Bab5: Hasil dan Analisis
BAB V HASIL DAN ANALISIS Dalam bab ini akan dibahas berbagai macam hasil dan analisis dari simulasi yang telah dilakukan. Simulasi dibagi dalam beberapa bagian yaitu : A. Studi numerik : 1. Simulasi dengan berbagai jumlah elemen grid 2. Simulasi dengan berbagai model turbulensi B. Studi fisik aliran : 3. Simulasi steady dengan pengaruh putaran rotor dengan interface frozen rotor 4. Simulasi quasi steady dengan interface frozen rotor 5. Simulasi dengan kondisi unsteady C. Studi perbandingan bilah impuls dengan 50% reaksi 6. Simulasi dengan perubahan bilah rotor
5.1 Studi Numerik I. Analisis pengaruh jumlah elemen Grid Daerah pada model ini dibagi menjadi 3 daerah untuk masing masing bilah stator dan rotor. Daerah tersebut adalah daerah upstream, daerah mainstream dan daerah downstream [Gambar 5.1]. Penambahan elemen dilakukan di daerah mainstream. Pertimbangannya adalah bahwa di daerah ini terjadi banyak perubahan properti aliran dibandingkan daerah upstream dan downstream yang relatif stabil.
Gambar 5.1 Daerah upstream, mainstream dan downstream stator Halaman - 48 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Gambar 5.2 Edge pada stator dan rotor dengan tambahan jumlah elemen Untuk stator, daerah tersebut dibatasi oleh 3 edge yang ditandai dengan garis putus-putus [Gambar 5.2] kiri. Sedangkan untuk rotor daerah dengan tambahan elemen dibatasi oleh 4 edge [Gambar 5.2] kanan. Jumlah penambahan titik pada tiap edgenya tetap, yaitu sekitar 10 % dari jumlah titik tiap edge pada model IV dan konsisten dari model yang satu ke model yang lain. Maksudnya untuk satu edge dalam satu model, penambahan jumlah titiknya sama dengan penambahan titik di edge yang sama untuk model selanjutnya. Di dalam tahap ini dilakukan mesh enrichment dan mesh adaption, yaitu penambahan grid serta penyesuaian distribusi grid [Ref 5.1]. Distribusi titik pada tiap edge mengikuti spline dan diatur agar daerah dekat body memiliki kerapatan yang sangat tinggi seperti terlihat pada gambar dibawah [Gambar 5.3 , 5.4 dan 5.5]. Hal ini dimaksudkan agar grid yang dibuat dapat menangkap fenomena pada lapisan batas. Model yang dibuat berjumlah 8 buah dengan kisaran jumlah elemen total antara 81.063-362.989 dengan beda jumlah rata-rata sekitar 26.000
Dengan
penambahan jumlah elemen dan letak seperti yang telah dijelaskan diatas maka kedelapan model tersebut dapat dibandingkan dalam tabel berikut [Tabel 5.1].
Halaman - 49 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Tabel 5.1 Jumlah masing masing grid pada stator dan rotor Jumlah grid Model Stator Rotor Total Model I 33705 47358 81063 Model II 41391 58014 99405 Model III 49797 82674 132471 Model IV 58923 95256 154175 Model V 68769 107748 176517 Model VI 79335 123660 202995 Model VII 90621 142074 232695 Model VIII 102627 160362 262989 Agar lebih jelas disajikan beberapa grid dengan jumlah elemen yang berbeda. Model yang disajikan adalah model II, V dan VIII sehingga dapat dilihat bagaimana perbandingan jumlah elemennya [Gambar 5.3 , 5.4 dan 5.5]
Gambar 5.3 Jumlah elemen tiap edge Model II
Halaman - 50 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Gambar 5.4 Jumlah elemen tiap edge Model V
Gambar 5.5 Jumlah elemen tiap edge Model VIII
Halaman - 51 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Setelah itu dilakukan simulasi terhadap kedelapan model dengan parameter simulasi yang sama.
Hasil Dibawah ini diperlihatkan tabel hasil perhitungan torsi, daya dan efisiensi untuk berbagai model. Tabel 5.2 Daya dan efisiensi yang dihasikan (pengaruh grid) Efisiensi % kenaikan dari Torsi (Nm) Daya (107Watt) daya sebelumnya Model I 0.63895 62567.5 1.9656 Model II 0.63937 62792.6 1.9727 0.359 Model III 0.64001 63057.0 1.9810 0.423 Model IV 0.64033 63190.5 1.9852 0.213 Model V 0.64067 63310.4 1.9889 0.191 Model VI 0.64165 63417.0 1.9928 0.196 Model VII 0.64234 63555.1 1.9966 0.195 Model VIII 0.64376 63666.4 2.0001 0.178 Dibawah ini disajikan grafik sejarah konvergensi dari salah satu model, untuk model yang lain sejarah konvergensinya tidak jauh berbeda dengan model di bawah ini . Untuk lebih jelasnya disajikan dalam grafik sebagai berikut [Grafik 5.1].
Grafik 5.1 Sejarah konvergensi Model V
Halaman - 52 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Grafik 5.2 Pengaruh perubahan jumlah elemen grid terhadap daya Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan daya yang cukup besar antara model I ke model II dan ke III yaitu lebih dari 0.2%. Sedangkan untuk model V hingga model ke VIII hanya terjadi kenaikan kurang dari 0.2% Dari grafik tersebut kita dapat melihat bahwa penambahan elemen dari model I ke model II, dari model II ke model III dan dari model III ke model IV menghasilkan perubahan besar daya masing masing 0.359%, 0.423% dan 0.213%. Sedangkan penambahan elemen dari model V sampai model VIII menghasilkan perubahan besar daya sebesar 0.178% - 0.196% [Tabel 5.2]. Artinya penambahan jumlah elemen grid dari model I ke model IV masih menghasilkan perubahan daya yang cukup besar ( > 0.2% ). Sedangkan penambahan jumlah elemen dari model V sampai model VIII menghasilkan perubahan daya yang kurang dari 0.2%. Hal ini merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam memilih model yang akan digunakan selanjutnya. Model V hingga model VIII cenderung dipilih karena tidak terjadi perubahan yang cukup besar terhadap penambahan elemen, artinya hasil yang didapatkan dengan jumlah elemen pada model dapat dikatakan independen terhadap penambahan jumlah elemen. Selain dari output yang dihasilkan, jumlah grid juga mempengaruhi waktu komputasi. Hal ini merupakan pertimbangan yang sangat penting karena dengan kemampuan komputasi yang terbatas, penghematan dalam waktu komputasi akan sangat bermanfaat.
Halaman - 53 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Tabel 5.3 Tabel Perhitungan waktu komputasi Jumlah Waktu total Waktu per Tambahan waktu iterasi (s) iterasi (s) komputasi (s) Model I 48 1314 27.37 Model II 47 1495 31.80 0.009868 Model III 44 1818 41.32 0.009768 Model IV 43 2033 47.28 0.009906 Model V 44 2217 50.39 0.008236 Model VI 43 2612 60.74 0.014918 Model VII 43 2972 69.12 0.012121 Model VIII 46 3514 76.39 0.017891 Tambahan waktu komputasi pada tabel diatas merupakan ukuran seberapa besar waktu komputasi tambahan yang dibutuhkan untuk tambahan satu elemen grid pada model selanjutnya. Diambil contoh untuk penambahan 1 elemen grid dari model I ke model II dibutuhkan 0.009868 sekon waktu komputasi tambahan rata-rata dan untuk penambahan 1 elemen grid dari model II ke model III dibutuhkan waktu komputasi tambahan rata-rata 0.009768 [Tabel 5.4]. Apabila disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut.
Grafik 5.3 Tambahan waktu komputasi ke model selanjutnya Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa model II sampai model V membutuhkan tambahan waktu dibawah 0.01 detik sedangkan model VI hingga model VIII membutuhkan tambahan waktu komputasi lebih dari 0.01 detik untuk tiap elemennya. Oleh karena itu model I hingga model V cenderung dipilih karena tambahan waktu komputasi yang digunakan relatif lebih sedikit dibanding model VI hingga model VIII.
Halaman - 54 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Pengaruh jumlah elemen grid juga dapat diketahui dengan melihat perbedaan kontur ataupun vektor dari properti fluida seperti kecepatan, tekanan ataupun temperatur. Namun secara umum tidak terjadi perbedaan yang cukup besar antara kelima model yang digunakan. Perbandingan yang diambil adalah dengan melihat bagaimana perbedaan kontur Bilangan Mach dan tekanan di model model tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat pada gambar berikut [Gambar 5.7].
Gambar 5.6 Kontur Bilangan Mach dan Tekanan model I, III, V dan VIII
Halaman - 55 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Dengan pertimbangan pertimbangan diatas maka model V dipilih sebagai model yang akan digunakan selanjutnya. Alasannya adalah model ini memiliki jumlah elemen grid cukup banyak sehingga apabila jumlah elemennya ditambah maka hasil yang didapatkan relatif tidak berbeda namun cukup sedikit sehingga waktu komputasi yang dibutuhkan relatif tidak terlalu besar.
II. Simulasi dan analisis pengaruh Model turbulensi Setelah didapatkan model yang akan dipakai selanjutnya maka perlu diketahui juga pengaruh pemilihan model turbulensi terhadap hasil yang didapatkan. Di ANSYS CFX Turbomachinery disediakan 4 buah model turbulensi yaitu k-epsilon (k-E) , Shear Stress Transport (SST) , BSL Reynolds Stress (BSL) dan SSG Reynolds Stress (SSG) seperti disajikan di tabel berikut : Kriteria konvergensi yang digunakan adalah Residual Type = RMS dan Residual Target = 1. 10-4. Artinya proses komputasi akan dihentikan apabila harga semual residual target dibawah 1 10-4. Tabel 5.4 Waktu komputasi dan jumlah iterasi yang diperlukan Model k-E SST BSL SSG
Waktu komputasi (s) Jumlah iterasi 2.44 103 38 2.22 103 44 3 7.67 10 100 8.98 103 100
Dibawah ini diberikan grafik sejarah konvergensi untuk semua model, hal ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan model turbulensi.
Halaman - 56 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Grafik 5.4 Sejarah konvergensi keempat model Dari sejarah konvergensi dapat dilihat bahwa model k Epsilon dan SST lebih cepat dalam hal konvergensi dan waktu komputasi. Proses komputasi untuk kedua model Reynolds Stress berhenti karena maksimum iterasi telah dicapai. Dua model turbulensi lain yaitu model k-Epsilon dan Shear Stress Transport lebih cepat konvergen yaitu pada iterasi di 38 dan 44 [Grafik 5.4]. Hal ini sesuai dengan dasar teori yaitu bahwa model Reynolds Stress mempunyai tambahan persamaan yang harus diselesaikan dibanding model k-epsilon dan SST [Ref 5.1]. Dari daya dan efisiensi yang dihasilkan juga tidak terjadi perbedaan yang cukup jauh antara keempat modelnya seperti terlihat di tabel berikut ini. Tabel 5.5 Daya dan efisiensi yang dihasikan (pengaruh model turbulensi) Model k-E SST BSL SSG
Daya (Watt) 1.968 107 1.989 107 2.019 107 2.038 107
Efisiensi 0.634 0.641 0.649 0.653
% perbedaan daya 1.07 2.56 3.47
Halaman - 57 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Namun dari kempat model tersebut dapat kita lihat bahwa model Reynolds Stress memiliki besar daya yang hampir sama dengan Model VIII pada tahap pengaruh grid. Hal ini juga menjadi bahan pertimbangan. Bila dilihat dari kontur Turbulence Kinetic Energy di keempat model, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat kontur Turbulence Kinetic Energy keempat model seperti berikut ini.
Gambar 5.7 Kontur Turbulence Kinetic Energy dari keempat model Pertimbangan lain yang digunakan dalam pemilihan model turbulensi adalah keakuratan model dalam memprediksi aliran yang sebenarnya serta kecocokan dengan kondisi aliran sesuai referensi. Seperti misalnya aliran yang berotasi, besar bilangan Reynolds aliran dan juga pertimbangan kualitas dan jumlah grid di near wall [ Ref 5.1]. Model k Epsilon memiliki kelemahan dalam menangani masalah swirling flows dan aliran dengan lapisan batas yang melengkung dikarenakan model ini tidak mengandung pengaruh streamline yang melengkung pada turbulensi. Padahal model turbin impuls ini memiliki bentuk bilah yang sangat melengkung. Halaman - 58 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Oleh karena itu model k Epsilon tidak dapat digunakan karena kurang akurat untuk kasus ini. Sedangkan model Shear Stress Transport dapat digunakan untuk memberikan akurasi yang tinggi terhadap letak awal dan jumlah aliran dalam separasi didalam adverse pressure gradient [ Ref 5.1]. Oleh karena itu dengan pertimbangan bahwa model Reynolds Stress membutuhkan waktu komputasi lebih serta masalah konvergensi dan didukung Referensi 5.1 bahwa model k Epsilon kurang bagus dalam menangani kasus streamline yang melengkung. Maka model Shear Stress Transport sebagai model turbulensi untuk simulasi selanjutnya.
5.2 Studi Fisik Aliran I. Simulasi steady pengaruh putaran rotor dengan interface frozen rotor Simulasi ini dilakukan dengan tujuan mengetahui dengan lebih jelas pengaruh rotasi atau putaran rotor terhadap aliran steady. Dengan mengetahui pengaruh putaran rotor terhadap aliran kita dapat lebih memahami bagaimana perilaku aliran di sekitar turbin serta efek terhadap daya maupun properi aerodinamikanya.. Dibawah ini diperlihatkan kontur tekanan, Bilangan Mach serta temperatur di kondisi steady dengan putaran rotor 0, 100, 1500 dan 3000 RPM.
Gambar 5.8 Kontur kecepatan aliran steady dengan variasi putaran rotor Dari kontur kecepatan diatas dapat dilihat bahwa kecepatan keluar stator semakin semakin rendah untuk putaran rotor semakin tinggi. Hal ini disebabkan Halaman - 59 -
Bab5: Hasil dan Analisis
karena adanya aliran yang menyatu (mixed) antara aliran keluar stator dengan aliran arah tangensial rotor. Dengan putaran yang semakin tinggi juga dapat dilihat bahwa kecepatan semburan keluar dari rotor akan semakin besar juga kecuali pada 0 RPM justru semakin kecil karena adanya daerah stagnasi yang besar sebelum keluar rotor.
Gambar 5.8 Kontur tekanan aliran steady dengan variasi putaran rotor Kontur tekanan diatas dapat menunjukkan bahwa tekanan di daerah keluar stator menjadi semakin tinggi dengan kenaikan putaran rotor. Untuk Rpm 0 dan 100 Rpm terdapat daerah tekanan rendah yang cukup besar di depan.
Gambar 5.8 Kontur temperatur aliran steady dengan variasi putaran rotor Halaman - 60 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Dari kontur temperatur diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi kecepatan putar rotor maka daerah dengan temperatur tinggi akan semakin luas. Untuk kecepatan putar 0 RPM bahkan tidak terdapat daerah dengan temperatur diatas 360 Kelvin. Daya yang dihasilkan semakin besar dengan bertambahnya putaran rotor namun kenaikannya tidak linier. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di grafik sebagai berikut. RPM Vs Daya
Daya MWatt
25 20
19.9 17.3
15
15 11.5
10 5
3.93 1.35
0 0
1000
2000
3000
4000
RPM
Grafik 5.5 Kenaikan daya terhadap RPM kondisi steady Pembahasan selanjutnya adalah membandingkan 2 kondisi yang ekstrimnya yaitu 0 Rpm atau rotor diam dan 3000 Rpm (kondisi operasi). Dapat dikatakan juga bahwa untuk 0 Rpm rotor dalam keadaan statis dan 3000 Rpm dalam keadaan bergerak. Pembahasan dilakukan dengan melihat satu persatu perbedaan kontur mulai dari kontur tekanan, kecepatan atau Bilangan Mach serta kontur temperatur dan vektor kecepatannya.
Halaman - 61 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Gambar 5.9 Kontur tekanan kecepatan rotasi 0 Rpm dan 3000 Rpm Dari kontur diatas terlihat adanya perbedaan tekanan di edge bagian atas dari stator. Untuk kondisi rotor statis , tekanan di edge bagian atas menjadi lebih cepat mengecil daripada kondisi rotor bergerak [Gambar 5.9]. Hal ini disebabkan karena efek putaran rotor menyebabkan kecepatan keluar stator tidak terlalu tinggi dan tekanan keluar dari stator masih cukup tinggi. Oleh karena itu penurunan tekanan edge bagian atas stator menjadi lebih kecil. Hal ini berkebalikan dengan kondisi rotor diam dimana tidak ada efek putaran rotor sehingga kecepatan keluar stator cukup tinggi dan tekanannya menjadi rendah. Karena tekanan keluar stator menjadi rendah maka penurunan tekanan di stator menjadi lebih cepat.
Gambar 5.10 Kontur tekanan kecepatan 0 Rpm dan (kiri) kecepatan 3000 Rpm(kanan) Dari kontur tekanan diatas dapat dilihat bahwa terjadi tekanan yang rendah daerah keluar dari stator [Gambar 5.10]. Hal ini disebabkan fluida di daerah Halaman - 62 -
Bab5: Hasil dan Analisis
tersebut kecepatannya sangat tinggi karena tidak ada efek putaran rotor. Untuk kondisi 3000 Rpm dapat dilihat bahwa kecepatan masuk rotor lebih rendah karena ada pengaruh kecepatan putaran rotor. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat kontur kecepatan sebagai berikut.
Gambar 5.11 Kontur Bilangan Mach kecepatan 0 RPM dan 3000 RPM Di kontur kecepatan, terlihat daerah dimana kecepatannya sangat tinggi (warna merah) seperti gambar dibawah ini lalu diikuti dengan terjadinya daerah dengan kecepatan sangat rendah (warna biru tua) sedikit di luar lapisan batas.
Gambar 5.12 Kontur Bilangan Mach kecepatan 0 RPM Untuk mengetahui bagaimana kontur density diperlihatkan dalam gambar berikut. Dari kontur dibawah ini terlihat adanya penurunan density yang cukup besar di daerah dengan kecepatan Mach yang tinggi. Dari definisi bahwa Halaman - 63 -
Bab5: Hasil dan Analisis
shockwave terjadi pada kecepatan supersonik ( M >1) dan terjadi penurunan properti (kecepatan dan density) setelah lewat shockwave maka diprediksi bahwa di daerah ini terjadi gelombang kejut (shockwave).
Gambar 5.13 Kontur density kondisi 0 Rpm Hal ini didukung dengan melihat kontur kecepatan dimana terjadi fenomena yang dapat dijelaskan secara sekuensial seperti berikut. Di daerah Bilangan Mach tinggi terjadi shockwave. Shockwave tersebut berinteraksi dengan lapisan batas di daerah dekat permukaan bilah sehingga mengakibatkan aliran di dekat permukaan mengalami separasi. Separasi dapat dilihat sebagai daerah dengan kontur Bilangan Mach yang kecil (warna biru tua) Hal ni berlanjut hingga aliran menyatu kembali ke permukaan (reattachment) seperti terlihat di gambar berikut.
Halaman - 64 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Gambar 5.14 Kontur bilangan Mach kondisi steady Konsekuensi dari adanya daerah turbulensi tersebut adalah adanya kenaikan temperatur yang cukup tinggi di daerah tersebut seperti terlihat di gambar dibawah ini.
Gambar 5.15 Kontur temperatur 0 Rpm (kiri) dan 3000 Rpm (kanan) Turbulensi tersebut disebabkan adanya separasi aliran karena adanya interaksi antara shockwave dan lapisan batas selain dari kelengkungan airfoil yang cukup tinggi. [Gambar 5.15].
Halaman - 65 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Gambar 5.16 Perbesaran daerah tengah bawah airfoil rotor Setelah terjadi separasi karena interaksi tersebut maka aliran akan berbalik menuju ke leading edge rotor. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat vektor kecepatan di bawah ini. Bila kita perbesar untuk daerah di bagian bawah tengah airfoil rotor dapat dilihat bagaimana vektor kecepatan yang terjadi di daerah tersebut serta adanya backflow.
Halaman - 66 -
Bab5: Hasil dan Analisis
II. Simulasi kondisi quasi steady dengan interface frozen rotor Simulasi ini memberikan hasil aliran dalam kondisi quasi steady, berikut adalah hasil perhitungan disajikan dalam kontur Bilangan Mach, tekanan dan temperatur.
Gambar 5.17 Kontur Bilangan Mach kondisi quasi steady
Gambar 5.18 Kontur Tekanan kondisi quasi steady
Halaman - 67 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Gambar 5.19 Kontur Temperatur kondisi quasi steady Dalam melakukan simulasi quasi steady dibutuhkan beberapa perhitungan dengan menganggap rotor bergerak dari waktu ke waktu. Hal ini dilakukan dengan cara mensimulasikan kondisi steady dalam beberapa posisi rotor dalam gerak rotasinya. Kondisi quasi steady I [Gambar 5.19] merupakan kondisi steady pada t = 0, lalu rotor mulai bergerak dan pada suatu waktu mencapai posisi quasi steady II, dengan menerapkan kondisi batas periodik di rotor seharusnya terjadi keseragaman aliran yang sempurna pada bilah rotor atas dan bawah gambar. Namun dari kontur diatas sedikit perbedaan kondisi aliran di bilah rotor atas dan bawah, hal ini diperkirakan karena kurang seragamnya aliran yang masuk ke rotor. Posisi yang lebih jauh lagi dari posisi awa kontur yang didapatkan antara 3 propertinya tidak terlihat perbedaan yang terlalu besar. Dari besar dayanya dapat disimpulkan bahwa simulasi quasi steady ini memang mendekati kondisi steady dan kondisi batas periodiknya cukup valid. Tabel 5.6 Besar daya simulasi steady dan quasi steady Kondisi Steady Quasi steady I Quasi steady II Quasi steady III Quasi steady IV
Daya (Mwatt) 1.9923 1.9923 1.97475 1.9723 1.9723
Halaman - 68 -
Bab5: Hasil dan Analisis
II. Simulasi dan analisis unsteady Setelah dilakukan simulasi untuk aliran steady dengan jumlah grid dan model
turbulensi
yang
telah
ditentukan,
langkah
selanjutnya
adalah
mensimulasikan turbin dengan tipe simulasi unsteady Perhitungan total time dan time step yang digunakan : 3000 2 Kecepatan rotasi 3000rpm 314 rad/s 60
Rotor yang dimodelkan = 2
2 = 0.07 rad 178
Waktu untuk lewat 1 pitch =
0.07 = 2.247 10-4 sekon 314
Time step yang digunakan untuk setiap interval berjumlah 10, oleh karena itu setiap time step memakan waktu
2.247 10-4 = 2.247 10-5 sekon 10
Selain kontur serta plot vektor kita dapat melihat output lain seperti besar torsi dan daya yang dibangkitkan.
Tabel 5.7 Input untuk simulasi unsteady Input Jumlah time step 10 Time duration ( s ) 2.247 10-4 Time step ( s ) 2.247 10-5 Model turbulensi Shear Stress Transport Selain input diatas, untuk melakukan simulasi unsteady harus ada tebakan harga awal untuk beberapa variabel. Besar nilai tebakan diambil dari harga variabel tersebut pada kondisi steady. Dibawah ini adalah beberapa input yang diperlukan untuk simulasi unsteady.
Tabel 5.8 Input sebagai tebakan awal simulasi unsteady Input Stator kecepatan arah X (m/s) kecepatan arah Y (m/s) kecepatan arah Z (m/s) temperatur inlet stator (°C) tekanan inlet stator (bar) Rotor kecepatan arah X (m/s) kecepatan arah Y (m/s)
0 80 0 161.9 6.2 -240 100
Halaman - 69 -
Bab5: Hasil dan Analisis
kecepatan arah Z (m/s) temperatur inlet stator (°C) tekanan inlet stator (bar) Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
0 160 3.7
Kontur tekanan stator-rotor unsteady
Kontur kecepatan stator-rotor unsteady
Halaman - 70 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Kontur temperatur stator-rotor unsteady Gambar 5.10 Kontur berbagai properti dari simulasi unsteady Selain kontur dari beberapa propertinya didapatkan juga nilai dayanya yang nantinya akan dibandingkan dengan hasil dari kondisi quasi steady.
Tabel 5.9 Daya dan torsi yang dihasikan (unsteady) Torsi (Nm) Daya (Watt)
41646.2 1.124 107
Analisis tekanan
Gambar 5.18 Kontur tekanan kondisi steady(kiri) dan unsteady (kanan) Dari kontur diatas dapat kita lihat bahwa terjadi penurunan tekanan di daerah
trailing edge rotor. Walaupun tidak terlalu besar namun dapat terlihat bahwa terdapat daerah (warna biru muda) pada gambar kiri dimana terjadi penurunan tekanan hingga sekitar 1.6 bar [Gambar 5.18]. Hal ini dapat dilihat juga sebagai
Halaman - 71 -
Bab5: Hasil dan Analisis
adanya kenaikan kecepatan pada daerah tersebut yang dapat dijelaskan melalui kontur kecepatan dibawah ini.
Analisis kecepatan
Kondisi steady
Kondisi unsteady
Gambar 5.19 Kontur Bilangan Mach steady dan unsteady Dari kontur kecepatan diatas dapat dilihat bahwa :
Adanya penurunan kecepatan keluar stator yang lebih tinggi pada kondisi unsteady dibandingkan kondisi steady.
Terjadi daerah stagnasi yang lebih besar di kondisi unsteady dibandingkan kondisi steady.
Kecepatan keluar rotor pada kondisi unsteady lebih kecil daripada kondisi
steady Analisis temperatur
Gambar 5.20 Kontur temperatur
Halaman - 72 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Dari gambar diatas terlihat jelas bahwa terjadi daerah temperatur tinggi pada daerah stagnasi aliran. Hal ini disebabkan karena adanya turbulensi di daerah tersebut. Semua hal diatas adalah konsekuensi dari kondisi unsteady dimana terjadi kecepatan relatif yang bergerak berlawanan dengan arah gerak rotasi rotor]. Hal ini disebabkan karena pada saat rotor berotasi dalam arah tangensial (arah bawah gambar) maka aliran di depan rotor bergerak relatif terhadap rotor ke arah tangensial (atas gambar) berlawanan dengan gerak rotor.
Gambar 5.21 Gerak aliran realtif Konsekuensinya seperti yang ditulis diatas yaitu terjadi penurunan kecepatan keluar stator yang lebih tinggi karena pengaruh aliran di depan rotor yang bergerak ke arah tangensial berlawanan arah aliran keluar stator. Hal lain adalah terjadinya daerah stagnasi yang cukup besar di rotor pada kondisi unsteady, hal ini merupakan pengaruh aliran yang bergerak keatas sehingga pada mengurangi kecepatan pada leading edge rotor dan mengakibatkan kecepatan di daerah di belakangnya turun [Gambar 5.22]. Seperti pada gambar dibawah ini resultan gerak aliran di daerah di belakang leading edge rotor menjadi
Halaman - 73 -
Bab5: Hasil dan Analisis
berkurang dan menyebabkan semakin besarnya daerah stagnasi dan berpengaruh juga terjadinya penurunan kecepatan keluar rotor.
Gambar 5.22 Gerak aliran akibat efek gerak fluida relatif Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa terjadi perbedaan nilai output yang cukup besar dengan simulasi steady.
Tabel 5.10 Daya dan efisiensi yang dihasikan (steady dan unsteady) Simulasi steady Torsi (Nm)
62525.8
Daya (Watt) Simulasi unsteady Torsi (Nm)
1.9643 107
Daya (Watt)
1.3083 107
41646.2
Perbedaan daya (Watt) 0.6560 107 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa daya yang dihasilkan dengan simulasi unsteady lebih kecil dibanding kondisi steady. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal yaitu :
Adanya daerah stagnasi yang cukup besar di rotor sehingga menimbulkan drag yang cukup besar dan mengurangi besar daya karena torsi yang dihasilkan berkurang dibandingkan kondisi steady
Halaman - 74 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Adanya efek gerak fluida relatif juga menyebabkan terjadinya penurunan kecepatan keluar stator yang cukup besar. Hal ini berakibat berkurangnya momentum yang masuk ke rotor dan akhirnya berpengaruh terhadap torsi yang dihasilkan oleh rotor
Lalu untuk mengetahui bagaimana pengaruh gerak fluida relatif terhadap daya dilakukan simulasi unsteady dengan beberapa harga kecepatan rotasi. Dibawah ini diperlihatkan tabel variasi kecepatan putar terhadap daya yang dibangkitkan.
Tabel 5.11 Variasi RPM terhadap daya (unsteady) Kecepatan putar (rpm) 2500 3000 3500 4000
Daya (Watt) 1.758 107 1.850 107 1.944 107 2.024 107
Gradien perubahan 1839.4 1876.2 1596.6
Kecepatan putar vs Daya Daya (10xMW)
2.1 rpm, 4000
2
rpm, 3500
1.9 rpm, 3000 1.8
rpm, 2500
1.7 1.6 2500
3000
3500
4000
Kec putar (RPM)
Grafik 5.6 Variasi RPM terhadap Daya Dari grafik dan tabel diatas dapat dilihat bahwa daya yang dibangkitkan tidak berubah secara linier, terlihat dari gradien perubahan yang berbeda satu sama lain [Tabel 5.11]. Hal ini membuktikan efek gerak fluida relatif yang semakin besar berkontribusi terhadap pengurangan daya diluar dari pengaruh yang lain. Apabila dibandingkan dengan kondisi steady akan terdapat perbedaan daya yang cukup besar . Perbedaan dapat dilihat untuk kecepatan putar antara 2500 Rpm – 3000 Rpm dikarenakan simulasi untuk steady antara 0-3000 RPM sedangkan simulasi unsteady antara 2500 – 4000 Rpm.
Tabel 5.12 Besar daya kondisi unsteady dan steady
Halaman - 75 -
Bab5: Hasil dan Analisis
dengan variasi kecepatan putar RPM 100 1000 1500 2500 3000 3500 4000
Unsteady Steady Daya (Mwatt) Daya (Mwatt) 1.35 11.5 15 17.58 18.5 19.9 19.44 20.24 -
Grafik ini dibuat untuk menunjukkan secara kualitatif perbedaan daya yang dibangkitkan antar kondisi steady dan unsteady akibat efek gerak fluida relatif. Perbedaan Daya Steady vs transien
Daya (MWatt)
25 20 15
Transien
10
Steady
5 0 0
2000
4000
6000
RPM
Grafik 5.7 Perbedaan daya antar kondisi steady dan kondisi unsteady Dari grafik diatas dapat kita lihat perbedaan daya yang cukup besar untuk kondisi unsteady dan kondisi steady, dengan kecepatan rotasi semakin yang semakin tinggi maka besar perubahan daya yang dibangkitkan akan menurun.
Halaman - 76 -
Bab5: Hasil dan Analisis
5.3 Studi perbandingan bilah impuls dengan 50% reaksi Setelah dilakukan simulasi unsteady, simulasi selanjutnya adalah dengan melihat simulasi kedua dengan melihat bagaimana pengaruh perubahan bilah terhadap perilaku aliran, daya serta efisiensinya. Dibawah ini diperlihatkan hasil dari simulasi dengan tipe bilah reaksi, hasil yang disajikan adalah kontur, vektor serta daya yang dihasilkan
Halaman - 77 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Kontur temperatur Gambar 5.23 Berbagai properti rotor tipe 50% reaksi Dari hasil yang didapatkan dapat terlihat bahwa :
Terjadi penurunan tekanan yang cukup besar pada rotor tipe reaksi dibanding dengan tipe impuls yaitu masuk rotor sekitar 5 bar dan keluar rotor sekitar 2.5 bar. Sedangkan pada rotor tipe impuls hanya terjadi pengurangan tekanan yang cukup kecil yaitu dari 3 bar ke 2.5 bar [Gambar 5.24].
Kecepatan keluar stator dan keluar rotor untuk tipe impuls tidak berbeda jauh yaitu sekitar 0.8 Mach sedangkan untuk tipe reaksi terjadi perbedaan kecepatan masuk rotor dengan keluar rotor yaitu saat masuk rotor 0.2 Mach dan keluar dari rotor 1.0 Mach[Gambar 5.25].
Gambar 5.24 Kontur tekanan bilah impuls dan reaksi
Halaman - 78 -
Bab5: Hasil dan Analisis
Gambar 5.25 Kontur kecepatan bilah impuls dan reaksi Dibawah ini ditunjukkan besar daya dan efisiensi dari kedua tipe turbin.
Tabel 5.13 Daya dan efisiensi yang dihasikan kedua tipe Bilah impuls Torsi (Nm) Daya (Watt) Efisiensi Bilah reaksi Torsi (Nm)
Output 62525.8 1.9889 107 0.64067
Daya (Watt)
1.30835 107
Efisiensi
41646.2 0.475802
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa daya yang dihasilkan oleh bilah tipe reaksi lebih kecil dibandingkan bilah tipe impuls. Hasil diatas cukup masuk akal karena dengan kecepatan rotasi yang sama maka turbin tipe impuls pasti menghasikan daya yang lebih besar dari tipe reaksi. Sedangkan turbin tipe reaksi seharusnya memiliki efisiensi lebih tinggi daripada tipe impuls, hal ini dikarenakan bilah stator yang digunakan seharusnya merupakan tipe reaksi juga.
Halaman - 79 -