138
BAB V HASIL DAN ANALISA
5.2. Hasil PT. Intan Pertiwi Industri merupakan perusahaan industri yang bergerak dalam pembuatan elektroda untuk pengelasan. Untuk menemukan permasalahan yang terdapat pada perusahaan ini, maka dilakukan penelitian pendahuluan dengan melakukan kunjungan ke PT. Intan Pertiwi Industri. Berdasarkan kunjungan diperoleh keterangan mengenai proses produksi, stasiun kerja yang ada, dan data-data pendukung lainnya. Berdasarkan pengamatan awal, pada perusahaan ini terdapat satu stasiun yang dianggap memiliki kondisi kerja tidak ergonomis, yaitu stasiun pembuatan dus. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bahwa stasiun ini memiliki resiko ergonomi dan akan dilakukan perbaikan terhadap stasiun kerja tersebut. Setelah dilakukan pengumpulan data terhadap data-data yang didapat selama pengamatan dan pengukuran, serta pengolahan datanya maka dilakukan suatu perancangan terhadap fasilitas-fasilitas fisik, postur tubuh, dan tata letak di
139
dalam bagian pengepakan. Perancangan yang dilakukan di bagian pengepakan (pembentukan dus ini) meliputi: 1. Perancangan meja kerja 2. Perancangan kursi kerja 3. Perancangan troli dus 4. Perancangan postur tubuh 5. Perancangan Satsiun Kerja
5.1.1 Perancangan Meja Kerja Pada kondisi aktual, pekerja melakukan pekerjaannya hanya beralaskan lantai saja, dengan demikian untuk menambah keoptimalan dalam bekerjaq, maka dirancang meja egonomis, yang bertujuan untuk mengurangi keluhan dan membuat cara kerja lebih efisien karena adanya perbaikan layout pada meja kerja. Perancangan meja berdasarkan pada pengolahan data antropometri yang telah dilakukan dengan menentukan konfigurasi ketinggian meja kerja. Konfigurasi ini bertujuan agar penelitian dapat menghasilkan suatu rekomendasi ketinggian meja kerja yang paling ergonomis terhadap postur pekerja packer yang membentuk dus. Apabila ketinggian permukaan meja kerja terlalu tinggi maka mengakibatkan bahu dan lengan atas akan terangkat ke dalam posisi tidak nyaman yang dapat menyebabkan kelelahan dan nyeri otot. Sedangkan apabila ketinggian permukaan meja kerja terlalu rendah, leher dan kepala akan tertunduk sehingga dapat mengakibatkan tulang belakang dan otot menegang. Ketika bekerja dalam posisi berdiri maka semua objek yang berkaitan dengan pekerjaan yang sedang
140
dilakukan harus berada pada ketinggian antara pinggul dan bahu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi postural stress yang terjadi akibat posisi tangan yang terlalu tinggi. Prinsip ini harus dipertimbangkan ketika mendesain meja kerja kerja untuk pekerjaan yang dilakukan dalam posisi berdiri. Pada perancangan meja usulan ini, akan dirancang meja yang dapat diatur ketinggiannya. Ketinggian meja dirancang sesuai denga antropometri tubuh pekerja. Sehingga antropometri yang digunakan dalah persenti 5% dan 95%. Selain itu, tinggi meja yang dinamis juga berdasarkan pada cara kerja duduk dan berdiri. Dengan kata lain, tinggi meja ini dapat diatur apakah pekerjaan mau dilakukan dengan duduk atau dengan berdiri. Sehingga diharapkan semua petugas dapat dengan nyaman melakukan pekerjaan karena memiliki keleluasaan untuk menentukan posisi yang paling nyaman bagi masing-masing pekerja. Dengan demikian, diharapkan sebagian besar pekerja dapat melakukan aktivitas di meja tersebut dengan lebih nyaman. Berikut hasil perancangan penulis berdasarkan pengolahan data antropometri pekerja:
120
Tabel 5.1 Ukuran Dimensi Perancangan Meja Dimensi Meja
Persenti le
Besarnya (mm)
Toleransi (mm)
Ukuran Hitung (mm)
Ukuran Usulan
5% 95 %
1029.14 1100.86
30 30
959.14 1030.86
960 mm 1030 mm
Pekerjaan dilakukan dengan duduk Ukur tinggi siku duduk + tinggi lutut
5% 95 %
205.03 + 545.28 220.97 + 598.72
30 30
780.31 850
780 mm 850 mm
Ukuran rentangan tangan
5%
151.98
-
151.98
1600 mm
Ukuran jangkauan tangan ke depan
5%
678.24
-
678.24
680 mm
Pedoman Pekerjaan dilakukan dengan Berdiri Ukuran tinggi siku berdiri
Tinggi Meja
Panjang Meja Lebar meja
** Untuk Tinggi meja, ukuran antropometri siku berdiri terlebih dahulu dikurangi 100 cm. Angka ini adalah angka toleransi batas tinggi meja, bahwa tinggi meja 100 cm dibawah siku berdiri (Standing Work Station Guidelines, 2009).
121
Untuk memperjelas hasil rancangan, maka perhatikan gambar dibawah ini:
Gambar 5.1 Hasil Rancangan Meja Kerja
5.1.2 Perancangan Kursi Kerja Perancangan yang akan diusulkan untuk kursi pekerja adalah kursi yang dapat diatur ketinggian poplitealnya, sehingga pekerja dapat mengatur ketinggian kursi sesuai dengan posisi yang paling nyaman untuk mereka. Selain itu, kursi yang dirancang dapat dilipat sedemikian rupa, sehingga apabila tidak digunakan dapat dilipat tanpa memakan tempat.
122
Tabel 5.2 Ukuran Dimensi Perancangan Kursi
Bagian Produk
Data Anthropometri
Persentil
Besarnya (mm)
Allowance
Besarnya (mm)
Ukuran Hitung (mm)
Ukuran Usulan (mm)
Tinggi alas duduk dari lantai
Ukuran tinggi popliteal
5% 95 %
411.04 480.96
sepatu
30
441.04
440
Lebar alas kursi
Ukuran lebar pinggul
95 %
375.12
celana
50
510.96
520
Lebar sandaran
Lebar sandaran punggung
5%
256.53
sisi kiri dan kanan
20
276.53
280
Panjang sandaran
Panjang sandaran hendaknya mendukung daerah lumbar, dengan tinggi minimum 23 cm
95 %
278.57
sisi atas
20
298.57
300
Panjang alas kursi
Jarak anatara pantat popliteal
5%
464.90
sisi kiri dan kanan
-
464.90
460
123
Untuk memperjelas hasil rancangan, maka perhatikan gambar dibawah ini:
Gambar 5.2 Hasil Perancangan Kursi Kerja
5.1.3 Perancangan Ulang Troli Perancangan peralatan kerja yang dilakukan adalah merancang ulang troli sehingga sesuai dengan antropometri tubuh manusia dan memiliki kapasitas angkut yang besar. Faktanya, troli yang ada saat ini hanya memiliki kapasitas angkut sebanyak ± 40 dus kosong per sekali angkut (tanpa terjadi penumpukan
124
yang berlebih seperti gambar pada pengumpulan data). Berikut dimensi rak tempat dus kosong: Tabel 5.3 Ukuran Dimensi Perancangan Rak/Troli Dimensi Meja Tinggi Rak troli dus Tinggi Permukaan Troli Panjang dan lebar Troli
Persentil
Besarnya (mm)
Toleransi
Ukuran Usulan
Tinggi bahu berdiri
5%
1302.15
20 mm
1400 mm
Tinggi Popliteal
95 %
489.96
20 mm
500 mm
Ukuran rentangan tangan + panjang dus
5%
678.24 + 400
10 mm
mm
Data Anthropometri
Untuk memberikan gambaran mengenai troli dan hasil rancangan, perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 5.3 Hasil Rancangan Troli
125
5.1.4 Perancangan Sikap Tubuh Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bahwa postur tubuh pekerja daalm keadaan duduk-jongkok yang menyebabkan punggung membungkuk dan leher menunduk. Oleh sebab itu, perlu adanya perbaikan postur tubuh agar didapatkan kondisi yang optimal dalam melakukan kerja. Untuk usulan perbaikan ini, akan diusulkan dua alternative rancangan yaitu sikeap kerja berdiri dan sikap kerja duduk. Perancangan sikap kerja duduk dan sikap kerja berdiri memang didasarkan untuk mengurangi momen pada tubuh yang dapat menyebabkan cidera.
a.
Sikap Tubuh Berdiri Kerja Berdiri Kondisi sesudah perbaikan pada saat membentuk dus yang berada di atas
meja setinggi siku berdiri (1065 mm) terlihat bahwa tubuh tidak lagi membungkuk untuk melakukan kerja. Lihat gambar dibawah ini:
Gambar 5.4 Hasil Rancangan Sikap Kerja Berdiri
126
Dengan mempergunakan software MannequinPro, dapat diketahui beban torsi (momen) pada posisi tubuh berdiri setelah rancangan.
Gambar 5.5 Perhitungan Momen Sikap Kerja berdiri dengan Mannequin Pro
Selain itu, dengan penilain postur tubuh menggunakan RULA, kita juga dapat menilai postur tubuh setelah perbaikan, dan hasilnya adalah postur tubuh berada pada score 3 dan masuk dalam level 2, yang menandakan bahwa postur tersebut memiliki resiko yang kecil. (Hasil lengkap penilaian dengan web RULA tertera pada lampiran).
b.
Sikap Tubuh Kerja Duduk
127
Kondisi sesudah perbaikan pada saat membentuk dus dengan sikap kerja duduk dan meja-kursi kerja sesuai dengan antropometri, terlihat bahwa tubuh tidak lagi membungkuk untuk melakukan kerja. Lihat gambar dibawah ini:
Gambar 5.6 Hasil Rancangan Sikap Kerja duduk
Dengan mempergunakan software MannequinPro, dapat diketahui beban torsi (momen) pada posisi tubuh berdiri setelah rancangan.
128
Gambar 5.7 Perhitungan Momen Sikap Kerja duduk dengan Mannequin Pro1 0.1
Selain itu, dengan postur tubuh menggunakan RULA, kita juga dapat menilai postur tubuh setelah perbaikan, dan hasilnya adalah postur tubuh berada pada score 3 dan masuk dalam level 2, yang menandakan bahwa postur tersebut memiliki resiko yang kecil. (Hasil lengkap penilaian dengan Rula web tertera pada lampiran).
5.1.5 Perancangan Stasiun Kerja Untuk merancang stasiun kerja, maka perlu diperhatikan daerah jangkauan agar material yang akan dikerjakan berada pada wilayah jangkauan tangan. Dalam bukunya R.M. Barnes (Motion and time study, 1980) mendefinisikan daerah kerja normal dan maksimum dengan batasan yang ditentukan oleh ruas tengah jari, sebagai berikut :
129
Daerah normal adalah daerah dengan batasan lengan bawah yang berputar pada bidang horizontal dengan siku tetap Daerah maksimum adalah daerah dengan batasan lengan direntangkan keluar dan diputar sekitar bahu. Untuk lebih memperjelas batasan antara daerah normal dan daerah maksimum dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 5.8 Batasan Daerah kerja normal dan maksimum
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dirancang daerah stasiun kerja hasil rancangan yaitu meja dan kursi yang sudah sesuai dengan antropometri, serta fasilitas kerja yang sudah diperbaiki. Berikut adalah hasil rancangan stasiun kerja baik berdiri maupun duduk:
130
Gambar 5.9 Hasil Rancang Stasiun kerja duduk
Pada stasiun kerja berdiri, tata letak sama dengan stasiun kerja duduk. Hanya saja perbedaanya adalah tidak menggunakan kursi. Dengan demikian, dari hasil perancangan stasiun kerja (perbaikan), maka didapat bahwa pada saat kondisi sebelum perbaikan, seorang pekerja harus moving dari satu tempat ke tempat lain untuk menyelesaiakan rangkaian pekerjaanya. Sedangkan dengan stasiun kerja baru hasil rancangan, didapat bahwa pekerjaan membentuk dus hanya dilakukan di satu tempat saja dengan tata letak seperti gambar 5.9.
131
A
D
1
B
C
E
F
1 G
1
Gambar 5.10 Hasil Rancang Stasiun kerja setelah perbaikan Dengan hasil perancangan seperti diatas, maka aliran proses yang ada akan mengalami perubahan menjadi:
Dus dari gudang
1
Membentuk dus
1
Membawa troli berisi dus ke tempat pengepakan
132
Jarak 5 m
SUMMARY Operasi
1
Transportasi
1
Delay
1
Total Jarak
5m
Gambar 5.11 Aliran proses aktivitas packer pembentukan dus setelah perbaikan
Dengan aliran proses setelah perbaikan, dapat dilihat proses operasi yang hanya satu kali, begitu juga dengan transportasinya. Dengan cara sederhana pendapat ini dapat dijabarkan bahwa aktifitas yang tidak menambah nilai sudah dihilangkan, sehingga sudah pasti perbaikan tata letak stasiun kerja hasil rancangan akan dapat memberikan nilai optimal terhadap waktu.
5.3. Analisa
133
Setelah hasil rancangan yang telah dibuat diatas, maka untuk mengetahui perbandingan hasil sebelum perbaikan dan sesudah perbaikan, maka dilakukan analisa. Berikut analisanya:
5.2.1 Analisa Hasil Rancangan Meja Kerja Pada kondisi awal, para pekerja hanya bekrja beralaskan ember dengan wilayah kerja di lantai. Oleh sebab itu, dengan adanya hasil rancangan meja ini dapat menambah keoptimalan dalam bekerja. Selain itu, untuk menambah gambaran hasil rancangan, maka dilakukan analisa terhadap fasilitas tersebut. Lebih jelasnya yaitu:
A. Analisis Kekuatan dan Guna Segi Kekuatan Bila dipandang dari segi kekuatan, meja hasil rancangan ini memiliki kekuatan yang cukup baik. Kekuatan meja ini ditopang oleh empat batang besi berukuran 30x30 mm hingga 40x40mm dibagian sisinya, dengan sambungan menggunakan las. Sementara itu, untuk bagian atas meja menggunakan kayu yang kokoh setebal 30 mm.
Nilai Guna Rancangan dari meja ini mempunyai nilai guna yang tinggi yaitu meja yang dibuat dapat diatur ketinggiannya sesuai dengan tinggi pekerja. Sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaanya dengan nyaman dan keluhan pada
134
bagian tubuh dapat diminimalisasi. Meja dapat digunakan untuk pekerjaan membentuk dus dengan tata letak dus dan perlengkapannya lebih ergonomis.
B. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Meja Kerja Hasil Rancangan Kelebihan meja kerja hasil rancangan : Ukuran meja dapat diatur sesuai dengan tinggi pekerja Memiliki desain yang sederhana dan simpel sehingga mudah dalam pembuatan. Dapat digunakan untuk pekerjaan yang dilakukan dengan duduk maupun berdiri, karena mja telah didesain untuk ukuran duduk dan berdiri.
Kekurangan Meja kerja hasil rancangan: Pada kaki meja tidak terdapat roda, sehingga dalam pemindahannya perlu dua orang untuk melakukannya.
5.2.2 Analisa Hasil Rancangan Kursi Kerja Pada kondisi awal, para pekerja hanya bekrja beralaskan ember dengan meja kerja di lantai. Oleh sebab itu, dengan adanya hasil rancangan kursi ini dapat menambah keoptimalan dalam bekerja. Selain itu, untuk menambah gambaran hasil rancangan, maka dilakukan analisa terhadap fasilitas tersebut. Lebih jelasnya yaitu:
A. Analisis Kekuatan dan Guna
135
Segi Kekuatan Bila dipandang dari segi kekuatan, kursi hasil rancangan ini memiliki kekuatan yang cukup baik. Kekuatan kursi ini ditopang oleh empat batang besi berukuran 30x30 mm hingga 40x40 mm dibagian sisinya, dengan sambungan menggunakan las. Sementara itu, untuk bagian alas kursi menggunakan busa agar pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya.
Nilai Guna Rancangan dari kursi ini mempunyai nilai guna yang tinggi yaitu kursi yang dibuat dapat diatur ketinggiannya sesuai dengan tinggi popliteal pekerja. Sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaanya dengan nyaman dan keluhan pada bagian tubuh dapat diminimalisasi. Selain itu, penggunaan busa yang dilapisi kain pada alas duduk dan sandaran dapat memberikan kenyamanan yang lebih bagi pekerja. Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada bagian tubuh pengguna yang bersinggungan langsung dengan kursi.
C. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Kursi Kerja Hasil Rancangan Kelebihan kursi kerja hasil rancangan : Ukuran kursi dapat diatur sesuai dengan tinggi popliteal Memiliki desain yang sederhana dan simpel sehingga mudah dalam pembuatan.
136
Dapat dilipat sehingga bila tidak digunakan tidak memakan banyak tempat.
Kekurangan kursi kerja hasil rancangan: Kursi tidak didesai dengan bentuk senderan yang agak condong kebelakang denagn sudut 10º - 30º karena dalam melakukan pekerjaan ini diharapkan posisi tubuh tegap.
5.2.3 Analisa Hasil Rancangan Troli dus Pada kondisi awal, troli yang digunakan hanya troli kecil dengan kapasitas ± 40 dus. Selain itu, karena ukurannya yang kecil sehingga terjadi penumpukan dus hingga diluar jangkauan tubuh pekerja. Dengan perancangan troli yang baru (berbentuk keranjang), troli ini lebih efektif karena memiliki volume yang besar. Sehingga daya angkutnya pun banyak.
B. Analisis Kekuatan dan Guna Segi Kekuatan Bila dipandang dari segi kekuatan, troli hasil rancangan ini memiliki kekuatan yang cukup baik. Kekuatan troli ini ditopang oleh empat batang besi berukuran 30x30 mm hingga 40x40 mm dibagian sisinya, dengan sambungan menggunakan las.
137
Nilai Guna Rancangan dari kursi ini mempunyai nilai guna yang tinggi yaitu troli yang dibuat dapat diatur ketinggiannya sesuai dengan tinggi tubuh pekerja. Sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaanya dengan nyaman dan keluhan pada bagian tubuh dapat diminimalisasi dan pekerjaanpun dapat dilakukan baik duduk maupun berdiri.
D. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Troli Kerja Hasil Rancangan Kelebihan Troli kerja hasil rancangan : Ukuran kursi dapat diatur sesuai dengan tubuh pekerja Memiliki desain yang sederhana dan simpel sehingga mudah dalam pembuatan. Memiliki kapasitas angkut yang besar dibanding troli lama.
Kekurangan Troli kerja hasil rancangan: Karena ukurannya yang besar, cukup memakan tempat dalam meletakan dan penyimpanan.
5.2.4 Analisa Sikap Kerja Sebelum dan Setelah Perbaikan Kondisi awal pekerja dengan postur tubuh jongkok dan membungkuk, membuat terjadinya keluhan dan momen tubuh yang besar. Oleh sebab itu, perlu adanya perhitungan beban torsi yang dialami dalam bekerja. Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan software Mannequin Pro untuk mengetahui hasil
138
perhitungan momen tubuh pekerja secara terkomputerisasi. Perhitungan pada software ini, yang dilakukan adalah melibatkan beberapa anggota tubuh atas yang mempengaruhi pembebanan pada tulang belakang ketika operator melakukan pembungkukkan untuk membentuk dus, antara lain: batang tubuh (trunk), pinggang (abdomen), tangan (lengan atas, lengan bawah). Hasil pada software Mannequin Pro menunjukkan bahwa pekerja pada stasiun kerja membentuk dus saat ini memiliki momen terbesar adalah pada bagian punggung. Pada bagian punggung terjadi momen sebesar 15.3 Nm dan bagian leher 17.1 Nm. Dengan melihat hasil pada kondisi sebelum perbaikan, maka dilakukan usulan postur tubuh pekerja, lalu membandingkannya usulan dan perbaikan. Perbandingan ini untuk mengetahui apakah beban yang diterima pekerja mengalami penurunan yang berarti setelah dilakukan posisi kerja pada saat membentuk dus. Hal ini memberikan analisa bahwa perubahan posisi tubuh dapat memberikan perubahan beban masing-masing bagian tubuh terutama bagian tulang belakang yang rawan terhadap cidera. Pada bagian ini, tubuh perlu diperhatkan adalah punggung dan leher. Berikut perbandingan actual dan hasil usulan perbaikan: Tabel 5.4 Tabel Perbandingan Sikap Tubuh Saat Bekerja Bagian Tubuh
Punggung Leher
Momen (Nm) Aktual 153.3 17.1
Momen (Nm) Perbaikan Duduk 134.5 15.6
Momen (Nm) Perbaikan Berdiri 135.2 15.6
139
Dari data diatas, dapat dianalisa bahwa postur kerja duduk maupun berdiri memiliki beban torsi yang kecil dibandingkan dengan kondisi awal sebelum perbaikan. Dengan kata lain bahwa nilai torsi (momen) dapat direduksi menjadi kecil dengan postur tubuh tersebut. Dengan demikian, sikap kerja hasil perbaikan lebih optimal disbanding dengan kondisi awal. Selain itu, analisa juga dilakukan dengan menggunakan RULA dan didapat bahwa kondisi actual memiliki level 3 pada perhitungan RULA. Level ini mengidentifikasikan bahwa stasiun perlu perbaikan. Dengan posisi tubuh berdiri maupun didapat nilai RULA berada pada level 2. Ini berarti dengan perancangan posisi berdiri maupun duduk, dapat membuat cara kerja lebih optimal dilihat dari penilaian RULA dan torsi tubuh.
5.2.5
Analisa Stasiun Kerja Sebelum dan Setelah Perbaikan Perbaikan stasiun kerja selalu ditujukan untuk meminimalkan biaya dan
juga kenyamanan dalam bekerja. Perancangan yang baik dari tata letak stasiun kerja akan memberikan keoptimalan dalam bekerja. Dengan membandingkan gambar 4.2 dan gambar 4.4 dengan gambar hasil rancangan gambar 5.9, gambar 5.10 dan gambar 5.11. Dapat diketahui bahwa hasil rancangan lebih efektif karena tidak banyak melakukan transportasi, sehingga waktu kerja menjadi optimal. Selain itu, dengan perancangan stasiun baru, pekerja tidak perlu melakukan perpindahan dalam melakukan kerjanya, cukup di tempat saja. Perpindahan hanya dilkukan untuk mengantar troli yang berisi dua ke staasiun selanjutnya.
140
5.2.6
Analisa Pemilihan Sikap Kerja yang Optimal
Setelah melihat hasil momen tubuh setelah perbaikan (gambar 5.5 dan gmabar 5.7) khusunya bagian punggung, maka tampak bahwa sikap kerja duduk memiliki momen pada bagian punggung yang kecil dibandingkan dengan sikap kerja berdiri. Sehingga dapat dipilih bahwa seikap kerja duduk pada stasiun pembentukan dus ini lebih optimal dibandingkan dengan sikap berdiri. Pertimbangan lain adalah bahwa pekerjaan membentuk dus adalah pekerjaan ringan yang dilakukan dengan berulang-ulang. Menurut Helander (1995:60, “A guide to the ergonomic of manufactore”) dalam pemilihan sikap kerja terhadap jenis pekerjaannya bahwa pekerjaan ringan dan berulang-ulang sikap kerja yang dipilih adalah duduk. Pendapat lain menurut Pulat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk beberapa diantaranya adalah tidak diperlukan tenaga dorong yang besar, objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja, dan seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk. Berbeda dengan sikap kerja berdiri, bahwa sikap kerja berdiri dilakukan untuk pekerjaan yang harus memegang objek yang berat lebih dari 4.5 kg, dan sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah. Dengan demikian, berdasarkan analisa diatas dipilih sikap kerja duduk untuk melakukan pembentukan dus.
141
5.4. Analisa Kondisi Sesudah Perbaikan dangan Software Untuk mengetahui efektivitas atau pengaruh perbaikan stasiun kerja, langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian terhadap variable tergantung seperti postur tubuh, keluhan, waktu kerja, dan sebagainya. Pada penelitian kali ini, semua penilaian terhadap pengaruh perbaikan stasiun kerja dengan menggunakan simulasi dan software. Pada perancanagan stasiun kerja berdiri dan duduk, peneliti menggunakan software ErgoEASER dimana software ini menilai mengenai sikap kerja apakah akan terjadi keluhan atau tidak. Pada software ini, hasil rancangan stasiun kerja dan postur tubuh akan mudah dianalisa bahwa rancangan ini dapat dikatakan ergonomis. Pada dasarnya software ini memang belum dapat menggambarkan bahwa tidak adanya keluhan sama sekali (tidak memiliki kekurangan), akan tetapi cukup dapat menganalisa bahwa stasiun hasil rancangan perbaikan cukup optimal. Software ini akan menampilkan tanda cross (x) berwarna merah pada bagian tubuh apabila hasil perancangan tidak sesuai dengan antropometri atau tidak ergonomis. Ini menandakan bahwa tidak ada keluhan yang dialami pekerja. Berikut hasil keluaran software tersebut.
a.
Simulasi Keluhan Stasiun Kerja Berdiri Pada saat software pertama kali dibuka, pilih VDT Workstasion, lakukan
pengaturan layout tanpa kursi (pekerjaan berdiri). Dengan memasukan unsur antropometri tubuh manusia, postur tubuh dan dimensi fasilitas kerja hasil
142
rancangan perbaikan, maka dapat diketahui bahwa hasil rancangan apakah pekerja akan mengalami keluhan atau tidak. Sesuai dengan tujuan perancangan stasiun kerja ini, ialah agar pekerja merasa nyaman dalam melakukan kerja, dengan kata lain fasilitas stasiun kerja ini dapat digunakan oleh berbagai antropometri yang telah diukur pada pekerjaan membentuk dus. Oleh sebab itu, simulasi fasilitas kerja ini akan dilakukan dengan pekerja yang memiliki antropometri kecil (5%) hingga yang besar (95%). Pekerja dengan antropometri kecil (5%) Pada simulasi ini, antropometri yang digunakan adalah antropometri Average Female. Penggunaan antropometri inidikarenakan dimensi tinggi tubuh berdiri pekerja adalah 1589.99 ≈ 1599.9. Sedangkan data antropometri Average Female nilainya 1605.2. Nilai yang mendekati dengan antropometri actual. Berikut hasil simulasinya :
Gambar 5.12 Simulasi Kerja Berdiri persentil 5% dengan ErgoEASER
143
Pekerja dengan antropometri kecil (95%) Pada simulasi ini, antropometri yang digunakan adalah antropometri Average
male dengan tinggi tubuh berdiri sebesar 1734.82 mm. Sedangkan inggi data antropometri tubuh pekerja persenti 95 % adalah 1732.1. Berarti angka ini mendekati data yang ada. Berikut hasil simulasinya:
Gambar 5.13 Simulasi Kerja Berdiri persentil 95% dengan ErgoEASER
Dari hasil pengerjaan sumulasi ini, didapat bahwa terjadi tanda cross(x) pada bagian lengan atas. Ini menandakan bahwa terjadi keluhan otot lengan atas. Setelah dianalisa dengan software tersebut, ternyata terjadinya muncul tanda x karena meja kerja yang kurang tinggi. Meja ini memang dirancang untuk pekerja yang memiliki antropometri persentii 5% dan 95%. Oleh sebab itu, perancangan meja kerja dibuat lebih fleksibel, yaitu dapat diturun naikan
144
sesuai antropometri pekerja. Setelah meja dinaikan, simulasi software ini menilai bahwa sudah tidak ada lagi gangguan pada otot tubuh. Berikut hasilnya.
Gambar 5.14 Simulasi Kerja Berdiri persentil 95% dengan ErgoEASER Perbaikan
b.
Simulasi Stasiun Kerja Duduk Penggunaan software ErgoEASER sama dengan penggunaan pada simulasi
kerja berdiri, bedanya hanya penggunaan meja kerja dan kursi pada stasiun kerja. Pekerja dengan antropometri besar (5%) Pada input data, pilih pengukuran menggunakan Actual Measurment. Berikut hasil simulasinya:
145
Gambar 5.15 Simulasi Kerja duduk persentil 5% dengan ErgoEASER
Dari hasil pengerjaan sumulasi ini, didapat bahwa terjadi tanda cross(x) pada bagian lengan atas. Ini menandakan bahwa terjadi keluhan otot lengan atas. Setelah dianalisa dengan software tersebut, ternyata terjadinya muncul tanda x karena tidak adanya arm chair pada rancangan. Akan tetapi, dikarenakan kerja tangan tidak statis dengan posisi itu, melainkan ada gerakan menjangkau benda ke depan dan meletakannya ke samping, maka pernancangan arm chair tidak diperlukan. Dengan kata lain, hasil rancangan perbaikan optimal.
Pekerja dengan antropometri besar (95%)
146
Dengan memasukan ada data antropometri yang telah diperoleh, maka didapatkan hasil:
Gambar 5.16 Simulasi Kerja Berdiri persentil 95% dengan ErgoEASER
Dari hasil pengerjaan sumulasi ini, didapat bahwa terjadi tanda cross(x) pada bagian lengan atas. Ini menandakan bahwa terjadi keluhan otot lengan atas. Setelah dianalisa dengan software tersebut, ternyata terjadinya muncul tanda x karena tidak adanya arm chair pada rancangan. Akan tetapi, dikarenakan kerja tangan tidak statis dengan posisi itu, melainkan ada gerakan menjangkau benda ke depan dan meletakannya ke samping, maka pernancangan arm chair tidak diperlukan. Dengan kata lain, hasil rancangan perbaikan sudah optimal.