta m3/ tahun. PAM Jaya dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta, masih mengandalkan pasokan air baku dari PTJ II yang berada di Purwakarta. PJT II memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta dan sekitarnya. PJT II yang mengelolah air baku dari sumber air DAS Sungai Citarum untuk keperluan Pertanian sekitar 80% dari produksinya, Industri
213
Kerawang dan Bekasi, Kebutuhan PAM Bekasi dan Kebutuhan PAM Jaya. Namun untuk memenuhi kebutuhan air bersih wilayah DKI Jakarta, PAM JAYA juga masih membeli air curah dari PAM Tangerang yaitu dari sungai Cisadane untuk keperluan Wilayah Cengkareng dan sekitarnya. Besarnya produksi air bersih dan kebutuhan air bersih masyarakat DKI Jakarta dibuat model kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah. Penelitian bertujuan untuk melakukan identifikasi keseimbangan suplai demand di DAS yang terkait dengan penyediaan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta, melakukan identifikasi dukungan kebijakan pada pengelolaan sumber daya air di era otonomi daerah, menyusun model kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah yang bersifat holistik yang berkelanjutan dan rekomendasi agenda kebijakan dengan bantuan software powersim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil simulasi sub model penduduk DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan naik membentuk kurva pertumbuhan positif (positive growth). Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk DKI Jakarta baik sebagai akibat dari tingginya tingkat kelahiran maupun tingginya penduduk pendatang. Kenaikan kebutuhan air bersih sebagai sub model juga menunjukkan hal yang sama yaitu mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta. Dengan banyaknya penduduk maka kebutuhan air minum meningkat. Disisi lain kepadatan penduduk, membuat resapan air hujan ke dalam tanah sangat berkuang, karena lahan terpakai untuk pemukiman, jalan, dan sarana lain. Kepadatan lingkungan mengakibatkan sungai yang mengalir di dekat permukiman penduduk tercemar oleh limbah rumah tangga baik limbah cair maupun limbah padat. Selain itu juga tercemar oleh limbah isdustri baik industri besar maupun industri rumah tangga. Sumber air di daerah hulu, dimana terkenal dengan sumber air yang bersih dan sejuk tanpa polusi, akir-akir ini juga menjadi masalah karena sudah berkurang, dengan dijadikannya daerah tangkapan air menjadi permukiman, vila, dan tempat industri pariwisata seperti hotel dan restauran. Untuk mengatasi hal hal tersebut di atas baik masalah banjir dan air bersih diperlukan kebijakan nasional dan juga kebijakan yang bersifat regional. Khususnya masalah air bersih
214
yang sangat tergantung dari air baku, maka perlu kebijakan regional tentang air bersih. DKI Jakarta, pasokan air baku untuk air bersih banyak tergantung dari Jawa Barat khususnya Bogor. Untuk itu perlu kebijakan regional antara Pemda DKI Jakarta, dan Pemda Bogor, bahkan jika perlu dengan Pemda Jabar karena ada beberapa sungai dengan kategori wilayah sungai lintas kabupaten/kota, lintas propinsi dan wilayah sungai strategis nasional yang mengalir ke DKI seperti Sungai Citarum (Waduk Jatiluhur ) Kebijakan pemenuhan air bersih untuk pemenuhan DKI Jakarta perlu dilakukan kebijakan terobosan seperti pemanfaatan 13 sungai (sumber lain) yang mengalir di DKI Jakarta seperti pemanfaat Sungai Ciliwung, Sungai Cikeas dan mata air ciburial dengan melakuka kerjasama dengan Pemda Jabar (Kabupaten Bogor, Cianjur, Tangerang, dan Bekasi) serta program 3R, desalinasi air laut, pemanfaatan BKT, pembayaran PES atau dana konservasi kepada Pemda Jabar dan Banten, skenario alokasi dana otonomi daerah untuk pembangunan air bersih DKI Jakarta. Hasil simulasi pemenuhan kebutuhan air bersih
DKI dengan
skenario optimis ditambah dengan program 3R, desalinasi air laut, BKT, PES, 13 sungai (sumber lainnya) nampak pada Tabel 44. Kapasitas BKT ditentukan sebesar 5.000.000 m3/tahun dimulai tahun 2020, 13 sungai dengan kapasitas 4.000.000 m3/tahun dimulai pada tahun 2015, desalinisasi sebesar 2.500.000 m3/tahun dimulai pada awal tahun 2025, dan program 3R dimulai tahun 2015. Jika skenario optimis tersebut dilakukan maka kebutuhan air DKI tidak mengalami kekurangan (gap). Total distribusi air dan pemakaian air tanah dalam dan sumur dangkal (air tanah dangkal) nampak pada Tabel 44 berikut ini:
215
Tabel 44. Distribusi, Gap neraca air dan air tanah Time 01 Jan 2012 01 Jan 2013 01 Jan 2014 01 Jan 2015 01 Jan 2016 01 Jan 2017 01 Jan 2018 01 Jan 2019 01 Jan 2020 01 Jan 2021 01 Jan 2022 01 Jan 2023 01 Jan 2024 01 Jan 2025 01 Jan 2026 01 Jan 2027 01 Jan 2028 01 Jan 2029 01 Jan 2030 01 Jan 2031 01 Jan 2032
ototal distribusi 627.873.842,00 640.618.493,20 653.765.363,60 667.325.298,33 683.833.652,28 700.836.696,87 718.344.427,22 736.367.209,41 754.915.788,17 777.333.799,20 800.366.963,70 824.025.209,63 848.318.930,10 873.258.991,06 900.603.097,38 928.646.872,66 957.401.746,42 986.879.679,20 1.017.093.171,39 1.048.055.272,40 1.079.779.590,19
ototal kebt air 627.873.840,50 634.641.613,51 641.492.439,80 648.427.349,83 654.947.386,88 661.553.607,24 668.247.080,38 675.028.889,07 681.900.129,59 688.861.911,89 695.915.359,75 703.061.610,96 710.301.817,47 717.637.145,62 725.068.776,28 732.597.905,02 740.225.742,35 747.953.513,84 755.782.460,34 763.713.838,18 771.748.919,36
Ogap_neraca_air 1,50 5.976.879,69 12.272.923,80 18.897.948,50 28.886.265,40 39.283.089,63 50.097.346,84 61.338.320,34 73.015.658,58 88.471.887,30 104.451.603,94 120.963.598,67 138.017.112,62 155.621.845,44 175.534.321,10 196.048.967,63 217.176.004,07 238.926.165,36 261.310.711,06 284.341.434,22 308.030.670,83
air_tanah 297.474.242,00 296.744.242,00 296.021.542,00 295.306.069,00 294.597.750,73 293.896.515,64 293.202.292,91 292.515.012,40 291.834.604,69 291.161.001,07 290.494.133,48 289.833.934,56 289.180.337,64 288.533.276,68 287.892.686,33 287.258.501,89 286.630.659,29 286.009.095,12 285.393.746,59 284.784.551,54 284.181.448,44
sumur_dlm 73.000.000,00 72.270.000,00 71.547.300,00 70.831.827,00 70.123.508,73 69.422.273,64 68.728.050,91 68.040.770,40 67.360.362,69 66.686.759,07 66.019.891,48 65.359.692,56 64.706.095,64 64.059.034,68 63.418.444,33 62.784.259,89 62.156.417,29 61.534.853,12 60.919.504,59 60.310.309,54 59.707.206,44
smr_dangkal 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00 224.474.242,00
Pada Tabel 44 di atas menunjukan bahwa kebutuhan air bersih DKI tidak dapat dipenuhi 100% oleh PAM Jaya, untuk mencukupi kebutuhan air bersih, masyarakat menfaatkan air tanah dangkal dan air tanah dalam. Bahkan penggunaan air tanah dalam sudah melewati ambang batas (50% dari kapasitas). Kapasitas air tanah dalam DKI Jakarta sebesar 77 juta m3 namun pemakaian air tanah dalam oleh industri dan hotel , mall serta lainnya sudah mencapai hampir 73 juta m3. Untuk itu tidak heran jika DKI Jakarta mengalami penurunan permukaan tanah akibat penurunan permukaan air dan juga mengalami intrusi air laut. Penurunan permukaan tanah disinyalir sudah mencapai 10 cm per tahun. Kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, karena akan membahayakan keberadaan gedung-gedung pencakar langit di DKI Jakarta serta penghuninya. Untuk itu diperlukan pengetatan perijinan penggunaan air tanah dalam bahkan
216
dapat dilakukan peningkatan pajak penggunaan air tanah dalam. Namun kebijakan pengetatan ijin dan pembatasan penggunaan air tanah dalam harus diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan air bersih. Adapun skenario kebijakan pemenuhan air bersih melalui peningkatan suplai air baku dapat dilihat pada Tabel 45 dibawah ini:
Tabel 45. Skenario suplai air baku untuk kebutuhan air bersih DKI Jakarta Time 01 Jan 2012 01 Jan 2013 01 Jan 2014 01 Jan 2015 01 Jan 2016 01 Jan 2017 01 Jan 2018 01 Jan 2019 01 Jan 2020 01 Jan 2021 01 Jan 2022 01 Jan 2023 01 Jan 2024 01 Jan 2025 01 Jan 2026 01 Jan 2027 01 Jan 2028 01 Jan 2029 01 Jan 2030 01 Jan 2031 01 Jan 2032
BKT 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5.000.000,00 10.000.000,00 15.000.000,00 20.000.000,00 25.000.000,00 30.000.000,00 35.000.000,00 40.000.000,00 45.000.000,00 50.000.000,00 55.000.000,00 60.000.000,00
desalinasi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2.500.000,00 5.000.000,00 7.500.000,00 10.000.000,00 12.500.000,00 15.000.000,00 17.500.000,00
13 SUNGAI 0,00 0,00 0,00 0,00 4.000.000,00 8.000.000,00 12.000.000,00 16.000.000,00 20.000.000,00 24.000.000,00 28.000.000,00 32.000.000,00 36.000.000,00 40.000.000,00 44.000.000,00 48.000.000,00 52.000.000,00 56.000.000,00 60.000.000,00 64.000.000,00 68.000.000,00
Osuplai_pjt2 Osuplai_cisadane 460.000.000,00 90.666.000,00 472.650.000,00 92.932.650,00 485.647.875,00 95.255.966,25 499.003.191,56 97.637.365,41 512.725.779,33 100.078.299,54 526.825.738,26 102.580.257,03 541.313.446,06 105.144.763,46 556.199.565,83 107.773.382,54 571.495.053,89 110.467.717,11 587.211.167,87 113.229.410,03 603.359.474,99 116.060.145,28 619.951.860,55 118.961.648,92 637.000.536,72 121.935.690,14 654.518.051,48 124.984.082,39 672.517.297,89 128.108.684,45 691.011.523,58 131.311.401,56 710.014.340,48 134.594.186,60 729.539.734,85 137.959.041,27 749.602.077,55 141.408.017,30 770.216.134,69 144.943.217,73 791.397.078,39 148.566.798,18
3R 0,00 0,00 0,00 0,00 500.000,00 1.000.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 3.000.000,00 3.500.000,00 4.000.000,00 4.500.000,00 5.000.000,00 5.500.000,00 6.000.000,00 6.500.000,00 7.000.000,00 7.500.000,00 8.000.000,00 8.500.000,00
air_tanah 297.474.242,00 296.744.242,00 296.021.542,00 295.306.069,00 294.597.750,73 293.896.515,64 293.202.292,91 292.515.012,40 291.834.604,69 291.161.001,07 290.494.133,48 289.833.934,56 289.180.337,64 288.533.276,68 287.892.686,33 287.258.501,89 286.630.659,29 286.009.095,12 285.393.746,59 284.784.551,54 284.181.448,44
Selama ini suplai air baku untuk air bersih DKI Jakarta 80% (dari total produksi PAM Jaya) masih mengandalkan suplai air baku dari PJT II dan 20 % dari PAM Tangerang sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih lainnya
217
menggunakan air tanah sebesar 35% lebih,
hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 48 dibawah ini.
Suplai Air Bersih 2012 0, 0% 3000000 00, 35%
0, 0%
0, 0%
Desalinasi 4600000 00, 54%
9066600 0, 0% 0, 11%
BKT
13 Sungai Suplai PJT2
4400000 Suplai Air Bersih 2026 3000000 2500000 2606237 0, 2.62% 43, 22.8 0% 5500000 , 0.48% 1281086 84, 11.2 1%
, 0.22%
0, 3.85%
BKT Desalinasi 6725172 97, 58.8 3%
13 Sungai
Gambar 48 . Suplai air baku untuk bersih DKI Jakarta
Kelebihan suplai pada tahun 2031 sebesar 284.341.343,22 m3, sedangkan suplai air tanah sebesar 284.784.551,54 m3. Maka pada tahun tersebut (2031) perlu dipertimbangkan penghentian pemakaian air tanah dalam maupun pengurangan pemakaian air tanah dangkal khususnya di wilayah yang air tanah dangkalnya (sumurnya) sudah tercemar bakteri coli dan detergen, pada tahun 2032, karena pada tahun 2032 suplai air bersih sudah mencukupi kebutuhan tanpa pemakaian air tanah dalam maupun air tanah dangkal. Namun supali air baku yang telah mencukupi berdasarkan hasil skenario model tersebut harus diimbangi dengan penambahan kapasitas produksi yaitu dengan membangun WTP atau instalasi pengolahan air (IPA). 7.5.4 Hasil Simulasi Sub Model Ekonomi Pengelolaan air bersih di DKI Jakarta memperoleh keuntungan yang layak. Keuntungan dihitung dengan cara menghitung harga pembelian air baku per m3 yaitu sebesar Rp. 161,2 ke PJT II dan harga pengolahan sebesar Rp.1.500,termasuk komponen biaya kimia Rp.500,- , biaya listrik, bahan bakar dan juga operasional pegawai. Dengan harga jual air rata-rata sebesar Rp.5.000,- per m3, PAM Jaya dan mitranya memperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.224.712.984,
218
pada tahun 2012. Keuntungan yang diperoleh tersebut setelah diperhitungkan dengan biaya pengelolahan dan nilai kehilangan air di saluran distribusi. Keuntungan yang diperoleh pihak operator menunjukkan bahwa dimensi ekonomi dalam pengelolaan air bersih di DKI Jakarta berkelanjutan (hasil MDS). Besarnya keuntungan dari tahun ke tahun dalam pengelolaan air bersih DKI Jakarta hasil sekenario optimis dapat diihat pada Tabel 46.
Tabel 46. Nilai keuntungan pengelolaan air bersih DKI Jakarta
Time 01 Jan 2012 01 Jan 2013 01 Jan 2014 01 Jan 2015 01 Jan 2016 01 Jan 2017 01 Jan 2018 01 Jan 2019 01 Jan 2020 01 Jan 2021 01 Jan 2022 01 Jan 2023 01 Jan 2024 01 Jan 2025 01 Jan 2026 01 Jan 2027 01 Jan 2028 01 Jan 2029 01 Jan 2030 01 Jan 2031 01 Jan 2032
b produksi 914.656.226.000,00 939.432.781.650,00 964.881.280.316,25 991.019.965.125,09 1.024.511.575.006,18 1.058.731.358.180,01 1.093.699.086.012,64 1.129.435.067.247,74 1.165.960.162.626,05 1.211.600.799.902,98 1.258.073.989.275,15 1.305.402.339.226,93 1.353.609.072.808,54 1.402.718.044.357,47 1.456.906.256.675,17 1.512.046.378.671,55 1.568.164.263.490,02 1.625.286.467.126,13 1.683.440.267.553,23 1.742.653.684.369,11 1.802.955.498.977,63
Pemasukan 3.139.369.210.000,00 3.203.092.466.000,00 3.268.826.817.977,00 3.336.626.491.654,69 3.419.168.261.390,28 3.504.183.484.374,61 3.591.722.136.089,93 3.681.836.047.052,11 3.774.578.940.864,66 3.886.668.995.991,67 4.001.834.818.490,34 4.120.126.048.127,97 4.241.594.650.475,41 4.366.294.955.295,45 4.503.015.486.880,81 4.643.234.363.297,40 4.787.008.732.086,43 4.934.398.395.999,24 5.085.465.856.974,33 5.240.276.362.009,07 5.398.897.950.961,01
Nilai Keuntungan 2.224.712.984.000 2.263.659.684.350 2.303.945.537.661 2.345.606.526.530 2.394.656.686.384 2.445.452.126.195 2.498.023.050.077 2.552.400.979.804 2.608.618.778.239 2.675.068.196.089 2.743.760.829.215 2.814.723.708.901 2.887.985.577.667 2.963.576.910.938 3.046.109.230.206 3.131.187.984.626 3.218.844.468.596 3.309.111.928.873 3.402.025.589.421 3.497.622.677.640 3.595.942.451.983
219
Keuntungan hasil penjualan air bersih dibagi kepada PAM Jaya dan mitra swasta. PAM Jaya menyetorkan pendapatan penjualan air kepada Pemerintah DKI Jakarta kurang lebih sebesar 23% dari hasil penjualan, sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Pemerintah DKI Jakarta selaku pemerintah yang berkewajiban untuk melayani pemenuhan air DKI Jakarta, perlu mengalokasikan dana untuk pembangunan terkait penyediaan air bersih serta perlu melakukan pendanaan terkait dengan dana konservasi (jasa lingkungan) dalam rangka tangung jawab moral untuk keberlanjutan sumber air baku ke depan, biaya konservasi, biaya untuk sumber air lainnya dan dana otda. Hal tersebut sesuair dengan amanat Undang-undang No. 7 tahun 2004, PP 38 tahun 2007 dan PP 42 tahun 2008. Sebesar 15% dari
keuntungan air yang harus dipakai untuk biaya
konservasi oleh PJT II. Sedangkan PAM Jaya harus membayar 23 % dari laba yang diperoleh untuk pajak PAD (pendapatan asli daerah) kepada DKI Jakarta yang disertorkan ke kas daerah.
220
Tabel 47 . Biaya konservsasi, alokasi dana otda dan gap dana otda Time
B Konservasi
b pengolahan
b produksi
b sumber lain
01 Jan 2012 50.000.000.000,00
1.500,00
914.656.226.000,00
0,00
01 Jan 2013 50.000.000.000,00
1.500,00
939.432.781.650,00
0,00
01 Jan 2014 50.000.000.000,00
1.500,00
964.881.280.316,25
0,00
01 Jan 2015 50.000.000.000,00
1.500,00
991.019.965.125,09
0,00
01 Jan 2016 50.000.000.000,00
1.500,00
1.024.511.575.006,18
6.000.000.000,00
01 Jan 2017 50.000.000.000,00
1.500,00
1.058.731.358.180,01
12.000.000.000,00
01 Jan 2018 50.000.000.000,00
1.500,00
1.093.699.086.012,64
18.000.000.000,00
01 Jan 2019 50.000.000.000,00
1.500,00
1.129.435.067.247,74
24.000.000.000,00
01 Jan 2020 50.000.000.000,00
1.500,00
1.165.960.162.626,05
30.000.000.000,00
01 Jan 2021 50.000.000.000,00
1.500,00
1.211.600.799.902,98
43.500.000.000,00
01 Jan 2022 50.000.000.000,00
1.500,00
1.258.073.989.275,15
57.000.000.000,00
01 Jan 2023 50.000.000.000,00
1.500,00
1.305.402.339.226,93
70.500.000.000,00
01 Jan 2024 50.000.000.000,00
1.500,00
1.353.609.072.808,54
84.000.000.000,00
01 Jan 2025 50.000.000.000,00
1.500,00
1.402.718.044.357,47
97.500.000.000,00
01 Jan 2026 50.000.000.000,00
1.500,00
1.456.906.256.675,17
114.750.000.000,00
01 Jan 2027 50.000.000.000,00
1.500,00
1.512.046.378.671,55
132.000.000.000,00
01 Jan 2028 50.000.000.000,00
1.500,00
1.568.164.263.490,02
149.250.000.000,00
01 Jan 2029 50.000.000.000,00
1.500,00
1.625.286.467.126,13
166.500.000.000,00
01 Jan 2030 50.000.000.000,00
1.500,00
1.683.440.267.553,23
183.750.000.000,00
01 Jan 2031 50.000.000.000,00
1.500,00
1.742.653.684.369,11
201.000.000.000,00
01 Jan 2032 50.000.000.000,00
1.500,00
1.802.955.498.977,63
218.250.000.000,00
Untuk biaya sumber lain termasuk untuk desalinasi dan biaya pengembangan dan pembangunan program kali bersih serta pembangunan WTP nampak pada tabel di atas.
Untuk
biaya
Rp.50.000.000.000,-
per
konservasi tahun
melalui
dan
akan
dana
PES
dilakukan
diusulkan revisi
tetap
mengikuti
perkembangan dari kerjasama lintas wilayah tersebut. Namun agar kerjasama lintas wilayah tersebut memiliki payung hukum yang kuat, maka sebaiknya ditetapkan melalui Keppres, hal tersebut sesuai dengan peraturan yang mengatur hal tersebut, (UU No. 7 Tahun 2004, UU 32 Tahun 2004, UU 32 Tahun 2009, PP 38 Tahun 2007, dll).
Adapun perbandingan biaya konservasi dan biaya
pengolahan dapat dilihar pada tabel 47 di atas.
221
Biaya konservasi (PES DKI Jakarta) ditetapkan 50.000.000.000,- per tahun berdasarkan dasar harga jasa air Rp. 161,2 per m3, maka biaya PES diusulkan sebesar Rp.100,- m3 . Jika harga beli/ jasa air dibayarkan oleh PAM Jaya kepada PJT II, namun untuk pembayaran PES adalah dibayarkan dari APBD DKI Jakarta secara sukarela kepada daerah hulu sebesar Rp. 100,- per m3. Dana sebesar itu dipergunakan untuk perbaikan daerah hulu terkait agar terwujud kontinuitas suplai air baku. Sedangkan biaya pengolaan air baku menjadi air bersih diperlukan investasi dan biaya sebesar Rp. 1.500,- sudah termasuk biaya kimiawi, namun belum termasuk pegawai dan ATK termasuk listrik dan telepon. Dana PES tersebut dibayarkan kepada Pemdah Tangerang sebesar suplai air yang diberikan kepada DKI Jakarta yaitu sebesar 90.666.000 m3 x Rp. 100,- = Rp.9.000.666.000,- s.d. Rp. 10.000.000.000,- sedangkan Pemda Jabar yang dilalui oleh Sungai Citarum mendapatkan dana PES sebesar Rp. 40.000.000.000 (yaitu suplai air PJT II sebesar ± 400.000.000 m3 x Rp. 100,- ). Dana PES yang merupakan kesepakatan antara Pemda DKI Jakarta dan Pemerintah Propinsi Jabar dan Banten (Tangerang), dibayarkan oleh DKI Jakarta kepada kedua daerah Propinsi tersebut.