VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MARJINAL Program pemberdayaan petani marjinal dilakukan berdasarkan analisis permasalahan yang dihadapi petani marjinal, yang dapat dilihat dalam kerangka logis berikut ini: Ketidakberdayaan petani marjinal
Petani marjinal semakin miskin Kesulitan mengatasi masalah permodalan dan kesulitan teknis Hasil produksi menurun
Output
Masalah Kunci
Petani Marjinal Menganggur
Petani Marjinal Tidak Terorganisir dan Miskin
Belum ada pendamping Input tak Memadai Terbatasnya pengetahuan pendidikan dan ketrampilan
Petani bergerak sendiri-sendiri
Intervensi Insitusi (mulai di tingkat Lembaga Desa) berkurang, akibat lahan permukiman meluas sedangkan lahan pertanian menyempit, sehingga jumlah petani menurun Kekurangan dana dan kemampuan teknis
Gambar 9 Kerangka Logis Permasalahan Petani Marjinal
70
Faktor-faktor yang tidak menguntungkan bagi petani marjinal (input tidak memadai), yaitu: terbatasnya pengetahuan, pendidikan dan ketrampilan, intervensi yang berkurang dari institusi formal/Lembaga Desa, ditambah dengan kekurangan dana dan kemampuan teknis, serta petani marjinal yang bergerak perorangan serta
belum ada pendamping, menyebabkan kondisi dan situasi yang dihadapi
petani marjinal (output) semakin tidak menguntungkan. Konversi lahan pertanian menjadi lahan permukiman menyebabkan hasil produksi menurun. Bagi petani yang lahannya sudah terkonversi dan tidak dapat beralih ke profesi lain karena keterbatasan
pendidikan
dan
ketrampilan,
Ketidakberdayaan ini juga ditandai dengan
mereka
menjadi
penganggur.
kesulitan mengatasi masalah
permodalan dan kesulitan teknis. Jalan keluar untuk memecahkan persoalan yang dihadapi petani marjinal tersebut diupayakan melalui pengorganisasian petani marjinal. Dengan kata lain, petani marjinal yang tidak terorganisir dan miskin adalah masalah kunci. Kerangka logis (logical framework, logical framework analysis = LFA) tersebut digunakan sebagai dasar untuk perencanaan kegiatan pengorganisasian petani marjinal dalam kajian ini dan disampaikan dalam sub bab Hasil-hasil Proses Pengorganisasian Petani Marjinal.
7.1. Strategi Program Pemberdayaan Desa Sariwangi
Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat
merupakan daerah pinggiran kota yang berada dalam proses transisi dari daerah perdesaan menjadi perkotaan. Sebagai daerah transisi, daerah ini berada dalam tekanan kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat yang berdampak pada perubahan fisikal termasuk konversi lahan pertanian ke non pertanian, khususnya kawasan permukiman. Dengan kondisi seperti ini berkembang pula berbagai industri dan usaha non pertanian. Oleh karena itu, bagi komunitas petani marjinal bertani bukanlah satu-satunya sumber penghidupan pada masa sekarang. Keluarga petani marjinal tidak dapat hidup layak jika hanya mengandalkan pertanian. Sebagian dari mereka berfikir
untuk beralih profesi dan mencari
sumber kehidupan dari usaha non-pertanian. Keterbatasan lahan dan modal untuk
71
berproduksi menjadi agenda pokok.
Khusus mengenai keterbatasan lahan,
Simatupang (2002) menulis bahwa luas baku lahan pertanian produktif tidak memadai untuk memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga tani. Total luas lahan pertanian kurang dari 40 juta hektar, sedangkan jumlah keluarga tani lebih dari 20 juta. Sehingga kalaupun lahan yang ada dibagi rata, seluruh usaha tani tetap lemah serta tidak memadai untuk menopang kehidupan yang layak bagi keluarga tani. Penjelasan di atas melahirkan agenda kegiatan yang paling mendesak untuk dilakukan, yaitu agenda yang berkaitan dengan pertanyaan berikut : bagaimana kehidupan petani kecil dan buruh tani, yang dalam kajian ini disebut dengan petani marjinal, setelah tidak lagi mengandalkan pertanian sebagai salah satu sumber nafkah kehidupan bagi keluarga mereka? Mempertahankan bertani tetap menjadi kehidupan petani kecil dan buruh tani berarti membelenggu kaum miskin pedesaan dalam lingkaran setan kemiskinan. Pemikiran ini hanya melestarikan involusi pertanian yang berujung pada pemerataan kemiskinan (sharing poverty). Fenomena semakin bertambahnya penduduk miskin di pedesaan justru akibat dari meningkatnya jumlah penduduk yang mengandalkan bertani sebagai kehidupan. Farming is livelihood adalah akar masalah kemiskinan di pedesaan yang harus diberantas. Kemiskinan di pedesaan hanya dapat diberantas dengan mengurangi jumlah petani gurem dan buruh tani melalui penyediaan livelihood non-pertanian. Untuk itu yang harus dilakukan ialah menyediakan sumber kehidupan alternatif, usaha non-pertanian, yaitu agroindustri dan industri kecil pedesaan lainnya. (Simatupang, 2002) Beranjak dari pernyataan-pernyataan di atas maka program pemberdayaan komunitas petani marjinal Desa Sariwangi Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, perlu dibangun untuk dapat menghentikan proses pemiskinan akibat konversi lahan di desa ini. Usaha-usaha yang menunjang perbaikan ekonomi komunitas petani marjinal perlu dilakukan, baik melalui usaha-usaha pertanian bagi petani marjinal yang masih tetap ingin menjadi petani, atau usahausaha ekonomi produktif lain. Oleh karena belum ada organisasi/kelompok tani yang merespons perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan fisik di desa ini maka perlu dibentuk organisasi/kelompok tani yang merupakan inisiasi
72
pemberdayaan komunitas petani marjinal di desa ini. Seperti telah dijelaskan di awal, tujuan pengorganisasian ini
dilakukan untuk memudahkan para petani
marjinal mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumber-sumber hidup yang penting.
7.2. Strategi Pembentukan Kelompok Petani Marjinal
Pengembangan kelembagaan pembangunan nasional
berpijak kepada
relasi komunitas dan negara. Negara dalam hal ini pemerintah, dari aras makro secara top down melahirkan kebijakan-kebijakan serta institutional incentives (seperti pembangunan infrastruktur, dll). Sedangkan Komunitas dari aras mikro melakukan upaya-upaya pemberdayaan dan partisipasi, serta institutional capacity. Dalam kenyataannya pembangunan dengan relasi tersebut tidak serta merta dan sepenuhnya dapat menjangkau masyarakat/komunitas marjinal yang tersampingkan akibat proses-proses pembangunan. Oleh karena itu upaya pemberdayaan masyarakat miskin lebih efektif bila lebih dulu ditekankan kepada aras komunitas sehingga dapat dapat diketahui dengan jelas siapa dan dimana masyarakat miskin berada. Pengembangan
kelembagaan
lokal
melalui
serangkaian
aktivitas
perencanaan bersama masyarakat, sekaligus mengupayakan kerjasama dan kemitraan yang lebih erat antar stake holder dalam menghasilkan kebijakankebijakan pengembangan masyarakat dan pembangunan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat diperlukan dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional yang berkeadilan sosial. Strategi pemberdayaan petani marjinal di Desa Sariwangi bergerak dari aras mikro serta
memanfaatkan modal sosial yang terdapat di wilayah terdekat
komunitas petani marjinal berada, yaitu warga masyarakat Perumahan Bukit Sariwangi melaui Paguyuban Perumahan Bukit Sariwangi (PPBS). Pemberdayaan yang berdimensi generatif dan bersifat positive-sum dimunculkan dari sini. Dari tampilan fisik bangunan dan status pelapisan sosialnya, perumahan ini dihuni oleh masyarakat lapisan menengah ke atas sehingga dinilai memiliki cukup daya untuk membantu permasalahan para petani marjinal pada fase awal dan fase-fase
73
berikutnya. Desa sebagai lembaga yang memiliki akses langsung dengan pemerintah dalam upaya memberdayakan masyarakat marjinal, dipandang kurang memiliki perhatian yang besar terhadap petani marjinal. Oleh karena itu upaya pemberdayaan petani marjinal didasarkan atas kemampuan warga perumahan Bukit Sariwangi
untuk bekerjasama dan berpartisipasi demi membantu
permasalahan yang terjadi
di dalam lingkungan terdekat mereka. Kemampuan
bekerjasama ini juga timbul dari kepedulian dan kepercayaan warga perumahan masyarakat dengan komunitas petani marjinal yang didasari rasa saling peduli, keterbukaan, dan saling menolong. Partisipasi merupakan tanggung jawab warga sebagaimana dikemukakan Lubis, dkk (2006) bahwa sebagai warga suatu komunitas, partisipasi warga dalam kegiatan masyarakat merupakan tanggung jawab sebagai warga. Tanggung jawab ini mengimbangi hak-hak sebagai warga komunitas yang diperolehnya antara lain hak pelayanan, dukungan dan kehidupan sosial dari komunitasnya. Aplikasi program pemberdayaan petani marjinal Desa Sariwangi
melalui
usaha pengorganisasian dilakukan melalui proses-proses berikut: 1. Pemanfaatan Modal Sosial dan Pengembangan Partisipasi masyarakat. Pemanfaatan modal sosial
ditumbuhkan melalui lontaran
issue kepada
masyarakat yang berada paling dekat dengan petani marjinal serta dipandang memiliki daya untuk berpartisipasi membantu permasalahan petani marjinal. Pintu masuk untuk menumbuhkan rasa peduli dan
keinginan untuk
membantu para petani marjinal adalah kegiatan pertemuan rutin /arisan warga perumahan Bukit Sariwangi.
Gagasan awal tentang pemberdayaan petani
marjinal kepada warga perumahan Bukit Sariwangi telah dimulai sekitar bulan November 2007 lalu. Berikut ini tanggapan-tanggapan/respons yang datang dari warga
setelah Pengkaji
memberikan issue tentang upaya
pemberdayaan petani marjinal disekitar perumahan warga, yang dilakukan pada saat acara Pertemuan Rutin Bulanan Paguyuban Perumahan Bukit Sariwangi bulan November 2007. Respons warga perumahan Bukit Sariwangi terhadap rencana pengorganisasian dilihat dalam Tabel 14.
petani marjinal Desa Sariwangi dapat
74
Tabel 14 Respons Warga Perumahan Bukit Sariwangi terhadap Rencana Pengorganisasian Petani Marjinal Desa Sariwangi. Nama Warga Bapak Joko Siswanto (Ketua Paguyuban Perumahan Bukit Sariwangi) Bpk. Hakim (Ketua RW X, warga Perumahan Bukit Sariwangi)
Bapak Agus (Warga Perumahan Bukit Sariwangi) Bapak Ikhlas (Warga Perumahan Bukit Sariwangi)
Bapak Saladin (Warga Perumahan Bukit Sariwangi)
Respons Mendukung kegiatan pemberdayaan ini, karena sudah sepantasnya sebagai warga yang baik, membantu warga lain yang mengalami kesulitan.
Hati-hati untuk memberikan pinjaman berupa uang, karena tidak dijamin akan dikembalikan atau sangat sulit pengembaliannya . Saya pernah mengalami hal itu. Rp. 500.000,00 pernah saya pinjamkan kepada empat orang warga yang membutuhkan, dan sampai sekarang saya masih sulit untuk memperoleh kembali pinjaman tersebut. Saya kira pada umumnya warga perumahan akan membantu, sekiranya program yang direncanakan benarbenar jelas tujuan dan sasarannya.
Daripada memberi bantuan berupa uang, lebih baik memberikan bantuan berupa kegiatan saja. Saat ini saya tengah mencoba membudidayakan ikan hias. Jika mereka mau ikut terjun dalam kegiatan ini dengan serius, saya percaya hal ini akan membantu mereka. Saya juga begitu, daripada memberi bantuan berupa uang, lebih baik memberi ketrampilan saja. Saya sendiri saat ini sudah membantu mereka dengan mempersilahkan mereka memanfaatkan lahan kosong di sebelah rumah saya untuk ditanami tanpa membayar sewa. Hasilnya mereka sendiri yang menuai, saya tidak pernah kebagian.... Tapi pada pokoknya Saya kira pada umumnya warga perumahan akan membantu, sekiranya program yang direncanakan benar-benar jelas tujuan dan sasarannya.
Pada akhir diskusi disepakati, bahwa warga perumahan Bukit Sariwangi akan membantu usaha pemberdayaan kepada para petani marjinal dengan bantuan apa pun yang mereka bisa berikan, asalkan program yang dilakukan para petani marjinal benar-benar jelas dan terarah. Dalam pertemuan tersebut
75
Sirkulir permohonan donasi untuk para petani marjinal, diizinkan untuk dapat diedarkan kepada warga perumahan Bukit Sariwangi. 2. Stimulus Modal. Dalam analisis masalah, modal merupakan masalah utama yang dihadapi petani marjinal. Untuk itu upaya pengumpulan sumber dana dicoba diperoleh melalui institusi formal mulai dari Desa, Kecamatan dan Kabupaten serta CSR sebuah bank pinjaman
BUMN. Desa
walaupun masih trauma dengan dana-dana
masyarakat yang tidak bisa dikembalikan, masih memiliki
kemungkinan untuk membantu walaupun tidak secara tegas berupa apa dan kapan. Sementara dari lembaga lain masih memerlukan waktu dan proses lebih panjang untuk memberikan bantuan kepada para petani marjinal. Pada akhirnya diperoleh stimulus modal awal dari warga perumahan Bukit Sariwangi sebesar Rp. 2.000.000,00. Dana ini masih diperkirakan bertambah setelah sirkulir permohonan bantuan pemberdayaan petani marjinal diedarkan kepada seluruh warga Perumahan Bukit Sariwangi atau bahkan tidak menutup kemungkinan dana akan mengalir dari sumber lain, setelah petani marjinal membentuk kelompok. Pada perkembangan selanjutnya diperoleh bantuan modal dari donatur di luar masyarakat Desa Sariwangi
sebanyak Rp.
2000.000,00 yang digunakan untuk menambah modal kegiatan simpan pinjam. 3. Pendampingan. Dalam kajian ini Pengkaji
bertindak sebagai pendamping. Pendamping
menjadi pihak yang membantu kelompok untuk suatu masa tertentu dan diharapkan nantinya kelompok akan dapat berfungsi secara mandiri. Kegiatan pendampingan yang dilakukan dalam pengorganisasian petani marjinal ini adalah menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kegiatan petani marjinal baik sebagai (penghubung),
sebagai fasilitator (pemandu)
koordinator maupun
komunikator
dinamisator (penggerak). Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan antara lain: mendengarkan aspirasi petani marjinal, memberikan usulan tentang pembentukan kelompok, memberikan tujuan dan manfaat terbentuknya kelompok, membantu terwujudnya kelompok petani marjinal, menyampaikan/mengkomunikasikan keberadaan petani marjinal
76
kepada pihak lain yang sekiranya dapat memberikan bantuan, memberikan masukan, saran dan bertukar pikiran baik kepada petani marjinal maupun pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan pemberdayaan ini,
serta
mengusahakan kegiatan pertemuan rutin dengan petani marjinal. 4. Bantuan sarana dan prasarana. Sampai dengan proses
kelompok petani marjinal terbentuk, sarana dan
prasana yang disediakan untuk kegiatan pemberdayaan ini dilakukan secara swadaya. Sarana dan prasana yang diberikan antara lain berupa tempat untuk kegiatan berkumpul dan berdiskusi dengan para petani marjinal, bantuan untuk
menyampaikan/mengkomunikasikan
kepada pihak-pihak lain yang
sekiranya dapat membantu permasalahan yang dihadapi petani marjinal, serta bantuan dana. 5. Pengembangan kelembagaan dan pemantauan. Setelah kelompok terbentuk, pendamping bekerja sama dengan BPD untuk mengawasi perkembangan kelompok petani marjinal tersebut. Hal ini merupakan kesepakatan hasil pembicaraan antara pendamping dengan Ketua BPD dan anggota BPD Bagian Kemasyarakatan. Bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain mengadakan pertemuan antara Pendamping dengan Ketua BPD dan anggota BPD untuk saling bertukar pikiran serta memberikan masukan/saran/ide bagi perkembangan kelompok petani marjinal. Warga perumahan Bukit Sariwangi pun akan dilibatkan dalam pengembangan dan pemantauan kelompok petani marjinal ini.
6. Pelaporan. Pelaporan merupakan bagian dari sistem pengawasan dan pemantauan petani marjinal dalam mengembangkan kelompoknya. Baik Pendamping maupun kelompok petani marjinal diupayakan untuk tetap menjalin komunikasi satu dengan yang lainnya. Agenda pertemuan rutin antara Pendamping dan petani marjinal direncanakan dapat berlangsung minimal satu bulan satu kali.
77
7.3. Hasil-hasil Proses Pengorganisasian Petani Marjinal
Bermula dari observasi yang dilakukan pada Praktek Lapangan I yang dilakukan bulan Desember 2006 hingga Januari 2007, Praktek Lapangan II yang dilakukan pada bulan April 2007, identifikasi masalah dapat ditemukan hingga kajian pengembangan masyarakat ini ditulis, pada akhirnya telah terbentuk Kelompok Petani Marjinal Desa Sariwangi yang terdiri dari 16 petani yang memanfaatkan lahan kosong di sekitar perumahan Bukit Sariwangi pada hari Sabtu tanggal 8 Desember 2007. Dua petani marjinal lain tidak ikut dalam kelompok ini, karena akan pindah ke wilayah lain. kesepakatan bersama pada saat pembentukkan
Kelompok ini sesuai
bernama “Al Barokah”, yang
berarti berkah atau nilai lebih yang didapatkan dari suatu kebaikan. Pengkategorian kelompok “Al Barokah” merujuk kepada penjelasan Departemen Sosial Republik Indonesia (2006) adalah sebagai berikut: 1. Menurut status hukum : merupakan organisasi non formal yang tidak/belum memiliki status badan hukum/akte notaris. Pada perjalanannya nanti kelompok ini dapat berubah statusnya menjadi organisasi formal/ berbadan hukum. 2. Menurut kedudukan organisasi : merupakan organisasi lokal, yaitu organisasi yang berkedudukan dan beroperasi di suatu wilayah tertentu. 3. Menurut sifat organisasi : merupakan kelompok yang bersifat operasional,
yaitu
organisasi
sosial
yang
melaksanakan
Usaha
Kesejahteraan Sosial (UKS) bagi penerima pelayanan, baik secara langsung, tidak langsung maupun hanya sebagai penunjang. 4. Berdasarkan sifat pelayanannya: merupakan organisasi pelayayan langsung, yaitu organisasi sosial yang memberikan pelayanan sosial langung kepada warga masyarakat sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial , baik secara perorangan, keluarga, kelompok dan atau komunitas.
Pembentukan kelompok “Al Barokah” sebagai bagian dari pengorganisasian petani marjinal merupakan proses paling awal dalam upaya memberdayakan
78
mereka. Diharapkan melalui pembentukkan kelompok ini, para petani marjinal dapat memanfaatkan akses dan kontrol atas sumber-sumber hidup yang penting bagi peningkatan kesejahteraan mereka. Berikut ini susunan pengurus kelompok petani marjinal yang berhasil dibentuk pada tanggal 8 Desember 2007: Ketua
: Bapak Usep, 47 tahun, petani marjinal dari RW 10.
Sekretaris
: Bapak H. Ahmad Wihanda, 65 tahun, petani marjinal dari RW 8.
Bendahara
: Bapak Enoh, 48 tahun, petani marjinal dari RW 11.
Pembentukan kelompok komunitas petani marjinal melahirkan agenda dan rencana kerja yang sejalan dengan masalah yang dihadapi petani marjinal namun memerlukan prioritas utama untuk dilakukan. Rancangan proyek kegiatan kelompok ini disusun berdasarkan analisis masalah yang didapatkan dari input kerangka logis dan terdapat dalam Tabel 15.
79
TABEL 15 Analisis Masalah, Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah Petani Marjinal Di RW 10 dan 11 Desa Sariwangi Tahun 2007 No.
1.
2.
Masalah
Terbatasnya pendidikan dan ketrampilan Petani Marjinal di bidang pertanian dan non pertanian
Lahan pertanian semakin terbatas
Penyebab
Kesempatan, kemampuan dan biaya terbatas
Konversi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman
Dampak
Ketidakberdayaan Petani Marjinal
Potensi Keterampilan Pendidikan dan pengalaman yang ada.
Kesulitan memperoleh dan meningkatkan pendapatan
Keuletan dan kerja keras
Kesulitan beralih ke profesi lain
pengetahuan dan keterampilan dari komunitas terdekat (PPBS)
Tidak ada hasil produksi / hasil produksi menurun Petani Marjinal semakin miskin Petani Marjinal menganggur
Beralih ke lahan di daerah lain
Kebutuhan
Pemecahan Masalah
Pendidikan dan ketrampilan di bidang pertanian dan non pertanian yang memadai dan mudah diserap
Pendampingan
Bantuan modal untuk membuka lahan di tempat lain
Dimungkinkannya pengadaan lahan khusus bagi petani marjinal (misalkan dengan penggunaan tanah milik desa)
Pelatihan Kursus-kursus ketrampilan
80
No.
Masalah
Penyebab
Dampak
3.
Kurangnya kebijakan (dari institusi formal)
Petani Marjinal Menurunnya jumlah petani dan terabaikan dari segi sosial ekonomi buruh tani
4.
Kekurangan dana
Intervensi kurang (baik dari institusi formal maupun masyarakat) Kurangnya kemampuan untuk mengorganisir diri
5.
Intervensi Institusi kurang
Merasa tidak berkepentingan. Perhatian dan tanggung jawab kurang
Ketidakberdayaan Petani Marjinal Kesulitan memperoleh dana untuk mengatasi kesulitan teknis pertanian dan non pertanian Kesulitan memperoleh modal untuk alih profesi Petani Marjinal terabaikan
Potensi
Kebutuhan
Masih adanya perhatian dari Kepala Desa dan BPD
Kebijakan yang menguntungkan Petani Marjinal
Bantuan dana serta empati dan simpati dari komunitas terdekat (PPBS)
Mengorganisir diri Bantuan Modal yang berkelanjutan
Pemecahan Masalah Ditumbuhkannya kesadaran akan adanya Petani Marjinal yang terputus mata pencaharian akibat konversi lahan. Kesadaran ini dapat timbul dari masyarakat yang menyalurkannya kepada institusi formal (desa, Kecamatan, Kabupaten) Pembentukan Organisasi untuk mendekatkan akses dan kontrol bagi Petani Marjinal atas sumbersumber penting. Penggalangan dana dari komunitas terdekat dan masyarakat yang berempati dan bersimpati.
Adanya simpati dan empati dari komunitas terdekat (PPBS) Adanya perhatian dari Kepala Desa dan BPD
Intervensi institusi yang berkelanjutan
Mengkomunikasikan masalahmasalah yang dihadapi Petani Marjinal kepada masyarakat dan institusi formal
81
Berdasarkan Tabel Analisa Masalah, Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah Petani Marjinal tersebut, maka disusunlah rancangan kegiatan yang paling mungkin untuk dapat direalisasikan, yang disajikan dalam Tabel 16.
82
TABEL 16 Rencana Program Peningkatan Ekonomi Keluarga Kelompok Petani Marjinal Al-Barokah Desa Sariwangi Tahun 2007 No. Sub Program 1. Pembentukan Kelompok Simpan Pinjam
Kegiatan 1.Penggalangan dana Awal 2.Penyusunan AD/ART 3. Pengumpulan dana kas kelompok
Pelaksana 1. PPBS (Paguyuban Perumahan Bukit Sariwangi)/ Pendamping
Waktu Pelaksanaan Desember 2007 – Maret 2008
dan 2. Pengurus anggota Al- Barokah
2. Peningkatan Kapasitas Kelompok
1.Sosialisasi dengan pihak ketiga 2. Pengadaan mesin pompa air
1.PPBS (Paguyuban Perumahan Bukit Sariwangi)/ Pendamping 2.Pengurus dan anggota Al Barokah
(Sumber: Hasil Olah Data Diskusi Kelompok, 2007)
April 2008 – Juni 2008
Keterangan Dana awal berasal dari swadaya masyarakat. Pada saat penulisan kajian in ditulis, dana sudah dimanfaatkan oleh sebagian besar anggota dan pengurus Al Barokah sebagai pinjaman yang wajib dikembalikan kepada kelompok. Pemanfaatan dana sebagian digunakan mereka untuk membeli pupuk dan bibit bunga, sebagian lagi digunakan untuk usaha dagang kecil-kecilan (jual gorengan, jual masakan matang). Kepala Desa Sariwangi sudah mengetahui keberadaan kelompok Al Barokah, dan berjanji untuk membantu melalui dana yang datang dari pemerintah.