BAB VI STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN BADAN PENGAWAS PROVINSI RIAU
Dalam bab ini akan dijelaskan analisis tentang implementasi strategi lembaga dalam memperkuat peran terhadap lembaga pemerintah yang lain dalam perspektif Tupoksi. Dalam kajian politik teoritis, lembaga pengawas seharusnya memiliki peran dan posisi yang lebih kuat daripada lembaga lain yang diawasinya. Namun, dalam penguatan tersebut, perlu adanya strategi dan program yang baik, sehingga dengan kemampuan SDM yang telah ada, maka tujuan organisasi dalam aspek penguatan peran dapat tercapai dengan target tertentu.
6.1. Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal Pemerintah Provinsi Riau sebagai salah satu organisasi sektor publik bergerak dalam lingkungan yang sangat kompleks dan penuh dengan ketidak pastian Badan Pengawas Provinsi Riau sebagai salah satu perangkat
Pemerintah Provinsi Riau tidak luput dari kompleksitas
lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki dan dihadapinya. Setelah dilakukan identifikasi lingkungan strategis pada Badan Pengawas Provinsi Riau,
maka diperoleh tiga komponen
lingkungan strategi internal dan tiga komponen lingkungan strategi eksternal yaitu :
6.1.1.Kondisi Lingkungan Internal meliputi : 1) Kekuatan (Strenghts) terdiri dari : a)
Kewenangan sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP):
b) Adanya kerjasama dengan lembaga pengawas lainnya(internal dan eksternal) c)
Adanya Komitmen pimpinan dan staf.
2) Kelemahan (Weaknesses), terdiri dari : a)
Terbatasnya sumberdaya manusia.
b)
Masih terbatasnya anggaran:
c)
Belum maksimalnya dukungan sarana dan prasarana.
6.1.2. Lingkungan Eksternal, meliputi : 1) Peluang (Oppourtunities), terdiri dari :
a) Komitmen Pemerintah mewujudkan good governance: b) Pelaksanaan diklat/bintek. c) Banyak organisasi massa, LSM, Mahasiswa yang melakukan social control 2) Ancaman (Threats), terdiri dari : a) Isu sentral adanya KKN di lingkungan birokrasi pemerintah. b) Image negatif terhadap Bawasprop: c) Rendahnya tingkat penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan.
Tabel 18. Identifikasi Lingkungan Internal dan Eksternal Lingkungan Strategis Internal
Eksternal
Kekuatan (Strenghts)
Peluang (Opportunities)
1. Kewenangan Sebagai APIP 1. Pelaksanaan Diklat / Bimtek. 2. Adanya pemerintah untuk Kerjasama dengan 2. Komitmen lembaga pengawas lainnya mewujudkan tata pemerintahan yang 3. Adanya Komitmen Pimpinan dan baik (Good Governance) LSM, Staf 3. Banyak organisasi massa, Mahasiswa yang melakukan sosial control Kelemahan (Weakness) Ancaman (Threat) 1. TerbatasnyaSumberdaya Manusia 1. Isu sentral adanya KKN di lingkungan 2. Masih terbatasnya anggaran. birokrasi pemerintah. 3. Belum maksimalnya dukungan 2. Adanya Image negatif terhadap institusi sarana dan prasarana. pengawasan 3. Masih rendahnya tingkat penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan Sumber: Diolah
6.2. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal (SWOT) Perumusan strategi sebuah organisasi berawal
dari analisis situasi. Analisis situasi
mengharuskan para manajer puncak untuk menemukan sinergitas (kesesuaian) strategis antara kekuatan internal yang dimiliki dengan peluang-peluang eksternal disamping memperhatikan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-ancaman eksternal yang dimiliki dan dihadapi oleh organisasi. SWOT itu sendiri merupakan akronim untuk Strenghts, Weaknesses, Opportunities,
dan trheats dari suatu organisasi, yang semuanya merupakan faktor-faktor strategis. Analisis SWOT pada hakikatnya adalah suatu proses mengidentifikasi kompetensi suatu organisasi dengan mengkombinasikan keahlian, sumberdaya yang dimiliki dan cara atau metoda yang digunakan dalam mencapai tujuan organisasi.
6.2.1. Kekuatan (Strengths) Kekuatan merupakan suatu kompetensi yang digunakan untuk dapat menangani peluang dan ancaman yang dihadapi oleh suatu organisasi
(Rangkuti, 1997). Keberhasilan yang
ditunjukkan oleh penguatan peran Badan Pengawasan Provinsi Riau tidak terlepas dari kekuatankekuatan yang dimiliki. Kekuatan-kekuatan yang memiliki korelasi yang signifikan dalam rangka penguatan peran Badan Pengawas Provinsi Riau adalah : 1) Kewenangan Sebagai APIP Badan Pengawas Provinsi Riau dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 24 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Provinsi Riau. Pasal 3 menyebutkan Badan Pengawas Provinsi Riau mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahaan Daerah dalam upaya pembinaan terhadap aparat pemerintah baik di lingkup Pemerintah Provinsi maupun Peemrintah Kabupaten/Kota. Sebagai Aparat Pengawas Internal (APIP) Badan Pengawas Provinsi Riau adalah satu-satunya SKPD yang mempunyai kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah baik di lingkup Pemerintah Provinsi Riau maupun Pemerintah Kabupaten dan Kota se Provinsi Riau.
2) Adanya Kerjasama dengan Lembaga Pengawas Lainnya Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Badan Pengawas Provinsi Riau telah melakukan kerjasama dengan eksternal Auditor dalam hal: 1) Review Laporan Keuangan Pemprop 2) penyusunan LAKIP Pemerintah Provinsi Riau dan pelaksanaan audit gabungan, serta sebagai Koordinator dalam penyelesaian tindaklanjut hasil pemeriksaan BPKP Perwakilan Provinsi Riau, Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri dan
Inspektorat Jenderal Departemen teknis. BPK Perwakilan Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Riau.
3) Adanya Komitmen Pimpinan dan Staf Pimpinan dan Staf di lingkup Badan Pengawas Provinsi Riau memiliki komitmen dalam upaya mewujudkan visi dan misi Badan Pengawas Provinsi Riau yaitu “ Terwujudnya Kepemerintahan Berbudaya Melayu Melalui Pengawasan Yang Profesional”. Komitmen ini terlihat dari upaya peningkastan kapasitas sumberdaya manusia melalui alokasi anggaran pendidikan dan latihan, peningkatan sarana dan prasarana dan peningkatan anggaran setiap tahunnya.
6.2.2. Kelemahan (Weaknesses) Kelemahan yang ada di dalam organisasi harus segera diatasi untuk menangani peluang dan ancaman yang datang (Rangkuti, 1997) Adapun kelemahan yang dimiliki oleh Badan Pengawas Provinsi Riau adalah : 1) Terbatasnya Sumber Daya Manusia. Dalam rangka menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya, Badan Pengawas Provinsi Riau perlu didukungt oleh sumberdaya manusia yang handal baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Jumlah Pegawai Badan Pengawas Provinsi Riau selama tiga tahun terakhir (tahun 2005-2006-2007) adalah 68 orang pada tahun 2006, bertambah menjadi 75 orang pada tahun 2006 dan bertambah lagi menjadi 76 orang pada tahun 2007. Dari jumlah ini yang melakukan tugas pemeriksaan adalah 36 orang. Jika ditinjau dari beban kerja yang diemban oleh Badan Pengawas yaitu harus melakukan pemeriksaan reguler, pemeriksaan khusus, kasus terhadap objek pemeriksaan yaitu 30 SKPD yang berada dalam lingkup Pemerintah Provinsi Riau dan 11 Kabupaten/Kota (masing-masing kabupaten/kota 7 objek pemeriksaan) yang ada di Provinsi Riau yang harus dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terlihat jelas sekali bahwa peningkatan jumlah personil sangat tidak proporsional jika dibandingkan dengan beban kerja yang harus diemban. Jika dibuat
perbandingannya adalah
jumlah objek pemeriksaan
berbanding jumlah pemeriksa yaitu 107 : 36.= 3 : 1 Hal ini berarti bahwa tiga objek
pemeriksaan berbanding satu personil pemeriksa. suatu jumlah yang dirasa sangat tidak memadai dengan jumlah personil yang ada, karena aspek yang diperiksa meliputi empat aspek yaitu
aspek pelaksanaan tugas pokok dan fungsi,
aspek pengelolaan
kepegawaian/SDM, aspek pengelolaan aset/sarana prasarana dan aspek pengelolaan keuangan. Jumlah pegawai Badan Pengawas Provinsi Riau menurut jenjang pendidikan formal tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat dalam Tabel 19.
Tabel 11. Jumlah pegawai Badan Pengawas Provinsi Riau menurut Jenjang Pendidikan Formal tahun 2005-2007 Jenjang Pendidikan Formal
No
Tahun/Jumlah (Orang) 2005 2 3 23 7 31
2006 1 3 25 8 36
2007 0 1 17 6 45
2 0
2 0
7 0
Jumlah 68 Sumber : Badan Pengawas Provinsi Riau, 2008
75
76
1. 2. 3. 4. 5.
Sekolah Dasar SLTP SLTA Diploma III Sarjana (Strata 1)
6. 7.
Strata 2 Strata 3
Dari Tabel 19
diperoleh gambaran bahwa jumlah pegawai selama tiga tahun tidak
mengalami penambahan yang signifikan dan untuk mengetahui dari jumlah
pegawai
tersebut diatas yang melakukan tugas pemeriksaan berjumlah 36 orang. Dari 36 orang tersebut yang telah mempunyai sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor terdapat 9 orang. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 20.
Tabel 20. Jumlah Pegawai Badan Pengawas Provinsi Riau yang Berkualifikasi Auditor Tahun 2005-2007 (orang)
Tahun
Pejabat Pemeriksa
Mengikuti JFA
Lulus Sertifikasi JFA
Persentase Pemeriksa yg Berkualifikasi Auditor
2005 26 20 4 2006 34 25 6 2007 36 36 9 Sumber : Badan Pengawas Provinsi Riau, 2008
15,38 % 17,65 % 25,99 %
Dengan memperhatikan Tabel 12 terjadi peningkatan dalam jumlah pemeriksa yang berkualifikasi sebagai Auditor, namun
Secara totalitas peningkatan jumlah tersebut
belum mampu memenuhi kebutuhan minimal terhadap tenaga pemeriksa yang berkualifikasi sebagai auditor. Hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan dalam melakukan pemeriksaan oleh Badan Pengawas Provinsi Riau. Terbatasnya SDM Badan Pengawas baik secara kuantitas maupun kualitas, disebabkan tidak adanya kewenangan Badan Pengawas untuk melakukan pengadaan (requitment) pegawai, mutasi dan promosi sesuai dengan kebutuhannya. Dalam rangka meningkatkan profesionalisme secara kontiniu dan berjenjang selama Tahun 2007 Badan Pengawas Daerah Provinsi Riau disamping melaksanakan in House training juga mengirimkan pegawai/pejabat Badan Pengawas Daerah Provinsi Riau untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan yang dilaksanakan oleh Depdagri, Diklat BADP Provinsi Riau dan Lembaga Pendidikan lainnya dalam rangka peningkatan SDM, seperti : •
Bimtek Penyusunan LAKIP.
•
Workshop Pemantauan Impelmentasi Penetapan Kinerja dan Kinerja Instansi Pemerintah.
•
Diklat TOT
•
Diklat Teknik Komputer
•
Diklat Bahasa Inggris
•
Diklat TOC (Training Officers Course Perhitungan Angka Kredit )
•
Bimtek Pertanggungjawaban Pengendalian Pengawasan serta Pemeriksa Keuangan Daerah ( Pemda dan DPRD).
•
Workshop Pemantapan Implementasi Penerapan Kinerja dan Evaluasi Kinerja Instansi Auditor Pemerintah.
•
JFA Tingkat Auditor Ahli
•
Diklat Pengembangan Ketua Tim
•
Diklat Pengelolaan Barang Daerah
•
Bimtek Nasional Sertifikasi Keahlian Pengadaan barang dan Jasa.
•
Pelatihan E. Goverment Angkatan II
•
Diklat Tata Cara Pengawasan dan Perlindungan Ketanagakerjaan.
•
Diklat Manajemen Auditor Keuangan.
•
Bimtek ABK.
•
Diklat Managerial Pengawasan (DMP)
•
Diklat/Bimtek Pemeriksaan Pilkada Keadaan Bimtek ini melebihi dari target yang ditetapkan, yaitu 10 (sepuluh) Kegiatan Bimtek, sedangkan realisasinya 19 bimbingan teknis.
Terkait dengan masalah perbaikan sumberdaya manusia, salah Kepala Bidang di BADP Provinsi Riau, Nuralam, menyatakan bahwa:
‘Secara prinsip, kami telah memberikan program yang layak dan sesuai dengan peraturan dan modulasi dari Pemerintah Pusat. Namun apabila terkait dengan kemampuan aparat dalam aspek teknis pemeriksaan, biasanya kami harus bekerja sama dengan instansi terkait, misalnya dengan Kepala Bawasda, karena mereka yang tahu persis apa kebutuhannya. Kami hanya fasilitasi saja.’
Sedangkan Kepala Bawasda, Sidiq menambahkan, bahwa:
‘Untuk usaha memperbaiki kemampuan pegawai dalam konteks keahlian pemeriksaan internal, kami secara rutin telah mengadakan banyak sekali Bimtek yang periodik, dengan harapan Bimbingan teknis tersebut akan memperbaiki kualitas SDM kami. Semoga tidak kurang.’
2) Terbatasnya Anggaran
Aspek pembiayaan yang terbatas merupakan kendala utama bagi Bawasda, dalam meningkatkan intensitas pengawasannya. Anggaran yang ada saat ini untuk melakukan pemeriksaan dirasa sangat minim. Yaitu sangat sedikitnya anggaran yang tersedia perjalanan dinas untuk melakukan pemeriksaan, akibatnya hasil yang diperolehpun tidak maksimum. Ditilik dari jumlah anggaran yang tersedia di Badan Pengawas Provinsi Riau selama tiga tahun kebelakang, dimana pada tahun 2005 anggaran yang tersedia hanya Rp 10,34 Milyar kemudian tahun 2006 hanya Rp12,22 Milyar dan pada tahun 2007 Rp.14,04 Milyar Kemudian jika dibandingkan jumlah APBD Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 14 berikut : Tabel 21. Jumlah Anggaran Badan Pengawas Provinsi Riau tahun 2005- 2007 (Rp Milyar)
No.
Tahun Anggaran
Jumlah APBD Prop Riau
Alokasi Dana Bawasprop Riau
%
10.34 12.22 14.04
0.41 0.42 0.33
1 2005 2.437.72 2 2006 3.619.68 3 2007 4.386.25 Sumber: APBD Prop.Riau, 2008
Dari data tersebut terlihat dengan jelas bahwa anggaran yang dialokasikan Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Riau, relatif masih relatif rendah (belum mencapai 0.5 %) dari APBD Provinsi Riau secara keseluruhan. Hal ini mengakibatkan tugas pokok dan fungsi Badan Pengawas tidak dapat dilaksanakan secara optimal dan ada yang tidak dapat dilaksanakan sama sekali. Mekanisme penyusunan anggaran, mulai dari usulan yang disampaikan dibahas pada Musrenbang di Bappeda, kemudian dibahas dengan Team Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), kemudian dengan DPRD dalam hal ini dengan komisi A (komisi yang membidangi pemerintahan).
3) Belum maksimalnya dukungan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung penguatan peran Badan Pengawas Daerah. Sarana dan prasarana merupakan media yang digunakan dalam menunjang tugas-tugas pokok dan fungsi dari Badan Pengawas. Saat ini sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Badan Pengawas Provinsi Riau adalah
Tabel 22. Sarana dan Prasarana Badan Pengawas Provinsi Riau Tahun 2005-2007 Nomor
Nama Barang
2005 Mobil Operasional 2. Komputer + 19 printer 3. Note Book 3 4. Kamera 5 5. Handycam 1 6. Alat Perekam 2 7. Alat Ukur Jalan 8. GPS 9. Alat Ukur ketebalan Aspal 10. Alat Ukur kualitas Dinding Sumber : Badan Pengawas Provinsi Riau 2007 1.
Tahun/Unit 2006 2
2007 2
20
24
7 5 1 2 -
8 5 1 2 -
-
-
Dari Tabel 22 terlihat bahwa Badan Pengawas Provinsi Riau belum didukung oleh peralatan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, seperti
alat-alat ukur
keteknikan contohnya : GPS, Alat ukur ketebalan Aspal, alat ukur kualitas beton, alat pengukur jalan dan lain-lain. Peralatan tersebut di atas sangat mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan. Permasalahan mobil operasional untuk melakukan pemeriksaan reguler dan pemeriksaan khusus di Kabupaten/Kota, karena pengadaannya dilaksanakan oleh Biro Perlengkapan Provinsi Riau.
6.2.3. Peluang (Opportunity)
Peluang merupakan salah satu unsur eksternal yang berpotensi menguntungkan apabila mampu memanfaatkan peluang tersebut (Tripomo, 2005). Peluang-peluang Badan Pengawas antara lain: 1) Komitmen pemerintah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) Dalam
upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam
penyelenggaraan pemerintahan, semenjak tahun 1998 telah digulirkan serangkaian Ketentuan/Peraturan Perundang-undangan yang mencerminkan komitmen pemerintah terhadap terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu : a) Ketetapan
MPR RI Nomor XI/MPR/98 tentang
penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas KKN: b) Undang-undang Nomor31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi: c) Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: d) Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah: e) Inpres Nomor 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi:
2) Adanya Tawaran Diklat dari Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pendidkan dan pelatihan teknis fungsional sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kompetensi SDM pengawasan guna mewujudkan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas. Pendidikan dan pelatihan yang urgen dalam rangka peningkatan kompetensi Auditor meliputi : a) Diklat teknis pengawasan untuk kebuuthan sertifikasi sebagai Auditor: b) Diklat teknis pengelolaan keuangan daerah: c) Diklat teknis manajemen pengadaan barang dan jasa isntansi pemerintah: d) Diklat teknis pengelolaan barang daerah. Pendidikan dan pelatihan tersebut di atas diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendiidkan dan pelatihan profesional antara lain Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Diklat Departemen
Dalam Negeridan Universitas. tDalam upaya meningkatkan kompetensi Auditor, lembaga-lembaga diklat tersebut di atas setiap tahunnya memberikan kesempatan kepada Badan Pengawas Provinsi Riau untuk mengikuti Diklat-Diklat yang mereka selenggarakan.
3) Banyaknya Organisasi Massa, LSM dan Mahasiswa yang
melakukan social control. Tata
pemerintahan yang baik (good governance) akan terwujud apabila terciptanya hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Sebuah Pemerintahan terbentuk dari hasil pemilihan umum baik untuk pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Pemerintahan yang terbentuk dari hasil pemilihan umum adalah pihak yang diberi amanah atau mandat oleh rakyat (stakeholders) selaku pemberi amanah untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat (publik) selaku pemberi amanah mempunyai hak untuk ikut mengawasi/melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Jika semakin banyak elemen masyarakat baik perorangan maupun yang terhimpun dalam organisasi
seperti LSM, Mahasiswa yang melakukan pengawasan
(kontrol) terhadap penyelenggaraan pemerintahan, menunjukkan terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang berkuasa termasuk institusi pengawasan bentukan pemerintah. Masyarakat kurang percaya terhadap pengawasan yang dilakukan oleh institusi pengawasan bentukan pemerintah. Krisis kepercayaan tersebut dapat menjadi ancaman bagi Badan Pengawas Provinsi Riau dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
6.2.4. Ancaman (Threats) 1) Isu sentral adanya KKN di lingkungan birokrasi pemerintah. Anggapan sebahagian masyarakat terhadap sistem birokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah masih dipenuhi dengan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat dan keyakinan atas kinerja pemerintah. 2) Adanya image Negatif Terhadap Badan Pengawas Provinsi Riau Adanya image negatif terhadap Badan Pengawas Provinsi Riau disebabkan oleh :
a. Badan Pengawas sebagai perpanjangtanganan Gubernur yang tidak independen. b. Kualitas hasil pemeriksaan yang tergambar dari materi temuan-temuan hasil pemeriksaan dengan rekomendasi yang terlalu menonjolkan aspek hukuman, dan adakalanya sulit untuk ditindaklanjuti:’ c. Temuan hasil pemeriksaan yang berulang.
3) Masih rendahnya tingkat penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan Output sebuah laporan hasil pemeriksaan adalah tindaklanjut hasil pemeriksaan. Pelaksanaan
tindaklanjut
hasil
pemeriksaan
sepenuhnya
merupakan
tugas
dan
tanggungjawab satuan kerja yang diperiksa. Kewenangan Badan Pengawas Provinsi Riau hanya sebatas membuat penegasan pelaksanaan tindaklanjut atas hasil peemriksaan. Berikut ini disajikan perkembangan penyeleseian pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pengawas Provinsi Riau Tahun 2005 -2007 pada Tabel 23. Pada Tabel 23 diatas terlihat bahwa penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pengawas Provinsi Riau oleh satuan kerja yang diperiksa masih relatif rendah. Hal ini terbukti pada tahun 2005 dan 2006 masih terdapat saran hasil pemeriksaan (temuan) belum ditindak lanjuti dimana untuk tahun 2005 masih tersisa 28 saran (11 %) dan tahun 2006 terdapat 65 saran (26 %).
Tabel 23. Perkembangan Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Badan Pengawas Provinsi Riau Tahun 2005-2007
No Tahun 1 2005
Jumlah Temuan 225
Jumlah Saran 263
S 210
Tindak Lanjut % D % B 80 25 10 28
2 2006 202 246 149 61 3 2007 199 247 69 28 Keterangan : S = Selesai, D = Dalam proses, B = Belum Sumber : Badan Pengawas Provinsi Riau
6.3 PENILAIAN/SKOR FAKTOR – FAKTOR SWOT. Kekuatan/Strengths (S)
32 12
13 5
65 166
% 11 26 67
S1 :
Kewenangan sebagai aparat pengawas internal pemerintah (APIP)
S2 :
Adanya kerjasama dengan lembaga pengawasan lainnya (internal/eksternal)
S3 :
Adanya komitmen pimpinan dan staf
Kelemahan/Weaknesses (W) W1 :
Terbatasnya sumberdaya manusia
W2 :
Masih terbatasnya anggaran
W3 :
Belum maksimalnya dukungan sarana dan prasarana.
Peluang/Opportunities (O) O1 : Komitmen Pemerintah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik. O2 : Adanya tawaran Bimtek/Diklat O3 :
Banyaknya organisasi massa, LSM dan Mahasiswa.(sosial kontrol)
Ancaman/Threats (T) T1 :
Isu sentral KKN di lingkungan birokrasi pemerintah
T2 :
Adanya image negatif terhadap Badan Pengawas Provinsi Riau
T3 :
Rendahnya tingkat penyelesaiaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
Berdasarkan komponen-komponen/uraian unsur-unsur SWOT tersebut, maka dapat ditentukan empat kelompok alternatif strategi yang merupakan kombinasi dari masingmasing unsur, sebagai berikut:
Tabel 23. Penilaian Faktor-faktor SWOT Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Peluang (O)
Ancaman (T)
Komponen
Nilai
Komponen
Nilai
Komponen
Nilai
Komponen
Nilai
S1
5
W1
5
O1
5
T1
5
S2
4
W2
4
O2
5
T2
4
S3
4
W3
3
O3
3
T3
3
Untuk mengetahui skor yang dimiliki oleh masing-masing faktor SWOT penguatan peran Badan Pengawas dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Analisis Faktor Internal FAKTOR INTERNAL KEKUATAN : 1. Kewenangan Sebagai APIP 2. Adanya Kerjasama dengan pengawas lainnya 3. Adanya Komitmen Pimpinan dan Staf KELEMAHAN 1. Terbatasnya Sumberdaya Manusia 2. Masih terbatasnya anggaran. 3. Belum maksimalnya dukungan sarana dan prasarana. TOTAL
BOBOT
URGENSI
SKOR
0.25
5
1.25
0,15
4
0,60
0,10
4
0,40
0,25 0,15
5 4
1,25 0,60
0,10
3
0,30
1.00
4,40
Dari Tabel 24, dapat diketahui bahwa diantara enam faktor internal yang paling tinggi bobot urgensinya adalah kewenangan sebagai aparat internal pengawas pemerintah (APIP) dan terbatasnya sumberdaya manusia yaitu dengan skor masing-masing 1.25 Hal ini berarti kedua faktor diatas sangat menentukan untuk penguatan peran Badan Pengawas.
Tabel 25. Analisis Faktor Eksternal Faktor Internal PELUANG : 1. Adanya pelaksanaan Diklat / Bimtek. 2. Komitmen pemerintah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) 3. Banyak organisasi massa, LSM, Mahasiswa yang melakukan sosial control ANCAMAN: 1. Isu sentral adanya KKN di lingkungan birokrasi pemerintah. 2. Adanya Image negatif terhadap institusi pengawasan 3. Masih rendahnya tingkat penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan TOTAL
Bobot
Urgensi
Skor
0.25 0,20
5 5
1.25 1,00
0,20
3
0,60
0,15
5
0,75
0,10
4
0,40
0,10
3
0,30
1.00
4.30
Pada Tabel 25, dapat dilihat bahwa diantara enam faktor eksternal, yang paling tinggi bobot urgensinya adalah adanya pelaksanaan diklat/bimtek bagi pegawai Badan Pengawas yaitu dengan skor 1.25 Hal ini berarti Badan Pengawas harus dapat memanfaatkan peluang bagi pegawai/aparatur untuk mengikuti diklat/bimtek sebaik mungkin, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan kemampuan pegawai Badan Pengawas.
Tabel 26. Matriks SWOT Penguatan Peran Badan Pengawas Daerah Internal Eksternal Peluang (Opportunities) 2.85 Ancaman (Threat) 1.45
kekuatan (Strengts) 2.25
Kelemahan (Weakness) 2.15
S-O (5.10) S-T (3.70)
W-O (5) W-T (3.60)
Berdasarkan penjumlahan skor dari masing-masing faktor SWOT, sebagaimana terlihat dalam Tabel 19 matrik SWOT diatas ternyata strategi yang memiliki skor paling tinggi adalah S-O yaitu 5.10 (skor S=2.25 dan skor O=2.85) dan W-O yaitu 5 (skor W = 2.15 dan O = 2.85)
6.4.
Perumusan Strategi Faktor-faktor internal yang dimiliki dan faktor-faktor eksternal yang dihadapi oleh Badan
Pengawas Daerah Provinsi Riau disusun berdasarkan skor yang diperoleh dari analisis lingkungan internal dan eksternal dalam matriks Analisis SWOT. Kemudian dilakukan perumusan strategi yang mengaitkan faktor-faktor tersebut, sehingga diperoleh empat kelompok strategi, yaitu :
6.4.1.Kekuatan-Peluang (S-O) Kekuatan yang sudah dimiliki, memanfaatkan peluang yang muncul dengan strategi : S-O1. Mengoptimalkan kewenangan yang ada sebagai apararat pengawas internal pemerintah (APIP) untuk mendukung tekad pemerintah dalam mewujudkan good governance.
S-O2. Mengikutsertakan pegawai pada setiap kesempatan diklat/bimtek baik yang dilaksanakan sendiri maupun dilaksanakan oleh lembaga lainnya. S-O3. Meningkatkan kerjasama yang selama ini sudah terjadi dengan lembaga pengawas lainnya. S-O4. Memanfaatkan hubungan kerja yang sinergis dengan
organisasi massa
(LSM/Mahasiswa) untuk mengatasi volume kerja yang semakin meningkat.
6.4.2. Kekuatan-Ancaman (S-T) Dengan bekal kekuatan yang ada, mengatasi ancaman yang dihadapi maka perlu strategi : S-T1.
Mengoptimalkan program kerja pemeriksan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
S-T2. Meningkatkan profesionalisme hasil pemeriksaan. S-T3. Mengoptimalkan penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan.
6.4.3. Kelemahan-Peluang (W-O) Mengatasi kelemahan untuk dapat memanfaatkan peluang yang ada, dengan strategi : W-O1. Mengusulkan penambahan pegawai kepada Gubernur sesuai disiplin ilmu yang dibutuhkan. W-O2. Meningkatkan jumlah anggaran untuk diklat/bimtek bagi pegawai melalui musrenbang Provinsi. W-O3. Meningkatkan jumlah sarana dan prasarana untuk pelaksanaan tugas pemeriksaan melalui musrenbang Provinsi.
6.4.4. Kelemahan-Ancaman (W-T) W-T1. Mengoptimalkan sumberdaya yang ada (SDM,Sarana/Prasarana). W-T2.
Mengedepankan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
W-T3.
Mempertahankan agar pegawai yang sudah ada terlatih dibidang pengawasan.
Sedangkan analisis dan scoring adalah sebagai berikut: A. Hasil kombinasi SWOT antara Strategi (S) dan Peluang (O) adalah:
1. SO1 (S1+O2) = 1,25+1,00 = 2,25 2. SO2 (S3+O1) = 0,40+1,25 = 1,65 3. SO3 (S2+O2) = 0,60+1,00 = 1,60 4. SO4 (S2+O3) = 0,60+0,60 = 1,20 B. Hasil kombinasi SWOT antara Strategi (S) dan Ancaman (T) adalah: 1. ST1 (S1+T2) = 1,25+0,75 = 2,00 2. ST1 (S1+T2) = 0,40+0,40 = 0,80 3. ST1 (S1+T3) = 0,60+0,40 = 0,90
Tabel 20. Analisis Kombinasi SWOT Internal
Eksternal
Kekuatan-(Strenghts) 1. Kewenangan sebagai APIP 2. Kerjasama dengan lembaga pengawas lainnya. 3. Adanya Komitmen pimpinan dan staf
Kelemahan-(Weakness) (1). Terbatasnya sumberdaya manusia (2). Terbatasnya Anggaran. (3). Belum maksimalnya dukungan sarana dan prasarana
Peluang-O Strategi SO Strategi WO 1. Pelaksanaan diklat/bimtek 1. Mengoptimalkan 1. Mengusulkan 2. Tekad pemerintah dalam kewenangan yang ada penambahan pegawai mewujudkan good sebagai apararat pengawas kepada Gubernur sesuai governance internal pemerintah disiplin ilmu yang 3. Banyak organisasi massa, (APIP) untuk mendukung dibutuhkan LSM, dalam social control tekad pemerintah dalam 2. Meningkatkan jumlah mewujudkan good anggaran untuk governance diklat/bimtek bagi 2. Mengikutsertakan pegawai melalui pegawai pada setiap musrenbang Provinsi kesempatan diklat/bimtek 3. Meningkatkan jumlah baik yang dilaksanakan sarana dan prasarana sendiri maupun untuk pelaksanaan tugas
dilaksanakan oleh pemeriksaan melalui lembaga lainnya. musrenbang Provinsi. 3. Meningkatkan kerjasama yang selama ini sudah terjadi dengan lembaga pengawas lainnya. 4. Memanfaatkan hubungan kerja yang sinergis dengan organisasi massa (LSM/Mahasiswa) untuk mengatasi volume kerja yang semakin meningkat Ancaman-T Strategi ST Strategi WT 1. Isu sentral KKN di 1. Mengoptimalkan program 1. Mengoptimalkan sumber lingkungan birokrasi kerja pemeriksan untuk daya yang ada 2. Adanya pemnilaian negatif meningkatkan (SDM,Sarana/Prasarana). terhadap Bawaprop Riau kepercayaan masyarakat 2. Mengedepankan peraturan 3. Masih rendahnya tingkat 2. Meningkatkan perundang-undangan yang profesionalisme hasil berlaku. penyelesaian tindak lanjut pemeriksaan 3. Mempertahankan agar hasil pemeriksaan. 3. Mengoptimalkan pegawai yang sudah penyelesaian tindak lanjut terlatih dibidang hasil pemeriksaan pengawasan. C. Hasil kombinasi SWOT antara Kelemahan (W) dan Peluang (O) adalah: 1. WO1 (W1+O2) = 1,25+1,00 = 2,25 2. WO1 (W1+O1) = 0,60+1,25 = 1,85 3. WO1 (W1+O2) = 0,30+1,00 = 1,30
D. Hasil kombinasi SWOT antara Kelemahan (W) dan Ancaman (T) adalah: 1. WT1 (W1+T2) = 1,25+0,40 = 1,65 2. WT2 (W1+T1) = 1,25+0,75 = 2,00 3. WT3 (W1+T3) = 1,25+0,40 = 1,65
Dari hasil scoring kombinasi SWOT tersebut, maka diperoleh 14 strategy point yang terdiri dari SO = 4 strategi, ST = 3 strategi, WO = 3 strategi, dan WT = 3 buah strategi. Sedangkan strategi yang mempunyai scoring paling tinggi adalah SO 1 dengan jumlah score 2,25, sehingga strategi SO 1 (Mengoptimalkan kewenangan yang ada sebagai aparat pengawas internal pemerintah
(APIP) untuk mendukung tekad pemerintah dalam mewujudkan good governance) yang akan diterapkan untuk implementasi penguatan Badan Pengawas.
6.5.
Perumusan Program Setelah melihat kembali (review) strategi dan implementasi program selama tahun 2007,
maka dapat diperoleh beberapa poin penting yang dapat menjadi acuan perencanaan program yang lebih baik. Berikut ini adalah beberapa program yang diturunkan dari strategi yang terpilih: 1. Program Implementasi Berbasis Pengawasan Internal Program ini bertujuan untuk meningkatkan lebih memberdayakan pengawasan internal yang oleh Badan Pengawas Provinsi Riau sendiri. Kegitan dari program ini terdiri dari: a) Penanganan kasus pengaduan masyarakat. b) Penanganan kasus di Kabupaten/Kota c) Inventarisasi Temuan Pengawasan. d) Tindak lanjut hasil temuan. e) Evaluasi berkala.
2. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan, program ini ditujukan untuk pengembangan capacity building dari aparat Badan Pengawasan Provinsi Riau. Program ini dapat dibagi menjadi beberapa kegiatan pelatihan, yaitu: a) Pelatihan dan pengembangan SDM. b) Pelatihan penilaian akuntabilitas kinerja
3. Program Penataan Kebijakan Sistemik, dengan program penyusunan kebijakan sistem dan prosedur pengawasan. Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan cara bekerja sesuai dengan standar yang telah ditentukan, contoh dari program ini adalah pembuatan standard operational procedure (SOP) dan etika pengaawasan.
4. Program Intensifikasi Penanganan Pengaduan Program ini bertujuan untuk menindaklanjuti setiap pengaduan yang diterima dengan melakukan pemeriksaan khusus atau kasus. Beberapa kegitan yang diturunkan dari program ini adalah: a) Pembentukan unit khusus penanganan pengaduan masyarakat. b) Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus.
Dengan demikian, optimalisasi pengawasan internal dapat tercapai apabila seluruh komponen pengawasan, yaitu kualitas SDM, sarana dan prasarana, suprastruktur yang berbentuk strategi dan program mempunyai nilai bobot yang tinggi. Dalam upaya pencapaian good governance, Bawasda sebagai lembaga pengawas internal pemerintah harus mempunyai program utama sebagai referensi baku untuk optimalisasi implementasi. Dalam pengawasan, SDM mempunyai peran sentral dalam pencapaian hasil pemeriksaan. Semakin baik kualitas SDM, maka semakin baik juga hasil pemeriksaan. Dalam pemerintahan yang moderen, fungsi pengawas internal justru lebih pada upaya pencegahan. Dengan demikian, maka kualitas SDM yang tinggi akan mempunyai peran ganda dengan memberikan penyuluhan dan arahan kepada aparat SKPD agar terhindar dari penyalahgunaan anggaran. Maka, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah Provinsi Riau adalah bahwa perlu adanya upaya Bawasda untuk mengikutsertakan aparat pengawas dalam pelatihan dan pendidikan teknis maupun pengembangan tenaga pemeriksaan (auditor). Hal tersebut disebabkan karena Bawasada harus dapat meningkatkan kualitas SDM terkait dengan pelaksanaan Tupoksi. Selain itu, dalam konteks kerjasama dengan pihak lain, Bawasda harus mempunyai konsep kerjasama yang baik dengan pihak lain. Terkait dengan masalah keterlibatan dengan publik, Bawasda juga harus mempunyai tim Konsultasi dan Narasumber untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada agar laporan Bawasda dapat diterima oleh stakeholders.