Bab I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Terselenggaranya pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa merupakan prasyarat bagi setiap Pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara, sehingga diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas dan legitimate agar penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Sejalan dengan itu, dalam rangka pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, sebagai tindak lanjut dari peraturan tersebut telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa azas-azas umum penyelenggaraan negara meliputi azas kepastian hukum, azas tertib penyelenggaraan negara, azas kepentingan umum, asas keterbukaan, azas proporsionalitas, azas profesionalitas dan azas akuntabilitas. Menurut penjelasan Undang-undang tersebut, azas akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir
dipertanggung
dari
kegiatan
jawabkan
penyelenggaraan
kepada
masyarakat
negara atau
harus rakyat
dapat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 dilaksanakan berdasarkan Instruksi LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
1
Peresiden Nomor 7 Tahun 1999, Surat Keputusan Kepala Lembaga Adminitrasi Negara (LAN) Nomor 239/IX/6/8/2003 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010. Hal ini merupakan bagian dari Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instasi
Pemerintah
guna
mendorong
terwujudnya
sebuah
Kepemerintahan yang baik bersih dan berwibawa (Good Governance and Clean Government ) di Indonesia sebagaimana telah diamanahkan oleh rakyat melalui Tap MPR Nomor IX Tahun 1998. Dengan disusunnya LAKIP
Badan Lingkungan Hidup
Provinsi
Jawa Timur tahun 2013 ini, diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka : 1. Mendorong
Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Timur untuk
dapat melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara baik dan benar, yang didasarkan kepada peraturan perundangundangan
yang berlaku, kebijakan yang transparan, dan dapat
dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat di seluruh Jawa Timur ; 2. Menjadikan akuntabel,
Badan Lingkungan Hidup sehingga dapat
berperan
Provinsi secara
Jawa Timur yang
efisien,
efektif
dan
responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungan yang tentram, tertib, dan kondusif ; 3. Menjadikan
masukan
berkepentingan
dan
dalam
umpan
rangka
balik
dari
meningkatkan
pihak-pihak kinerja
yang Badan
Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur guna membantu pelayanan kepada masyarakat lebih baik ; 4. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat di Jawa Timur terhadap Program/kegiatan yang sudah disusun dan dilaksanakan oleh
Badan
Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. 1.2. Landasan Hukum a) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
2
b) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah c) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Timur d) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 94 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang, Sub Bagian dan Seksi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur e) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 131 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. 1.3. Tujuan Tuntutan dan layanan masyarakat di daerah semakin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas dalam pelayanan kepada masyarakat. Kondisi
tersebut
menuntut
pola
pikir
yang
terukur
untuk
dapat
memberdayakan fungsi publik agar sesuai dengan tuntutan perkembangan ekonomi, politik dan budaya. Untuk pencapaian tujuan tersebut diperlukan etos kerja yang berorientasi
kepada
pencapaian
hasil
dan
pertanggungjawaban
berdasarkan nilai-nilai akuntabilitas menuju Good Government yang bersih, berwibawa dan bertanggungjawab. Laporan
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Instansi
Pemerintah
mempunyai 2 (dua) fungsi utama, yaitu : a. Penyusunan
LAKIP
bertujuan
sebagai
sarana
penyampaian
pertanggungjawaban kinerja kepada instansi pemerintah dan kepada publik yang diwakili oleh lembaga legislatif, dan merupakan sarana evaluasi atas pencapaian kinerja Dinas Perikanan dan Kelautan dalam LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
3
melakukan visi dan misinya sebagai upaya untuk memperbaiki kinerja di masa mendatang. b. LAKIP sebagai sarana untuk menyampaikan pertanggung jawaban kinerja kepada pimpinan yaitu Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur. 1.4. Gambaran Umum Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Timur maka tugas, fungsi dan susunan organisasi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut : 1.4.1 Tugas Pokok Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
mempunyai tugas
melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di Bidang Lingkungan Hidup. 1.4.2 Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan fungsi : a.
perumusan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup;
b.
pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c.
pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya;
d.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur.
1.4.3 Susunan Organisasi Didalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor
10 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Timur, Badan Lingkungan Hidup merupakan dipimpin
oleh
seorang
kepala,
unsur
yang
pendukung Gubernur,
berada
di
bawah
dan
bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Yang LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
4
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Daerah yang bersifat spesifik yaitu di bidang lingkungan hidup. Didalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Timur, BAPEDAL berubah nama menjadi Badan Lingkungan dengan demikian Susunan Organisasi
Hidup (BLH),
Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut : a. Kepala Badan Mempunyai tugas memimpin, melakukan koordinasi, pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan kegiatan di Bidang Lingkungan Hkdup. b. Sekretariat Mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan, mengkoordinasikan dan
mengendalikan
kegiatan
administrasi
perlengkapan, penyusunan program
dan
umum,
kepegawaian,
keuangan. Sekretariat
membawahi : 1) Sub Bagian Tata Usaha 2) Sub Bagian Penyusunan Program 3) Sub Bagian Keuangan c. Bidang Tata Lingkungan Mempunyai tugas menyusun perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan
di
bidang
pengembangan
standardisasi,
pengkajian lingkungan, laboratorium lingkungan, pembinaan teknis AMDAL, dan penataan kawasan berwawasan lingkungan. Bidang Tata Lingkungan membawahi: 1) Sub Bidang Standardisasi dan Pengkajian Dampak Lingkungan 2) Sub Bidang Bina Teknis AMDAL d. Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
5
pelaksanaan
kebijakan
dibidang
pengawasan
dan
pengendalian
pencemaran air, Pesisir dan laut, tanah, udara dan kerusakan lingkungan.
Bidang
Pengawasan
dan
Pengendalian
Pencemaran
Lingkungan membawahi: 1) Sub
Bidang
Pengawasan
dan
Pengendalian
Pencemaran
dan
Pengendalian
Pencemaran
Lingkungan Air dan Laut; 2) Sub
Bidang
Pengawasan
Lingkungan Tanah dan Udara e. Bidang Konservasi dan Pemulihan Lingkungan Mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang konservasi sumber daya alam dan keaneka
ragaman
hayati,
pemulihan
dan
pelestarian
fungsi
lingkungan hidup. Bidang Konservasi dan Pemulihan Lingkungan membawahi: 1) Sub Bidang Konservasi Lingkungan; 2) Sub Bidang Pemulihan Lingkungan f.
Bidang Komunikasi Lingkungan dan Peningkatan Peran serta Masyarakat Mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan
peningkatan
peran
lingkungan
hidup.
serta
dibidang
komunikasi
masyarakat
Susunan
dalam
organisasi
lingkungan pelestarian
Bidang
dan fungsi
Komunikasi
Lingkungan dan Peningkatan Peran serta Masyarakat terdiri atas: 1) Sub Bidang Komunikasi Lingkungan; 2) Sub Bidang Peningkatan Peran Serta Masyarakat g. UPT Badan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Uji Kualitas Air Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. h. Kelompok Jabatan Fungsional LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
6
Kelompok jabatan fungsional sampai saat ini
sudah terbentuk.
Walaupun hanya dalam bidang perpustakaan, untuk kedepan masih diperlukan jabatan fungsional lainnya untuk menampung personilpersonil dengan keahlian khusus antara lain PPNS dan PPLHD. Ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan dalam pembentukan Kelompok Jabatan Fungsional sebagai berikut : 1) Keputusan Presiden No. : 100 Tahun 2004 tentang
Tunjangan
Jabatan Fungsional ; 2) Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.:
47/KEP/MENPAN/8/2002
tentang
Jabatan
Fungsional
Pengendali Dampak Lingkungan dan Angka Kreditnya ; 3) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 145 Tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan dan Angka Kreditnya ; 4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 146 Tahun 2004 tentang Pedoman Kualifikasi Pendidikan Untuk
Jabatan
Fungsional Pengendali Lingkungan ; 5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 147 Tahun 2004 tentang Kode Etik Profesi Pengendali Dampak Lingkungan ; 6) Keputusan Kepala Badan Kepegawaian
Negara
No. 62 Tahun
2004 tentang Tata Cara Permintaan, Pemberian, dan Penghentian Tunjangan Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan. Struktur organisasi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur dapat dilihat padaGambar berikut:
LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
7
Kepala BLH Sekretaris
Fungsional
Subbag. Sungram
Subbag. Keuangan
Subbag T.U
Bidang Tata Lingkungan
Bidang Wasdal Penc. Lingkungan
Bidang Konservasi & Pemilihan Lingkungan
Bidang Kom. & Peningk. PSM
Subbid Standarisasi dan PDL
Subbid Wasdal Penc. Air dan Laut
Subbid Konservasi Lingungan
Subbid Kom Lingkungan
Subbid Bina Teknis AMDAL
Wasdal Penc. Tanah & Udara
Subbid Pemilihan Lingungan
Subbd Pening PSM
Kepala UPT LAB. Subbag. TU
LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
Kasie. Pelayanan Teknis
Kasie. Pengembangan LAB & Pemantauan
8
1.5. Gambaran Kondisi Lingkungan Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009 – 2014 (Renstra 2009 – 2014), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan ada 5 (lima) isu pokok yang wajib mendapat perhatian bersama, yaitu : a. Pengelolaan Hutan, Lahan dan Sumber Air Kerusakan
ekosistem
konservasi
lahan
hutan
maupun
telah
memberikan
kelangkaan
dampak
sumber
air/mata
pada air.
Kecenderungan ini telah tampak dari indikator menurunnya kualitas lingkungan hidup karena tekanan penduduk maupun bencana alam, dan pemanfaatan berlebihan sumber daya alam yang melampaui daya dukung lingkungannya. Kasus pembalakan hutan secara liar, erosi dan longsor, rusaknya habitat biota, menurunnya biodiversitas, banjir dan kekeringan, berubahnya iklim, kebakaran hutan, masalah dampak sosial ekonomi akibat eksploitasi dan sebagainya, telah menjadikan masalah laten yang memerlukan pendekatan holistik dan bertahap guna menyelesaikan atau menangani masalah ini. Keberadaan Taman Hutan Raya (Tahura) ditujukan untuk menjaga pelestarian
alam,
mengembangkan
pendidikan
dan
wisata,
juga
berperan dalam pemeliharaan kelangsungan fungsi hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, DAS Konto, dan DAS Kromong, juga untuk melestarikan mata air sumber Sungai Brantas di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang kondisinya sangat memprihatinkan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1992, dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 11190/KPTS-II/2002, di Jawa Timur dibentuk kawasan pelestarian alam yang disebut Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo, yang mencakup areal seluas 27.868,30 hektare. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur melalui Balai Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo mengelola kawasan Tahura R. Soerjo seluas LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
9
27.868,30 hektare, dengan rincian Tahura seksi wilayah Malang (8.928,30 hektare), Tahura seksi wilayah Pasuruan (4.607,30 hektare), dan Tahura seksi wilayah Mojokerto (11.468,10 hektare), dan Tahura seksi wilayah Jombang (2.864,70 hektare). Hasil pantauan Citra Landsat (foto udara), Mei 2003, terhadap Tahura R. Soerjo seluas 27.868,30 hektare, terdapat kawasan berhutan sekitar 13.387 hektare, dan sisanya 14.000 hektare tidak berhutan lagi (gundul). Dari areal gundul yang dikategorikan lahan kritis itu, 1.500 hektare di antaranya tergolong lahan kritis abadi, yaitu sekitar puncak Gunung Welirang, dan Gunung Arjuno. Dengan demikian, tersisa lahan kritis seluas 12.500 hektare. Penanganan lahan kritis berlangsung setiap tahun melalui kegiatan reboisasi, yang rata-rata per tahun sekitar 1.000 hektare. Sampai 2008, sisa lahan yang masih tergolong kritis berkurang menjadi 8.286 hektare. Kondisi fisik tiga wilayah Tahura (Malang, Pasuruan, Mojokerto) yang cenderung kering, dan berisi jenis tanaman alang-alang, serta semak belukar, membuat kawasan hutan itu rawan bencana kebakaran saat musim kemarau. Sedangkan Tahura di wilayah Jombang, sebagian besar ditumbuhi tanaman basah, seperti pohon pisang, dan bambu, sehingga aman di musim kemarau. Hampir setiap tahun, di musim kemarau, kawasan hutan selalu mengalami kebakaran. Jenis tanaman yang terbakar adalah tanaman jati muda, rumput, dan alang-alang. Penyebab bencana kebakaran hutan, hampir 90% karena ulah manusia, seperti api unggun yang tidak dimatikan, puntung rokok milik pendaki yang masih menyala, atau sengaja dibakar oleh masyarakat sekitar untuk membuka lahan. Sisanya, karena faktor alam, seperti letusan gunung atau gesekan ranting-ranting yang kering. Untuk lahan kritis non-Tahura R. Soerjo, terbagi menjadi dua kategori, yakni lahan kritis dalam kawasan, yaitu dalam kawasan hutan lindung LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
10
(tidak termasuk areal HPH, ex-HPH, areal bekas tebangan, dan areal hutan mangrove). Dan, lahan kritis luar kawasan, yaitu di luar kawasan hutan (tidak termasuk lahan kritis areal hutan mangrove di luar kawasan hutan). Luas kawasan hutan dan perairan Provinsi Jawa Timur berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan
Perairan
Provinsi,
Nomor
417/Kpts-II/1999,
mencapai
1.357.337,07 hektare. Data Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, menyatakan sampai dengan 2006, luas lahan kritis dalam kawasan mencapai 165.619,53 hektare, sedangkan lahan kritis luar kawasan seluas 502.405,68 hektare. (RPJMD Jatim 2009 – 2014) b. Permasalahan Wilayah Pesisir dan laut Luasnya wilayah pesisir dan keanekaan sumberdaya yang ada, maka wilayah pesisir sebagai daerah ekoton yang labil, perlu ditangani dengan kehati-hatian dan menyeluruh, karena ciri khas pantai yang cukup beraneka ragam. Interaksi nelayan dengan perairan pesisir maupun laut, dengan kegiatan utama eksploitasi hayati laut telah berlangsung sejak lama, yang menyangkut kehidupan masyarakat, dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya. Oleh
karena
itu
untuk
mengurangi
masalah
pesisir
dan
laut
dibutuhkan pendekatan kemasyarakatan yang menyeluruh, terencana, melibatkan
fihak
terkait,
serta
konsisten
dalam
pelaksanaan,
pengendalian dan evaluasi. Dengan meningkatnya pembangunan diwilayah pesisir yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, utamanya didaerah Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya telah menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Sebagai contoh ekosistem mengrove di Jawa Timur saat ini tercatat 37.237 Ha, dengan kondisi rusak seluas 11.124 Ha dan tanah kosong yang ideal untuk ditanami mangrove sluas 5.242 Ha, sedangkan luas hutan mangrove LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
11
idealnya sebesar 45.000 Ha. Kondisi di Jawa Timur masih kurang optimal. Untuk ekosistem terumbu karang di perairan laut Jawa Timur, pada tahun 2004 kondisi kerusakannya bervariasi antara 30 – 80 % yang tersebar antara lain di wilayah pesisir Situbondo, dan beberpa pulau kecil diantaranya, Pulau Sabunten, Pulau Sesiil, Pulau Bili Raja, Pulau Raas dan Pulau Mamburit. c. Permasalahan Pencemaran Air, Tanah dan Udara Pencemaran lingkungan, baik dalam medium air, udara maupun tanah telah menjadikan kualitas lingkungan hidup menurun. Sumber-sumber pencemar dari industri, domestik, maupun yang lain harus dapat diatasi, dalam bentuk pencegahan maupun pengendalian. Dampak pencemaran yang bersifat akut atau kronis perlu diantisipasi, agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
Masalah
pencemaran
ini
perlu
ditangani
secara
sistemik, terencana, taat asas dan terus menerus. Upaya pemulihan dan pencegahan juga harus dimulai dari perencanaan hingga evaluasi pelaksanaannya, agar prinsip pembangunan berkelanjutan dapat diterapkan
dalam
mencegah
dan
mengendalikan
pencemaran
lingkungan. Pada tahun 2003, tercatat pencemaran air dari industri sebanyak 14 kasus, sedangkan tahun 2004 tercatat 5 kasus ditambah dengan kualitas air sungai yang buruk pada masing-masing Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama bagian hilir. Hal ini juga diakibatkan oleh karena penggunaan pestisida yang tidak terpantau. Berdasarkan indikator kualitas air, khususnya BOD (Biologycal Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand), pada tahun 2004 sungai Brantas mencapai BOD : 18, 83 Mg/l,
COD : 39,59 Mg/l yang masing-masing
diatas ambang batas baku mutu yang ditetapkan yaitu BOD : 6 Mg/l dan COD :10 Mg/l. Hasil penghitungan secara statisik ( metode LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
12
STORET) untuk menentukan status kualitas air sungai di DAS Brantas menunjukkan bahwa Kali Brantas di daerah hulu dan tengah (mulai dari jembatan pendem kota batu sampai dengan DAM Lengkong) berada pada kondisi tercemar sedang dan di hilir (mulai dari DAM lengkong hingga pecah menjadi Kali surabaya dan Kali Porong sampai ke muara) tercemar berat. d. Permasalahan Lingkungan Perkotaan Permasalahan lingkungan yang paling utama di perkotaan adalah masalah pengelolaan sampah, banjir, emisi kendaraan bermotor, limbah cair domestik, minimnya ruang terbuka hijau (RTH), penataan ruang kota dan sebagainya. Sebagai contoh pengelolaan limbah padat, produksi sampah di Surabaya dikumpulkan pada lokasi-lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir), yaitu : TPA Sukolilo dan TPA Benowo, yang telah menimbulkan konflik sosial. Rata-rata produksi sampah di Surabaya sebesar 8.700 M3/hari atau 2.436 ton/hari, sedangkan produksi sampah di Gresik rata-rata 1.580 M3/hari atau 442,45 ton/hari. Hal ini ditambah dengan sistem pengelolaannya yang kurang tepat, yaitu dengan ‘open dumping’ dan bukan ‘sanitary landfil’ sehingga mengakibatkan umur TPA terbatas, pencemaran lindi cair,dan harus menyediakan lahan TPA baru. e. Permasalahan Sosial Kemasyarakatan Pendekatan pada komponen utama Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) yaitu ekonomi, ekologi dan sosial perlu diterapkan mulai tahap perencanaan,
hingga
operasional
dan
evaluasinya.
Oleh
karena
masalah pengelolaan lingkungan hidup tidak akan lepas dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan tingkat pendidikan karena menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat. Aspek kemasyarakatan
dilihat
LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
dari
indikator
memburuknya
kualitas 13
fisik/infrastruktur
perkotaan,
serta
menurunnya
kualitas
hidup
masyarakat perkotaan, serta menurunnya kualitas hidup masyarakat perkotaan, antara lain disebabkan karena keterbatasan pelayanan kebutuhan dasar perkotaan yang lebih banyak dipicu oleh factor daya tarik ekonomi dalam urbanisasi. Masalah kemasyarakatan ini dapat didekati dengan perubahan paradigma yang berfihak pada pengelolaan lingkungan hidup, untuk kemudian diikuti dengan sosialisasi tentang hak dan kewajiban mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan diikuti dengan perubahan budaya tingkah laku menuju masyarakat yang hidup baik, sehat dan bertanggung jawab. Kelima isu tersebut perlu diterjemahkan dalam program dan kegiatan yang mendukung berbagai upaya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH), dalam rangka menjaga agar pembangunan tetap terlanjutkan, dan sumberdaya alam dan lingkungan dapat lestari guna pemanfaatan yang terkendali, membangun
sikap
ramah
dengan
lingkungan
alam
serta
sekitarnya.
Pembangunan akan menjadi tak terlanjutkan, apabila para fihak terkait mengabaikan atau meninggalkan wawasan dan kesadaran tentang kelestarian fungsi lingkungan hidup
LAKIP BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROV. JATIM 2013 |
14