BAB VI ARAHAN DAN STRATEGI
6.1. Arahan Pengembangan Perikanan Tangkap Faktor-faktor penentu eksternal dan internal untuk pengembangan perikanan tangkap di wilayah pesisir Banyuasin dalam analisa SWOT untuk arahan pengembangan disajikan pada Tabel 6.1 dan 6.2. Tabel 6.1. Matriks Analisa Faktor-faktor Strategi Eksternal Perikanan Tangkap Faktor Strategi Ekstenal 1 Peluang (Opportunities) Permintaan pasar dalam dan luar negeri dan harga O1 komoditas yang tinggi terhadap produk perikanan tangkap
Bobot 2
Rating 3
Skor 4
0,2
4
0,8
O2
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 Tahun 1999 tentang jalur penangkapan
0,25
3
0,75
O3
Kebijakan pemerintahan mangenai pengelolahan sumberdaya dengan menerapkan prinsip responsible fisheries
0,15
3
0,45
O4
Kebijakan pemerintah yang sifatnya implementatif
0,1
2
0,2
Ancaman ( Threats) T1
Jumlah alat tangkap yang semakin meningkat setiap tahunan
0,15
2
0,3
T2
Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan kehadiran nelayan pendatang dengan menggunakan kapal-kapal besar
0,15
1
0,15
Total
1
2,65
69
Tabel 6.2. Matriks analisa Faktor-faktor Strategis Internal Perikanan Tangkap Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Skor
1
2
3
4
Kekuatan (Strength) S1
Wilayah atau zona penangkapan yang potensial
0,2
3
0,6
S2
Usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap trammel net layak dan menguntungkan
0,1
2
0,2
S3
Hutan mangrove yang berada di dalam TN Sembilang dan merupakan tempat Spawning dan
0,15
4
0,6
W1
Terjadi gejala tangkap lebih (overfishing)
0,2
1
0,2
W2
Tidak ada alternatif mata pencaharian lain bagi masyarakat
0,1
3
0,3
W3
Peralatan tangkap yang masih tradisional
0,15
2
0,3
W4
Kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi baik mengenai SDA maupun pemanfaatannya yang ramah lingkungan
0,1
4
0,4
nursery ground Kelemahan (Weaknesses)
TOTAL
1
2,6
Dari hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, diperoleh hasil bahwa faktor-faktor eksternal (Kekuatan dan Kelemahan) lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor internal (peluang dan ancaman) terhadap usaha perikanan tangkap di wilayah perairan pantai Kabupaten Banyuasin. Diperoleh rasio antara faktor-faktor internal terhadap eksternal sebesar 2,65 : 2,6. Analisa yang dilakukan terhadap matriks faktor strategi ekternal dan internal tersebut diatas dengan menggunakan Model Matriks TOWS diperoleh strategi-strategi yang dikelompokan ke dalam empat kategori yaitu : 1.
Strategi SO, penggunaan unsur-unsur kekuatan kawasan pesisir estuaria Banyuasin untuk mendapatkan keuntungan dari peluang-peluang yang tersedia
2.
Strategi WO, memperbaiki kelemahan yang terdapat dalam kawasan dengan memanfaatkan peluang yang tersedia
3.
Strategi ST, penggunaan kekuatan yang ada untuk menghindari atau memperkecil dampak dan ancaman eksternal
4.
Strategi WI, taktik pertahanan yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal untuk manghadapi ancaman eksternal
70
Adapun strategi-strategi pengembangan usaha perikanan tangkap di wilayah perairan Kabupaten Banyuasin dapat dilihat pada tabel 6.3. Tabel 6.3. Model Matriks TOWS Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap
Matriks
Strengths (S) 1) Wilayah atau zona penangkapan yang potensial
Weaknesses (W) 1) Terjadi gejala tangkap lebih
2) Usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap trammel net layak dan menguntungkan
2) Tidak ada alternatif mata pencaharian lain bagi masyarakat nelayan
3) Hutan mangrove yang berada di dalan TN Sembilang dan merupakan tempat spining dan nursery ground
3) Peralatan tangkap yang masih tradisional
(overfishing)
4) Kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi baik mengenai SDA maupun Pemanfaatan yang ramah lingkungan Opportunnies (O) 1) Permintaan pasar dalam dan luar negeri dan harga komoditas yang tinggi terhadap produk perikanan
1) Menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch) yaitu 80% dari MYS
1) Pembatasan jumlah armada penangkapan yang terkendali
2) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 Tahun penangkapan
2) Pengaturan jalur penangkapan, alat tangkap dan ukuran kapal yang dipergunakan
2) Pemberian kredit usaha untuk memodernkan peralatan tangkap
3) Kebijakan pemerintahan mengenai pengelolaan sumberdaya dengan menerapkan prinsip responsible fisheries
3) Memberikan alternatif usaha antara lain melalui usaha budidaya (tambak udang, bandeng, tiram dan kepiting bakau)
4) Kebijakan pemerintah yang sifatnya implementatif Threats (T) 1) Jumlah alat tangkap yang semakin meningkat setiap tahunnya
2) Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan kehadiran nelayan pendatang dengan menggunakan kapalkapal besar
1) Pembatasan izin usaha penangkapan menggunakan alat tranmel net
1) Membangkitkan pengelolaan berbasis masyarakat
2) Penegakan peraturan (law enforcement) terhadap pelanggaran yang terjadi
71
Strategi-strategi di atas selajutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunnya sebagaimana pada tabel 6.4. Tabel 6.4. Penyusunan Peringkat Strategi-strategi Analisa SWOT Unsur
Kekuatan / Strength (S)
Peluang / Opportunities (O)
Kelemahan / Weaknesses(W)
Strategi (SO) : 1) S1, O1, dan O3
Strategi (WO) : 1) W1, O2, dan O3
2) S2, S3, O2 dan O4
2) W3 dan O4 3) W2, O1
Ancaman / Threats (T)
Strategi (ST) : 1) S2, S3, dan T1
Strategi (WT) : 1) W1, T1 dan T2
2) S1 dan T2
Tabel 6.5. Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Wilayah Perairan Banyuasin Unsur SWOT
Keterkaitan
Skor
Peringkat
Strategi 1
Menetapakan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch) yaitu 80% MYS
S1,O1, dan O3
1,85
1
Strategi 2
Pengaturan jalur penangkapan, alat tangkap dan ukuran kapal yang dipergunakan
S2, S3, O2 dan O4
1,75
2
Strategi 3
Pembatasan jumlah armada penangkapan yang terkendali
W1, O2 dan O3 S2, S3, dan T1
1,1
4
W2, O1
1,1
5
Strategi 4
Pembatasan izin usaha penangkapan menggunakan alat trammel net untuk menangkap ikan
Strategi 5
Memberikan alternatif usaha antara lain melalui usaha budidaya (tambak udang, bandeng, tiram, dan kepiting bakau)
Strategi 6
Penegakan peraturan (law enforcement) terhadap pelanggaran yang terjadi
S1 dan T2
0,75
6
Strategi 7
Membangkitkan pengelolaan berbasis masyarakat
W1, T1, dan T2
0,65
7
Strategi 8
Pemberikan kredit usaha untuk memodernkan peralatan tangkap
W3 dan O4
0,5
8
Dari hasil SWOT diatas maka dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di wilayah perairan pantai di Kabupaten Banyuasin, perlu dilakukan strategi-strategi prioritas, yaitu : 1. Menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/TAC)
yaitu
80% dari MSY Penangkapan ikan di perairan pantai Kabupaten Banyuasin yang terus meningkat kepadatannya telah mengarah kepada tingkat eksploitasi yang berlebihan. Pada saat ini penangkapan telah melampaui batas Maximum Sustainable Yield (MSY). 72
Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu dinamika populasi ikan atau udang di perairan Banyuasin, dalam hal ini kebijakan pengelolaan yang perlu diambil adalah penerapan prinsip responsible fisheries melalui penetapan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/ TAC) untuk jenis sumberdaya udang juga untuk ikan pelangis besar, pelangis kecil, dan demersal masing-masing adalah 80% dari potensi produk lestari. Berdasarkan pendekatan ini instansi pemerintah yang berwenang dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan mengeluarkan hak kepada perusahaan atau perorangan bukan saja dalam hal izin penangkap ikan, tetapi juga hak untuk penangkapan ikan dalam jumlah tertentu (kuota). Hak kuota ini dapat berupa jumlah ikan yang boleh ditangkap yang dapat dibagi per nelayan, per kapal atau per armada penangkapan. Dengan menentukan TAC yang berada dibawah MYS, diharapkan pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah pesisir Banyuasin dapat dijaga dan dipelihara kelangsungannya. 2. Pengaturan jalur penangkapan, alat tangkap dan ukuran kapal yang dipergunakan Peraturan tentang jalur penangkapan ikan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatur tingkat atau kompetisi didalam pemanfaatan ruang perairan didalam aktivitas penangkapan. Dalam hal ini pemerintah melalui Kepmen Nomor 395 tahun 1999 telah mengeluarkan peraturan mengenai pembagian jalur penangkapan dan izin alat tangkap yang diperkenankan untuk beroperasi di jalur-jalur yang telah ditetapkan, jalur-jalur penangkapan yang telah dibuat tentunya memerlukan penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut dan belum tentu akan diterapkan begitu saja di Kabupaten Banyuasin karena adanya teknologi spesifik serta karateristik setiap daerah ang harus diperhatikan dan dipertimbangkan. Oleh karena itu dalam hal ini pemerintah daerah yang bertanggung jawab untuk mendefinisikan dan menentukan kebijakan yang tepat bagi setiap jalur penangkapan. Mengenai peraturan alat tangkap, sesuai dengan batas kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah dalam konteks otonomi daerah, maka perlu ditetapkan alat tangkap yang boleh dioperasikan dan yang tidak dioperasikan. Beberapa alat tangkap yang boleh dioperasikan meliputi jaring insang dengan panjang tali ris kurang dari 120 m, pukat tarik
(seine nels), bagan perahu, pancing, bubu dan alat tangkap yang sifatnya tidak menangkap secara masal. Jenis alat tangkap yang tidak boleh dioperasikan meliputi trawl dan pukat serta penangkapan dengan bom atau potassium. Untuk alat tangkap trammel net telah melebihi effort optimum pada tahun 2012 dalam arti telah terjadi kelebihan alat tangkap sehingga perlu dilakukan pembatasan jumlah alat tangkap. Pengaturan ukuran mata jaring yang digunakan juga perlu dilakukan dalam hal ini ditujukan pada jenis-jenis ikan yang sudah dewasa, untuk ukuran perahu penangkapan yang 73
diperbolehkan untuk kegiatan pengkapan adalah yang berukuran kurang dari 5 GT dengan tenaga pengerak dayung atau motor tempel berukuran kurang dari 12 hP. Selain itu juga perlu ditetapkan wilayah-wilayah perlindungan, khususnya dari aktivitas penangkapan seperti melarang nelayan untuk melakukan aktivitas penangkapan pada daerah-daerah asuan
(nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground). Untuk menjaga keberlajutan sumberdaya ikan juga perlu ditetapkan daerah-daerah tertutup untuk penangkapan (close
area). Penutupan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: Pertama, menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang sehingga ikan dapar memperbaiki populasinya. Kedua, penutupan secara permanen atau dalam kurun waktu yang lama dimana dilakukan jika sumberdaya ikan dalam kondisi kritis karena tingkat pemanfaatan yang tinggi. 3. Pembatasan jumlah armada penangkapan yang terkendali Membatasi jumlah armada penangkapan adalah bagian dari variabel ukuran kapal, ukuran alat penangkapan dan teknologi dalam mendapatkan ikan. Pembatasan upaya penangkapan dalam hal ini dilakukan dengan menentukan jumlah kapal atau unit penangkapan ikan yang boleh dioperasikan melalui sistem perizinan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Dengan demikian, perizinan tidak hanya karena kebutuhan administrasi namun juga berfungsi sebagai alat atau mekanisme pengendalian. Melalui perizinan, jumlah kapal ikan dan nelayan dapat ditentukan sehingga upaya pengendalian upaya penangkapan dapat dilakukan. Pemerintah
juga
dapat
mengembangkan
upaya
pengendalian
pemanfaatan
sumberdaya ikan dan pengawasan dengan sistem Monitoring, Control dan Surveillance (MCS). MCS adalah merupakan salah satu sistem pengelolaan sumberdaya ikan yang merupakan tiga rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Dalam sistem MCS terdapat kegiatan monitoring pemanfaatan sumberdaya yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar penyusunan peraturan pemanfaatan sumberdaya termasuk alokasi produksi atau upaya penangkapan, jenis dan ukuran alat tangkap dan lain-lain, upaya kontrol diperlukan supaya peraturan perundangan yang ada dapat dilakukan dengan semestinya. Strategi-strategi di atas merupakan suatu keputusan yang bersifat strategis, yaitu keputusan di tingkat tinggi yang didesain untuk mencapai tujuan keputusan strategis tersebut perlu diterjemahkan lagi ke dalam keputusan–keputusan taktis guna merealisasikan startegi-strategi jangka pendek. Selanjutnya dengan mengacu kepada keputusan taktis 74
dapat disusun keputusan teknis-operasional yaitu keputusan yang berada pada tingkat terbawah yang dimaksudkan untuk mensukseskan keputusan taktis. 6.2.
Arahan Pengembangan Budidaya Tambak Faktor-faktor penentu eksternal dan internal pengembangan usaha budidaya tambak
udang untuk wilayah pesisir Banyuasin disajikan pada Tabel 6.6 dan Tabel 6.7 berikut ini. Tabel 6.6. Matriks Analisis Faktor-faktor Strategi Eksternal Budidaya Tambak Faktor Strategi Eksternal
Bobot
Rating
Skor
1
2
3
4
Peluang (Opportunities) O1
Sebagai komoditas ekspor dengan nilai jual yang tinggi
0,20
4
0,80
O2
Pengembangan budidaya perikanan sebagai sektor ungggulan untuk masa yang akan datang
0,15
2
0,30
O3
Investasi
0,10
1
0,10
O4
Kebijakan pemerintah yang implementatif
0,10
3
0,30
O5
Hasil tangkap udang nelayan yang semakin menurun
0,15
3
0,45
Ancaman (Threats) T1
Perusakan hutan mangrove di wilayah wetland
0,20
1
0,20
T2
Serangan penyakit yang disebabkan oleh virus
0,05
3
0,15
T3
Keamanan
0,05
2
0,10
Total
1
2,40
75
Tabel 6.7. Matriks Analisis Faktor-faktor Strategi Internal Budidaya Tambak Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Skor
1
2
3
4
Kekuatan (Strength) S1
Ketersediaan lahan yang luas dan sesuai untuk dikembangkan
0,20
4
0,80
S2
Lahan berada pada daerah estuaria yang subur dan kaya akan benih udang
0,10
3
0,30
S3
Usaha budidaya menguntungkan
0,15
2
0,30
S4
Ketersediaan tenaga kerja
0,05
1
0,05
tambak
layak
dan
Kelemahan (Weaknesses) W1
Penerapan teknologi dan pengelolaan tambak yang kurang baik serta rendahnya pengetahuan dan keterampilan nelayan dalam budidaya
0,15
2
0,30
W2
Lemahnya modal yang dimiliki masyarakat lokal
0,10
3
0,30
W3
Aksesibilitas ke lokasi yang terbatas dan kesulitan dalam mendapatkan benih
0,20
1
0,20
W4
Limbah yang dihasilkan oleh tambak
0,05
4
0,20
Total
1
2,45
Hasil pembobotan di atas terdapat faktor-faktor yang berpengaruh, menyatakan bahwa
faktor-faktor
internal
(kekuatan
dan
kelemahan
lebih
besar
pengaruhnya
dibandingkan dengan faktor-faktor eksternalnya (peluang dan ancaman) terhadap usaha perikanan tangkap di wilayah perairan pantai Kabupaten Banyuasin. Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan budidaya tambak seperti pada tabel berikut ini.
76
Tabel 6.8. Model Matrik TOWS Strategi Pengembangan Budidaya Tambak
MATRIKS
STRENGTH (S) (11) Ketersediaan lahan yang luas dan sesuai untuk dikembangkan
WEAKNESSES (W) 1) Penerapan teknologi dan pengelolaan tambak yang kurang baik serta rendahnya pengetahuan dan ketrampilan nelayan dalam budidaya
2) Lahan berada di daerah hutan mangrove dataran rendah yang subur dan kaya akan benih udang
2) Lemahnya modal yang dimiliki masyarakat lokal
3) Usaha budidaya tambak layak dan menguntungkan
3) Aksesibilitas ke lokasi yang terbatas dan kesulitan dalam mendapatkan benih 4) Limbah yang dihasilkan oleh tambak
OPPORTUNITIES (O) 1) Sebagai komoditas ekspor dengan nilai jual yang tinggi
1) Zonasi untuk kawasan budidaya dan konservasi
2) Pengembangan budidaya perikanan sebagai sektor unggulan untuk masa yang akan datang
2) Pembukaan lahan untuk usaha budidaya tambak
3) Investasi
3) Menjadikan tambak sebagai usaha alternatif bagi masyarakat khususnya nelayan tangkap
1) Penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan usaha budidaya tambak 2) Penerapan teknologi melalui penataan prasarana budidaya atau jaringan irigasi tambak khususnya menyangkut inlet dan outlet saluran tambak oleh pemerintah
4) Kebijakan pemerintah yang implementatif 5) Hasil tangkap nelayan yang semakin menurun THREATS (T) 1) Perusakan hutan mangrove di wilayah
1) Konservasi hutan mangrove sebagai green belt budidaya dan sebagai komponen ekosistem pantai
2) Serangan penyakit yang disebabkan oleh virus
2) Pengembangan sistem budidaya tambak dengan pola silvofishery
wetland
1) Pengembangan penelitian budidaya tambak dengan keterlibatan peruhasaan mitra dan perguruan tinggi dan pemerintah daerah
77
Strategi-strategi di atas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana pada Tabel 6.9. Tabel 6.9. Penyusunan Peringkat Strategi-strategi analisis SWOT Unsur
Kekuatan / Strength (S)
Kelemahan / Weaknesses (W)
Peluang / Opportunities (O)
Strategi (SO)
Strategi (WO)
Ancaman / Threats (T)
(1) S2 dan O2 (2) S1, O1 dan O3 (3) S3, S4, O4 dan O5 Strategi (ST) (1) S1, S3 dan T1 (2) S2 dan T2
(1) W2, W3, O1, O2, O3 dan O5 (2) W1, W4 dan O4
Strategi (WT) (1) W4 dan T2
78
Tabel 6.10. Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Budidaya Tambak di Wilayah Pesisir Banyuasin Unsur SWOT
Keterangan
Skor
Peringkat
Strategi 1
Penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan usaha budidaya tambak
W2, W3, O1, O2, O3 dan O5
2,15
1
Strategi 2
Pembukaan lahan untuk usaha budidaya tambak
W1, W2, O1 dan O2
1,70
2
Strategi 3
Konservasi hutan mangrove sebagai green belt budidaya dan sebagai komponen ekosistem pantai
S1, S3 dan T1
1,30
3
Strategi 4
Menjadikan tambak sebagai usaha alternatif bagi masyarakat khususnya nelayan tangkap
S3, S4, O4 dan O5
1,10
4
Strategi 5
Penerapan teknologi melalui penataan prasarana budidaya atau jaringan irigasi tambak khususnya menyangkut inlet dan outlet saluran tambak oleh pemerintah
W1, W4 dan O4
0,60
5
Strategi 6
Zonasi untuk kawasan budidaya dan konservasi
S2 dan O2
0,60
6
Strategi 7
Pengembangan sistem budidaya tambak dengan pola silvofishery
S2 dan T2
0,45
7
Strategi 8
Pengembangan penelitian budidaya tambak dengan keterlibatan perusahaan mitra dan perguruan tinggi dan pemerintah daerah
Dari hasil SWOT di atas, pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Banyuasin untuk kegiatan budidaya tambak, strategi-strategi prioritas yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan usaha budidaya tambak Kelengkapan dan kemudahan sarana dan prasaran bagi usaha budidaya pertambakan merupakan hal yang sangat penting. Ketiadaan atau prasarana yang terbatas akan meningkatkan biaya operasional secara nyata unit-unit usaha tambak di Kabupaten Banyuasin yang terletak di kawasan pantai dan baru di buka umumnya terpencil dan 79
terisolasi dengan aksesibilitas yang terbatas dalam hal ini hanya melalui jalur transportasi laut. Tentunya kondisi tersebut memerlukan biaya operasional yang cukup tinggi. Demikian juga dengan kelengkapan dari sarana-sarana produksi untuk menjalankan kegiatan usaha tambak merupakan hal yang sangat penting. Umumnya tambak-tambak rakyat adalah tambak tradisional yang kurang tersentuh teknologi khususnya dalam prasarana jaringan irigasi sehingga teknis operasional yang dapat dijalankan adalah dengan penataan prasarana budidaya atau jaringan irigasi tambak, khususnya menyangkut inlet dan outlet saluran tambak. 2. Pembukaan lahan untuk usaha budidaya tambak sesuai dengan luas lahan tambak lestari Penetapan kebijakan di dalam pembukaan dan perluasan areal tambak harus sesuai dengan daya dukung lahan dan dinamika lingkungan secara realistis. Pembukaan lokasi juga harus memperhatikan status rasio tambak dan mangrove. Di daerah yang kondisi mangrovenya sudah dalam kategori kritis ditetapkan kewajiban kepada pengguna lahan untuk melakukan penghijauan dengan tanaman mangrove. Sedengkan daerah yang hutan mangrovenya relatif normal sebaiknya tidak melampaui batas minimal yang telah ditetapkan. 3. Konservasi hutan mangrove sebagai green belt budidaya dan sebagai komponen ekosistem pantai Keberadaan ekosistem hutan mangrove mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap usaha budidaya. Usaha budidaya yang baru seharusnya tidak dikembangkan dalam ekosistem mangrove, tetapi mengingat ada populasi mangrove yang ditebang maka pembangunan tambak udang di sekitar mangrove terlebih dahulu harus ada komitmen untuk memprakarsai penghijauan kembali. Hal yang harus dilakukan adalah bila kegiatan budidaya telah dioperasikan, maka harus dimonitor secara berkesinambungan untuk mengantisipasi timbulnya dampak negative terhadap ekosistem mangrove. Dalam upaya mempertahankan kawasan konservasi hutan mangrove di wilayah pesisir telah diatur sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Disarankan bahwa konversi lahan mangrove menjadi tambak tidak boleh melebihi 20% dari total area. Selain sebagai pelindung pantai, fungsi yang sangat penting dari hutan mangrove ini adalah sebagai tempat pemijahan, pembesaran dan mencari makanan ikan dan udang. Sehingga pembukaan hutan mangrove yeng terkendali untuk dijadikan lahan tambak tidak hanya akan memberikan keuntungan untuk usaha budidaya tambak tetapi juga dapat menjamin keberlangsungan usaha perikanan tangkap.
80