BAB IV PEMBAHASAN KASUS
4.1 Pendahuluan Pada suatu siang yang sangat biasa di pertengahan Desember 2007, Matius Kelvin, Portal and Knowledge Management Architect, dipanggil oleh Ganda Kusuma, CIO Astra, ke ruangannya. Kelvin tidak mengetahui apa tujuan dari pertemuan ini, sehingga muncul pertanyaan dalam benak Kelvin sepanjang perjalanan dari meja kerjanya sampai ke ruangan Kusuma. Setibanya Kelvin disana, Kusuma membagikan visinya mengenai peranan IT dalam mendukung kegiatan bisnis perusahaan. Beliau melihat bahwa IT selama ini lebih berfokus kepada proses efisiensi dan akurasi dari proses bisnis, dimana seharusnya IT dapat berkontribusi lebih besar jika dapat me-leverage informasi yang selama ini telah ter-capture di dalam sistem informasi perusahaan. Sebenarnya CIST telah mulai melakukan peranan tersebut dengan mengadopsi teknologi BI sejak tahun 2004. Walaupun demikian, Kusuma menilai bahwa hal tersebut belum maksimal karena sistem BI tersebut memiliki berbagai keterbatasan dalam menyediakan informasi bagi penggunanya, seperti ketergantungan yang tinggi kepada IT dalam setiap perubahan kebutuhan akan informasi. Kelemahan BI ini semakin disadari oleh beliau terlebih lagi karena perkembangan teknologi dan fenomena Web 2.0 saat ini memberikan berbagai solusi yang tidak boleh dipandang hanya sebagai “penggembira” dunia IT saja. 39
40
Sebagai contoh, teknologi mashup memungkinkan user melakukan sendiri kebutuhan akan pengelolaan informasi yang datang dan multi-source, baik dari internal database perusahaan, maupun ekternal informasi dari internet. Hal ini menunjukan trend teknologi yang semakin dekat dengan visi tersebut. Dengan visi itulah maka Kusuma meminta Kelvin untuk membantu mewujudkan visinya, dimana CIST dapat berperan sebagai enabler dan sebagai organisasi yang benar-benar melebur (seemless collaboration) di dalam bisnis Astra. Dia mengatakan bahwa dalam waktu dekat dia akan melakukan restrukturisasi dalam tubuh CIST dan Kelvin akan ditunjuk sebagai manager dari unit baru yang akan dibentuknya yaitu Business Solution Management (BSM). Visi dari BSM adalah menjadi unit yang akan memberikan solusi bisnis untuk meningkatkan
keunggulan
kompetitif
perusahaan
dengan
memaksimalkan
pengelolaaan informasi yang akan disediakan pada sistem informasi perusahaan. Misi dari BSM adalah: 1. Menyediakan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) bagi semua business user. 2. Memperkaya informasi bisnis yang telah tersedia untuk mendukung user dalam mengambil keputusan bisnis yang lebih baik. 3. Meningkatkan kemampuan komputasi user (End User Computing) dalam mengakses dan memanipulasi data bisnis.
41
Target pertama BSM yang diberikan oleh Kusuma adalah melakukan assessment untuk implementasi mashup. Beliau mengharapkan di tahun 2008 salah satu unit bisnis Astra sudah mengadopsi dan memanfaatkan teknologi tersebut. Selain itu, beliau juga meminta Kelvin agar mempersiapkan presentasi tentang teknologi tersebut pada IT Planning Cycle di bulan Maret mendatang. Pertemuan tersebut akhirnya selesai setelah hampir dua jam berdiskusi. Kusuma sangat berharap Kelvin dapat merealisasikan visinya tersebut. Sekembalinya Kelvin ke meja kerjanya, dia melihat kepercayaan dan kesempatan besar yang diberikan kepadanya, sekaligus merupakan tantangan yang amat besar. Hal ini disebabkan karena ia sadar bahwa tugas ini penuh dengan ketidakpastian. Pendekatan IT yang umum atau yang sering disebut sebagai pendekatan best-practice kemungkinan besar sukar untuk dilakukan, karena masalah- masalah yang akan dia hadapi kemungkinan besar belum memiliki pendekatan seperti “best-practice” tersebut atau jika sudah ada, pendekatan tersebut belum tentu cocok dengan kondisi bisnis Astra. Sadar akan hal tersebut, Kelvin mulai berpikir untuk membangun metode dan kerangka berpikir yang akan digunakannya untuk mendapatkan dukungan stakeholder terhadap inisiatif tersebut.
42
4.2 Gambaran Umum Perusahaan “Astra didirikan agar menjadi pohon yang rindang untuk tempat berteduh bagi banyak orang serta bermanfaat bagi bangsa dan negara.” William Soeryadjaya (Oom William), Pendiri Astra. “In Astra, learning is everyone’s job. Sharing is everyone’s responsibility.” Michael D. Ruslim, Presiden Direktur dan CEO Astra. Astra didirikan pada tahun 1957 sebagai perusahan perdagangan hasil pertanian. Seiring dengan perjalanan bisnisnya, Astra telah membentuk sejumlah aliansi strategis dengan perusahaan terkemuka di dunia dari berbagai jenis industri. Saat ini, Astra merupakan kelompok usaha otomotif independen terbesar di Asia Tenggara dan merupakan market leader pada industri keuangan, alat berat, dan agribisnis di Indonesia. Visi dari Astra adalah sebagai berikut: • Menjadi salah satu perusahaan dengan pengelolaan terbaik di Asia Pasifik dengan penekanan pada pembangunan kompetensi melalui pengembangan sumber daya manusia, struktur keuangan yang solid, kepuasan pelanggan dan efisiensi. • Menjadi perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial serta ramah lingkungan.
43
Astra juga memiliki filosofi perusahaan, yakni Catur Dharma, yang menjadi dasar nilai dari seluruh kegiatan bisnisnya. Isi dari Catur Dharma tersebut adalah sebagai berikut : • Menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Astra sebagai warga usaha yang baik, berperan aktif dalam meningkatkan perekonomian nasional serta kesejahteraan masyarakat. • Memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Pelayanan terbaik merupakan esensi dasar kelanggengan usaha sehingga setiap insan Astra berdedikasi memberikan produk dan jasa terbaik untuk mendukung keberhasilan pelanggan. • Menghargai individu dan membina kerjasama. Pada dasarnya manusia ingin diakui keberadaannya dan dihargai. Astra menghormati individu dengan segala kelebihan dan kekurangannya, memandang perbedaan sebagai suatu kekuatan, untuk membangun kebersamaan dan sinergi demi terciptanya efektifitas organisasi. • Senantiasa berusaha mencapai yang terbaik. Menyadari
bahwa
kebutuhan
pelanggan
semakin
berkembang
dan
persaingan semakin ketat, maka setiap insan Astra senantiasa menghasilkan yang terbaik di bidangnya masing- masing. Sejak tahun 1990, Astra telah menjadi perusahaan publik, yang tercatat pada bursa efek Jakarta dan Surabaya, sekarang dikenal sebagai Bursa Efek Indonesia dengan kapitalisasi pasar pada 31 Desember 2007 sebesar Rp 110,5 triliun dan
44
berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 6,5 trilyun. Saat ini Astra memiliki enam bisnis utama yakni otomotif (automotive), layanan keuangan (financial services), alat berat (heavy equipment), agribisnis (agribusiness), teknologi informasi (information
technology)
dan
infrastruktur
(infrastructure).
Lampiran
1
memperlihatkan struktur bisnis dari Astra. Dalam hal tata kelola perusahaan, manajemen Astra telah menerapkan Good Corporate Governance (GCG) selama lebih dari tiga dekade. Seperangkat nilai dasar yang dijunjung Astra (Catur Dharma), selalu menjadi acuan dalam proses pembuatan keputusan pada setiap jenjang. Catur Dharma pertama, yaitu Menjadi Milik yang Bermanfaat bagi Bangsa dan Negara, menjadi pegangan utama dalam penyusunan strategi. Lampiran 2 memperlihatkan struktur organisasi Astra. Lampiran 3 memperlihatkan anggota dewan komisaris dan direksi. Pada pertengahan tahun 2007, Astra memulai pembangunan museumnya yang akan menampilkan sejarah perjalanan Astra mulai dari awal berdirinya sampai dengan saat ini. Berbagai penghargaan yang berhasil diperoleh oleh Astra juga ditampilkan pada museum tersebut bersama dengan beberapa produk unggulan Astra. Museum tersebut terbuka untuk umum pada hari dan jam kerja reguler. Berikut adalah jejak langkah Astra selama perjalanan bisnisnya yang juga dapat dilihat pada Museum Astra:
45
• 1957 PT Astra International memulai usahanya sebagai perusahaan perdagangan. • 1969 Astra menjadi distributor tunggal untuk mobil merek Toyota di Indonesia. • 1970 Astra menjadi distributor tunggal untuk motor merek Honda dan perlengkapan kantor merek Fuji- Xerox di Indonesia. • 1971 Astra mendirikan PT Toyota Astra Motor (TAM) sebagai distributor tunggal untuk mobil merek Toyota dan PT Federal Motor sebagai distributor tunggal untuk motor merek Honda. • 1972 Astra mendirikan PT United Tractors sebagai unit usaha yang bergerak pada bidang alat berat. • 1973 Astra mendirikan PT Multi Agro Corporation sebagai unit usaha yang akan bergerak pada bidang agribisnis. Astra ditunjuk sebagai distributor tunggal untuk mobil merek Daihatsu. • 1978 Astra mendirikan PT Daihatsu Indonesia.
46
• 1980 Astra mendirikan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) yang berperan untuk memberikan dukungan terhadap pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). • 1982 Astra mendirikan PT Raharja Sedaya yang bergerak pada bidang layanan keuangan. • 1985 Astra mendirikan PT Menara Alam Teknik yang menjadi cikal bakal bisnis suku cadang. • 1989 IFC mengakuisisi 6.6% dari saham Astra. PT United Tractors dan PT Astra Graphia tercatat pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia). • 1990 Initial Public Offering sebanyak 30 juta lembar saham pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. • 1997 PT Astra Agro Lestari tercatat pada Bursa Efek Jakarta. • 1998 PT Astra Otoparts tercatat pada Bursa Efek Jakarta.
47
• 1999 Astra menandatangani perjanjian restrukturisasi hutang tahap pertama. • 2000 Astra merestrukturisasi bisnis motornya. Sebuah konglomerasi yang dipimpin oleh Jardine Cycle & Carriage mengakuisisi 40% dari kepemilikan Astra. • 2002 Astra menandatangani perjanjian restrukturisasi hutang tahap kedua. Astra merestrukturisasi unit bisnis Daihatsu. • 2003 Astra merestrukturisasi unit bisnis Toyota. Toyota dan Daihatsu berkolaborasi dalam meluncurkan produknya yakni Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia. • 2004 Astra melakukan pelunasan hutang restrukturisasi yang belum jatuh tempo. Astra mengakuisisi 31.5% saham PT Bank Permata Tbk. • 2005 Astra terjun ke dalam bisnis jalan tol dengan mengakuisisi 34% saham PT Marga Mandala Sakti.
48
• 2006 Astra mendirikan PT Toyota Astra Financial Services sebagai perusahaan patungan dengan Toyota Financial Services Corporation dari Jepang untuk pembiayaan mobil khusus produk Toyota dan Lexus. Astra terjun ke dalam bisnis pengolahan air minum dengan mengakuisisi 30% saham PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA). • 2007 Astra memperingati ulang tahunnya yang ke-50.
4.2.1 Sumber Daya Manusia Peran Organization and Human Capital Development (OHCD) sangatlah penting bagi Astra. OHCD merupakan mitra strategis bagi pihak manajemen untuk menerapkan “Winning Concept ” dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Pembentukan “Winning Team” dilakukan dengan cara mempersiapkan para pemimpin masa depan Astra, mengembangkan budaya korporat dan mengorganisasi perubahan, serta membangun dan menerapkan sistem yang tepat untuk mencapai kepuasan karyawan, meningkatkan produktivitas karyawan, dan meningkatkan efektifitas pengelolaaan SDM. Dengan total tenaga kerja sebanyak 116.867 orang yang tersebar di seluruh 130 anak perusahaan dan afiliasi (affco) pada akhir tahun 2007, tantangan terbesar bagi OHCD saat ini adalah mencapai optimalisasi efisiensi organisasi. Lampiran 4 memperlihatkan data statistik karyawan Grup Astra.
49
Astra Management Development Institute (AMDI) merupakan cerminan dari komitmen Astra untuk mengembangkan SDM-nya. AMDI berperan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan yang mencakup budaya perusahaan, kompetensi dasar, manajemen fungsional dan kepemimpinan. Dengan terus berupaya mengaplikasikan identifikasi dan implementasi teori manajemen terbaru beserta praktek terbaiknya serta menjalin kerjasama dengan berbagai institusi terkemuka seperti Prasetya Mulya, Asian Institute for Management, INSEAD Asia Campus, AMDI menjadi pusat pengembangan manajemen korporat Astra. Sebagaimana dalam hal kompetensi karyawannya, Astra juga menaruh perhatian yang sangat besar terhadap kesejahteraan karyawannya. Astra mendirikan Koperasi Astra International (KAI) sebagai badan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberikan nilai tambah bagi para karyawan tetap Astra melalui berbagai program dan aktivitas yang bermanfaat serta bersifat dari, oleh dan untuk anggota. Selain itu, Astra juga mempersiapkan masa pensiun karyawannya dengan program Dana Pensiun Astra (DPA), disamping Jamsostek, dan pelatihan kewirausahaan.
4.2.2 Sektor Otomotif Kesuksesan Astra selama lebih dari 50 tahun perjalanan bisnisnya sangat tercermin pada sektor otomotifnya dimana Astra menguasai hampir 50% dari pangsa pasar mobil dan motor di Indonesia. Dari mulai manufaktur, perakitan, pembiayaan,
50
asuransi, pemasaran, penjualan, dan sampai dengan distribusi kendaraan bermotor merupakan kekuatan Astra dalam mendominasi pasar otomotif. Untuk produk otomotif roda empat (mobil), Astra menjalin kemitraan dengan Toyota, Daihatsu, Isuzu, Nissan Diesel, Peugeot, dan BMW. Lampiran 5 dan lampiran 6 memperlihatkan pangsa pasar mobil di Indonesia. Empat unsur utama yang menunjang keberhasilan sektor ini adalah jenis produk yang sesuai dengan pasar Indonesia, harga yang terjangkau, jaringan distribusi di Indonesia, serta promosi dan pemasaran yang efektif. Produksi mobil dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Astra (dapat dilihat pada tabel 1). Sementara untuk perakitan kendaraan Complete Knocked Down (CKD) ataupun Incomplete Knocked Down (IKD) dilakukan oleh PT Gaya Motor (GM) yang sepenuhnya dimiliki oleh Astra. Untuk mendistribusikan produk mobilnya, Astra mengoperasikan 6 divisi penjualan, yaitu Toyota Sales Operation (Auto 2000), Daihatsu Sales Operation (DSO), Isuzu Sales Operation (ISO), Nissan Diesel Sales Operation (NDSO), Peugeot Sales Operation (PSO), dan BMW Sales Operation (BSO). Khusus untuk kendaraan merk Toyota, importir dan distributor tunggalnya adalah PT Toyota-Astra Motor (TAM), di mana Astra memiliki 51,00% sahamnya. DSO, ISO, NDSO dan PSO merupakan distributor tunggal untuk merk yang bersangkutan, sedangkan BSO ditunjuk sebagai salah satu dealer produk BMW di Indonesia. Lampiran 7 memperlihatkan jumlah outlet penjualan mobil Astra.
51
Pelayanaan Astra terhadap pelanggan maupun calon pelanggan mobilnya ditangani oleh AstraWorld (AWO). AWO memberikan layanan menyeluruh yang memberikan nilai tambah dengan adanya program Customer Relationship Management (CRM) melalui enam kantor perwakilan di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar dan Medan. Layanan yang diberikan meliputi saran pemilihan kendaraan yang tepat bagi konsumen, pemilihan leasing dan asuransi, pemeliharaan kendaraan, bantuan darurat 24 jam, jasa dokumen, diskon langsung, point rewards, dan Pojok Mobil Bekas. Tabel 1. Daftar Perusahaan Produsen Mobil yang Dimiliki oleh Astra.
Perusahaan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) PT Astra Daihatsu Motor (ADM)
Persentase kepemilikan Keterangan Astra 5% Memproduksi mobil Toyota. 31.87%
PT Astra Nissan Diesel Indonesia (ANDI)
75.00%
PT Pantja Motor (PM) anak perusahaan PT Arya Kharisma
64.88%
PT Tjahja Sakti Motor
100%
Perusahaan patungan dengan Daihatsu Motor Co. Ltd. (DMC), yang memproduksi kendaraan dan komponen merek Daihatsu dan Toyota. Perusahaan patungan antara Nissan Diesel Motor Co. Ltd. dan Marubeni Corporation. ANDI mengimpor truk dan bis Nissan Diesel dalam bentuk CKD dan IKD. Patungan dengan Isuzu Motors Ltd., yang memproduksi kendaraan dan komponen Isuzu. mengimpor mobil BMW dan Peugeot dalam bentuk CKD dan Completely Build Up (CBU)
52
Penyediaan layanan transportasi dikelola oleh anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Astra yakni PT Serasi Autotaya (SERA). Layanan yang ditawarkan SERA meliputi penyewaan mobil dan truk (TRAC), sepeda motor (TREMO), jasa pengemudi, penjualan mobil bekas (Mobil88), taksi, dan pengapalan mobil (PT Toyofuji Serasi Indonesia ). Dengan jumlah armada mencapai lebih dari 15000 unit mobil dan 2100 unit sepeda motor, SERA menjadi pemimpin pasar dalam hal jumlah armada dan kualitas layanannya. Produk otomotif roda dua (motor) dikelola oleh PT Astra Honda Motor (AHM), yang merupakan usaha patungan 50:50 antara Astra dengan Honda Motor Company Ltd. AHM merupakan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) dan distributor tunggal sepeda motor Honda dan komponennya di Indonesia. AHM mengelola seluruh bidang operasi perusahaan mulai dari produksi hingga distribusi. Pabrik dan fasilitas AHM berada di enam lokasi di Indonesia termasuk pusat komponen, pusat pelatihan, fasilitas tooling, die manufacturing, dan pabrik dengan kapasitas sebesar 3 juta sepeda motor per tahun. Lampiran 8 dan lampiran 9 memperlihatkan pangsa pasar motor di Indonesia. Honda Sales Operation (HSO), sebagai divisi penjualan Astra, mengelola 11 dari total 29 distributor utama AHM. HSO mengelola distribusi, penjualan dan layanan purna jual untuk sepeda motor Honda di Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Barat, Balikpapan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Selatan, dan Papua. Lampiran 10 memperlihatkan jumlah outlet penjualan motor Astra.
53
PT Astra Otoparts Tbk (AOP) yang 86,72% sahamnya dimiliki Astra, adalah perusahaan yang memproduksi dan mendistribusikan komponen otomotif. AOP terdiri dari 29 perusahaan yang memproduksi dan mendistribusikan beragam komponen yang digunakan untuk produksi sepeda motor dan mobil serta menjalankan bisnis suku cadang yang terus berkembang baik untuk pasar domestik lokal maupun pasar ekspor. AOP mengekspor komponen ke Timur Tengah, Asia, Oceania, dan Afrika.
4.2.3 Sektor Layanan Keuangan Layanan pembiayaan mobil dikelola oleh Astra Credit Companies (ACC) dan Toyota Astra Finance (TA Finance). ACC terdiri dari lima perusahaan yang menawarkan jasa keuangan bagi kepemilikan kendaraan baru maupun bekas. TA Finance (PT Toyota Astra Financial Service) merupakan usaha patungan 50:50 antara Astra dan Toyota Financial Services Corporation dari Jepang untuk pembiayaan produk Toyota dan Lexus. Perusahaan-perusahaan di bawah bendera ACC telah menjalin hubungan baik dengan seluruh distributor otomotif utama di Indonesia. ACC bekerja sama dengan Asuransi Astra Buana, salah satu unit usaha Astra, menyediakan jasa perlindungan kredit yang akan menanggung sisa kredit nasabah ketika nasabah meninggal atau dalam keadaan sakit, Selain itu juga ACC menyediakan asuransi kendaraan yang akan mengganti kerugian karena pencurian atau kecelakaan.
54
Pembiayaan sepeda motor merek Honda dikelola oleh PT Federal International Finance (FIF), anak perusahaan yang seluruhnya dimiliki Astra. FIF memiliki 109 kantor cabang yang langsung melayani 1400 dealer sepeda motor Honda serta 276 pusat layanan. Saat ini, FIF telah melakukan diversifikasi produk nya sehingga tidak hanya menawarkan layanan pembiayaan pembelian sepeda motor Honda akan tetapi FIF juga menawarkan pembiayaan pembelian barang elektronik (Spektra) dan pembiayaan pembelian sepeda motor bekas (FIF-UMC). Di samping itu juga FIF merupakan lembaga yang pertama di antara lembaga sejenis di Indonesia yang menawarkan produk pembiayaan berbasis syariah. Layanan pembiayaan alat berat Astra dikelola oleh PT Surya Artha Nusantara Finance (SANF) dan PT Komatsu Astra Finance (KAF). SANF adalah perusahaan patungan dengan Marubeni Corporation yang fokus pada pembiayaan untuk nasabah ritel dan korporat di bidang pertambangan batubara, perkebunan kelapa sawit, operasi pulp dan kertas serta sektor konstruksi. Sedangkan KAF, yang didirikan pada tahun 2005, adalah usaha patungan dengan Komatsu Asia Pacific Pte. Ltd. KAF menyediakan pembiayaan alat berat Komatsu dengan target pasar pemegang konsesi pertambangan maupun kontraktor penambangan. Astra dan Standard Chartered Bank adalah pemegang saham mayoritas (89,01%) PT Bank Permata Tbk (PermataBank). PermataBank bertujuan untuk menjadi penyedia jasa keuangan terbaik di Indonesia dengan fokus pada segmen konsumen serta usaha kecil dan menengah. Pada tahun 2007, PermataBank memiliki 259 kantor cabang di 46 kota di Indonesia.
55
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, PT Asuransi Astra Buana (AAB) yang 95,70% sahamnya dimiliki oleh Astra adalah perusahaan asuransi kerugian. AAB memiliki 33 kantor cabang di seluruh Indonesia dengan penawaran produk ritel dan komersial termasuk asuransi mobil, sepeda motor, properti, alat berat, marine cargo, liability dan kecelakaan. Garda Oto, sebagai salah satu produk AAB, merupakan produk terunggul di pasar asuransi otomotif dan berhasil meraih memperoleh Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA).
4.2.4 Sektor Alat Berat Sektor alat berat dikelola oleh PT United Tractors Tbk (UT) yang 58,45% dari sahamnya dimiliki oleh Astra. UT memiliki tiga unit bisnis yakni unit mesin kontruksi, unit kontraktor penambangan, dan unit pertambangan yang keduanya dikelola oleh PT Pamapersada Nusantara (Pama). Produk-produk
mesin
konstruksi
meliputi
peralatan
konstruksi
dan
pertambangan merek Komatsu, peralatan kehutanan dari Valmet, hydraulic cranes dari Tadano, vibratory rollers dari Bomaq, truk dengan kapasitas besar dari Nissan Diesel dan Scania. Selain itu, UT juga mengoperasikan fasilitas remanufacturing di Jakarta, Balikpapan, dan Pekanbaru untuk merekondisi alat berat. Pama dikenal sebagai operator kelas dunia dan merupakan salah satu kontraktor penambangan terbesar di Indonesia, dengan pangsa pasar sebesar 41,0%, dan kawasan regional. Pama memiliki keahlian di bidang eksplorasi, penambangan, jasa
56
pengangkutan dan bongkar muat untuk pertambangan-pertambangan batu bara di Sumatera dan Kalimantan.
4.2.5 Sektor Agribisnis PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL) adalah salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang agribisnis khususnya kelapa sawit, yang 79,68% sahamnya dimiliki oleh Astra. Aktivitas utama AAL mencakup kegiatan penanaman, pemanenan, dan pemrosesan kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil), olein, dan minyak goreng. Produk-produk tersebut dipasarkan di dalam maupun di luar negeri. Selain kelapa sawit, AAL juga memiliki 2.981 hektar perkebunan karet. Total luas lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh AAL sampai dengan tahun 2007 adalah 235.210 hektar yang terbagi dalam 36 unit perkebunan yang berlokasi di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. AAL juga memiliki 19 kilang pengolahan CPO dengan total kapasitas pengolahan sebesar 865 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam dan 4 fasilitas penghancur kernel dengan kapasitas 600 ton kernel per hari. Lampiran 11 memperlihatkan data produksi dan penjualan AAL pada tahun 2006 dan tahun 2007.
57
4.2.6 Sektor Teknologi Informasi Usaha sektor Teknologi Informasi (TI) dikelola melalui PT Astra Graphia Tbk (AG), yang 76,87% dari sahamnya dimiliki oleh Astra. AG merupakan salah satu perusahaan penyedia Document Solutions dan IT Solutions yang menduduki posisi terdepan di Indonesia. Hingga akhir tahun 2007, AG memiliki 75 pusat layanan di seluruh Indonesia termasuk 21 kantor cabang di 13 kota besar serta dealer, re-sellers dan saluran-saluran moderen. Prinsipal utama AG Document Solutions (AGDS) adalah Fuji Xerox Co. Ltd., yang merupakan salah satu perusahaan global terkemuka dalam layanan dokumen. Selain itu, AGDS juga memiliki beberapa mitra lain, baik lokal maupun internasional. AGDS memberikan jasa dan solusi yang beragam terkait dengan kebutuhan document-handling melalui pendekatan multi layanan. Bidang usaha TI pada AG dikelola oleh PT SCS Astragraphia Technologies (SAT) yang merupakan perusahaan patungan dengan Singapore Computer Systems Ltd. (SCS). Perusahaan ini menawarkan solusi dan layanan terintegrasi termasuk infrastruktur teknologi informasi (TI), sistem yang terintegrasi, implementasi ERP/SAP, solusi bisnis, dan outsourcing TI.
4.2.7 Sektor Infrastruktur PT Astratel Nusantara (Astratel) dan PT Intertel Nusaperdana (Intertel) merupakan dua anak perusahaan Astra yang dimiliki secara penuh, untuk menjalankan sektor bisnis infrastruktur Astra. Lingkup usaha kedua perusahaan ini
58
mencakup usaha di bidang jalan tol, telekomunikasi, pengelolaan dan pengadaan air bersih, pembangkit listrik, dan logistik. Astratel memiliki 34,00% saham di PT Marga Mandala Sakti (MMS), pemegang konsesi dan operator jalan tol
sepanjang
72
kilometer
yang
menghubungkan Tangerang dan Merak. Astratel juga memiliki 30,00% saham PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA), yang merupakan operator air bersih untuk Jakarta bagian Barat. Bidang telekomunikasi dikelola oleh PT Indonesia Network (INW) yang 95,00% sahamnya dimiliki oleh Astratel dengan sistem bagi hasil dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Divisi Regional V. Sedangkan bidang logistik dikelola oleh PT Toyofuji Logistics Indonesia (TFLI) 34,91% sahamnya dimiliki oleh Intertel. TFLI merupakan perusahaan logistik untuk ekspor, impor, dan jasa transportasi dalam negeri.
4.3 Kinerja Perusahaan di Tahun 2007 Pencapaian kinerja perseroan pada tahun 2007 merupakan keberhasilan terbaik yang pernah tercatat sepanjang sejarah perusahaan. Total pendapatan Astra per tanggal 31 Desember 2007 adalah sebesar Rp 70 trilyun atau lebih tinggi 26% dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 55,7 trilyun. Astra berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 6,5 trilyun atau lebih tinggi 76% dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 3,7 trilyun. Earning per share (EPS) juga meningkat dari Rp 917 di tahun 2006 menjadi Rp 1.610. Lampiran 12 memperlihatkan ikhtisar keuangan
59
perusahaan. Lampiran 13 memperlihatkan kontribusi pendapatan bersih dari setiap unit bisnis Astra. Lampiran 14 memperlihatkan komposisi pemegang saham Astra per 31 Desember 2007. Lampiran 15 memperlihatkan harga saham Astra per triwulan 2007. Pendapatan bersih sektor otomotif tumbuh sebesar 26,6% menjadi Rp 38,1 triliun, sedangkan laba usahanya meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp 1,7 triliun. Penjualan mobil pada tahun 2007 sebanyak 223.104 unit kendaraan, naik 27,6% dibanding tahun 2006. Unit
bisnis
sepeda
motor
Honda
berhasil
mempertahankan
posisi
kepemimpinannya dengan pangsa pasar sebesar 45,7%. Dalam menghadapi persaingan pasar yang sangat kompetitif, PT Astra Honda Motor meluncurkan lima varian baru dan berhasil menjual 2,1 juta unit sepeda motor. PT Astra Otoparts Tbk, sebagai produsen dan distributor kompone n kendaraan bermotor, berhasil meraih penjualan sebesar Rp 4,2 triliun, meningkat 24,7% dibanding dengan tahun sebelumnya. Total laba bersih adalah sebesar Rp 455 miliar, meningkat 61,3% dibanding dengan tahun sebelumnya. Unit bisnis layanan keuangan juga berhasil menunjukkan kinerja yang memuaskan, sejalan dengan kesuksesan yang diraih oleh sektor otomotif dan sektor alat berat dalam keadaan pertumbuhan ekonomi yang positif. Pendapatan bersih pada tahun 2007 berhasil mencapai angka Rp 7,2 triliun. Laba usaha meningkat dari Rp 727,0 miliar, pada tahun 2006, menjadi Rp 1,4 triliun. Pembukaan beberapa kantor
60
cabang dilakukan pada tahun ini, sebagai bagian dari upaya peningkatan jumlah rantai usaha yang dimiliki Astra. Sektor alat berat yang diwakili oleh PT United Tractors Tbk (UT), mencatat pertumbuhan penjualan yang pesat sehubungan dengan melonjaknya kegiatan pada sektor pertambangan dan perkebunan. UT berhasil meraih rekor kinerja dengan pendapatan sebesar Rp 18,2 triliun, meningkat 32,4% dibanding tahun 2006, dengan laba bersih mengalami kenaikan 60,5% menjadi Rp 1,5 triliun. Anak perusahaan UT, PT Pamapersada Nusantara berhasil mempertahankan posisi pemimpin pasar sebagai kontraktor penambangan dengan mencatat produksi batu bara sebesar 54,3 juta ton dibandingkan 42,5 juta ton pada tahun 2006. UT dan anak perusahaannya menjadi ujung tombak bagi Astra dalam memasuki kembali bidang usaha pertambangan melalui kepemilikan konsesi pertambangan di Kalimantan. Sektor agribisnis, yang dikelola oleh PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL), berhasil membukukan keuntungan yang cukup signifikan sebagai imbas dari meningkatnya harga internasional bagi produknya walaupun dalam tahun 2007 AAL harus
menghadapi kondisi alam yang kurang mendukung. AAL berhasil
membukukan pendapatan sebesar Rp 6,0 triliun, naik 58% dari tahun 2006 yang hanya sebesar Rp 3,8 triliun. Perolehan laba bersih meningkat 2,5 kali lipat, dari Rp 787,3 miliar menjadi Rp 2,0 triliun. Selama tahun 2007, penambahan lahan kelapa sawit yang ditanami mencapai 19.211 hektar, sehingga luas total menjadi 235.210 hektar.
61
Pada sektor solusi dokumen dan solusi IT, pendapatan bersih PT Astra Graphia Tbk (AG) meningkat 17,2% menjadi Rp 725,6 miliar. AG berhasil memperoleh laba bersih sebesar Rp 72,1 miliar, meningkat 29,7% dibanding tahun 2006. Pada sektor infrastuktur, yang dikelola oleh PT Astratel Nusantara dan PT Intertel Nusaperdana, berhasil
meraih
peningkatan
kinerja
seiring
dengan
membaiknya kondisi makro ekonomi serta berbagai perbaikan yang dilakukan internal perusahaan. Selama tahun 2007, PT Marga Mandala Sakti membukukan kinerja yang baik dengan total volume sebesar 25,6 juta kendaraan. Sementara itu, PT PAM Lyonnaise Jaya berhasil menjual air sejumlah 130,3 juta meter kubik.
4.4 Gambaran Umum Teknologi Mashup Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, mashup merupakan fenomena baru dalam dunia IT yang telah berkembang dengan pesat meskipun baru berumur kurang dari 5 tahun. Salah satu situs (http://www.programmableweb.com/) yang menjadi kontributor bagi pertumbuhan fenomena ini mencatat jumlah mashup yang berhasil dibangun pada situs mereka per tanggal 19 Oktober 2008 sebanyak 3440 mashups dengan rata-rata pengembangan 3,1 mashups per hari. Hal ini menunjukkan tingkat antusias masyarakat dunia yang tinggi terhadap keberadaan teknologi mashup. Lampiran 16 memperlihatkan data statistik mashup pada situs http://www.programmableweb.com/.
62
Pada dasarnya, fenomena mashup muncul sebagai akibat dari berkembangnya konsep Web 2.0 dan teknologi Service Oriented Application (SOA). Konsep Web 2.0 memberikan pengalaman baru bagi para pengguna situs dan SOA merupakan fasilitator teknologi untuk memungkinkan kebebasan melakukan mashup. Jadi dengan kata lain, mashup dapat juga dianalogikan sebagai penggabungan antara Web 2.0 dengan SOA. Meskipun pada saat ini mashup masih terus berkembang dengan pesat, namun ada 3 kategori utama dari teknologi tersebut yakni: 1. Consumer mashup Consumer mashup menggabungkan beberapa bentuk media yang berbeda yang berasal dari berbagai sumber ke dalam satu bentuk tampilan. Consumer mashup biasanya diperuntukkan bagi publik secara bebas. Lampiran 17 memperlihatkan contoh tampilan dari aplikasi consumer mashup. 2. Data mashup Data mashup menggabungkan beberapa bentuk media yang serupa dari berbagai sumber ke dalam satu bentuk tampilan grafis. Sumber data yang digunakan berasal baik dari internal perusahaan sendiri maupun dari luar perusahaan. Sebagai contoh, laporan pangsa pasar dari suatu perusahaan yang berasal dari penggabungan data jumlah penjualan produk dari suatu daerah dengan jumlah produk yang dijual oleh perusahaan tersebut. Lampiran 18 memperlihatkan contoh tampilan dari aplikasi data mashup.
63
3. Business mashup Business mashup lebih fokus kepada agregasi dari berbagai bentuk data ke dalam satu bentuk presentasi dan memungkinkan kolaborasi antara pelaku bisnis dan pelaku IT pada suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan bisnis mereka. Business mashup harus mampu berkomunikasi dengan berbagai sistem back-end perusahaan (sistem HR, finance, accounting, dan sebagainya), mampu melewati batasan sistem berbagai organisasi, dan yang paling terpenting adalah harus memiliki proses bisnis seperti penyetujuan laporan pengeluaran, pengalokasian karyawan baru, dan sebagainya. Lampiran 19 memperlihatkan contoh tampilan dari aplikasi business mashup.
4.4.1 Arsitektur Mashup Secara garis besar, arsitektur dari teknologi mashup terdiri dari 5 bagian sebagai berikut: (gambar 8 memperlihatkan arsitektur mashup) 1. Data and Service Layer Ketersediaan data merupakan hal yang sangat penting pada aplikasi mashup. Dari seluruh data yang disediakan mungkin hanya sebagian kecil saja yang akan digunakan oleh user. Oleh sebab itu, diperlukan upaya yang cukup intens untuk membangun lapisan ini agar data yang disediakan dapat dengan mudah digunakan oleh user. Integrasi terhadap service (layanan),
64
termasuk aplikasi yang sedang digunakan, seperti layanan email, komputasi statistikal, dan sebagainya juga dibangun pada lapisan ini. 2. API Layer API layer juga merupakan lapisan yang paling fundamental bagi mashup yang berfungsi untuk menghasilkan data yang dapat di-mashup oleh user. Biasanya API akan mentransformasi data yang belum berformat (seperti XML) menjadi data yang sudah berformat (seperti dokumen Atom). 3. Widget Layer Widget dapat diartikan sebagai modul- modul atau fungsi- fungsi seperti indikator untuk email baru, kalkulator, RSS, validasi alamat e-mail, dan sebagainya. Istilah ini mungkin bisa berbeda-beda antara satu produk mashup dengan yang lain seperti Microsoft yang memberikan istilah “block” pada unit abstrak fungsional mereka. 4. Mashup Logic Layer Mashup Logic Layer merupakan layer yang akan mengintegrasikan berbagai widget. Pada layer ini akan didefinisikan sejumlah algoritma mulai dari yang sederhana, seperti menampilkan beberapa widget pada saat yang bersamaan, sampai dengan yang lebih kompleks layaknya mengembangkan aplikasi secara tradisional dengan programming tools tertentu. Pada umumnya, beberapa teknik pemrograman seperti iterasi, perulangan, seleksi, kontrol alir, model data, abstraksi, design berorientasi obyek, dan data binding terdapat pada layer ini.
65
5. Mashup Output and Deployment Layer ini merupakan platform yang akan menampilkan hasil dari mashup. Target platform tersebut bisa sangat beragam seperti web service, aplikasi web, aplikasi desktop, thin client, dan lain- lain.
Sumber: Proto, 2007 Gambar 8. Arsitektur Mashup.
66
4.4.2 Manfaat dan Tantangan Penerapan Mashup Berikut ini adalah beberapa manfaat yang ditawarkan oleh teknologi mashup, dengan mengesampingkan beberapa manfaat kecil seperti transparansi informasi, keterbukaan, dan sebagainya: 1. Memberikan wawasan yang lebih luas terhadap situasi pasar atau lingkungan eksternal perusahaan. 2. Mempermudah proses konsolidasi data. 3. Dapat
menggunakan
berbagai
bentuk
format
data
sehingga
tidak
membutuhkan proses konversi data. 4. Mempercepat, mempermudah, dan mempermurah proses pengembangan aplikasi baru dan mengoptimalkan penggunaan aplikasi yang telah tersedia sehingga meningkatkan kedinamisan IT dan bisnis. 5. Meningkatkan keterlibatan dan kompetensi user dalam mengembangkan aplikasi. 6. Menjembatani kebutuhan user terhadap aplikasi “spreadsheets” dan IT policy. 7. Memperluas jangkauan business intelligence. 8. Mengurangi backlog aplikasi pada departemen IT. Meskipun mashup menawarkan banyak manfaat bagi user, akan tetapi sebagai teknologi yang masih baru, tantangan yang akan dihadapi user juga tidak sedikit. Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berkembangnya aplikasi yang tidak sesuai dengan standar atau IT policy.
67
2. Metode pengembangan aplikasi mashup yang sangat beragam mempersulit user dalam menguasainya. 3. Minimnya ketersediaan web services sebagai salah satu sumber data bagi mashup. 4. Dependensi beberapa
widget
terhadap situs
asalnya
mengakibatkan
pengembang mashup harus memiliki akses ke situs tersebut. Widget juga belum memiliki standar yang baku. 5. Munculnya ketidakpastian akan pihak yang harus melakukan pemeliharaan terhadap aplikasi mashup, departemen IT atau non-IT, dan bagaimana cara pengelolaannya. 6. Otorisasi dan proteksi terhadap sumber data sekaligus keamanan dari aplikasi mashup. 7. Kesulitan dalam mendapatkan sumber data yang valid. 8. Manajemen versi dari aplikasi mashup. 9. Kesiapan dan kesadaran user terhadap potensi mashup.
4.5 Teknologi Informasi Perusahaan Peranan teknologi dalam mendukung bisnis Astra dikelola oleh departemen ITnya yaitu Corporate Information System and Technology (CIST). CIST menyediakan dukungan teknologi khususnya kepada perseroan Astra itu sendiri, AWO, HSO, TSO, NDSO, DSO, ISO, PSO, BSO dan seluruh cabangnya serta
68
kepada seluruh unit bisnis Astra pada umumnya. Lampiran 20 memperlihatkan struktur organisasi CIST per Februari 2008. Platform teknologi yang digunakan oleh CIST pada umumnya adalah SAP. Mulai dari logistik, finance, human resource, budgeting, dan sebagainya ditangani oleh SAP. Namun, selain itu juga CIST memiliki berbagai aplikasi lain baik itu aplikasi paket maupun in house yang sebagian besar menggunakan platform .Net. Pada umumnya ada dua model proses pengadopsian IT oleh CIST. Model pertama adalah proses pengadopsian IT yang bersumber dari inisiatif user seperti yang ditampilkan pada gambar 9. Jika user merasakan adanya kebutuhan atau inisiatif untuk meningkatkan kinerjanya dengan penerapan IT maka pihak pertama yang akan dihubunginya adalah Business Technology Manager (BTM). BTM kemudian akan mengomunikasikan inisiatif ini kepada PSO&S/BRM/AC2 sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk menentukan perealisasian inisiatif tersebut. Dalam hal ini PSO&S/BRM/AC2 juga mempertimbangkan analisis dari IT Architect dan Subject Matter Experts (SME), baik internal maupun eksternal, terhadap inisiatif yang diajukan. Setelah inisiatif dinilai perlu untuk direalisasikan, PSO&S/BRM/AC2 kemudian menunjuk seorang Project Manager (PM) yang akan menuangkan inisiatif tersebut ke dalam format manajemen proyek IT dan sekaligus menjadi orang yang bertanggung jawab untuk memberikan hasil yang diinginkan user. Kemudian PM akan membentuk tim yang diperlukan untuk melaksanakan proyek tersebut. Untuk proyek pengembangan aplikasi, komposisi dari tim tersebut pada umumnya terdiri
69
dari seorang Business Process Analyst (BPA) yang akan mengevaluasi kelayakan hasil akhir dari proyek terhadap proses bisnis user, application developer, application tester, dan documenter sebagai orang yang akan mendokumentasikan hasil proyek. Tim proyek akan selalu berkomunikasi secara berkala dengan user, BTM, dan IT Architect untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan dalam mengembangkan proyek. Tim proyek akan melakukan User Acceptance Test (UAT) setelah hasil proyek dicapai. Jika user menyetujui hasil tersebut maka tim proyek kemudian akan melakukan sosialisasi kepada seluruh user.
User
BTM
IT Architect
PSO&S/BRM/AC2
SME
Project Team
Gambar 9. Proses Pengadopsian IT yang Berasal dari Inisiatif User.
70
Model proses yang ke dua adalah proses pengadopsian IT yang bersumber dari inisiatif non-user seperti yang ditampilkan pada Gambar 10. Inisiatif ini bisa saja bersumber dari perkembangan teknologi, rekomendasi vendor, peraturan tertentu, dan sebagainya. Pihak yang diasumsikan sebagai non-user bisa saja dari CIST itu sendiri, vendor, pihak eksekutif, pemerintah, dan sebagainya. Inisiatif
tersebut
pertama
kali
akan
dikomunikasikan
dengan
PSO&S/BRM/AC2. Bersama dengan IT Architect dan SME, PSO&S/BRM/AC2 akan mengevaluasi inisiatif tersebut dan melakukan justifikasi sesuai dengan kondisi Astra. Setelah itu PSO&S/BRM/AC2 akan mengkoordinasikan proyek tersebut dengan BTM terkait dan menunjuk seorang PM yang akan menuangkan inisiatif tersebut ke dalam format manajemen proyek IT. Non User
IT Architect
SME
PSO&S/BRM/AC2
Project Team
BTM
User
Gambar 10. Proses Pengadopsian IT yang Berasal dari Inisiatif Non-User.
71
PM akan membentuk tim yang diperlukan untuk melaksanakan proyek tersebut yang akan selalu berkomunikasi secara berkala dengan user, BTM, dan IT Architect untuk membahas proyek yang dikerjakan. Tim proyek akan melakukan UAT setelah hasil proyek dicapai. Jika user menyetujui hasil tersebut maka tim proyek kemudian akan melakukan sosialisasi kepada seluruh user.
4.6 Langkah Awal Realisasi Inisiatif Sadar akan sempitnya waktu yang hanya kurang lebih 2 bulan sampai dengan IT Planning Cycle, Kelvin memulai langkah awalnya dengan membentuk tim BSM. Sebagai tahap awal dia mengundang satu orang application developer berbasis .Net dan satu orang application archtitect berbasis SAP untuk bergabung dalam BSM. Dia juga mengundang satu orang dari departemen MySAP dalam CIST untuk ikut serta dalam proyek mashup ini, walaupun tidak termasuk dalam struktur organisasi BSM, karena mashup sangat erat kaitannya dengan aplikasi web dan web services dan orang tersebut memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Setelah tim BSM terbentuk, eksplorasi tentang mashup mulai dilakukan. Dari mulai mempelajari artikel-artikel pada website, mengikuti beberapa webinar, sampai dengan menganalisa setiap unit bisnis Astra untuk mendapatkan kasus bisnis yang dibutuhkan. Kelvin juga berkonsultasi dengan beberapa vendor mashup dan di antara mereka ada yang bersedia untuk memberikan prototype dari aplikasi mashup yang akan diimplemantasikan.
72
Unit bisnis Astra yang akan dibidik oleh Kelvin untuk pengimplementasian perdana mashup adalah AstraWorld (AWO). Dia menilai bahwa AWO sebagai unit bisnis Astra yang bergerak di bidang layanan terhadap konsumen mobil dan pelanggan Astra akan membutuhkan suatu sistem Marketing Intelligence yakni sistem yang akan menghasilkan gambaran yang sangat komprehensif terhadap kondisi, perilaku, dan preferensi konsumen. AWO juga memiliki keterbukaan dan kesadaran yang cukup tinggi akan pentingnya peranan IT dalam bisnis mereka. Hal ini tercermin dalam pengoptimalan CRM yang mereka miliki untuk memberikan kinerja layanan yang terbaik. Namun, CRM yang mereka miliki saat ini hanya mampu mengolah data yang sifatnya terstruktur dan internal sehingga teknologi mashup dapat menjadi solusi untuk menyempurnakan layanan mereka. Pada awal bulan Maret 2008, Kelvin mempresentasikan teknologi mashup kepada seluruh karyawan CIST dalam forum IT Planning Cycle 2008. Sambutan yang diberikan oleh peserta forum sangat positif dan mereka juga menyadari bahwa ini merupakan inisiatif yang sangat “fresh” dan memberikan paradigma yang baru terhadap peranan CIST bagi Astra. Dukungan ini sedikit banyak memacu semangat Kelvin untuk mengimplementasikan mashup pada AWO. Kurang lebih dua minggu setelah IT Planning Cycle yakni pada akhir Maret 2008, tiba saatnya bagi Kelvin untuk mempresentasikan seluruh kerja kerasnya selama dua bulan terakhir kepada AWO. Mulai dari inisiatif akan mashup, manfaat dari mashup, justifikasi kebutuhan AWO terhadap mashup, prorotyping yang akan dilakukan
oleh
vendor
mashup,
sampai
kepada
garis
besar
rencana
73
pengimplementasiannya dipresentasikannya di depan seluruh eksekutif AWO, termasuk Hendry Yoga selaku Chief Executive Officer (CEO) AWO, selama kurang lebih tiga jam. Namun, respon AWO terhadap inisiatif ini tidak sepositif respon yang diberikan oleh CIST pada saat IT Planning Cycle sebelumnya. AWO berpendapat bahwa mashup belum dapat diimplementasikan karena mereka tidak yakin akan ketersediaan sumber data yang dibutuhkan untuk memberikan gambaran tentang konsumen mobil di Indonesia. Selain itu AWO juga masih terfokus kepada hal- hal yang bersifat transactional sehingga belum merasakan adanya urgency akan teknologi mashup. Sehari setelah presentasi tersebut, Kelvin kembali mengevaluasi alasan AWO menolak implementasi mashup. Dia merasa yakin bahwa masalah utamanya terletak pada paradigma AWO terhadap IT selain minimnya ketersediaan sumber data. Oleh sebab itu, dia akan terus mencari metode pendekatan yang lebih baik dalam mengomunikasikan mashup dan inisiatif- inisiatif lainya di mana kasus seperti ini akan sering ia jumpai seiring dengan fungsi departemen BSM-nya. Ia juga akan terus mengeksplorasi sumber-sumber data yang potensial untuk mashup sebagai keyakinannya
akan
potensi
mengimplementasikannya di Astra.
mashup
dan
komitmennya
untuk