BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP
9.1.
Faktor Lingkungan
9.1.1.
Pengawasan dan Dukungan dari Pemerintah Desa dan Kecamatan serta LSM Pada tingkat Kelurahan/Desa, Lurah atau Kepala Desa berperan utama
dalam memberikan dukungan dan jaminan agar pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya berjalan dengan lancar dan mampu mewujudkan tujuan P2KP. Adapun unsur pelaksana di tingkat Kecamatan terdiri atas: Camat dan perangkatnya, serta Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK). Namun demikian pada pelaksanaannya, pihak PJOK tidak turun langsung terlibat pada proses pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru. Pihak PJOK hanya berperan pada saat proses pelegalisasian pelaksanaan program-program P2KP (tahap perencanaan). Aparat pemerintah pada tingkat desa, dalam hal ini adalah Kepala Desa dibantu oleh stafnya bertugas sebagai penanggungjawab pelaksanaan P2KP di wilayahnya. Sedangkan BPD (Badan Perwakilan Desa) bertugas sebagai pengawas pelaksana P2KP. Pada pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, tidak ditemukan adanya partisipasi dari pihak LSM yang turut memantau jalannya P2KP disana. Hal ini dikarenakan yang bertanggungjawab pada proses monitoring dan evaluasi dilakukan oleh pihak pelaksana P2KP. Meskipun tak tertutup kemungkinan bagi pihak luar untuk melakukan evaluasi terhadap program P2KP. Namun demikian, selama proses pelaksanaan dan sesudah program berakhir tidak
89
pernah ada kegiatan monitoring ataupun evaluasi yang dilakukan oleh pihak pelaksana P2KP, dalam hal ini Departemen Kimpraswil. Pengawasan dan dukungan dari pemerintah desa, kecamatan serta LSM pada pelaksanaan P2KP sebagai faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP diukur dari kehadiran dan peranserta ketiga aktor lingkungan tersebut pada sejumlah dua rembug warga selama P2KP berlangsung. Dua rembug warga tersebut adalah rembug warga yang dilakukan untuk menyusun PJM Pronangkis dan rembug warga untuk menentukan sasaran penerima bantuan P2KP. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa tingkat pengawasan dan dukungan dari aktor lingkungan tersebut selama P2KP berlangsung tergolong rendah, karena hanya dua aktor lingkungan saja (aparat desa dan kecamatan) yang hadir pada dua rembug warga tersebut.
9.2.
Permasalahan P2KP Selama kurun waktu dua tahun (2004-2005), ditemukan beberapa
permasalahan pada pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, khususnya pada kegiatan bantuan pinjaman kredit ekonomi. Dengan total alokasi dana bagi kredit ekonomi yang berjumlah Rp.108.300.000,00 tentu saja angka tersebut bukan jumlah yang sedikit mengingat bahwa jumlah tersebut hampir sepertiga total keseluruhan dana P2KP yang dialokasikan untuk Desa Banjarwaru. Dana tersebut tersebar di sejumlah 46 KSM dan terjadi kredit macet pada sebagian KSM yang menerima bantuan pinjaman kredit tersebut. Di RW 05 sendiri terdapat 11 KSM yang mendapatkan bantuan pinjaman kredit. Dengan total 11 KSM yang menerima bantuan pinjaman krdit, enam diantaranya yang hingga saat ini belum
90
melunasi total keseluruhan angsuran. Terdapat desas-desus yang menyatakan bahwa tidak adanya kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dikarenakan dana tersebut merupakan bantuan dari pemerintah yang sifatnya hibah, juga adanya desus-desus mengenai penyelewengan dana bergulir di tingkat atas yang mengelola P2KP. Kedua hal itulah yang memicu adanya kredit macet di kalangan anggota KSM sebagai pihak penerima bantuan. Selain kedua hal tersebut, diduga yang juga memicu terjadinya kredit macet yaitu rendahnya kesadaran para penerima bantuan pinjaman kredit dalam mengembalikan pinjaman tersebut. Permasalahan lain yang terjadi pada pelaksanaan bantuan kredit ekonomi tersebut yaitu diidentifikasi terdapat beberapa pihak yang terdapat pada KSMKSM yang mengatasnamakan beberapa orang untuk mendapatkan bantuan pinjaman secara perorangan. Selain itu, dalam penyaluran bantuan pinjaman tersebut sangat kental sekali dengan unsur nepotisme. Kedekatan dengan pihak yang berwenang atas P2KP akan semakin memudahkan dalam perolehan bantuan pinjaman,
sehingga
hal
tersebut
berdampak
pada
ketidakadilan
dalam
pendistribusian bantuan pinjaman. Ketidaktepatan sasaran dalam hal penerima bantuan pinjaman kredit juga terlihat dari adanya sejumlah pihak tidak seharusnya menerima bantuan, justru mendapatkan bantuan pinjaman kredit tersebut. Mereka tersebut adalah pihakpihak yang mempunyai akses dan kontrol dalam pelaksanaan P2KP di tingkat desa. Terjadinya kredit macet pada bantuan pinjaman kredit tersebut juga telah menyebabkan sebagian orang yang akan mengajukan pinjaman pada tahapan selanjutnya terpaksa untuk mengurungkan niatnya tersebut. Adanya kredit macet
91
telah menghentikan perputaran dana tersebut, karena sebagian besar dana tersebut masih berada di luar. Permasalahan lain pada pelaksanaan P2KP yaitu pada kegiatan perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum. Dalam hal ini, kegiatan perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum tersebut tidak tersebar secara merata. Dimana pada beberapa wilayah khususnya di RW 05 yang seharusnya mendapatkan bantuan tersebut justru tidak mendapatkan bantuan tersebut. Karena apabila dilihat secara umum, wilayah di RW 05 merupakan wilayah yang paling minim fasilitas umumnya, begitu juga dengan keadaan sosial penduduknya, juga letaknya yang paling terpencil bila dibandingkan dengan wilayah di Desa Banjarwaru lainnya.
9.3.
Ikhtisar Pengawasan dan dukungan dari aparat pemerintah desa, kecamatan serta
LSM dalam pelaksanaan P2KP sebagai faktor lingkungan yang diukur dari kehadiran dan peranserta ketiga aktor tersebut dalam dua rembug warga selama pelaksanaan P2KP, yaitu: rembug warga dalam penyusunan PJM Pronangkis dan rembug warga dalam menentukan sasaran penerima bantuan P2KP. Diketahui bahwa selama pelaksanaan P2KP, hanya dua aktor lingkungan saja yang turut hadir dan ikut berperanserta pada kedua rembug warga tersebut, yakni aparat pemerintah desa dan kecamatan (PJOK). Dengan demikian tingkat pengawasan dan dukungan dari ketiga aktor lingkungan tersebut tergolong sedang. Permasalahan utama yang ditemui selama pelaksanaan P2KP yaitu adanya kredit macet pada bantuan pinjaman kredit ekonomi mikro. Kredit macet tersebut telah mengakibatkan tidak adanya perguliran dana BLM sehingga program P2KP tidak dapat dilanjutkan untuk periode berikutnya. Selain masalah
92
kredit macet, pada kegiatan bantuan pinjaman kredit tersebut juga ditemui adanya masalah ketidaktepatan dalam hal sasaran penerima bantuan pinjaman tersebut. Dimana disinyalir terdapat beberapa pihak yang menggunakan kekuasaan atau jabatannya tersebut untuk mendapatkan bantuan pinjaman tersebut. Pada kegiatan bantuan fisik ditemui adanya beberapa wilayah tertentu di RW 05 yang sama sekali tidak mendapatkan bantuan fisik berupa perbaikan jalan setapak. Padahal di wilayah tersebut kondisi fasilitas umum yang tersedia masih sangat minim sekali dan kondisi jalannya masih berupa tanah. Selain hal itu, pada kegiatan bantuan fisik yang lain, yaitu pada perbaikan rumah dan bantuan sosial berupa santunan beras diketahui kriteria yang digunakan dalam menentukan sasaran penerima bantuan tersebut masih menggunakan kriteria keluarga miskin yang dikeluarkan oleh BKKBN, tidak menggunakan kriteria miskin menurut kriteria lokal.