42 BAB IV PENYELESAIAN KASUS ANGGOTA POLRI
Penyelesaian kasus terhadap anggota Polri yang selama ini dilaksanakan oleh Provos sebagai penegak hukum dan disiplin anggota Polri, diproses dengan melalui hukum disiplin Polri dan hukum pidana yang berkaitan dengan kasus pidana. Hal tersebut berdasarkan pada Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada pasal 29 yang menyatakan bahwa Polri tunduk pada peradilan umum di mana bunyi pasal tersebut menegaskan bahwa anggota Polri tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undanh-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena Polri merupakan orang sipil atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun dalam kenyataannya masih banyak kasus yang dilakukan anggota Polri diproses hanya sebatas pada hukum disiplin Polri saja. Penyelesaian tersebut membutuhkan peran dari Bidang Pembinaan Hukum untuk dapat lebih ditegakkan lagi pelaksanaan penerapan hukum terhadap anggota yang melanggar, sehingga penegakkan hukum pun dapat dijalankan dengan baik tidak hanya terhadap masyarakat pada umumnya tetapi juga pada pelaksana penegak hukumnya. Pada bab ini akan dibahas mengenai proses penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri yang dilakukan oleh Provos dan Bidang Pembinaan Hukum sehingga kita dapat mengetahui peran Bidang Pembinaan Hukum dan Provos dalam penyelesaian kasus yang dilakukan anggota Polri.
4.1
Proses Penanganan Proses penanganan pelanggaran dan tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga yang dilakukan oleh anggota Polri dilaksanakan melalui tahap-tahapan yang telah ditentukan. Selain itu penanganannya juga didasarkan kepada aturanaturan yang telah ada baik berupa undang-undang, maupun aturan-aturan lain yang dibuat oleh Polri yang dijadikan sebagai acuan pada proses penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan anggota Polri.
42 UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
43 Peraturan dan kebijakan yang digunakan oleh Bidang Pembinaan Hukum dan Provos dalam
melakukan penyelesaian kasus
dan penerapan pasalnya
berdasarkan pada Undang-Undang dan Peraturan Kapolri yang meliputi : a.
UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI
b.
UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
c.
PP No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri
d.
PP No. 2 tahun 2003 tentang Perturan Disiplin Anggota Polri
e.
PP No. 3 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri
f.
Peraturan Kapolri No.Pol.: 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri.
9.
Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/42/IX/2004 tentang Atasan Yang Berhak Menjatuhkan Hukuman Disiplin Dilingkungan Kepolisian Negara RI,
h.
Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/43/IX/2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisia Negara RI,
i.
Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Kepolisian Negara RI.
j.
Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002 tentang Oganisasi Dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi Pada Tingkat Polda.
k.
Kep. Kapolri. No. Pol. : Kep/7/I/2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Kapolri No. Kep/54/X/2004.
l.
Surat Kadiv Binkum Polri No. Pol.: B/178/VII /2001 /KR /Divbinkum tertanggal 13 Juli 2004 perihal pendapat dan saran hukum atas rumusan pasal 21 PP No. 2 tahun 2003
m.
Surat Kadiv Propam
Polri No. Pol.: R/978/X/2007/Divpropam
tertanggal 8 Oktober 2007 perihal penanganan masalah keluarga dan pelanggaran terhadap kehormatan wanita
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
44 Berdasarkan peraturan tersebut diatas di mana mengacu pada undangundang No. 2 tahun 2002 yang mengatur mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka proses penanganan pelanggaran /tindak pidana terhadap anggota Polri dapat dilihat dalam skema dibawah ini :
Proses penanganan pelanggaran /tindak pidana anggota Polri
Anggota
Bidbinkum
Ankum/Provos
Polri
Kasus
Kapolda /pimp
Eksternal/Peradilan
BAP
Minta saran
BAP LAP
Disiplin
Penjatuhan Hkm
Sidang
Saran PU
PU
Gambar 2 Dari skema tersebut dapat diketahui bahwa kasus baik pelanggaran dan tindak pidana yang dilaporkan, ditemukan, dan tertangkap tangan akan di periksa oleh Provos untuk dibuatkan pemberkasan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan dan diserahkan kepada Ankum. Provos melakukan hal tersebut atas perintah Ankum sesuai dengan pasal 19 Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003. Berdasarkan pasal 21 Undang-undang No. 2 tahun 2002 dan Pasal 28 Kep. Kapolri No. Pol.: Kep/ 43 /X/2004 Ankum diharuskan untuk meminta saran dan pendapat hukum kepada fungsi pembina hukum dalam hal ini Bidang Pembinaan Hukum,
setelah
mendapatkan
saran
pendapat
hukum,
berkas
perkara
dikembalikan kepada Ankum /Provos, yang selanjutnya kewenangan untuk
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
45 dilaksanakan atau tidak sidang disiplin adalah keputusan dari Ankum. Apabila Ankum menghendaki untuk dilaksanakan sidang disiplin, maka Provos yang bertugas untuk melaksanakan sidang disiplin atas perintah Ankum. Sidang disiplin yang dilaksanakan akan menentukan hukuman disiplin bagi si pelaku. Hukuman disiplin tersebut sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 dan pasal 11 Kep/42/XI/2004 terdiri dari (1) teguran tertulis, (2) penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, (3) penundaan gaji berkala, (4) penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun, (5) mutasi yang bersifat demosi yaitu mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan, (6) pembebasan dari jabatan, (7) penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Penjatuhan hukuman disiplin tersebut diatas terdiri dari 7 (tujuh) jenis hukuman disiplin yang bisa dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif. Penjatuhan secara alternatif ialah penjatuhan hukuman disiplin hanya dikenakan satu jenis hukuman saja, sedangkan penjatuhan hukuman secara kumulatif adalah penjatuhan hukuman bisa lebih dari satu jenis hukuman disiplin. Pelaku yang telah menjalani hukuman disiplin tersebut, setelah selesai harus meminta rehabilitasi kepada Bidpropam dalam hal ini Kasi Rehab yang akan membantu dalam pemulihan nama baik dan memberikan keputusan pengakhiran hukuman yang nantinya dapat digunakan antara lain untuk mengikuti kenaikan pangkat, mengikuti pendidikan, untuk memperoleh jabatan.
4.1.1 Dasar penanganan tindak pidana dan pelanggaran disiplin Penanganan tindak pidana dan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polri secara umum berpedoman kepada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang secara khusus mengatur mengenai Polri. Sedangkan untuk penanganan kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
46 Secara teknis dalam pelaksanaan Undang-undang Bidbinkum dan Provos berpedoman kepada Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Polri. Adapun acuan yang mengatur penanganan kasus anggota yang digunakan sebagai pedoman bagi Bidang Pembinaan Hukum dan Provos sebagaimana tersebut diatas adalah sebagai berikut : a.
KUHP Ketentuan sanksi pidana bagi pelaku atau setiap orang yang melakukan
pelanggaran hukum di Indonesia secara umum diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan pidana yang tidak terdapat dalam KUHP diatur dengan ketentuan perundang-undangan lain yang lebih khusus. Ketentuan yang terkait dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam pasal 285 (perkosaan), 287 dan 288(persetubuhan, pasal 289, pasal 290, pasal 291, pasal 293, pasal 294, dan pasal 295 (percabulan). Serta pasal 351 (penganiyaan) pasal 356 KUHP.
b.
UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undang ini merupakan Lex Specialis Derogate Lex Generalis
dimana undang-undang yang berlaku khusus akan mengalahkan undang-undang yang bersifat umum. Undang-undang ini muncul dengan pertimbangan karena banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Korban kekerasan kebanyakan adalah perempuan yang harus mendapat perlindungan dari negara agar terhindar dan terbebas dari kekerasan, atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Dengan pertimbangan tersebut maka
diundangkan
Undang-undang No. 23 tahun 2004 pada tanggal 22 September 2004. yang berasaskan pada penghormatan HAM, keadilan dan kesetaraan gender, non diskriminasi, dan perlindungan korban, serta bertujuan untuk (a) mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, (b) melindungi korban kekerasan dalam
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
47 rumah tangga, (c) menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, (d) memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Materi dari Undang-undang No. 23 tahun 2004 yang mengatur mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah sebagai berikut : Bab III mengatur tentang larangan kekerasan dalam rumah tangga, dimana pada Pasal 5 Undang-undang No. 23 tahun 2004 menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang yang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara (a) kekerasan fisik, (b) kekerasan psikis, (c) kekerasan seksual, atau (d) penelantaran keluarga.” Bab IV mengatur tentang hak-hak korban, bab V mengatur tentang kewajiban pemerintah dan masyarakat yaitu pada : Pasal 11 disebutkan bahwa “Pemerintah bertanggungjawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga”. Pasal 15 disebutkan bahwa : Setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upayaupaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk : (a) mencegah berlangsungnya tindak pidana, (b) memberikan perlindungan kepada korban, (c) memberikan pertolongan darurat; dan (d) membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. Pada bab perlindungan pasal 18 menyatakan : “Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan”. Pasal 19 Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 20 Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang : (a)
Identitas petugas untuk pengenalan kepada korban
(b)
Kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan; dan
(c)
Kewajiban Kepolisian untuk melindungi korban.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
48 Berat ringannya hukuman dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga : 1.
Perbuatan kekerasan fisik dipidana penjara 5 tahun, denda 15 juta Kekerasan fisik mengakibatkan jatuh sakit/luka dipidana 10 tahun, denda 30 juta Kekerasan fisik menyebabkan matinya korban dipidana 15 tahun , denda 45 juta Kekerasan fisik yang tidak menimbulkan penyakit atau hal-hal untuk menjalankan tugas dipidana 4 bulan, denda 5 juta
2.
Perbuatan psikis dipidana 3 tahun, denda 9 juta Kekerasan psikis tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau mata pencahariannya sehari-hari dipidana
3.
4 bulan, denda 3 juta.
Perbuatan Kekerasan seksual dipidana 12 tahun , denda 56 juta Memaksa orang yang menetap dirumahnya untuk melakukan hubungan seksual dipidana 4 tahun s/d 15 tahun, denda 12 juta s/d 300 juta Mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau tidak berfungsinya alat reproduksi dipidana 5 tahun s/d 20 tahun, denda 25 juta s/d 500 juta
4.
Menelantarkan keluarga atau orang dalam lingkup keluarga di pidana 3 tahun, denda 15 juta.
c.
UU No. 2 tahun 2002 Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia ada karena Polri
merupakan satu kesatuan yang utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga Polri merupakan Kepolisian Nasional. Lingkup Tugas Polri adalah (a) melaksanakan fungsi kepolisian umum baik yang mencakup dalam tataran bidang preemtif, preventif maupun represif, (b)
Melaksanakan penyelidikan,
penyidikan dan koordinasi serta pengawasan terhadap penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berdasarkan undang-undang No. 8 tahun 1981 dan peraturan
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
49 perundang-undangan lain. (c) Membina dan mengawasi pelaksanaan fungsi kepolisian khusus yang diemban oleh alat/badan pemerintahan yang mempunyai kewenangan kepolisian terbatas berdasarkan undang-undang. (d) Membina kemampuan dan kekuatan serta pelaksanaan fungsi penertiban dan penyelamatan masyarakat dalam rangka mengemban sistem kamtibmas yang bersifat swakarsa. (e) melaksanakan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh peraturan perundangundangan. Tugas-tugas kepolisian bersangkut paut dengan perlindungan terhadap hak dan kewajiban warga negara secara langsung dan bertanggungjawab secara hukum sehingga pelaksanaan tugas kepolisian dalam rangka penegakkan hukum harus memperhatikan asas : legalitas, kewajiban, partisipasi, preventif, dan subsidiaritas. Wewenang Polri sebagai penegak hukum berasal dari pemerintah bukan tanpa batas tetapi harus berdasarkan hukum untuk menjamin tertib hukum dan terbinanya ketentraman masyarakat. Lingkungan kuasa hukumnya berdasarkan pada : a.
Lingkungan kuasa soal-soal yang berkaitan dengan hukum publik yang berhubungan dengan tugas Polri .
b.
Lingkungan kuasa orang yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi perorangan yang mengalami dan menjadi korban dalam tindak pidana.
c.
Lingkungan kuasa waktu yang berkaitan dengan kejadian tindak pidana yang dilakukan pada waktu tertentu
d.
Lingkungan kuasa tempat yang berkaitan dengan lingkungan tempat dimana kejadian tindak pidana terjadi didalam daerah hukumnya masing-masing.
Lingkungan kuasa tersebut diatas termasuk dalam fungsi kepolisian secara umum yang berkaitan dengan kewenangan kepolisian berdasarkan undang-undang atau peraturan perundang-undangan. Pertanggungjawab anggota Polri berdasarkan tindakan dalam rangka melaksanakan wewenangnya harus dipandang sebagai tindakan pribadi sehingga
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
50 dipertangungjawabkan secara hukum disiplin, hukum perdata, hukum tata usaha negara, dan hukum pidana. Hal tersebut berkaitan dengan pasal 29 disebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum.
Pertanggungjawaban Polri tersebut dirumuskan secara jelas
dalam UU No. 2 tahun 2002. Pasal 5 mengatur mengenai larangan bagi anggota Polri dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Adapun larangan tersebut adalah : a.
Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.
Melakukan kegiatan politik praktis;
c.
Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
d.
Bekerjasama dengan orang lain didalam atau diluar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara;
e.
Bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor /instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;
f.
Memiliki saham/model dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
g.
Bertindak sebagai pelindung orang yang punya uang;
h.
Menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;
i.
Menjadi perantara/makelar perkara;
j.
Menelantarkan keluarga.
Rumusan mengenai larangan bagi anggota Polri tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan tugas sebagai pemelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat menggambarkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan anggota Polri harus
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
51 menjaga kehormatan martabat negara dan Polri, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap perbuatan anggota Polri harus dipertanggungjawabkan secara individual karena antara tugas dan perbuatan individu saling berkaitan karena melekat dalam pribadi anggota Polri tersebut. Larangan bagi anggota Polri selain dicantumkan dalam UU No. 2 tahun 2002 juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah. Mengenai larangan dalam hubungannya dengan pelaksanaan tugas tercantum dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 antara lain dilarang : a.
Membocorkan rahasia operasi Kepolisian;
b.
Meninggalkan wilayah tugas tanpa ijin pimpinan;
c.
Menghindarkan tanggungawab dinas;
d.
Menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi;
e.
Menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukkan baginya;
i.
Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi;
j.
Berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani;
k.
Memanipulasi perkara;
l.
Membuat opini negatif tentang rekan sekerja, pimpinan, dan atau kesatuan;
n.
Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran material perkara;
o.
Melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan wewenangnya;
p.
Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi atau mempersulit
salah
satu
pihak
yang
dilayaninya
sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani; q.
Menyalahgunakan wewenang;
r.
Menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan;
s.
Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
t.
Menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas ;
v.
Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena tugasnya;
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
52 Selain larangan yang ada, pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 menyebutkan bahwa anggota Polri dalam rangka membina kehidupan bernegara dan bermasyarakat wajib : a.
setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah;
b.
mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan serta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan kepentingan Negara;
c.
menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d.
menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan dengan sebaikbaiknya;
e.
hormat-menghormati antar pemeluk agama;
f.
menjunjung tinggi hak asasi manusia;
g.
menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;
h.
melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan dan/atau merugikan Negara/Pemerintah;
i.
bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat;
j.
berpakaian rapi dan pantas.
Dalam rangka pelaksanaan tugas, anggota Polri berkewajiban sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 yaitu wajib : a.
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
b.
memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat;
c.
menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia serta sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
53 d.
melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggungjawab;
e.
memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f.
menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku
g.
bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
h.
membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas ;
i.
memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahan;
j.
mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja;
k.
memberikan
kesempatan
kepada
bawahannya
untuk
mengembangkan karier; l.
menaati ketentuan jam kerja
m.
menggunakan dan memelihara barang milik dinas dengan sebaikbaiknya;
n.
menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.
Penjelasan mengenai tugas, larangan dan kewajiban anggota Polri benarbenar melekat dalam diri pribadi anggota Polri dan telah diatur secara jelas didalam UU No. 2 tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 , dengan demikian Polri harus memahami sungguh-sungguh undang-undang dan peraturan khusus yang menyangkut dengan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga terhindar dari perbuatan yang dapat mencemarkan nama baik dan kehormatan dirinya dan kesatuan Polri.
d.
Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2003 Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari pasal 30 Undang-
undang No. 2 tahun 2002, di mana dalam peraturan pemerintah ini mengatur
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
54 mengenai pemberhentian anggota, baik Pemberhentian Dengan Hormat (PDH) maupun Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), dan batas usia pensiun. Pemberhentian Dengan Hormat (PDH) dilakukan apabila (1) mencapai batas usia pensiun, sebagaimana diatur dalam pasal 3 bahwa batas usia pensiun adalah 58 tahun dan dapat diperpanjang menjadi 60 tahun bagi mereka yang mempunyai keahlian khusus, (2) pertimbangan khusus untuk kepentingan dinas diatur dalam pasal 6, (3) tidak memenuhi syarat jasmani dan/atau rohani dimana anggota Polri tersebut tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai anggota Polri karena kesehatannya, dan menderita gangguan jiwa yang dapat membahayakan bagi dirinya dan lingkungan kerja serta organisasi, (4) gugur, tewas, meninggal dunia, atau hilang dalam tugas. Pemberhentian tidak dengan hormat dapat dilakukan apabila (1) melakukan tindak pidana dengan dipidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak layak lagi untuk dipertahankan dengan tetap berada dilingkungan Polri, (2) melakukan pelanggaran, (3) meninggalkan tugas atau hal lain. Pemberhentian anggota Polri dengan tidak hormat dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Repubik Indonesia.
e.
Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari pasal 27 Undang-
undang No. 2 tahun 2002. Maksud dari peraturan pemerintah ini adalah untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pelanggaran peraturan disiplin meliputi ucapan, tulisan atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin yang berisi serangkaian norma untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota. Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 menyebutkan bahwa anggota yang melakukan pelanggaran disiplin akan dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan hukuman disiplin. Tindakan disiplin adalah serangkaian teguran lisan dan/atau tindakak fisik yang bersifat membina yang dijatuhkan
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
55 secara langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh atasan yang berhak menghukum kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sidang disiplin. Hukuman disiplin terdiri dari 7 (tujuh) macam yaitu (1) teguran tertulis, (2) penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, (3) penundaan gaji berkala, (4) penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun, (5) mutasi yang bersifat demosi yaitu mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan, (6) pembebasan dari jabatan, (7) penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Tempat khusus yang dimaksud adalah dapat berupa markas, rumah kediaman, ruang tertentu, kapal, atau tempat yang ditunjuk oleh Ankum. Penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapuskan tuntutan pidana, di mana anggota yang melanggar atau melakukan tindak pidana, selain dijatuhi hukuman disiplin, proses pidananya pun berjalan sehingga tidak menghapuskan tuntutan pidana. Hukuman disiplin dapat dijatuhkan dengan melalui sidang disiplin yang merupakan kewenangan dari Ankum. Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saat diketahui pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat dijatuhkan oleh atasan langsung, atasan tidak langsung, dan anggota Provos sesuai lingkup tugas dan kewenangannya. Pelaksanaan sidang disiplin
dapat dilaksanakan apabila Ankum telah
meminta pendapat dan saran hukum dari satuan fungsi pembina hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 21 PP No. 2 tahun 2003. Sebelum meminta pendapat dan saran hukum, Ankum memerintahkan provos untuk melakukan pemeriksaan, dari hasil pemeriksaan tersebut dibuatlah berkas perkara untuk dimintakan pendapat dan saran hukum guna menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang disiplin. Pemeriksaan tersebut merupakan kewenangan dari pada Provos untuk membantu pimpinan, sehingga sidang disiplin dapat terselenggara dan putusan Ankum pun dapat dilaksanakan.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
56
f.
Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2003 Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari pasal 29 Undang-
undang No. 2 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada peradilan umum. Anggota Polri dengan tunduk pada peradilan umum , maka proses peradilan pidana bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dilakukan hukum acara yang berlaku dilingkungan peradilan umum. Pimpinan satuan kerja dari tersangka, terdakwa atau terpidana dalam hal ini anggota Polri yang menjadi bawahan, pimpinan diharuskan untuk ikut memperlancar jalannya proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan. Polri sebagai penyidik sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana dilingkungan peradilan umum dalam hal ini pada satuan fungsi Reskrim untuk melakukan penyidikan tindak pidana umum dan penyidik pada satuan fungsi lalu lintas untuk kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas yang akan melakukan penyidikan terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana umum dan kecelakaan lalu lintas. Penuntutan terhadap terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilingkungan peradilan umum dilakukan oleh penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim peradilan umum sesuai dengan hukum acara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menjadi tersangka, terdakwa atau terpidana berhak untuk mendapat bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, dan pembinaan narapidana dilaksanakan dilembaga pemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Disinilah Bidang Pembinaan Hukum berperan untuk memberikan bantuan hukum.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
57 g.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : 7 tahun 2006 Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Kepolisian
Negara Republik Indonesia ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 34 ayat (3) Undang-undang No. 2 tahun 2002. Dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa “Kode Etik Profesi Polri adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri”. Fungsi kode etik Profesi Polri adalah sebagai pembimbing perilaku anggota Polri dalam menjalankan pengabdian profesinya dan sebagai pengawas hati nurani agar anggota Polri tidak melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan nilai – nilai etis dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang atas profesi kepolisian yang dijalankan (Pudi Rahardi, 2007;149). Kode etik kepolisian ini dapat membantu mencegah tindakan yang tidak diinginkan karena kesadarannya terhadap kewenangan yang dimilikinya cukup besar serta untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan karena peraturan biasa tidak dapat melakukannya. Kode Etik Profesi Kepolisian adalah kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan, dan etika dalam hubungan dengan masyarakat. Etika kepribadian dalam pasal 1 angka 6 adalah sikap moral anggota Polri terhadap profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama. Etika pengabdian merupakan norma yang menjadi pedoman dalam bertindak, bertingkah laku sesuai dengan moral dari individu. Berhubungan dengan etika kepribadian pada pasal 3 Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006 disebutkan : “Dalam Etika kepribadian setiap anggota Polri wajib : (a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa. (b). Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dari dalam hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa. (c) Melaksanakan tugas
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
58 kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni karena kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya”. Ketiga hal tersebut diatas merupakan suatu keharusan untuk dapat mempunyai kepribadian yang baik dan bertanggungjawab terhadap tugas yang diembannya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Etika kenegaraan adalah sikap moral anggota Polri yang menjunjung tinggi landasan ideologis dan konstitusional Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 7. Etika kenegaraan merupakan komitmen untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan ideologi dan konstitusional serta menjaga keamanan dan ketertiban untuk keselamatan warga negara Indonesia. Anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya harus mendahulukan kepentingan dan kehormatan bangsa dan negara dengan menunjukkan sikap yang sopan dan ramah sehingga dapat tercipta kerjasama yang baik dengan siapapun demi lancarnya dan berhasil dalam pelaksanaan tugas. Etika kelembagaan adalah sikap moral anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 8. Etika kelembagaan merupakan kesepakatan secara moral anggota Polri untuk menjalankan profesinya. Di mana pada pasal 5 diwajibkan untuk : “ (a) (b)
menjaga citra dan kehormatan lembaga Polri menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi lembaga Polri yang dituntun oleh asas pelayanan serta didukung oleh pengetahuan dan keahlian;
(b)
Memperlakukan sesama anggota sebagai subyek yang bermartabat yang ditandai oleh pengakuan akan hak dan kewajiban yang sama.
(c)
Mengemban semangat kebersamaan serta saling mendorong untuk meningkatkan kinerja pelayanan pada kepentingan umum.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
59 (d)
Meningkatkan kemampuan demi profesionalisme kepolisian”.
Selanjutnya dalam pasal 6 Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006 disebutkan bahwa “Anggota Polri dalam menggunakan kewenangannya wajib berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta nilai kemanusiaan”. Nilai moral yang terkandung dalam pasal 6 tersebut mewajibkan bagi setiap anggota Polri untuk mengedepankan hukum dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian, sehingga hukum harus dijunjung tinggi dalam setiap tindakan baik yang dilakukan oleh perorangan, lembaga, dan pejabat negara sebagaimana dalam konsep supremasi hukum. Etika dalam hubungan dengan masyarakat adalah sikap moral anggota Polri yang senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 9. Anggota Polri dalam setiap tugas dan kewajibannya selalu berhubungan dengan masyarakat, untuk itu perlu menjaga keharmonisan dalam kehidupan didalam masyarakat dengan menghindari terjadinya persoalan-persoalan yang dapat meretakkan hubungan dengan masyarakat. Dalam Pasal 10 Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006 disebutkan bahwa “Dalam etika hubungan dengan masyarakat maka anggota Polri wajib : (a)
Menghormati harkat dan martabat manusia melalui penghargaan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia,
(b)
Menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga negara
(c)
Menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat.
(d)
Menegakkan hukum demi menciptakan tertib sosial serta rasa aman publik
(e)
Meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat
(f)
Melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar dinas”.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
60 Nilai yang terkandung dalam pasal tersebut merupakan pedoman bagi setiap anggota Polri untuk melaksanakan tugas sebagai penegak hukum dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, yang nantinya dapat memberikan rasa aman tentram bagi anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi yang berhubungan dengan penegakkan hukum.
h.
Keputusan Kapolri
No. Pol. : 42/IX/2004 tentang Atasan Yang
Berhak Menjatuhkan Hukuman Disiplin Dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Kapolri tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 16 Peraturan Disiplin Anggota Polri yang mengatur pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin. Pasal 1 menyebutkan bahwa “ Dalam Keputusan Kapolri ini yang dimaksud dengan ; (1)
Atasan adalah
setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut anggota Polri dan/atau PNS, yang karena pangkat
dan/atau jabatannya berkedudukan lebih
tinggi daripada anggota Polri yag dipimpinnya. (2)
Atasan Langsung adalah anggota Polri dan/atau PNS, yang karena jabatannya secara struktural mempunyai wewenang langsung terhadap bawahannya.
(3)
Atasan tidak langsung adalah anggota Polri dan/atau PNS, yang karena pangkat atau jabatannya lebih tinggi dan tidak mempunyai wewenang langsung terhadap bawahannya.
(4)
Bawahan adalah setiap anggota Polri yang karena pangkat dan / atau jabatannya lebih rendah dari atasannya.
(5)
Atasan yang berhak menghukum (Ankum) adalah atasan yang karena jabatannya diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin kepada bawahan yang dipimpinnya.
(6)
Ankum yang berwenang penuh adalah Ankum yang mempunyai wewenang menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
61 (7)
Ankum berwenang terbatas Ankum yang mempunyai wewenang menjatuhkan sebagian hukuman disiplin.
(8)
Ankum berwenang sangat terbatas Ankum yang mempunyai wewenang menjatuhkan hukuman disiplin berupa teguran tertulis.
(9)
Atasan Ankum adalah atasan langsung dari Ankum secara berjenjang sesuai dengan struktur organisasi Polri.
Atasan yang berhak menghukum berwenang penuh mempunyai wewenang menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin berupa (a) teguran tertulis; (b) Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun; (c) Penundaan kenaikan gaji berkala; (d) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; (e) Mutasi yang bersifat demosi; (f) Pembebasan dari jabatan; (g) Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari; (h) Memberikan hukuman yang diperberat dengan tambahan maksimal 7 (tujuh) hari ditempat khusus. Atasan yang berhak menghukum berwenang terbatas mempunyai wewenang menjatuhkan sebagian hukuman disiplin berupa teguran tertulis dan penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, yang diberikan kepada anggota Perwira Pertama, Bintara, dan Tamtama yang berada dibawah pimpinannya. Atasan yang berhak menghukum berwenang sangat terbatas hanya berhak memberikan hukuman disiplin berupa teguran tertulis kepada Bintara dan Tamtama yang berada dibawah pimpinannya. Pelaksanaan sidang disiplin oleh Atasan yang berhak menghukum berwenang terbatas dan Atasan yang berhak menghukum berwenang sangat terbatas didasarkan atas perintah Atasan yang berhak menghukum penuh. Pelaksanaan hukuman oleh terhukum dari hasil sidang disiplin apabila terhukum merasa tidak puas atas hukuman yang dijatuhkan kepadanya, maka dapat mengajukan keberatan kepada Atasan Ankum. Atasan Ankum dalam pasal 19 Keputusan Kapolri No. Pol. 42/X/2004 mempunyai tugas untuk : (a)
Menerima pengajuan keberatan Terhukum melalui Atasan yang berhak menghukum
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
62 (b)
Menerima atau menolak seluruh atau sebagian keberatan yang diajuan oleh Terhukum
(c)
Menunda pelaksanaan hukuman sehubungan dengan adanya pengajuan keberatan dari Terhukum atas putusan hukuman yang dijatuhkan oleh Ankum.
(d)
Memeriksa dan memutus atas pengajuan keberatan yang diajukan oleh Terhukum yang mengajukan keberatan
(e)
Menyampaikan putusan atasan Atasan yang berhak menghukum kepada Terhukum yang mengajukan keberatan
(f)
Menanyakan dan/atau menegur Atasan yang berhak menghukum yang tidak menangani pelanggaran disiplin bawahannya dan apabila diperlukan wajib mengambil alih penyelesaian perkaranya selaku Atasan yang berhak menghukum sampai dengan putusan sidang disiplin.
i.
Keputusan
Kapolri
No.Pol.:
43/IX/2004
tentang
Tata
Cara
Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Kapolri tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penyelesaian terhadap kasus-kasus anggota yang melakukan pelanggaran disiplin bertujuan untuk mewujudkan integritas disiplin, dan tercapainya kepastian hukum dalam rangka pemeliharaan disiplin dan penegakkan hukum disiplin dilingkungan Polri. Penyelesaian pelanggaran disiplin
menurut pasal 3 Kep 43/IX/2004
bersifat tetap dan melekat pada Atasan yang berhak menghukum, dan Atasan yang berhak menghukum berwenang memerintahkan Provos atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran disiplin oleh anggota Polri, di mana pemeriksaan perkara pelanggaran disiplin didasarkan atas adanya laporan, tertangkap tangan dan temuan oleh petugas yang kemudian ditindak lanjuti
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
63 dengan pemanggilan terperiksa dan saksi , pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, (BAP) dan pemeriksaan saksi ahli. Bentuk penyelesaian pelanggaran disiplin dapat berupa (1) tindakan disiplin yaitu serangkaian teguran lisan dan/atau tindakan phisik yang bersifat membina yang dijatuhkan secara langsung kepada anggota Polri, dan (2) hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh atasan yang berhak menghukum kepada anggota Polri melalui sidang disiplin. Jenis hukuman disiplin sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 , pasal 11 Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/42/X/2004, dan pasal 14 Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/43/X/2004 berupa (a) teguran tertulis; (b) Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun; (c) Penundaan kenaikan gaji berkala; (d) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; (e) Mutasi yang bersifat demosi; (f) Pembebasan dari jabatan; (g) Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Penyelesaian perkara pelanggaran disiplin yang merupakan proses penanganan perkara disiplin oleh Provos atau pejabat yang berwenang atas pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Polri, sampai memperoleh keputusan hukuman disiplin yang berkekuatan tetap, menurut pasal 17 Kep/43/IX/2004 dilaksanakan melalui tahapan berupa (a) penerimaan laporan, (b) pemeriksaan, (c) pemeriksaan dalam sidang disiplin, (d) penjatuhan hukuman, (e) pelaksanaan hukuman, (f) pencatatan dalam data personil perseorangan. Penentuan penyelesaian pelanggaran disiplin selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima berkas perkara pelanggaran dari Provos dan telah meminta pendapat hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum, maka dapat dilaksanakan sidang disiplin.
j.
Surat Kadiv Binkum Polri Berdasarkan
surat
Kadiv
Binkum
Polri
No.
Pol.:
B/178/VII/2001/KR/Divbinkum tertanggal 13 Juli 2004 perihal pendapat dan saran hukum atas rumusan pasal 21 PP No. 2 tahun 2003 yang intinya bahwa
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
64 berdasarkan pada pasal 20 dan pasal 21 Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003 bahwa penyelenggaraan sidang disiplin adalah wewenang Atasan yang berhak menghukum, dan sebelum dilaksanakan sidang disiplin disyaratkan untuk meminta saran pendapat kepada fungsi pembina hukum Polri, maka Ankum harus meminta saran pendapat kepada fungsi hukum yaitu Bidbinkum dilingkungan kewilayahan. Pemberian saran pendapat hukum terbatas pada perlu tidaknya dilakukan sidang disiplin, dan tidak boleh memasukkan pendapat–pendapat lain seperti menentukan terbukti atau tidaknya pelanggaran disiplin yang dipersangkakan, jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan, atau hal-hal lain yang bersifat memberatkan atau meringankan bagi anggota Polri yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. Perlu tidak diselenggarakan sidang disiplin yang disampaikan oleh satuan pembina hukum hanya bersifat pertimbangan, jadi tidak mempengaruhi atasan yang berhak menghukum untuk menyelenggarakan atau tidak menyelenggarakan sidang disiplin.
k.
Surat Kadiv Propam Polri Berdasarkan
surat
Kadiv
Propam
Polri
No.
Pol.:
R/978/X/2007/Divpropam tertanggal 8 Oktober 2007 perihal penanganan masalah keluarga dan pelanggaran terhadap kehormatan wanita bahwa untuk penjatuhan hukuman terhadap penanganan kasus–kasus menelantarkan keluarga atau pelanggaran terhadap wanita masih dirasa tidak membuat efek jera terhadap pelaku dan tidak menimbulkan rasa keadilan bagi korban, dan banyaknya pengaduan, maka terhadap anggota yang melakukan pelanggaran tersebut untuk diberikan hukuman yang lebih berat (PTDH). Namun dalam memberikan hukuman yang berat harus memperhatikan rasa keadilan agar perbuatan tersebut tidak diikuti atau ditiru oleh anggota yang lain.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
65 4.1.2 Peran Bidbinkum dalam proses penyelesaian kasus Bidang Pembinaan Hukum merupakan salah satu organisasi Polri yang mempunyai peran penting dalam pembinaan hukum anggota Polri guna mendukung pelaksanaan tugas sebagai penegak hukum. Pembinaan hukum sangat dibutuhkan dalam hal pemahaman undang-undang dan peraturan yang berhubungan dengan tugas dan kewajiban sebagai aparat negara yang mempuyai tugas pokok memelihara kamtibmas, penegak hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas pokok yang diemban anggota Polri mempunyai konsekwensi yang sungguh berat, di mana Bidang Pembinaan Hukum dituntut perannya sebagai pembina hukum ditingkat kewilayahan (Polda) guna mendukung dalam pelaksanaan tugas Polri tersebut diatas. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status tertentu, sedangkan status adalah kedudukan seseorang dalam sekelompok atau kedudukan kelompok dalam kaitannya dengan kelompok lain. Dikaitkan dengan Bidang Pembinaan Hukum, maka peran adalah perilaku yang diharapkan dari Bidang Pembinaan Hukum yang mempunyai kedudukan sebagai pengemban fungsi pembinaan hukum dilingkungan Polri diharapkan mempunyai kegiatan yang dapat mendukung pelaksanaan tugas sehari-hari. Dilihat dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia yang kemudian ada perubahan atas keputusan tersebut dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/07/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 di mana didalamnya diatur mengenai tugas pokok Bidbinkum adalah : a.
Membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan hukum dan HAM yang meliputi bantuan dan nasehat hukum, penerapan dan penyuluhan
hukum
dan
turut
serta
dalam
pembinaan
hukum/Peraturan Daerah. b.
Menyelenggarakan fungsi : 1).
Pembinaan fungsi Binkum dalam lingkup Polda
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
66 2).
Penyelenggaraan bantuan dan nasehat hukum serta penerapan dan penyuluhan hukum HAM
3).
Pemberian nasehat dan pertimbangan hukum berkenaan dengan masalah-masalah hukum dalam pelaksanaan tugas polri, termasuk pemberian nasehat dan bantuan hukum terhadap anggota dan keluarganya termasuk pengemban fungsi Kepolisian lainnya.
Disamping tugas pokok yang diembannya, Bidang Pembinaan Hukum mempunyai wewenang dalam membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan hukum dan HAM yang meliputi bantuan dan nasehat hukum, penerapan dan penyuluhan hukum dan turut serta dalam pembinaan hukum/peraturan daerah termasuk pemberian nasehat dan bantuan hukum terhadap anggota dan keluarganya serta pengemban fungsi Kepolisian lainnya. Berdasarkan keterangan Kasubbid Rapluhkum (Kepala Sub Bidang Penerapan dan Penyuluhan Hukum) AKBP S, SH yang menyatakan bahwa “tugas dan wewenang Bidbinkum terwujud dengan memberikan pembinaan hukum melalui penyuluhan dan penerapan, bantuan dan nasehat hukum, baik kepada anggota, kesatuan dan keluarga besar Polri sesuai dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 yang kemudian ada perubahan atas keputusan tersebut dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/07/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 yang didalamnya mengatur tugas pokok Bidang Pembinaan Hukum yang kemudian dibuatlah penjabaran tugas masingmasing sub bidang pada masa kepemimpinan Kabid Binkum tahun 2004 oleh Kombes Pol. J.M Simatupang, SH,” Penjabaran tugas dan wewenang Bidang Pembinaan hukum tersebut dimaksudkan agar dapat terlaksana dengan baik, lebih mudah dan dapat dipahami oleh pengemban fungsi Bidang Pembinaan Hukum sendiri. Sehingga anggota Bidang Pembinaan Hukum sendiri punya kesadaran untuk meningkatkan kemampuannya. Peran dan fungsi dari Bidang Pembinaan Hukum dilaksanakan oleh 2 (dua) sub bidang yaitu Sub Bidang Penerapan dan Penyuluhan Hukum
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
67 (Rapluhkum) dan Sub Bidang Bantuan dan Nasehat Hukum (Banhatkum). Kedua sub bidang tersebut berdasarkan penjabaran dari Kep/54/X/2002 mempunyai tugas : a.
Menyelenggarakan penelitian peraturan perundang-undangan
b.
Menyelenggarakan penelitian pelaksanaan tugas riil Bidang Pembinaan Hukum dilapangan dalam rangka mencari dan menemukan serta pemenuhan kebutuhan bagi pelaksanaan tugas Polri.
c.
Merumuskan permasalahan-permasalahan dibidang penerapan hukum
d.
Merumuskan sistem, metode, program dan sasaran dibidang penerapan hukum.
e.
Menyelenggarakan dan melaksanakan sidang disiplin dan kode etik Polri
f.
Merumuskan kebijaksanaan dan strategi Kapolda Jateng dibidang penerapan hukum
g.
Menyelenggarakan
dan
melaksanakan
pertemuan-pertemuan
ilmiah dibidang hukum j.
Menyelenggarakan
sistem
pengumpulan,
pengolahan,
dan
penyajian data dan informasi dibidang penerapan hukum. Berdasarkan penjabaran tugas dari tugas pokoknya, masing-masing bidang mempunyai ke khususan dalam pelaksanaan tugasnya. Fokus dari pada bidang Penerapan Hukum antara lain adalah : a.
Menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tugas Polri berkaitan dengan penegakkan hukum
b.
Memberikan pendapat dan saran kepada pimpinan dalam rangka keberhasilan tugas penerapan hukum
c.
Menyelenggarakan
dan
melaksanakan
koordinasi
untuk
kepentingan dan keberhasilan tugasnya dibidang penerapan hukum. d.
Menyelenggarakan
sistem
pengumpulan,
pengolahan,
dan
penyajian data dan informasi dibidang penerapan hukum.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
68 Fokus dari pada bidang Penyuluhan Hukum antara lain adalah : a.
Menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tugas Polri berkaitan dengan penegakkan hukum
b.
Memberikan pendapat dan saran kepada pimpinan dalam rangka keberhasilan tugas penyuluhan dan penerapan hukum
c.
menyelenggarakan
dan
melaksanakan
koordinasi
untuk
kepentingan dan keberhasilan tugasnya dibidang penyuluhan hukum. d.
Menyelenggarakan
sistem
pengumpulan,
pengolahan,
dan
penyajian data dan informasi dibidang penyuluhan hukum.
Fokus dari pada bidang Bantuan Hukum antara lain adalah : a.
Menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tugas Polri berkaitan dengan penegakkan hukum
b.
Memberikan pendapat dan saran kepada pimpinan dalam rangka keberhasilan tugas pemberian bantuan hukum
c.
menyelenggarakan
dan
melaksanakan
koordinasi
untuk
kepentingan dan keberhasilan tugasnya dibidang pemberian bantuan hukum. d.
Menyelenggarakan
sistem
pengumpulan,
pengolahan,
dan
penyajian data dan informasi dibidang pemberian bantuan hukum.
Fokus dari pada bidang Pemberian Nasehat hukum antara lain adalah : a.
Menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tugas Polri berkaitan dengan penegakkan hukum
b.
Memberikan pendapat dan saran kepada pimpinan dalam rangka keberhasilan tugas bantuan hukum
c.
menyelenggarakan
dan
melaksanakan
koordinasi
untuk
kepentingan dan keberhasilan tugasnya dibidang penerapan hukum. d.
Menyelenggarakan
sistem
pengumpulan,
pengolahan,
dan
penyajian data dan informasi dibidang pemberian nasehat hukum.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
69
Menurut Kompol M,SH anggota Banhatkum (Bantuan dan Nasehat Hukum) menyatakan bahwa “banyak anggota Polri dan isteri maupun orang umum yang meminta bantuan dan konsultasi mengenai masalah yang mereka hadapi baik mengenai kasus perdata, maupun pidana. Mengenai kasus keluarga yang terjadi, bagi anggota Polri adalah masalah perceraian, melakukan perbuatan layaknya suami isteri diluar nikah, dan ditinggalkan suami tanpa diberi nafkah”. Melihat dari banyaknya kasus yang masuk ke Bidang Pembinaan Hukum dan banyaknya anggota, keluarga Polri yang meminta bantuan baik sebagai penasehat hukum atau sebatas konsultasi maka dilakukanlah penyuluhan hukum ke wilayah sebagaimana disampaikan oleh AKBP S,SH bahwa “peran Bidang Pembinaan Hukum ke wilayah untuk bidang Rapluhkum yaitu melakukan penyuluhan ke wilayah mulai dari Polwil sampai dengan Polres secara bergilir. Materi penyuluhan berupa ; a.
UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI,
b.
UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
c.
PP No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri
d.
PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan disiplin Anggota Polri
e.
PP No. 3 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Polri
f.
Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri.
g.
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Profesi Polri
h.
Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/42/IX/2004 tentang Atasan yang berhak menjatuhkan hukuman disiplin dilingkungan Kepolisian Negara RI,
i.
Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/43/IX/2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI,
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
70 j.
Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/44/IX/2004 tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Kepolisian Negara RI.
k.
Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Di Lingkungan Polri
l.
Peraturan
Pemerintah
RI
No.
4
Tahun
2006
tentang
Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. m.
HAM bagi anggota Polri
Mengapa materi tersebut yang selalu diberikan, menurut Kasubbid Rapluhkum dimaksudkan untuk menyegarkan ingatan bahwa tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas sehari-hari diatur dengan peraturan. Sedangkan undangundang No. 23 tahun 2004 ditujukan agar anggota Polri tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga, terutama bagi ibu-ibu Bhayangkari dengan mengetahui dan memahami undang-undang tersebut, apabila terjadi kekerasan dalam rumah tangga tahu apa yang harus dilakukan. Bidang penerapan hukum dalam kegiatan sehari-hari adalah memberikan saran pendapat hukum baik yang diminta dari wilayah maupun Kapolda. Menurut Kasubbid Rapluhkum untuk pemberian saran pendapat yang diminta oleh Ankum guna penyelesaian kasus, Bidbinkum hanya melihat dan mempelajari dari kasus yang masuk sudah berupa (1) Berkas Perkara Pelanggaran Disiplin (BPPD) yang sudah jadi dan siap untuk dilaksanakan sidang disiplin, (2) Daftar Pemeriksaan Perkara (DPP) dimana kasus yang ada sudah terdaftar dalam buku pelanggaran disiplin tetapi belum tentu dilaksanakan sidang disiplin tetapi hanya tindakan disiplin. Berkas yang dimintakan pendapat hukum ditujukan kepada Kapolda U.p Bidang Pembinaan Hukum tembusan kepada Kapolda, Irwasda, Propam, dan Kapolwil. Berkas yang ada kemudian masuk pada Kabid Binkum dan dilanjutkan sesuai disposisi Kabid yaitu ke bidang Rapluhkum. Anggota Rapluhkum yang terbatas dengan 1 Perwira berpangkat AKP, dan 4 orang PNS yang dituntut untuk mengerjakan dalam waktu tiga (3) hari selesai. Hal tersebut merupakan tugas berat agar berkas beserta pendapat hukum siap dikirimkan kembali ke wilayah
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
71 asal berkas dengan tembusan Kapolda, Irwasda, Ropers, Propam, dan Kapolwil yang bersangkutan. Peran Bidang Pembinaan Hukum dalam penyelesain kasus, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat skema proses penanganan pelanggaran/tindak pidana KDRT dalam penerapan hukum untuk anggota Polri yang dilakukan oleh Bidang Pembinaan Hukum.
Penerapan Pasal oleh Provos dan Bidbinkum terhadap pelanggaran penelantaran keluarga. Bidbinkum
Ankum/Provos
Anggota Polri
Kasus
Kapolda/pimp
Eksternal/Peradilan
BAP PP No.2/2003 Psl 3g, 5a & j
Minta saran
BAP
PP No.2/2003 Psl 3g : UUNo. 23/2004 Psl 5a & j
LAP Disiplin
Penjatuhan Hkm
Sidang
Saran
Psl 9 PP no.2/2003 Kep 42/IX/2004 Psl 11
Gambar 3 Berdasarkan skema diatas dapat diketahui bahwa proses penanganan kasus baik pelanggaran dan tindak pidana yang dilaporkan, ditemukan, dan tertangkap tangan akan di periksa oleh Provos untuk dibuatkan pemberkasan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan dan diserahkan kepada Ankum. Provos melakukan hal tersebut atas perintah Ankum sesuai dengan pasal 19 Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
72 Berdasarkan pasal 21 Undang-undang No. 2 tahun 2002 dan Pasal 28 Kep 43 /X/2004
Ankum diharuskan untuk meminta saran dan pendapat hukum
kepada fungsi pembina hukum dalam hal ini Bidbinkum. Bidbinkum dalam penerapan pasal terhadap penelantaran keluarga dikenakan pasal 3 huruf g dan pasal 5 huruf a dan j Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003. Penerapan pasal 3 huruf g oleh Bidbinkum tidak diuraikan mengenai perundang-undangan mana yang dilanggar sehingga tidak jelas, karena perundang-undagan yang berlaku bagi anggota Polri banyak. Pemberian saran pendapat hukum yang sudah selesai, berkas perkara dikembalikan kepada Ankum/Provos, yang selanjutnya kewenangan untuk dilaksanakan atau tidak sidang disiplin adalah keputusan dari Ankum. Apabila ankum menghendaki untuk dilaksanakan sidang disiplin, maka Provos yang bertugas untuk melaksanakan sidang disiplin atas perintah Ankum. Sidang disiplin yang dilaksanakan akan menentukan hukuman disiplin bagi si pelaku. Hukuman disiplin tersebut sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 dan pasal 11 Kep/42/XI/2004 terdiri dari (1) teguran tertulis, (2) penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, (3) penundaan gaji berkala, (4) penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun, (5) mutasi yang bersifat demosi yaitu mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan, (6) pembebasan dari jabatan, (7) penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Penjatuhan hukuman disiplin tersebut bisa dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif. Penjatuhan secara alternatif ialah penjatuhan hukuman disiplin hanya dikenakan satu jenis hukuman saja, sedangkan penjatuhan hukuman secara kumulatif adalah penjatuhan hukuman bisa lebih dari satu jenis hukuman disiplin. Pelaku yang telah menjalani hukuman disiplin tersebut, setelah selesai harus meminta rehabilitasi kepada Bidpropam dalam hal ini Kasi Rehab yang akan membantu dalam pemulihan nama baik dan memberikan keputusan pengakhiran hukuman yang nantinya dapat digunakan antara lain untuk mengikuti kenaikan pangkat, mengikuti pendidikan, untuk memperoleh jabatan kembali.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
73 Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa saran pendapat hukum mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi yaitu penelantaran keluarga yang dilakukan anggota Polri oleh Bidbinkum banyak disarankan untuk dilakukan sidang disiplin dengan penerapkan pasal atas perbuatan tersebut dikenakan pasal 3g, 5a dan j PP No. 2 tahun 2003 yang berbunyi: Pasal 3 huruf g PP No. 2 tahun 2003 ”Dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menaati peraturan perundangundangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum”.
Pasal 5 huruf a dan huruf j PP No. 2 tahun 2003 Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang : a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; j.
Menelantarkan keluarga.
Menurut kasubbid Rapluhkum dengan penerapan hukuman disiplin tersebut diharapkan dengan pertimbangan tidak memberikan dampak buruk pada kesatuan,
keberadaan
keluarga,
adanya
peluang
bagi
terhukum
untuk
memperbaiki dirinya dengan memperhatikan untung dan rugi atau manfaat dari hukuman tersebut. Berdasarkan keterangan yang peneliti peroleh menunjukkan bahwa peran dan status Bidbinkum sebagai pembina hukum belum sepenuhnya dilakukan karena penerapan pasal hanya berdasarkan pada kebiasaan yang ada yaitu bahwa setiap pelanggaran anggota selalu diberikan hukuman disiplin, tanpa membuat gebrakan lain dengan menganjurkan untuk dilakukan proses pidana sebagai
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
74 motivasi efek jera terhadap perbuatan yang dilakukan, sehingga tidak terulang dan tidak ditiru oleh anggota lain.
4.1.3 Peran Provos dalam proses penyelesaian kasus Provos sebagai penegak hukum disiplin dilingkungan anggota Polri berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia yang kemudian ada perubahan atas keputusan tersebut dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/07/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 di mana didalamnya diatur mengenai
tugas pokok Provos adalah
(1) membina dan menyelenggarakan
penegakkan disiplin anggota Polri dan PNS Polda, (2)
membina dan
menyelenggarakan penegakkan hukum bagi anggota yang melakukan pelanggaran disiplin maupun tindak pidana yang selanjutnya diserahkan kepada Reskrim untuk dilakukan penyidikan dan penyelidikan. Sebagaimana disampaikan oleh Kasubbid Provos AKBP K, SH. bahwa “Provos bergerak dalam bidang disiplin saja untuk pidana diserahkan kepada Reskrim karena kewenangan Provos hanya sebatas pada pelanggaran disiplin saja”. Wewenang Provos sebagaimana tercantum dalam pasal 22 Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003 adalah (a) melakukan pemanggilan dan pemeriksaan; (b) membantu pimpinan menyelenggarakan pembinaan dan penegakkan disiplin, serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; (c) menyelenggarakan sidang disiplin atas perintah Atasan yang berhak menghukum; (d) melaksanakan putusan Atasan yang berhak menghukum. Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut diatas Kasubbid Provos menyatakan Provos mempunyai peran untuk menegakkan disiplin anggota Polri agar dapat terpelihara ketertiban dalam kehidupan anggota Polri dengan menyelenggarakan pembinaan dan penegakkan disiplin melalui supervisi, serta gakkum dan gaktib secara bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan tersebut dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali secara bergantian dari wilayah satu ke wilayah lainnya. Supervisi yang dilakukan mengenai penanganan kasus yang
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
75 dilaksanakan oleh Provos mengenai berapa kasus yang sudah selesai dan kasus yang belum selesai serta hambatannya dimana hal tersebut merupakan tugas dari Gakkum. Penegakkan tata tertib dilakukan pada bulan Juni menjelang hari ulang tahun Bhayangkara, dimana tata tertib tersebut meliputi tata tertib berpakaian, disiplin dalam tugas, kelengkapan berkendaraan, dan pemegang senjata api. Keterangan dari AKP B Kanit P3D Banyumas mengatakan bahwa “Provos melakukan pemeriksaan berdasarkan laporan yang diterimanya kemudian membuat laporan polisi. Laporan Polisi tersebut ditindak lanjuti dengan melakukan penyidikan oleh Provos dengan membuat berkas perkara penyidikan”. Provos dalam menerima pengaduan dan laporan dari masyarakat tidak langsung ditangani tetapi diterima lebih dahulu untuk diberikan kepada Pelayanan dan Pengaduan (Yanduan). Setelah mendapatkan penomoran dari Yanduan, laporan tersebut kemudian diserahkan kepada Kasubbid untuk kemudian ke Provos untuk dilakukan penyidikan. Dalam penanganan kasus terhadap semua kasus yang mengarah pada tindak Pidana diarahkan pada pasal 3 g UU No. 2 tahun 2003, yang mana kewenangan dari provos sebatas pada penegakkan disiplin. Sehingga hukum disiplinlah yang digunakan walaupun dalam berkas tetap unsur–unsur pelanggaran yang terjadi diuraikan didalamnya, tetapi pada kesimpulan pelanggaran tetap berpedoman pada hukum disiplin Polri. Penanganan kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Provos hanya
berwenang pada pelanggaran disiplin saja namun bila kasus yang dihadapi merupakan kasus pidana maka Provos akan memproses secara hukum disiplin Polri dan mengarahkan dengan membuat surat untuk dilakukan penyidikan oleh Reskrim. Namun demikian setelah ada saran dari Bidbinkum baru Provos melaksanakan sesuai dengan saran tersebut” Sebagaimana dikemukakan oleh Bripka H, anggota Provos Banyumas, bahwa penanganan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga diserahkan sepenuhnya (terutama oleh korban) kepada Provos agar pelaku jera sehingga diproses secara hukum disiplin Polri.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
76 Sesuai dengan pernyataan tersebut diatas, guna membuat jera pelaku, maka Provos dalam
penerapan pasal terutama kasus penelantaran keluarga,
sebagian Provos telah menguraikan bahwa kasus tersebut telah melanggar Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dijelaskan secara kronologis pidananya tetapi ditampung atau dimasukkan pada pelanggaran pasal 3g Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri. Mengenai kasus-kasus yang tidak bisa ditangani oleh Provos pada tingkat kewilayahan, menurut AKP S kanit Idik Polda Jawa Tengah, kasus yang ada akan ditangani oleh Provos pada tingkat yang lebih tinggi mengenai kasus-kasus yang langsung dilaporkan ke Polda oleh anggota/korban karena tidak ditangani di Polres (daerah). Disamping itu pada kasus–kasus yang menonjol seperti penembakan, perkelahian antar anggota, perkelahian antara Polri dan TNI , atensi pimpinan, korban merupakan orang yang berpengaruh, maka Provos Polda Jateng langsung bisa turun ke wilayah untuk melakukan penyidikan dan memproses hingga sidang disiplin atau sidang Komisi Kode Etik Profesi. Penanganan kasus bagi anggota yang melakukan tindak pidana, maka Provos akan membuat surat kepada Reskrim untuk diproses pidananya dan proses disiplin tetap dijalankan, atau dari pihak pelapor yang langsung melaporkan kepada Reskrim untuk diproses pidana. Penyelesaian perkara dalam hal untuk hukuman disiplin bisa dilakukan sidang disiplin, dapat dilakukan selama 7 s/d 10 hari dengan adanya saksi dan tersangka. Namun dengan tidak adanya saksi, atau tesangka yang sulit untuk ditemukan keberadaannya akan memperpanjang dalam proses penyidikan dan pemberkasan terhadap kasus tersebut. Menurut Kanit Idik AKP S dalam hal saksi tidak dapat hadir atau karena sesuatu hal sehingga tidak pernah mau datang untuk dilakukan pemeriksaan, maka Provos bisa langsung datang ke tempat dimana saksi berada dan pemeriksaan bisa dilakukan di Polres, Polsek atau dikantor saksi yang telah tersedia komputer sehingga proses pemeriksaan dapat terselesaikan.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
77 Hambatan yang lain adalah adanya pelaksanaan pasal 21 dan 23 PP No. 2 tahun 2003 yang membuat Provos harus mengambil keputusan tepat dalam penanganan kasus yang diselesaikannya, di mana pasal 21 PP No, 2 tahun 2003 disebutkan ” Sebelum melaksanakan Sidang Disiplin, Ankum meminta pendapat dan saran hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia guna menentukan perlu tidaknya dilakukan sidang disiplin”, dengan pasal tersebut Atasan yang berhak menghukum selalu memintakan saran pendapat kepada Bidang Pembinaan Hukum lebih dahulu sebelum melaksanakan sidang disiplin tetapi karena lamanya saran tersebut diterima mengakibatkan terganggunya proses penyelesaian menjadi lama, bahkan bisa melebihi ketentuan yang telah ada sebagaimana disebutkan pada pasal 23 PP No. 2 tahun 2003 bahwa “ Ankum menyelenggarakan Sidang Disiplin paling lambat 30 hari setelah menerima Daftar Pemeriksaan Pendahuluan Pelanggaran Disiplin dari satuan fungsi Provos. Dengan adanya permasalahan tersebut maka Divisi Pembinaan Hukum Mabes Polri (Div Binkum) mengeluarkan surat No. TR/53 tahun 2005 bahwa untuk kasus-kasus kecil sebaiknya dipertimbangkan mengenai waktu untuk penyelesaian terutama saran pendapat harus melihat bobot perkara yang ada. Disamping itu dituntut adanya keaktifan dari Provos untuk mengantar, melakukan koordinasi dan mengambil berkas yang dikirimkan ke Bidang Pembinaan Hukum untuk mendapatkan saran dan pendapat hukum, agar tidak terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan sidang disiplin. Berdasarkan uraian diatas peran Provos terutama Provos Polda masih sangat kurang, karena supervisi yang dilakukan tidak menyentuh mengenai penyeragaman dalam penanganan kasus anggota. Dilihat dari data mengenai kasus–kasus anggota yang sudah lama belum selesai masih dalam proses menunjukkan bahwa pengaturan dan pelaksanaan tugas tidak berjalan dengan baik, sehingga penegakkan hukum pun tidak berjalan. Berdasarkan pembahasan mengenai peran Bidang Pembinaan Hukum dan Provos
dalam
penyelesain
kasus,
seharusnya
proses
penanganan
pelanggaran/tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam hal ini
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
78 khususnya mengenai kasus penelantaran keluarga, dalam penerapan hukum untuk anggota Polri yang dilakukan oleh Bidang Pembinaan Hukum dan Provos dapat kita lihat dalam skema berikut ini.
Proses penanganan pelanggaran/tindak pidana KDRT Anggota Polri
Ankum/Provos
Kasus
BAP
Bidbinkum
Kapolda/pimp
Eksternal/Peradilan
PP No.2/2003 Psl 3g : UUNo. 23/2004 Psl 5a & j
Minta saran
BAP
PP No.2/2003 Psl 3g : UUNo. 23/2004 Psl 5a & j
Penjatuhan Hkm
Sidang
Psl 9 PP no.2/2003 Kep 42/IX/2004 Psl 11
LAP
Disiplin
Saran PU
Reskrim
PU
Gambar 4 Dari skema diatas dapat diketahui bahwa proses penanganan kasus penelantaran keluarga yang seharusnya, baik pelanggaran dan tindak pidana yang dilaporkan, ditemukan, dan tertangkap tangan akan di periksa oleh Provos untuk dibuatkan pemberkasan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan dan diserahkan kepada Ankum. Provos melakukan hal tersebut atas perintah Ankum sesuai dengan pasal 19 Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003. Provos dalam penerapan pasal terhadap kasus penelantaran keluarga dikenakan pasal 3 huruf g dan pasal 5 huruf a dan j Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003. Dalam pasal 3 huruf g diuraikan mengenai pelanggaran terhadap UU No. 23 tahun 2004, namun kesimpulan akhir tetap berpedoman melanggar
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
79 peraturan disiplin, karena kewenangan provos hanya pada penegakkan hukum disiplin saja. Berdasarkan pasal 21 Undang-undang No. 2 tahun 2002 dan Pasal 28 Kep 43 /X/2004
Atasan yang berhak menghukum diharuskan untuk meminta saran
dan pendapat hukum kepada fungsi pembina hukum dalam hal ini Bidang Pembinaan Hukum. Bidang Pembinaan Hukum dalam penerapan pasal terhadap penelantaran keluarga dikenakan pasal 3 huruf g dan pasal 5 huruf a dan j Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003. Penerapan pasal 3 huruf g harus dijelaskan mengenai perundang-undangan yang dilanggar yaitu UU No. 23 tahun 2004 sehingga jelas. Hal tersebut berdasarkan pada pasal 29 UU No. 2 tahun 2002 bahwa anggota Polri tunduk pada Peradilan Umum, sehingga dapat dilakukan sidang disiplin dan atau dilanjutkan untuk diproses secara pidana. Pemberian saran pendapat hukum yang sudah selesai, berkas perkara dikembalikan kepada Atasan yang berhak menghukum/Provos, yang selanjutnya kewenangan untuk dilaksanakan atau tidak sidang disiplin dan untuk dilanjutkan ke Peradilan Umum adalah keputusan dari Atasan yang berhak menghukum. Apabila atasan yang berhak menghukum menghendaki untuk dilaksanakan sidang disiplin, maka Provos yang bertugas untuk melaksanakan sidang disiplin atas perintah Atasan yang berhak menghukum. Namun bila akan diajukan ke Peradilan Umum, maka Provos membuat surat pengantar untuk diserahkan ke Reskrim guna dilakukan penyelidikan dan diproses secara pidana. Sidang disiplin yang dilaksanakan akan menentukan hukuman disiplin bagi si pelaku. Hukuman disiplin tersebut sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 dan pasal 11 Kep/42/XI/2004 terdiri dari (1) teguran tertulis, (2) penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, (3) penundaan gaji berkala, (4) penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun, (5) mutasi yang bersifat demosi yaitu mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan, (6) pembebasan dari jabatan, (7) penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Penjatuhan hukuman disiplin tersebut diatas yang terdiri dari 7 (tujuh) jenis hukuman disiplin, bisa dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
80 Penjatuhan secara alternatif ialah penjatuhan hukuman disiplin hanya dikenakan satu jenis hukuman saja, sedangkan penjatuhan hukuman secara kumulatif adalah penjatuhan hukuman bisa lebih dari satu jenis hukuman disiplin. Pelaku yang telah menjalani hukuman disiplin tersebut, setelah selesai harus meminta rehabilitasi kepada Bidpropam dalam hal ini Kasi Rehab yang akan membantu dalam pemulihan nama baik dan memberikan keputusan pengakhiran hukuman yang nantinya dapat digunakan antara lain untuk mengikuti kenaikan pangkat, mengikuti pendidikan, untuk memperoleh jabatan kembali. Bagi anggota yang diproses pidananya, maka sidang disiplin tetap dilaksanakan dan proses pidana tetap dilanjutkan.
4.1.4 Hubungan Bidang Pembinaan Hukum dan Provos Dilihat dari struktur organisasi Bidbinkum dan Bidpropam (didalamnya ada Provos) sama-sama merupakan unsur pelaksana staf khusus Polda yang berada dibawah Kapolda, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya, Bidang Pembinaan
Hukum
dan
Bidpropam
saling
koordinasi
karena
mereka
bertanggungjawab kepada Kapolda. Provos diwilayah sebagai kepanjangan tangan dari Bidpropam, sedangkan Bidbinkum yang berkedudukan di Polda, dalam memberikan saran dan pendapat hukum (dalam melaksanakan tugas pokoknya) bertindak atas nama Kapolda sehingga apa yang dilakukan harus sesuai dengan peraturan dan bertanggungjawab kepada Kapolda Hubungan Bidbinkum dengan Provos dilakukan karena pembuat berkas adalah Provos sedangkan peminta saran pendapat sesuai dengan pasal 21 PP No. 2 tahun 2003 adalah atasan yang berhak menghukum sebagai atasan dari tersangka, sedangkan Provos harus menjalankan penyelesaian perkara anggota dalam waktu 30 hari sudah harus diadakan sidang disiplin sebagaimana disebutkan dalam pasal 29 Keputusan Kapolri No; Kep./43/IX/2004, sehingga hubungan dalam penyelesaian perkara selalu dilakukan dengan adanya koordinasi dalam penerapan hukumnya agar tidak terjadi hal-hal yang nantinya menimbulkan masalah baru. Koordinasi dilakukan agar waktu penyelesaian pemberian saran pendapat hukum oleh Bidang Pembinaan Hukum dalam waktu 7 (tujuh) hari dapat selesai
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
81 dan siap dikirimkan kembali ke kesatuan wilayah. Namun dalam kenyataannya pemberian saran dan pendapat hukum bisa berlangsung lebih dari 1 minggu. Hal tersebut disebabkan kurangnya pemahaman dari anggota Bidang Pembinaan Hukum, tentang batas waktu pelaksanaan sidang disiplin, pembagian tugas yang tidak seimbang dari atasan, kurangnya kontrol dari pimpinan yang membuat fungsi manajemen tidak dapat berjalan dengan baik dalam upaya proses bersama untuk mencapai tujuan.
4.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Bidang Pembinaan Hukum Dalam Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Faktor-faktor yang mempengaruhi peran Bidbinkum terhadap Provos
dalam proses penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga anggota Polri Polda Jawa Tengah. Akibat dari penerapan hukum dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dapat menimbulkan atau mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri. Hasil penelitian yang penulis lakukan di Bidbinkum Polda Jawa Tengah, dapat dijelaskan tentang adanya beberapa faktor yang mempengaruhi peran Bidang Pembinaan Hukum terhadap Provos dalam melakukan penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut :
4.2.1
Faktor Hukum Faktor hukum sangat penting dalam rangka pelaksanaan penegakkan
hukum, baik mengenai undang-undangnya, perbuatan apa yang dapat dipidana, ancaman pidananya bagaimana, merupakan dasar bagi penegakkan hukum. Sehingga undang-undang akan berguna dan dapat ditegakkan tergantung pada isi dan maksud dari undang-undang tersebut. Undang-undang akan dapat dilaksanakan apabila ada peraturan pelaksana untuk melaksanakan undang-undang tersebut. Contoh konkrit adalah Undangundang No. 2 tahun 2002 akan dapat dilaksanakan dengan baik setelah keluar Peratura Pemerintah No. 1, 2, dan 3 tahun 2003.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
82 Polri didalam undang-undang no. 2 tahun 2002 pasal 29 disebutkan tunduk pada peradilan umum. Hukum acara yang digunakan dalam proses penyidikan kasus kekerasan dalam rumah tangga adalah hukum acara pidana umum (KUHAP), yang berlaku untuk semua Warga Negara Indonesia tapi pada kenyataannya, karena Polri juga tunduk pada peraturan disiplin anggota Polri, maka tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam hal ini penelantaran keluarga diproses dengan hukum disiplin saja. Sehingga tidak cukup untuk menjamin hak-hak asasi manusia terutama kaum perempuan. Karena sangat kompleks, sampai saat ini hak-hak asasi manusia di Indonesia belum sepenuhnya diakomodasi dalam hukum positif kita. Adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, bertujuan untuk membatasi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan ancaman hukuman yang diberlakukan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mempuyai ancaman hukuman yang cukup berat. Adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan pedoman bagi para penegak hukum dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di wilayah hukum Polda Jateng dengan penerapan pasal yang terdapat dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004. Penerapan pasal tersebut dengan ancaman pidana yang cukup berat diharapkan memberikan efek jera terhadap para pelaku maupun calon pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
4.2.2
Faktor Penegakkan Hukum Faktor penegak hukum adalah faktor dari aparat penegak hukum yaitu para
pihak yang membuat dan melaksanakan serta menerapkan hukum. Penegakan hukum dapat berjalan dengan baik tergantung dari aparat penegak hukum yang mempunyai kemampuan untuk mengerti dan memahami, yang nantinya digunakan untuk menerapkan pasal yang benar guna mengungkap suatu tindak pidana yang terjadi, yang digunakan untuk menuntut secara hukum dan mampu untuk mengadili tindak pidana tersebut, sehingga penegakan hukum dapat
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
83 terlaksana dengan baik. Proses penegakan hukum akan maksimal apabila pihak-pihak pelaksana penegakan hukum punya kemampuan untuk melakukan penerapan pasal yang benar
dan sesuai dengan hukum yang berlaku terhadap anggota Polri yang
melakukan
pelanggaran
tindak
pidana
dan
pelanggaran
disiplin
Polri.
Sebagaimana hasil penelitian kurangnya kemampuan anggota Bidkum dalam melakukan penerapan pasal dalam kasus penelantaran keluarga di Polda Jawa Tengah mengakibatkan terulangnya kembali kasus yang ada. Saran dan pendapat hukum yang dilakukan oleh Bidbinkum sementara ini dapat menyelesaikan pelanggaran anggota Polri dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, namun pada kenyataannya masih ada sebagian dari keluarga (bhayangkari) merasa tidak puas, walaupun sudah melaporkan kasusnya ke Provos dan telah diproses secara hukum disiplin. Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan Kanit P3D Polwil Banyumas pada tanggal 20 Pebruari 2008 pukul 10.30 WIB menyatakan bahwa “banyak anggota yang melakukan penelantaran keluarga dan telah disidang disiplinkan, tetapi masih tetap meninggalkan keluarganya dan kembali kepada selingkuhannya, dengan pertimbangan mereka juga telah punya anak, ketergantungan ekonomi, tidak bisa hidup dengan isteri pertamanya, sedangkan isteri sahnya tidak mau dicerai”. Provos sebagai penegak hukum melihat hal tersebut merasakan bahwa hukuman disiplin yang diberikan tidak membuat jera bagi anggota yang melakukannya, bahkan dianggap wajar dan biasa karena sudah tidak memikirkan karier, tetapi merupakan kebutuhan. Kalau kita melihat beberapa tanggapan dari Provos yang merasa bahwa hukuman disiplin belum cukup membuat jera atas perbuatan pelanggaran disiplin, sudah sewajarnya apabila Polri sebagai aparat negara penegak hukum segera menentukan sikap. Koesparmono Irsan menyatakan: “ Kita perlu menyiasati peran aparat penegak hukum dalam negara demokratik dan dalam masyarakat yang demokratik, yang juga merupakan konsep pokok dari Konvensi tentang Hak Asasi Manusia. Adalah sangat bodoh kalau kita mengira bahwa para penegak hukum dianggap sebagai musuh utama hak asasi manusia”.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
84 Para penegak hukum harus mempunyai budaya yaitu budaya penegak hukum (Law Enforcement Culture). Para penegak hukum harus mempelajari bagaimana caranya bergaul dengan berbagai macam komunitas dan minoritas. Para penegak hukum harus juga dekat dengan penduduk apapun asal usulnya. Para penegak hukum harus mempunyai "muka" jangan tanpa “muka". (Irsan : 1997 : 196 ). Hasil penelitian dan pengamatan tindakan Bidang Pembinaan Hukum dan Provos dalam penerapan pasal kasus kekerasan dalam rumah tangga di Polda Jawa Tengah para pelaksana terkesan masih belum tegas. Apabila kita lihat dari latar belakang pendidikan, dan kejuruan mereka yang beraneka ragam, sarana dan prasarana dan dengan dukungan dana yang sangat minimal, serta minimnya pengetahuan dan pamahaman terhadap tugas dan tanggungjawab dalam penerapan pasal, tentang arti dan pemahaman tentang kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri, dan hak asasi manusia, dalam hal ini orang yang melakukan pelanggaran harus diberikan sanksi atau hukuman yang dapat membuat jera bagi pelaku. Hal itu, sebagaimana hasil wawancara dengan Bripka H, Penyidik P3D Res BMS pada tanggal 20 Pebruari 2008 jam 10.30 Wib yang menyatakan: ”Saya belum pernah mengikuti pendidikan kejuruan tentang penyidikan, karena tugas dari awal di Provos, namun saya sering mengikuti kegiatan penyuluhan, dan membaca sendiri mengenai peraturan-peraturan baru”. Senada dengan hal tersebut diatas, hasil wawancara dengan Kanit Idik Provos Polda Jateng, AKP. S hari Senin 25 Pebruari 2008 jam 10.00 Wib di ruang Kanit Idik Provos Polda Jateng yang menyatakan, ”Anggota Polri yang bertugas di Gakkum Provos pada umumnya pernah berdinas di Sat Reskrim dan sebagian memiliki pendidikan kejuruan Reskrim, sehingga dalam melakukan penyidikan dan penerapan pasal dapat dengan mudah memahami. Namun dalam penerapan pasal kekerasan dalam rumah tangga dalam hal ini menelantarkan keluarga tetap bertumpu pada hukum disiplin karena pelakunya adalah anggota Polri, sehingga Provos menangani penegakkan hukum disiplin”. Untuk memperkecil kurangnya pemahaman tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga, maka upaya yang dilakukan Bidbinkum adalah melakukan
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
85 sosilaisasi ke wilayah dan membagikan buku kepada wilayah untuk diperbanyak sendiri. Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan Kasubbid Rapluhkum di ruang kerjanya, menyatakan bahwa”upaya mengatasi anggota yang tidak memahami UU No. 23 tahun 2004 adalah dengan memberikan penyuluhan hukum dan memberikan buku tentang peraturan tersebut untuk diperbanyak oleh wilayah sendiri”. Sebagaimana hasil wawancara dengan Briptu A, SH Penyidik Provos di Res Salatiga pada tanggal 28 Pebruari 2008 jam 15.00 Wib yang menyatakan, “Saya sudah pernah membaca dan mengikuti penyuluhan seperti Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga secara keseluruhan, tetapi penyuluhan yang dilakukan tidak setiap tahun ada, hanya kalau ada pimpinan baru, jadi kita harus aktif untuk koordinasi dengan Bidang Pembinaan Hukum dan Provos Polda”. Berdasarkan hasil wawancara tergambar bahwa Bidbinkum belum melakukan fungsinya sehingga tidak heran bila penerapan pasal yang dilakukan Provos dan Bidang Pembinaan hukum terjadi ketidaksesuaian terhadap peraturan yang ada, serta tidak dapat memenuhi keinginan dan harapan dari masyarakat. Disebabkan anggota Provos dan Bidang Pembinaan Hukum, masih banyak yang belum menyadari dan memahami mengenai peraturan apa saja yang berlaku bagi anggota Polri terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga. Faktor mental dari anggota Bidbinkum yang membuat saran pendapat hukum kurang kesadaran bahwa apa yang mereka lakukan berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia yaitu keluarga dari pelaku. Dengan memberikan hukuman yang tepat maka akan menyelamatkan korban dari perbuatan pelaku. Faktor pengalaman kerja anggota Bidbinkum rata-tara telah lima tahun lebih
bertugas
di
Bidbinkum,
sehingga
telah
tahu
akan
tugas
dan
anggungjawabnya untuk memberikan saran dan pendapat hukum dengan penerapan pasal yang sesuai dengan perbuatan pelaku. Faktor pendidikan, mental, pengalaman, wawasan dan pemahaman dari penegak hukum juga turut menentukan, dan mempengaruhi tindakan dan perilaku
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
86 anggota Bidbinkum dalam penerapan pasal terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diatasi, tanpa didukung dengan mental yang kuat, kecenderungan untuk melakukan tindakan-tindakan ataupun perilaku yang menyimpang akan ada. Hal ini dapat diyakini, karena seorang penegak hukum adalah manusia biasa sebagaimana masyarakat pada umumnya yang setiap saat dapat berubah, dan dapat terpengaruh oleh situasi dan keadaan yang ada. Dari faktor-faktor yang telah penulis
sampaikan, maka jelaslah bahwa
sikap dan mental Bidbinkum dalam menjalankan fungsinya dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga seharusnya menitikberatkan pada perannya dalam pencegahan dan memelihara keamanan dalam rangka penegakan hukum, yang
menuntut
pencegahan
kemampuan
terjadinya
Bidbinkum
salah
penerapan
dalam pasal
merencanakan dengan
tindakan
mengevaluasi,
mengantisipasi dampaknya untuk digunakan sebagai acuan dimasa yang akan datang.
4.2.3 Faktor sarana dan fasilitas Faktor sarana dan prasarana
merupakan sesuatu hal yang memegang
peranan penting dalam proses penegakkan hukum. Untuk menciptakan penegakkan hukum yang baik diperlukan satuan kerja dan aparat yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup, sehingga dapat mendukung kelancaran dalam pelaksanaan tugas aparat penegak hukum itu sendiri. Oleh karena itu kebutuhan akan sarana dan fasilitas yang memadai diperlukan untuk terlaksananya penerapan hukum yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anggota tanpa bisa ditawar-tawar lagi. Dalam pelaksanaan penerapan hukum guna penegakkan hukum pada kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh Bidbinkum Polda Jawa Tengah, membutuhkan banyak sekali sarana atau fasilitas pendukung untuk melakukan pelaksanaan fungsi Bidbinkum dalam penegakkan hukum. Sarana yang dibutuhkan adalah alat transportasi untuk pelaksanaan penyuluhan hukum
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
87 kewilayah di mana Bidbinkum selaku pembina hukum terhadap anggota Polri termasuk didalamnya adalah Provos. Disamping itu Bidbinkum dan Provos juga memerlukan fasilitas berupa buku-buku perundang-undangan untuk mendukung dalam pelaksanaan tugas dalam hal ini yang berkaitan dengan penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga, buku petunjuk pelaksanaan, dan buku petunjuk teknis. Soekanto (1983) menyatakan, bahwa sarana dan fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakkan hukum, tanpa adanya sarana dan fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak hukum secara aktual menyerasikan peran yang seharusnya dengan peran aktual. Bermanfaatnya fasilitas yang telah tersedia, senantiasa tergantung pada pemakainya, apabila pemakai tidak memperlihatkan tujuan adanya fasilitas, maka mungkin terjadi hambatan dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu keperluan atau kebutuhan yang bertitik tolak pada segi individual dan adanya kekurangan-kekurangan yang bertitik tolak pada segi sistemnya. Terbatasnya sarana dan fasilitas pada Bidbinkum seperti kurangnya sarana kendaraan roda empat untuk mendukung kelancaran operasional, maka hal ini akan menghambat jalannya proses pelaksanaan fungsi Bidbinkum sendiri. Hasil wawancara dengan Kompol M, SH Anggota Banhatkum Polda Jateng pada hari Senin tanggal 11 Pebruari 2008 jam 09.00 di ruang Rapluhkum menyatakan bahwa sarana yang dimiliki oleh Bidbinkum sangat terbatas, dengan 1(satu) unit kendaraan roda empat apabila dipakai untuk penyuluhan ke wilayah, sedangkan permintaan bantuan advokasi secara bersama-sama ada dengan tempat yang berbeda, maka kendaraan yang dipakai oleh anggota selama ini adalah milik pribadi masing-masing anggota bukan dari dinas, termasuk pula kebutuhan lain dikeluarkan dengan biaya pribadi. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki membuat kami tidak optimal dalam melaksanakan tugas. Dana dan anggaran juga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas anggota Bidbinkum dalam melaksanakan fungsinya . Organisasi manapun tidak akan dapat berjalan dengan baik, tanpa didukung dengan anggaran yang cukup, berapapun
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
88 anggaran yang tersedia, akan mempengaruhi pencapaian tugas pokok dan fungsi dalam suatu organisasi, termasuk organisasi Polri. Dari data yang didapat oleh peneliti, anggaran yang diperoleh Bidbinkum sebenarnya cukup untuk melaksanakan fungsinya tetapi pemanfaatan anggaran tersebut yang kurang karena membutuhkan tenaga untuk mau terjun ke wilayah.
4.2.4
Faktor Masyarakat Keadaan masyarakat di mana peraturan hukum berlaku atau diterapkan
sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan penerapan hukum terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga. Hal tersebut disebabkan masyarakat mempunyai peran penting
sebagai obyek dari proses penegakkan hukum terhadap kasus
kekerasan dalam rumah tangga. Di mana penerapan hukum
akan sangat
tergantung kepada ketaatan masyarakat terhadap undang-undang tersebut. Masyarakat yang mematuhi peraturan suatu undang-undang, akan berpengaruh terhadap proses penegakkan hukum yang akan berhasil dengan baik. Dalam penjelasan UUD 1945 menyatakan, bahwa Negara Indonesia adalah Negara berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan. Hal tersebut merupakan tekad dari bangsa Indonesia yang harus di wujudkan menjadi kenyataan. Secara umum, masyarakat Indonesia memiliki kesadaran hukum yang masih kurang, hal itu juga terjadi pada masyarakat kita baik penguasa, pemimpin dan aparat penegak hukumnya. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya penerapan dan mengaplikasikan peraturan perundang-undangan yang ada pada saat memberikan saran dan pendapat hukum. Hasil penelitian menunjukkan kurangnya pemahaman anggota Polri dan masyarakat di wilayah hukum Polda Jawa Tengah terhadap Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sehingga banyak anggota Polri yang melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini, disebabkan kurangnya sosialisasi Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap anggota Polri sehingga kesadaran hukum masyarakat kurang untuk meminimalisir tindakan
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
89 kekerasan dalam rumah tangga. Serta penerapan pasal terhadap pelanggaran tersebut hanya pada hukuman disiplin saja. “Membudayakan kesadaran hukum sebaiknya dilakukan dengan moral, etika dan tenggang rasa yang tinggi, sehingga tujuan penyuluhan hukum dapat mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat. Terciptanya kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat apabila setiap anggota masyarakat mau menyadari dan menghayati hak dan kewajiban sebagai warga negara”. (Rahardjo, 1983 : 5). Apabila masyarakat sudah merasa aman, tertib dan merasa tentram, hal tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak tujuan dari hukum, dalam hal dan kondisi tertentu, masyarakat dapat mempengaruhi upaya penegakan hukum tersebut. Untuk itu penyuluhan hukum kepada masyarakat dan anggota Polri mempunyai makna yang sangat penting, terutama terhadap
masyarakat dan
anggota Polri yang bertugas diwilayah pelosok dan masyarakat yang masih tergolong terbelakang atau tradisional. Mereka tidak menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum, tetapi orang yang melakukan pelanggaran hukum itu sendiri tidak tahu dan tidak mengerti, kalau perbuatan yang dilakukan melanggar hukum.
4.2.5
Faktor Budaya Kebudayaan pada dasarnya mencakup seperangkat nilai-nilai yang di
dalamnya terdapat konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang diangap baik dan apa yang dianggap buruk. Semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin baik pula upaya penegakkan hukumnya dan demikian sebaliknya. Faktor kebudayaan sering kali juga turut mempengaruhi fungsi dan peran Bidag Pembinaan Hukum dalam melakukan penerapan pasal terhadap kasus menelantarkan keluarga. Berdasarkan pengalaman pada waktu Polri masih menjadi bagian dari ABRI bahwa setiap pelanggaran yang dilakukan anggota diselesaikan secara internal yaitu masuk dalam Hukum Militer, setelah Polri
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
90 mandiri walaupun dalam undang-undang No. 2 tahun 2002 dinyatakan Polri tunduk pada peradilan umum, pelanggaran yang dilakukan anggota juga diproses secara intern lebih dahulu yaitu melalui sidang disiplin. Sehingga penerapan pasal yang dilakukan oleh Bidang Pembinaan Hukum berdasarkan pada disiplin karena selama ini dimasukkan dalam pelanggaran disiplin saja tanpa melihat lebih dalam lagi bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Kasus yang masuk setelah diproses dengan dilakukan pemeriksaan dan pemberkasan oleh Provos, sering terjadi korban mencabut kembali kasusnya agar tidak disidangkan ataupun kalau disidangkan meminta untuk dijatuhkan hukuman yang ringan dengan alasan sebagai pelajaran atau sebagai peringatan kepada suaminya agar mau kembali ke dalam keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dalam masyarakat disebabkan adanya diskriminasi terhadap perempuan, dimana budaya masyarakat kita mempunyai anggapan bahwa laki-laki mempunyai kedudukan lebih tinggi dari perempuan, sehingga menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan, karena perempuan dianggap orang yang lemah. Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi adanya keadaan mental dari pelaku dan korban. Dari sisi korban dimungkinkan sikap yang selalu menuntut kepada suami, sikap kasar, banyak bicara dan sebagainya. Kemudian dari sisi pelaku menganggap perempuan sebagai mahkluk lemah dan teman belakang atau “Kanca wingking” sehingga perempuan selalu dianggap rendah yang mengakibatkan laki-laki mempunyai kedudukan lebih, dan bisa melakukan pelanggaran seperti bersikap kasar dan melakukan perselingkuhan yang dianggap perbuatan wajar. Struktur sosial ini yang menjadi pegangan bagi pribadi individu baik lakilaki dan perempuan yang mengembangkan karakteristik kepribadian dengan pola adaptasi tertentu. Di dalam psikologi kepribadian dapat memberi pemahaman mengenai adanya perbedaan individual, di mana adanya sikap bias antara laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kesetaraan antara sikap baik dan sikap buruk. Sikap tersebut muncul karena adanya tekanan dalam diri baik laki-laki
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008
91 maupun perempuan yang dapat ditunjukkan diluar keluarganya, karena adanya tekanan. Uraian di atas memberikan pengertian dan pemahaman bahwa laki-laki didudukkan sebagai kepala keluarga yang harus memimpin isteri dan anakanaknya, sedangkan perempuan sebagai orang nomor dua yang harus bersikap lemah-Iembut, melayani, penyabar, mengalah dan mau menerima keadaan apapun “nrimo” membuat perempuan banyak mengalami kekerasan secara fisik,seksual, psikis, dan penelantaran keluarga yang sangat sulit untuk mendapat dukungan untuk keluar dari permasalahannya. Perempuan menjadi korban kekerasan laki-laki yang terjadi dalam rumah tangga dipengaruhi adanya peran dan status perempuan dilihat dari aspek biologis, sosio-kultural, ekonomis, psikologis dan politis menunjukkan bahwa : •
Laki-laki secara fisik lebih kuat dibandingkan perempuan, dan di masyarakat, laki-laki dibiasakan untuk menggunakan fisik dalm berkelahi, menggunakan kekuatan dalam mengintimidasi sejak masa kanak-kanak hingga dewasa.
•
Dalam masyarakat laki-Iaki lebih dominan dibandingkan perempuan yang ditampilkan dalam berbagai bidang karena perempuan sebagai orang nomor dua.
•
Kedudukan perekonomian memaksa perempuan untuk tergantung pada lakilaki karena tidak bekerja sehingga mudah untuk mendapat perlakuan kekerasan
•
Secara psikologis peran dan status laki-laki dan perempuan sebagian berbeda sehingga ada yang sebagian mendapatkan perlakukan kasar dan ada yang mendapat perlakuan sama dengan kaum laki-laki sehingga tidak mengalami kekerasan dalam keluarga.
•
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan peran dan status antara perempuan dan laki-laki, yaitu perbedaan hak dan kewajiban serta kemampuan untuk melakukan sesuatu hal.
UNIVERSITAS INDONESIA Fungsi bidang pembinaan......, Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008