BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis terhadap hasil pengolahan data. Pembahasan mengenai analisis hasil pengujian konduktivitas panas, pengujian bending, perhitungan densitas, analisis foto makro dan SEM. Adapun penjelasan mengenai analisis dan interpretasi hasil dijelaskan dalam subbab berikut ini.
5.1 Hasil Pengujian Konduktivitas Panas Analisis hasil pengujian konduktivitas panas meliputi analisis hasil setting level faktor optimal, analisis pengaruh faktor presentase tepung ketan, ukuran partikel, kepadatan, dan faktor perlakuan perendaman. 5.1.1
Analisis Setting Level Optimal Setting level faktor optimal yang diperoleh untuk karakteristik kualitas nilai
hambat panas, kekuatan bending dan densitas secara simultan dengan metode PCR-TOPSIS yaitu pada level A4, B3, C4 dan D1, yaitu pada kondisi presentase tepung ketan sebesar 12,5%, ukuran partikel mesh 40, kepadatan 6:4 dan sebelumnya serat direndam dengan larutan boraks 5% selama dua jam. Setelah diketahui setting level optimal maka dilanjutkan dengan perhitungan selang kepercayaan untuk rata-rata dan SNR. Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai selang kepercayaan nilai hambat panas 15,550 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 17,646 untuk rata-rata dan 32,934 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 34,952 untuk SNR. Selang kepercayaan tersebut merupakan selang kepercayaan prediksi dimana setelah diketahui setting level terbaiknya diharapkan pada eksperimen konfirmasi nilai dari selang kepercayaannya berada pada batas yang telah diprediksi. Pada tahap verifikasi dilakukan eksperimen konfirmasi. Eksperimen ini merupakan eksperimen yang dijalankan pada kombinasi setting level optimal. Nilai selang kepercayaan rata-rata dari eksperimen konfirmasi hambat panas 15,046 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 18,426
dan
selang
untuk
SNR
32,766 โค
๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 35,264. Pada eksperimen konfirmasi didapatkan hasil nilai hambat panas sebesar 16,736 0C/W. Hal tersebut menunjukkan bahwa material komposit ampas tebu โ tepung ketan pada kondisi optimal secara simultan mempunyai daya V-1
tahan termal sebesar 16,736 0C/W apabila satu joule energi mengalir melaluinya dalam satu detik (yaitu satu watt) yang menghasilkan perbedaan suhu di seluruh benda sebesar daya tahan termal yang dimiliki. Berdasarkan perbandingan selang kepercayaan hasil tersebut dapat diterima, sedangkan apabila pada perhitungan nilai hambat panas hanya menggunakan metode Taguchi, diperoleh setting level faktor optimal pada level A3, B1, C4 dan D1 yaitu pada kondisi presentase tepung ketan sebesar 10%, ukuran partikel mesh 20, kepadatan 6:4 dan sebelumnya serat direndam dengan larutan boraks 5% selama dua jam. Pada eksperimen konfirmasi didapatkan hasil hambat panas sebesar 18,922 0C/W dengan nilai MOR sebesar 5,55 MPa yang menurut standard ANSI A208.1-1999 mengenai particleboard termasuk dalam kelas LD-2 dan memiliki densitas sebesar 0,687 gram/cm3 . Jenis tersebut dapat digunakan sebagai core papan partikel. 5.1.2
Analisis Faktor Presentase Tepung Ketan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji ANOVA
terhadap mean yang membuktikan bahwa faktor presentase perekat tepung ketan berpengaruh terhadap nilai hambat panas dilihat dari nilai F-ratio lebih besar daripada nilai F-tabel, sedangkan hasil perhitungan SNR juga menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hasil respon rata-rata nilai hambat panas dengan faktor presentase perekat tepung ketan terdapat pada Gambar 5.1 berikut ini :
Gambar 5.1 Grafik respon nilai hambat panas berdasarkan faktor presentase perekat
Grafik respon untuk nilai hambat panas pada Gambar 5.1 menunjukkan bahwa respon rata-rata nilai hambat panas dengan faktor presentase tepung ketan 5%, 7,5%, 10% dan 12,5% berturut โ turut adalah 13,782 0C/W, 14,644 0C/W,
V-2
16,698 0C/W dan 16,027 0C/W. Nilai respon rata-rata tertinggi didapatkan pada faktor presentase 10% disebabkan ikatan antara partikel menjadi kuat sehingga rongga antar partikel membentuk pori-pori yang cukup vakum. Pori-pori inilah yang menyebabkan terhambatnya aliran panas akibat ada ruang vakum sehingga aliran panas tidak dapat merambat pada material secara lancar. Pada presentase perekat 5% dan 7,5% mempunyai kemungkinan ikatan antar partikel lebih lemah, keadaan ini menyebabkan udara akan masuk ke dalam komposit sehingga tidak terdapat ruang vakum yang menyebabkan nilai hambat panasnya rendah. Pada presentase perekat 12,5% mempunyai kemungkinan bahwa ikatan antar partikel lebih kuat sehingga disamping menutup rongga, perekat juga masuk ke dalam rongga sehingga ruang vakum menjadi lebih kecil dibanding presentase perekat yang sedang. Hasil ini sejalan dengan penelitian Chandra dkk (2014) bahwa nilai hambat panas pada spesimen komposit bagasse โ PVAc mencapai nilai optimal pada presentase perekat 10%. 5.1.3
Analisis Faktor Ukuran Partikel Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji ANOVA
terhadap mean yang membuktikan bahwa faktor ukuran partikel berpengaruh terhadap nilai hambat panas dilihat dari nilai F-ratio lebih besar daripada nilai Ftabel, sedangkan hasil perhitungan nilai SNR juga menunjukkan pengaruh yang signifikan. Berikut ini nilai respon rata-rata hambat panas berdasarkan ukuran partikel ditunjukkan pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Grafik respon nilai hambat panas berdasarkan faktor ukuran partikel
V-3
Grafik respon untuk nilai hambat panas pada Gambar 5.2 menunjukkan bahwa respon rata-rata nilai hambat panas dengan faktor ukuran partikel mesh 20, mesh 30, mesh 40 dan mesh 50 berturut โ turut adalah 16,531 0C/W, 15,465 0C/W, 15,108 0C/W dan 14,047 0C/W. Ukuran partikel mesh 20 mempunyai nilai rata-rata respon hambat panas tertinggi. Hal tersebut karena dengan adanya ukuran partikel yang lebih besar maka akan membentuk rongga atau ruang antar partikel yang memiliki volume ruang yang lebih besar. Volume ruang inilah yang merupakan ruang vakum yang menjadi penyebab utama terhambatnya aliran panas yang merambat pada material. Rongga yang banyak dalam komposit dengan ukuran mesh yang besar disebabakan karena ukuran mesh yang besar kurang mampu mengisi bagianbagian dalam komposit, sedangkan pada komposit dengan ukuran mesh yang lebih kecil mampu untuk mengisi bagian rongga dalam komposit sehingga menghasilkan ikatan yang lebih kuat namun ruang vakumnya lebih kecil. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Latif dkk (2014) bahwa papan pertikel berbahan ampas tebu dengan ukuran partikel mesh 20 mampu memiliki nilai hambat panas dan MOR paling optimal, sedangkan menurut Mujtahid (2010) nilai hambatan panas komposit dipengaruhi jumlah rongga dalam komposit. Komposit dengan ukuran serbuk aren yang besar mempunyai jumlah rongga lebih banyak dibandingkan dengan komposit dengan ukuran serbuk aren yang lebih kecil. 5.1.4
Analisis Faktor Kepadatan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji ANOVA
terhadap mean yang membuktikan bahwa faktor kepadatan berpengaruh terhadap nilai hambat panas, sedangkan hasil perhitungan SNR juga menunjukkan pengaruh yang signifikan. Berikut ini nilai respon rata-rata hambat panas berdasarkan faktor kepadatan yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.
V-4
Gambar 5.3 Grafik respon nilai hambat panas berdasarkan faktor kepadatan
Dari Gambar 5.3 diketahui nilai respon rata-rata hambat panas dengan faktor kepadatan 3:4 sebesar 14,153 0C/W, faktor kepadatan 4:4 sebesar 15,569 0
C/W, faktor kepadatan 5:4 sebesar 15,390 0C/W dan faktor kepadatan 6:4 sebesar
16,039 0C/W. Kepadatan 6:4 mempunyai rata-rata tertinggi karena pada kepadatan 6:4 jarak antar partikel semakin berdekatan sehingga udara tidak dapat masuk ke dalam komposit. Udara merupakan media yang dapat menghantarkan panas masuk ke dalam komposit. Jika udara dapat masuk ke dalam komposit maka nilai hambat panas akan semakin kecil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Laksono dkk (2013) yang menyatakan bahwa hambatan panas optimal diperoleh pada penekanan 6:4 dan mengalami penurunan nilai hambat panas pada penekanan 8:4. Hal tersebut terjadi karena adanya penyempitan rongga yang disebabkan penekanan yang lebih, sehingga volume ruang menjadi lebih sempit 5.1.5 Analisis Faktor Perendaman Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji ANOVA terhadap mean yang membuktikan bahwa faktor perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai hambat panas dilihat dari nilai F-ratio lebih kecil daripada nilai F-tabel, sedangkan hasil perhitungan SNR juga menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Berikut ini nilai respon rata-rata hambat panas berdasarkan faktor perendaman yang ditunjukkan pada Gambar 5.4.
V-5
Gambar 5.4 Grafik respon nilai hambat panas berdasarkan faktor perendaman
Dari Gambar 5.4 diketahui nilai respon rata-rata hambat panas dengan faktor perendaman dengan boraks 5% sebesar 15,882 0C/W, faktor perendaman dengan aquadest sebesar 14,866 0C/W, faktor tanpa perendaman sebesar 14,944 0
C/W dan faktor perendaman dengan NaOH sebesar 15,459 0C/W . Nilai hambat
panas mengalami penurunan pada komposit yang yang seratnya direndam dengan aquadest dan pada serat yang tidak mengalami perlakuan perendaman. Hal tersebut karena pada kedua jenis perlakuan tersebut tidak mampu menghilangkan zat ekstraktif berupa gula dan pati dan lapisan lignin yang dapat mengurangi keteguhan rekat sehingga berpengaruh terhadap penurunan nilai hambat panas. Selain itu, komposit dengan kedua perlakuan tersebut cenderung kurang awet dibandingkan dengan komposit yang seratnya diberi perlakuan perendaman dengan larutan boraks atau NaOH 5% selama dua jam. Hal ini sejalan dengan penelitian Purkuncoro dkk (2014) bahwa proses alkalisasi mampu menghilangkan komponen penyusun serat yang kurang efektif dalam menentukan kekuatan interface sehingga proses merekatnya antara matrik dan serat menjadi lebih baik, sedangkan menurut Fattah dan Ardhyananta (2013) semakin lama perendaman serat dengan boraks membuat proses pengawetan semakin efektif sehingga dapat terhindar dari serangan serangga.
5.2
Hasil Pengujian Bending Pengujian bending pada penelitian ini digunakan sebagai informasi apakah
komposit ampas tebu sebagai material papan partikel mampu memenuhi standard
V-6
dari ANSI A208.1-1999 untuk papan partikel dan mengetahui seberapa besar nilai Modulus Of Rupture (MOR) yang mampu ditahan oleh komposit ampas tebu. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji bending tipe Universal Testing Machine (UTM) dengan metode three point bending. Beberapa spesimen uji yang diberi beban lentur hanya diambil tiga sampel uji yang memiliki nilai yang mendekati pada masing-masing level faktornya. Nilai MOR pada hasil penelitian dengan menggunakan metode Taguchi berkisar antara 3,132 โ 6,315 MPa dengan rata-rata 4,757 MPa. Setelah diketahui setting level optimal secara simultan, maka dilanjutkan dengan perhitungan selang kepercayaan. Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai selang kepercayaan kekuatan bending 6,031 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 6,537 untuk rata-rata dan 24,555 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 26,833 untuk SNR. Pada tahap verifikasi dilakukan eksperimen konfirmasi. Nilai selang kepercayaan rata-rata dari eksperimen konfirmasi bending 6,024 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 6,732 dan selang untuk SNR 26,547 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 29,165. Pada eksperimen konfirmasi didapatkan hasil nilai nilai MOR sebesar 6,378 MPa. Hasil tersebut dalam standard ANSI A208.11999 mengenai particleboard termasuk dalam kelas LD-2 yaitu dengan spesifikasi nilai MOR minimum 5,0 MPa. Jenis tersebut dapat digunakan sebagai core papan partikel. Faktor yang mempengaruhi besarnya nilai MOR adalah besarnya presentase perekat yang digunakan pada pembuatan komposit. Pada hasil penelitian diketahui bahwa semakin besar presentase perekat maka semakin tinggi nilai MOR yang dihasilkan. Hal tersebut karena pada presentase perekat yang lebih besar terjadi ikatan partikel yang lebih kuat sehingga kelenturan yang didapatkan lebih baik dibandingkan dengan presentase perekat yang lebih sedikit. Akan tetapi pada presentase perekat tertentu akan terjadi titik puncak nilai MOR, kemudian nilai MOR akan kembali mengalami penurunan seiring dengan penambahan presentase perekat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Latif dkk (2014) bahwa nilai MOR papan partikel berbahan ampas tebu pada presentase perekat 15% lebih tinggi dibandingkan pada presentase perekat 10% dan 5%, sedangkan hasil penelitian Slamet (2013) mengenai pembuatan komposit dari serbuk gergaji kayu dengan perekat PVAc menyatakan bahwa komposisi campuran matrik PVAc 60% : 40% V-7
mendapatkan hasil MOR tertinggi dibandingkan komposisi campuran matrik PVAc 70% : 30%. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi besarnya nilai MOR adalah ukuran partikel. Pada penelitian yang dilakukan nilai respon rata-rata kekuatan bending tertinggi pada ukuran mesh 30 kemudian mengalami penurunan pada mesh 40 dan mesh 50. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan karakteristik pada butiran. Ukuran mesh 40 dan mesh 50 memiliki butiran yang lebih halus. Hasil ini sejalan dengan Dhanarjaya (2011), bahwa komposit papan partikel ampas tebu dengan ukuran partikel mesh 30 memiliki nilai kekuatan bending yang lebih tinggi dibandingkan komposit dengan ukuran partikel mesh 40. Menurut Zheng dkk (2005) bahwa ketika partikel kayu dari tiga ukuran yang berbeda (mesh 10-20, mesh 20-40, mesh 40-60) digunakan untuk membuat papan partikel, ukuran mesh 20-40 mempunyai nilai MOR, tensile strength (TS), dan internal bond strength (IB) tertinggi dan ukuran partikel yang besar menghasilkan permukaan yang kasar dan ikatan antar partikel lemah. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi besarnya nilai MOR adalah kepadatan. Semakin meningkatnya kerapatan papan, nilai MOR cenderung menjadi lebih tinggi (Massijaya dkk, 1999). Pada hasil penelitian kepadatan 6:4 mempunyai respon rata-rata bending tertinggi. Hal tersebut karena pada kepadatan 6:4 jarak antar partikel semakin berdekatan sehingga rongga yang terbentuk semakin sedikit. Dengan berkurangnya jumlah rongga, maka kekuatan bending yang dihasilkan semakin meningkat. Keberadaan rongga yang semakin berkurang akan berpengaruh pada berkurangnya peluang terjadinya retakan awal yang akan berkembang menjadi perpatahan. Menurut Rengganis dkk (2014) komposit limbah kertas dan sekam padi dengan perekat lem kanji memiliki nilai MOR tertinggi pada penekanan 5:4 karena pori-pori pada spesimen komposit lebih kecil dibandingkan penekanan 3:4 dan 4:4, sehingga mempunyai jumlah ikatan antar partikel yang lebih banyak. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu jenis perendaman. Pada hasil penelitian diketahui nilai respon rata-rata kekuatan bending tertinggi terjadi pada faktor perendaman dengan boraks 5%. Terjadi penurunan kekuatan bending pada perlakuan perendaman dengan aquadest dan tanpa perendaman.Hal tersebut V-8
karena ikatan antara serat dan matrik kurang sempurna karena terhalang oleh adanya lapisan lignin yang menyerupai lilin di permukaan serat. Perlakuan perendaman dengan boraks maupun NaOH dapat menghilangkan atau melarutkan lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Dengan hilangnya zat ekstraktif dan lapisan lilin ini maka ikatan antara serat dan matrik menjadi lebih kuat sehingga kekuatan bending komposit serat kemungkinan menjadi lebih besar. Menurut Purkuncoro (2014) apabila perlakuan perendaman terlalu lama atau konsentrasi larutan terlalu tinggi akan merusak sel-sel serat utamanya sehingga serat menjadi rapuh, keropos dan kekuatannya akan berkurang. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan perendaman dengan boraks dan NaOH dengan kadar 5% dan waktu perendaman selama 2 jam yang sesuai dengan penelitian Pratama dkk (2014) untuk mencapai kekuatan optimal karena selain mampu menghilangkan zat ekstraktif dan lignin pada serat juga mampu membuat komposit menjadi lebih awet dibanding komposit yang tidak diberi perlakukan perendaman, sedangkan pada penelitian Fattah dan Ardhyananta (2013) kekuatan mekanik optimum pada bambu betung diperoleh pada pengawet boraks dan 60% asam borat.
5.3
Analisis Densitas Densitas komposit menunjukkan sifat ringan pada bahan komposit.
Perhitungan nilai densitas dilakukan untuk mengetahui kerapatan dari setiap spesimen yang telah dibuat. Beberapa spesimen uji densitas hanya diambil tiga sampel uji yang memiliki nilai yang mendekati untuk masing-masing level faktor. Nilai densitas pada hasil penelitian dengan menggunakan metode Taguchi berkisar antara 0,376 โ 0,715 gr/cm3 dengan rata-rata 0,602 gr/cm3. Setelah diketahui setting level optimal secara simultan, maka dilanjutkan dengan perhitungan selang kepercayaan. Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai selang kepercayaan nilai densitas 0,749 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 0,807 untuk rata-rata dan 7,021 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 8,529 untuk SNR. Pada tahap verifikasi dilakukan eksperimen konfirmasi. Nilai selang kepercayaan rata-rata dari eksperimen konfirmasi densitas 0,713 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 0,795 dan selang untuk SNR 8,438 โค ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ โค 10,170. Pada perhitungan densitas didapatkan nilai V-9
densitas sebesar 0,754 ยฑ 0,01 gr/cm3. Berdasarkan ANSI A208.1-1999 mengenai particleboard, nilai densitas komposit ampas tebu yang dibuat termasuk pada kerapatan medium density, yaitu antara 0,64 - 0,8 gr/cm3, sehingga sudah memenuhi standard yang disyaratkan oleh ANSI A208.1-1999. Menurut Djalal (1984) papan partikel yang umum diproduksi adalah yang berkerapatan sedang karena memberikan hasil yang optimum ditinjau dari segi mekanis, pemakaian perekat dan aspek ekonomi lainnya. Faktor yang mempengaruhi nilai densitas adalah besarnya presentase perekat yang digunakan pada pembuatan komposit. Pada penelitian ini nilai respon rata-rata tertinggi didapatkan pada faktor presentase 12,5% disebabkan ikatan antara partikel menjadi kuat sehingga semakin banyak penambahan perekat menyebabkan nilai densitasnya semakin tinggi dibanding nilai densitas ampas tebu yang sebenarnya yaitu 0,36 gr/cm3. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hapsoro (2010) bahwa densitas komposit hingga kandungan lem kanji 20% meningkat seiring dengan peningkatan kandungan lem kanji, semakin banyak kandungan perekat lem kanji maka semakin tinggi nilai densitas komposit. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi besarnya nilai densitas adalah ukuran partikel. Pada penelitian yang dilakukan nilai respon rata-rata kekuatan densitas tertinggi pada ukuran mesh 40. Penurunan ukuran serat dalam komposit akan diikuti dengan meningkatnya densitas komposit. Kenaikan nilai disebabkan serat dengan ukuran yang lebih kecil tertutup baik oleh perekat dan memiliki ikatan lebih erat untuk rasio serat dan perekat yang digunakan. Serat ukuran mesh yang semakin besar mengakibatkan kontak yang lemah antara partikel sehingga rongga di antara partikel-partikel bisa dengan mudah terbentuk. Ukuran serat yang semakin kecil akan diikuti dengan kerapatan partikel dalam komposit. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mujtahid (2010) bahwa ukuran mesh 80 pada serat aren memiliki densitas terbesar dibanding dengan mesh 20, 40 dan 60. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi besarnya nilai densitas adalah kepadatan. Pada hasil penelitian kepadatan 6:4 mempunyai respon rata-rata densitas tertinggi karena pada kepadatan 6:4 jarak antar partikel semakin berdekatan sehingga rongga di antara partikel-partikel tidak mudah terbentuk dan semua partikel serat terikat dengan baik oleh perekat. Semakin meningkatnya V-10
kerapatan atau kepadatan maka semakin tinggi pula nilai densitas. Densitas dapat dipengaruhi oleh void atau cacat yang ada pada sebuah bahan. Semakin banyak void, maka densitas akan semakin kecil nilainya begitupula sebaliknya. Densitas sampel komposit yang paling mendekati kondisi ideal merupakan sampel komposit dengan cacat paling sedikit atau ampas tebu dan perekat memiliki ikatan yang kuat. Menurut Slamet (2013), tinggi rendahnya densitas dipengaruhi oleh presentase porositas. Porositas merupakan ukuran dari ruang kosong di antara material dan merupakan fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume. Banyak sedikitnya porositas dapat terjadi sebagai akibat masuknya udara saat proses berlangsung pengadukan (mixing) maupun saat pressing dimana cetakan logam tidak mampu membuang udara.
5.4
Analisis Pengamatan Struktur Makro dan SEM Analisis pengamatan meliputi analisis pengamatan struktur makro dan
analisis SEM (Scanning Electron Microscope) pada spesimen komposit ampas tebu โ tepung ketan dengan kondisi setting level optimal. 5.4.1
Pengamatan Struktur Makro Pengamatan permukaan spesimen komposit ampas tebu โ tepung ketan
dilakukan dengan pengamatan melalui foto makro. Pengamatan foto makro bertujuan untuk menganalisis bentuk struktur komposit. Pengamatan dilakukan pada spesimen uji hambat panas untuk setting level optimal dengan Taguchi dan setting level optimal pada PCR-TOPSIS yang menggabungkan hambat panas, kekuatan bending dan densitas. Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 5.5.
(a) Mesh 20, 10%, 6:4, perendaman boraks
(b) Mesh 40, 12,5%, 6:4, perendaman boraks
Gambar 5.5 Foto Makro pada Penampang Komposit
V-11
Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 5.5, terlihat pada spesimen dengan presentase perekat 10% mempunyai ikatan partikel yang kuat sehingga rongga antar partikel membentuk ruang vakum, sedangkan pada presentase perekat 12,5% menyebabkan ikatan antar partikel lebih kuat karena banyak padatan kristal yang menutup rongga dan masuk ke dalam rongga sehingga ruang vakum yang terbentuk lebih kecil. Pada penelitian Laksono dkk (2013), hambatan panas optimum diperoleh pada perbandingan 85:15 karena pada perbandingan tersebut ikatan antara partikel menjadi lebih rapat sehingga rongga antar partikel membentuk pori-pori yang vakum sehingga aliran panas dapat dihambat. Apabila dilihat dari faktor ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel maka jarak antar partikel semakin kecil. Pada komposit dengan ukuran partikel yang lebih kecil mampu untuk mengisi bagian rongga dalam komposit sehingga menghasilkan ikatan yang lebih kuat tetapi ruang vakumnya lebih kecil dibandingkan dengan komposit yang ukuran partikelnya lebih besar. Secara keseluruhan nilai hambat panas komposit semakin besar seiring bertambah besar ukuran partikel. Menurut Diharjo dkk (2013), perubahan nilai konduktivitas panas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bentuk partikel dan jarak antar partikel di dalam komposit. Transfer panas akan efisien apabila jarak antar partikel semakin dekat. Oleh karena itu, nilai hambat panas pada eksperimen Taguchi dengan kondisi presentase perekat 10%, mesh 20, kepadatan 6:4 dan perlakukan perendaman dengan boraks memberikan nilai hambat panas sebesar 18,922 0C/W, sedangkan nilai hambat panas spesimen pada optimasi multirespon dengan PCR-TOPSIS memberikan nilai hambat panas sebesar 16,736 0C/W. Pada uji kekuatan bending, spesimen dengan metode Taguchi memiliki nilai MOR sebesar 5,55 MPa, sedangkan pada spesimen dengan metode PCRTOPSIS memiliki nilai MOR sebesar 6,378 MPa Hal tersebut karena pada presentase perekat yang lebih besar terjadi ikatan partikel yang kuat sehingga kelenturan yang didapatkan lebih baik dibandingkan dengan presentase perekat yang lebih sedikit, sedangkan pada faktor ukuran partikel serat ukuran mesh yang semakin besar mengakibatkan kontak yang lemah antara partikel sehingga rongga di antara partikel-partikel bisa dengan mudah terbentuk dan mempengaruhi nilai MOR. Menurut Zheng dkk (2005) bahwa ketika partikel kayu dari tiga ukuran V-12
yang berbeda (mesh 10-20, mesh 20-40, mesh 40-60) digunakan untuk membuat papan partikel, ukuran mesh 20-40 mempunyai nilai MOR, tensile strength (TS), dan internal bond strength (IB) tertinggi dan ukuran partikel yang besar menghasilkan permukaan yang kasar dan ikatan antar partikel lemah. 5.4.2
Pengamatan Foto SEM Pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan pada
spesimen ampas tebu โ tepung ketan yang memiliki nilai hambat panas, kekuatan bending dan densitas yang paling optimal dengan kondisi presentase tepung ketan sebesar 12,5%, ukuran partikel mesh 40, kepadatan 6:4 dan sebelumnya serat direndam dengan larutan boraks 5% selama dua jam. Hasil pengamatan SEM terhadap permukaan spesimen disajikan pada Gambar 5.6.
(a) Perbesaran skala 1mm
(b) Perbesaran skala 500 ยตm
(c) Perbesaran skala 300 ยตm
(d) Perbesaran skala 200 ยตm
Gambar 5.6 Foto SEM pada Penampang Komposit
V-13
Berdasarkan Gambar 5.6 pada perbesaran 1 mm terlihat bahwa ada bagian dimana banyak padatan kristal yang terbentuk sehingga rongga tertutup membentuk ruang vakum pada komposit yang mampu menghambat panas. Akan tetapi, masih terlihat pula bagian yang belum menyatu dengan perekat sehingga terbentuk rongga udara. Adanya perbedaan bentuk partikel berupa serbuk halus dan serat-serat tipis terjadi karena partikel belum terhancurkan secara sempurna namun tetap lolos ayakan mesh. Pada perbesaran skala 500 ยตm terlihat bahwa terdapat area yang terjadi kumpulan serat (bundle) sehingga belum menyatu dengan sempurna dengan perekat. Selain itu, terlihat bahwa pada serat lapisan wax dan lignin belum hilang secara sempurna. Lapisan ini hanya bisa tergerus secara sempurna dengan diberinya perlakuan alkali menggunakan NaOH yang mampu membersihkan dinding permukaan serat dan menguraikan menjadi ฮฑ dan ฮฒ selulosa. Pada perbesaran skala 300 ยตm terlihat bahwa antara serat dan perekat terjadi penyatuan (bonding), ikatan antar partikel menjadi rapat sehingga rongga antar partikel membentuk ruang vakum. Pada perbesaran 200 ยตm terlihat bahwa di balik ruang vakum terdapat rongga antar partikel yang membentuk pori-pori, Pori-pori inilah yang menyebabkan terhambatnya aliran panas akibat ada ruang vakum sehingga aliran panas tidak dapat merambat pada material secara lancar.
5.5
Analisis Kadar Air Kandungan air (moisture) sangat menentukan kekuatan ikatan antar selulosa
dan ketahanan serat terhadap lingkungan. Jumlah kandungan air yang terlalu besar akan mengurangi daya ikat antar selulosa dan lignin penyusun serat, sedangkan kadar air yang kurang akan menimbulkan serat menjadi rapuh dan tidak fleksibel. Mengingat tingginya nilai kadar air kondisi komposit ampas tebu-tepung ketan yang diperoleh, maka sebelum dikeringkan dengan oven, maka sebaiknya dikeringkan dengan udara yakni dibiarkan pada suhu kamar selama 1 hari agar kandungan air menguap secara alami untuk menghindari timbulnya cacat pada komposit. Menurut Tsoumis (1991), Lisyanto dkk (2010) dengan kadar air awal yang relatif tinggi, potensi terjadinya cacat pengeringan cenderung meningkat. Kadar air pada papan partikel adalah jumlah air yang masih tertinggal di dalam rongga sel dan antar partikel selama proses pengerasan perekat dengan V-14
kempa panas. Kadar air ditentukan oleh kadar air sebelum dikeringkan dengan oven, jumlah air yang terkandung dalam perekat dan kelembaban udara sekeliling. Jumlah kadar air perlu diketahui karena banyaknya kadar air menentukan kualitas dari papan partikel yang dibuat. Jumlah kadar air dalam standard papan serat yang diijinkan oleh SNI 03-2105-2006 adalah sebesar โค14%. Adanya kecenderungan penurunan kadar air dipengaruhi oleh kadar air pada partikel dan perekat serta dari suhu dan lamanya waktu pengeringan dengan bantuan oven. Pada Gambar 5.7 disajikan grafik penurunan kadar air pada komposit.
Area mudah penguapan
Area sulit pengupan
Gambar 5.7 Grafik Penurunan Kadar Air Pada Komposit
Pada Gambar 5.7 mengenai pengujian kadar air, diketahui bahwa kadar air yang hilang meningkat seiring variasi waktu pengukuran. Penurunan kadar air secara signifikan terjadi pada 20 menit pertama, yaitu kadar air turun menjadi 10,44%. Hal tersebut disebabkan saat pembuatan komposit papan partikel digunakan kempa panas dan pengeringan menggunakan oven dengan suhu 100 0C selama 20 menit yang dapat menguapkan air yang terkandung dalam serat dan larutan perekat. Perekat pati berupa tepung ketan termasuk kelompok perekat thermosetting, artinya hanya akan mengeras jika dipanaskan sehingga kadar air yang terkandung berkurang. Pada saat pengeringan pada menit ke 30 hingga 90 selisih nilai kadar airnya tidak terlalu signifikan dan termasuk area sulit penguapan. Hal tersebut karena kadar air yang memungkinkan komposit memperoleh kekuatan mekanis optimal V-15
telah pada posisi yang relatif konstan. Kadar air tetap dipertahankan karena merupakan salah satu campuran pengikat pada selulosa. Sehingga jika kadar air terlalu besar atau terlalu kecil, hal ini akan menimbulkan fluktuasi penurunan kekuatan serat akibat rusaknya ikatan sel selulosa. Menurut Bismarck dkk (2002) pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat permukaan serat alam selulosa telah diteliti dimana kandungan optimum air mampu direduksi sehingga sifat alami hydrophilic serat dapat memberikan kekuatan ikatan antarmuka (interfacial) dengan matrik secara optimal. Selain itu adanya faktor pengawetan terhadap serat dapat menyebabkan pori-pori pada komposit membuka sehingga memiliki kemampuan untuk menyerap kelembaban udara yang menyebabkan kadar air pada komposit tidak bisa mencapai 0%. Kadar air 5% dianggap ideal karena mampu menjaga kelenturan pada komposit sehingga menghasilkan kualitas komposit yang baik. Apabila kadar air lebih dari 10% maka akan menyebabkan kualitas dan kestabilan komposit yang dihasilkan buruk karena komposit akan mudah kropos, dimakan hama, mempengaruhi bentuk daripada serat dan komposit tersebut lama kelamaan akan mudah menyusut dari berat awal.
V-16